Anda di halaman 1dari 49

Keperawatan Anak

Tetanus Neonatorum

Yayuk Nuryanti

1
Out Line Belajar
1. Tetanus Neonatorum
2. ARDS
3. Bayi lahir dari ibu DM, Adiksi Obat,
Penyakit Jantung

2
I. TETANUS NEONATORUM
Definisi :
Tetanus merupakan penyakit yang disebakan oleh
tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi
oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf
dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid).
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut dengan
tanda utama kekakuan otot (spasme), tanpa disertai
gangguan kesadaran.
Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian
perinatal dan menyumbangkan 20% kematian bayi.

3
Manifestasi Klinis
1. Trismus (kesukaran membuka mulut)
karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Kaku kuduk sampai opistotonus
(ketegangan otot-otot trunki)
3. Tegang pada otot dinding perut (perut
papan)
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang
karena toksin yang terdapat pada cornu
anterior.
4
Lanjutan manifestasi klinis
5. Risus sardonikus karena spasme otot-otot
muka (alis tertarik ke atas) sudut mulut
tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan
kuat pada gigi.
6. Kesukaran menelan, gelisah, iritabel,
mudah dan sensitif pada rangsangan
eksternal.
7. Demam ringan atau tidak ada
8. Tendermess pada otot leher dan rahang
5
Bayi Tetanus
6
7
8
Epidemiologi
Angka kejadian tetanus telah menurun drastis dengan
munculnya imunisasi aktif.
Laporan internasional menunjukkan hingga 1 juta
kasus per tahun, terutama di negara-negara
terbelakang. Neonatal tetanus menyumbang 50%
dari kematian di negara berkembang.
Tetanus neonatal merupakan penyebab utama
kematian bayi di negara-negara terbelakang. Infeksi
hasil dari kontaminasi tali pusat pada saat persalinan
tidak sehat, ditambah dengan kurangnya imunisasi
ibu.
9
Patofisiologi
1. Adanya luka pada tubuh seperti tertusuk
paku, pecahan kaca, kaleng, luka kotor pada
bayi dapat melalui tali pusat
2. Organisme multiple membentuk dua toksin
yaitu tetanospasmin yang merupakan toksin
kuat dan atau neurotropik yang dapat
menyebabkan ketegangan dan spasme otot,
dan mempengaruhi sistem saraf pusat.

10
3. Toksin diabsorbsi di ujung saraf motorik dan
melalui aksis silindrik dibawa ke kornu
anterior susunan saraf pusat. Kedua toksin
diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke
dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk
ke dalam susunan saraf pusat.
4. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang
menyebabkan otot kejang dan mudah
terangsang.
5. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan, rata-rata
10 hari. Untuk neonatus biasanya 5-14 hari.
11
Derajad Tetanus
Derajat I  (tetanus ringan)
1. Trismus (lebar antar gigi sama atau lebih
2 cm)
2. Kekakuan umum
3. Tidak dijumpai kejang
4. Tidak dijumpai gangguan respirasi

12
Derajat II (tetanus sedang)
1. Trismus (lebar kurang dari 1 cm)
2. Kekakuan umum makin jelas
3. Dijumpai kejang rangsang, tidak ada
kejang spontan

13
Derajat III a. tetanus berat
1. Trismus berat (kedua baris gigi rapat)
2. Otot sangat spastis, timbul kejang spontan
3. Takipnea, takikardia
4. Apneic spell (spasme laryng)

Derajat III b.  tetanus dengan gangguan saraf otonom


5. Gangguan otonom berat
6. Hipertensi berat dan takikardi, atau
7. Hipotensi dan bradikardi
8. Hipertensi berat atau hipotensi berat

14
Komplikasi
1. Spasme otot faring
2. Asfiksia
3. Atelektasis karena obstruksi sekret
4. Gangguan ventilasi paru
5. Aspirasi pneumonia
6. Sepsis
7. Fraktur vertebra atau fraktur tulang paha.

