Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

Disusun Oleh :

IRFAN HANIF NAUFAL

P27220018116

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA

2021
KONSEP TEORI

A. Pengertian

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal lebih dari 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
merupakan kelainan neurolis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada
golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun (Millichap,1968). Kejang (konvulsi) merupakan
akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks cerebral yang
ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran, aktifitas motorik dan atau
gangguan fenomena sensori (Doenges, 1993).

Jadi, kejang demam merupakan kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan
fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga
mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B. Klasifikasi
Menurut Fukuyama klasifikasi kejang demam terbagi menjadi 2 golongan :
1. Kejang demam sederhana
Ciri :
a. Sebelumnya tidak ada riwayat keluarga yang menderita epilepsy
b. Sebelumnya tidak ada riwayat cidera otak oleh penyebab lain
c. Serangan demam (kejang demam) terjadi antara lain 6 bulan – 6 tahun
d. Lama kejang 15 menit
e. Tidak didapatkan gejala atau abnormalitas pasca kejang
f. Tidak didapatkan abnormalitas neolorgis atau perkembangan
g. Kejang tidak berlangsung atau berulang dilain waktu singkat
2. Kejang demam kompleks
Ciri :
a. Kejang fokal
b. Kejang > 15 menit
c. Kejang berulang
C. Etiologi

Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,


pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada
suhu yang tinggi. Kadang – kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan
demam (Mansjoer, 2000).

D. Manifestasi klinik

Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik


atau tonik klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata
terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang
tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.

Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8%
berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik
atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat
diikuti hemiparisis sementara ( hemiparises Todd ) yang berlangsung beberapa jam
sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparises yang
menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang
demam yang pertama (Mansjoer, 2000).

E. Patofisiologi

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang
anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dalam waktu yang tingkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dari akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C sedangkan pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40ºC atau lebih.

F. Pathway / Pohon Masalah

MK : Hipertermi

Metabolisme basal MK : kekurangan


meningkat volume cairan

O2 ke otak menurun

Kejang demam TIK meningkat

Kejang demam Kejang demam MK : Gangguan perfusi


sederhana kompleks jaringan

MK : Resiko cidera Resiko tinggi Resiko tinggi


berulang gangguan tumbuh
kembang

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus


dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. MRI : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah–daerah otak yang tidak jelas
terlihat bila menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian Positron Emission Tomography (PET) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran
darah dalam otak
5. Uji laboratorium
 Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
 Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
 Panel elektrolit
 Skrining toksik dari serum dan urin
 AGD
 Kadar kalsium darah
 Kadar natrium darah
 Kadar magnesium darah

H. Penatalaksanaan
Memberantas kejang secepatnya mungkin
1. Obat pilihan adalah diazepam yang diberikan secara intravena
2. Diare paru : dosis :
BB 10 kg : 0,5 – 0,7 mg/kg BB IV, BB 20 kg : 0,5 mg 1 kg BB IV, Usia 5 tahun : 0,3
– 5 mg/kg BB IV
3. Diazepam Supp : BB 10 kg : 5 mg, BB 10 kg : 10 mg
4. Pengobatan penunjang
Perawatan
- Semua pakaian dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi lembut
- Bebaskan jalan nafas
- Suction teratur dan beri O2
5. Pengobatan rumatan
Propilaksis Intermitas : paroid atau rectal, campuran anti piretik dan konvulean
Profilaksi jangka panjang : Fenobarbital, Sodium valpoat atau asam valpoat, Femition
6. Mencari dan mengobati penyebab

I. Proses Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Inisial klien :       Pendidikan Ayah :                  
Jenis Kelamin :    Pendidikan Ibu :          
Umur :      Agama  :                       
Anak ke :    Suku/Bangsa  :                   
Nama Ayah  :                Tanggal masuk rumah sakit :
Nama Ibu :          Diagnosis Medis : Febris konvulsi       
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
- Keluhan Utama : biasanya anak demam tinggi
- Lama Keluhan :
- Upaya untuk mengatasi :
b. Riwayat kesehatan sebelumnya
- Prenatal : pemeriksaan kehamilan, imunasasi, proses kelahiran, dsb
- Operasi :
- Alergi :
- Pola kebiasaan : makan dan minum
- Tumbuh kembang
c. Riwayat kesehatan keluarga
- Penyakit keturunan
- Komposisi keluarga
3. Pemeriksaan Fisik
a. Head to toe
b. Keadaan umum : biasanya anak mengalami kelemahan
c. Kesadaran : biasanya kesadaran anak somnolent, apatis atau sopor
d. GCS
e. Tanda-tanda vital :
- Suhu, RR biasanya mengalami peningkatan
- SaO2 biasanya menurun
4. Pola Kebutuhan Dasar
a. Aktivitas atau Istirahat
- Keletihan, kelemahan umum
- Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
b. Sirkulasi
- Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
- Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi
dan pernafasan
c. Integritas Ego
- Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan
atau penanganan
- Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
- Perubahan dalam berhubungan
d. Eliminasi
- Inkontinensia epirodik
e. Makanan atau cairan
- Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang
f. Neurosensori
- Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat
trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
- Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
- Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
g. Kenyamanan
- Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
- Nyeri abnormal proksimal  selama fase iktal
h. Pernafasan
- Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat
peningkatan sekresi mulus
- Fase posektal : Apnea

