Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar Medis
1. Defenisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu 38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi
pada usia 3 bulan-5 tahun. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam
dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam
terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun
(Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling
sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran
pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya
kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.
Hampir3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita
kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki dari
pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan
maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki- laki (Judha & Rahil,
2011).
2. Etiologi
Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak
spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya
yang terjadi(Lumbantobing, 2007).Bangkitan kejang pada bayi dan anak
disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang
disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis,
ostitis media akut, bronkitis(Judha & Rahil, 2011).Kondisi yang dapat
menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang mengenai jaringan
ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono &
Sukarmin, 2009).
Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan
pengamatan menyeluruh. Tanggung jawab dokter yang paling penting adalah
menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis. Infeksi
saluran pernapasan atas, dan otitis media akut adalah penyebab kejang
demam yang paling sering (Jessica 2011).
3. Patofisiologi
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit
lainya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran di perlukan energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak
misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada
keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot
dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Judha & Rahil, 2011).
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis,
otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat
toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar
keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik ke
seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan
suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik.
Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di
bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan
kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang
lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan
prostaglandin. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan
ion natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel.
Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron
dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan cepat itulah yang dapat
menjadikan anak mengalami penurunan kesadaran, otot ekstremitas maupun
bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap
injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma
bronkus (Price, 2007).
4. Pathway
5. Manifestasi klinik
Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang
muncul pada penderita kejang demam :
a. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
b. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
kinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan
reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali
tanpa ada kelainan persarafan.
c. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan,
cahaya (penurunan kesadaran).
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone
juga dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang
demam. Ada 7 kriteria antara lain:
a. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.
b. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot
rahang saja ).
d. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
e. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada
kelainan.
f. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu atau
lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan
g. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau kinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.(Judha & Rahil,
2011)
6. Penatalaksanaan medic
Penatalaksanaan pasien kejang demam dibagi menjadi tatalaksana
yang dilakukan saat anak sedang dalam keadaan kejang,Tatalaksana yang
dilakukan saat anak datang dalam keadaan kejang adalah:
a. Diazepam intravena 0.3 – 0.5 mg/kgBB bolus pelan 1 – 2 mg/menit (3 – 5
menit), dosis maksimal 20 mg.
b. Bila belum terpasang akses intravena atau dilakukan di Rumah, bisa
diberikan diazepam rektal 0.5 – 0.75 mg/kgBB atau 5 mg untuk BB < 10
kg dan 10 mg untuk BB > 10 kg.
c. Bila diazepam rektal diberikan oleh orang tua di Rumah, dengan 2 kali
pemberian diazepam rektal berselang 5 menit, kejang masih belum
berhenti, anjurkan ke Rumah Sakit dan diberikan diazepam intravena
d. Bila kejang belum berhenti setelah tatalaksana awal, berikan Fenitoin
intravena dosis awal 10 – 20 mg/kgBB/pemberian (kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit).
e. Bila kejang berhenti, fenitoin diberikan kembali 4 – 8 mg/kgBB/hari 12
jam setelah dosis awal.
f. Bila kejang belum berhenti, rawat ruang intensif untuk diberikan obat-
obatan anestesi.
7. Komplikasi
Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira
(2005)
a. Epilepsi : Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang
dicirikan oleh terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala.
Bangkitan kejang yang terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan
listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat.
b. Kerusakan jaringan otak : Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron
saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat
resptor M Metyl D Asparate (MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium
dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.
c. Retardasi mental : Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam
neonatus.
d. Aspirasi : Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan
napas.
e. Asfiksia : Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra
spontan atau teratur.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan
a. Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering menangis, muntah
atau diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit makan, tidak tidur
nyenyak. Tanyakan intake atau output cairan, suhu tubuh meningkat,
obat yang dikonsumsi
b. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
c. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA,
pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela
dan campak.
d. Adanya riwayat trauma kepala
2. Pengkajian fisik
Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :
a. A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-
inpuls radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat
pengatur suhu tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi
demam Demam yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak
secara berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat lagi
mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak tubuh.
wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak terkendali
selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik,
tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat membahayakan keselamatan
anak balita. Akibat langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam
adalah gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika
tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan.
b. B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama
misalnya lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat,
kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang
akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
c. C : Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan
hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema
otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada
daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga
terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga
terjadi epilepsi.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Fungsi lumbal
b. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur darah
c. Bila perlu : CT-scan dan EEG
C. Diagnosa Keperawatan
Menurut Krisanty P., dkk (2008 : 224) diagnosa yang mungkin muncul pada
pasien dengan kejang demam :
1. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Defisit volume cairan bd kondisi demam
3. Hipertermia bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak
5. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan
dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi.
D. Intervensi Keperawatan dan Rasional
1. DX 1 : Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses
keperawatan diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria hasil
:
NOC : Pengendalian Resiko
a. Pengetahuan tentang resiko
b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
c. Monitor kemasan personal
d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko
NIC : mencegah jatuh
a. Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadikan
potensial jatuh dalam setiap keadaan
b. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat
menjadikan potensial jatuh
c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan
ambulasi
d. instruksikan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau bergerak
2. DX 2 : defisit volume cairan bd kondisi demam
Tujuan : devisit volume cairan teratasi, dengan kriteria hasil :
1. Turgor kulit membaik
2. Membran mukosa lembab
3. Fontanel rata
4. Nadi normal sesuai usia
5. Intake dan output seimbang
3. DX 3 : Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang norma
NOC : Themoregulation
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing
NIC : Temperatur regulation
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2. Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
3. Monitor tanda –tanda hipertensi
4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
5. Monitor nadi dan R
4. DX 4 : Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi
aliran darah ke otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal ,
dengan kriteria hasil :
NOC : status sirkulasi
NIC : monitor TTV:
1. monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate
2. catat adanya fluktuasi TD
3. monitor jumlah dan irama jantung
4. monitor bunyi jantung
5. monitor TD pada saat klien berbarning, duduk, berdiri
NIC II : status neurologia
a. monitor tingkat kesadran
b. monitor tingkat orientasi
c. monitor status TTV
d. monitor GCS
5. DX 5 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,
penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti
tentang kondisi pasien
NOC : knowledge ; diease proses
1. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis
dan program pengobatan
2. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/
tim kesehatan lainya
NIC : Teaching : diease process
1. Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan
cara yang tepat

Anda mungkin juga menyukai