15
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik : : adanya luka dan
ketegangan otot yang khas terutama pada
rahang
2. Pemeriksaan darah lengkap

16
Penatalaksanaan
1. Dirawat di ruang tenang dan intensif
2. Pemberian ATS (anti tetanus) IM dilakukan skin test terlebih
dahulu. Dosis 5.000-10.000 IU, diberikan intramuskular
3. Dilakukan imunisasi DT/TT/DTP pada sisi yang lain, pada
saat bersamaan.
4. Anti kejang dan penenang (diazepam) bolus 5 mg iv
5. Antibiotik Penicillin Procain (PP) secara IM 50.000 IU/kg
BB/kali i.m, tiap 12 jam
6. Diit tinggi kalori dan protein
7. Pemberian oksigen
8. Pemasangan NGT

17
Penatalaksanaan keperawatan
Pengkajian :
1. Kaji riwayat dan faktor pencetus
2. Kaji frekuensi kejang
3. Kaji pemeriksaan fisik : terutama luka
4. Pemeriksaan sistem persarafan
5. Kaji status pernapasan

18
Masalah keperawatan yang mungkin
muncul
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
2. Risiko aspirasi
3. Risiko injury
4. Risiko kekurang volume cairan
5. Nyeri akut
6. Kurang perawatan diri

19
Pencegahan
Imunisasi aktif
1. Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2
bulan dengan interval 4-6 minggu, ulangan pada
umur 18 bulan dan 5 tahun (lihat Bab Jadwal
Imunisasi).
2. Eliminasi tetanus neonatorum dilakukan dengan
imunisasi TT pada ibu hamil, wanita usia subur,
minimal 5 x suntikan toksoid. (untuk mencapai
tingkat TT  lifelong-card).

20
II. ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
 (ARDS) (Syndroma Gagal Nafas Akut)
Definisi:
ARDS merupakan gagal nafas yang ditandai
dengan ketidakmampuan untuk melakukan
oksigenasi yang adekuat dan pengeluaran
karbondioksida.
ARDS merupakan perkembangan imatur
sistem pernapasan atau tidak adekuatnya
jumlah surfaktan dalam paru.
21
Patofisiologi
1. Bayi dengan ARDS adanya
ketidakmampuan paru untuk
mengembang dan alveoli terbuka. Pada
bayi yang belum matur menyebabkan
gagal napas karena imaturnya dinding
dada, parenchym paru dan imaturnya
endotelium kapiler yang menyebabkan
kolaps paru.

22
Lanjutan patofisiologi
2. Bayi dengan ARDS disebabkan
menurunnya jumlah surfaktan sehingga
menimbulkan ketidakmampuan alveoli
untuk ekspansi.
3. Secara alamiah perbaikan mulai setelah
24-48 jam sel yang rusak akan diganti,
surfaktan mulai diganti sehingga
membantu pengembangan alveoli.

23
Etiologi
1. Usia kehamilan kurang bulan.
2. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gr
3. Sering terjadi pada bayi berat kurang dari
1000 gr.

24
Manifestasi klinis
1. Pernapasan cepat (tachypnea)
2. Retraksi (tarikan) dada pada intercosta
3. Napas cuping hidung
4. Apnea
5. Sianosis
6. Mendengkur
7. Syok

25
Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto rontgen
2. Analisa gas darah < 200

26
Penatalaksanaan
1. Pemberian oksigen
2. Pertahankan nutrisi yang adekuat
3. Pertahankan suhu lingkungan
4. Pertahankan PO2 dalam batas normal
5. Kalau perlu intubasi

27
Pemantauan Saturasi Oksigen
1. 88 % - 93% jika diberi oksigen dan berat
lahir < 1500 gr
2. 90 % - 95% jika diberi oksigen dan berat
badan lahir > 1500 gr.