i. Keamanan
- Riwayat terjatuh
- Adanya alergi
j. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan
sosialnya perubahan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh
5. Pemeriksaan Penunjang
a. MRI
b. EEG
c. Laboratorium
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit infeksi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kebutuhan oksigen otak kurang
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
4. Risiko cedera

C. Intervensi

Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan Rasional Tindakan


1. Hipertermi 1. Observasi adanya faktor- 1. Mencegah terjadinya risiko
berhubungan dengan faktor yang memperberat peningkatan tubuh
penyakit infeksi risiko hipertermia

2. Observasi suhu tubuh 2. Peningkatan suhu tubuh


diawasi
3. Berikan kompres dingin
3. Merangsang saraf di
hipotalamus untuk
4. Anjurkan memakai menghentikan panas
pakaian yang tipis
4. Dapat membantu menyerap
5. Kolaborasi dengan dokter keringat
dalam pemberian terapi
obat penurun panas. 5. Obat diharapkan dapat
menurunkan panas
2. Gangguan pertukaran 1. Observasi TTV 1. Mengidentifikasi keadaan
gas berhubungan pasien dalam intervensi
dengan kebutuhan yang diberikan
oksigen otak kurang 2. Observasi adanya bunyi
nafas tambahan, 2. Identifikasi adanya PK
peningkatan pernafasan, pulmonary edema
terbatasnya ekspansi
dinding dada

3. Berikan posisi tidur semi 3. Posisi semi fowler


fowler memaksimalkan ekspansi
paru
4. Evaluasi perubahan pada
tingkat kesadaran, catat 4. Akumulasi secret atau
sianosis dan atau pengaruh jalan nafas dapat
perubahan warna kulit mengganggu oksigenasi
termasuk membran organ vital jaringan
mukosa dan kuku

5. Tingkatkan tirah baring


atau batasi aktivitas 5. Menurunkan konsumsi
oksigen atau kebutuhan
selama periode penurunan
pernafasan dapat
6. Kolaborasi dengan dokter menurunkan beratnya
dalam pemberian oksigen gejala

6. Alat dalam memperbaiki


hipoksemia yang dapat
terjadi sekunder terhadap
penurunan ventilasi atau
menurunnya permukaan
alveolar paru

3. Kekurangan volume 1. Observasi TTV 1. Untuk mengetahui


cairan berhubungan perkembangan pasien
dengan peningkatan
suhu tubuh 2. Monitor tanda-tanda 2. Memantau terjadinya
kekurangan cairan dehidrasi

3. Catat intake dan output


3. Untuk mengetahui
pasien
keseimbangan masuk dan
keluarnya makanan
4. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian cairan
4. Memenuhi cairan atau
IV
nutrisi yang belum
adekuatnya masukan oral
4. Risiko cedera 1. Berikan pengamanan 1. Mencegah terjadinya
pada kedua sisi tempat cidera saat kejang
tidur pasien

2. Bersihkan saliva dari 2. Mencegah terjadinya


mulut apabila keluar aspirasi
3. Berikan benda yang lunak
untuk digigit saat kejang 3. Mengantisipasi
penanganan kejang
4. Kolaborasi pemberian
terapi obat 4. Efek obat diharapkan dapat
mencegah kejang

D. Implementasi Keperawatan
Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi.

E. Evaluasi
S: Subjektif
Data berdasarkan keluhan yang disampaiakan pasin.
O: Objektif
Data berdasarkan hasil pengukuran atau hasil observasi langsung
kepada pasien.
A: Analisa
Masalah keperawatan/diagnose yang masih terjadi atau baru saja
terjadi akibat perubahan status kesehatan pasien yang telah teridentifikasi
datanya dalam data subjektif dan objektif.
P: Planning
Perencanaan tindakan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau menambah rencana tindakan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz. A. (2005). Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto
Betz, Cecily L & Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Nurarif, Amin H., Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediaction Jogja

SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Nanda. 2018. Aaplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda NIC
NOC. Jogjakarta : mediaaction Jogja

Anda mungkin juga menyukai