28
Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian :
1. Identifikasi faktor risiko
2. Kaji sistem pernapasan tanda dan gejala
ARDS
3. Kaji sistem kardiovaskuler adanya murmur
4. Kaji hasil laboratorium, foto rontgen
5. Kaji adanya endotracheal tube (ET)

29
Masalah keperawatan yang mungkin
muncul
1. Gangguan pertukaran gas
2. Tidak efektifnya bersihan jalan napas
3. Tidak efektifnya pola napas
4. Risiko injury
5. Risiko perubahan peran orang tua
6. Risiko kurangnya volume cairan
7. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan

30
III. Bayi lahir dari Ibu dengan DM

Diabetus milutus bisa ditemui pada ibu saat hamil


yang bisas disebut dengan dabetus masa kehamilan
(gestasional diabetika)
Ibu yang menderita diabetus militus kemudian hamil
akan menyebabkan  resiko pada bayi  sebagai
berikut:
1. Bayi mempunyai 5 kali resiko meninggal saat
proses kelahiran.
2. Bayi memiliki 2 kali resiko cacat bawaan
3. Bayi mempunyai 2 kali resiko dengan berat badan
lebih dari 4 kg (makrosomia)
31
Resiko Bayi Lahir dari
Ibu Diabetus Militus
1. Giant baby atau bayi besar (makrosomia)
Kehamilan pada ibu dengan penyakit diabetes
melitus jika tidak dikendalikan dengan baik,
akan berdampak buruk terhadap bayi dan ibu
itu sendiri. Bayi dapat tumbuh besar lebih dari
besar normal (makrosomia) dengan berat
lahimya lebih dari 4 kg.

32
Definisi dan Karakteristik
Makrosomia adalah saat lahir mempunyai berat
lahir yang lebih dari normal bayi yang besar masa
kehamilan (BMK) secara khas memiliki wajah
yang kerubi (seperti tomat) , badan montok dan
bengkak, atau kemerahan, kulit bercorak.
Bayi memiliki organ internal yang besar dan
lemak tubuh yang banyak. Plasenta dan tali pusat
lebih besar dari ukuran rata-rata. Otak satu-
satunya organ yang tidak membesar.

33
Diabetes pada kehamilan
34
Makrosomia
35
2. Cacat lahir atau bawaan (10 kali lebih besar)
Minimnya kontrol diabetes pada ibu pra-kehamilan
dan saat pembuahan dapat memengaruhi proses
pembelahan dan perkembangan sel telur menjadi
janin yang tidak sehat.
Kelainan bawaan seperti spina befida (cacat pada
tulang belakang), munculnya lubang di jantung,
dan bibir sumbing. Risiko ini dapat dicegah
seminimal mungkin dan bahkan dapat dihilangkan
sama sekali dengan mengontrol HbA1c dengan
normal sebelum kehamilan.
36
3. Lahir premature
Ibu hamil dengan diabetes mellitus, dapat
terjadi serangan hipoglikemi selama kehamilan
sehingga dapat membahayakan jiwa ibu dan
juga janin yang dikandung. Perkembangan dan
pertumbuhan bayi juga dapat terganggu akibat
kontrol diabetes yang rendah.
Jika bayi harus dilahirkan lebih awal karena
ukurannya yang besar, ia akan lahir sebagai bayi
prematur.  gangguan syndrom pernapasan
37
4. Bayi lahir kuning
Bayi yang lahir dari ibu dengan diabetes
mellitus lebih berisiko menjadi kuning. Hal ini
bisa disebabkan oleh kelahiran yang prematur,
meskipun terkadang bayi yang lahir dengan
cukup bulan namun juga bisa menjadi kuning
sebagai akibat dari ibu dengan kontrol
diabetes yang rendah.

38
5. Hidramnion
Hidramnion adalah jumlah cairan mengalami
peningkatan atau pertambahan secara tidak
normal di sekitar janin dan kondisi ini lebih sering
terjadi pada ibu penderita diabetes, meski juga
bisa menimpa pada wanita yang tanpa diabetes
Kondisi bayi dengan hidramnion ini terjadi akibat
kontrol diabetes yang rendah pada ibu dengan
diabetes melitus pada prakehamilan dan selama
kehamilan.

39
IV. Bayi Lahir dari Ibu Hamil
Dengan Penyakit Jantung

Resiko :
1. Bayi lahir dengan berat badan rendah. Hal ini terjadi
karena pada umumnya aliran darah ke janin kurang,
sehingga proses perkembangan janin dalam
kandunganpun mungkin agak terhambat.
2. Bayi lahir prematur. Kondisi seperti ini biasanya terjadi
karena kondisi ibu yag memburuk, sehingga bayi perlu
segera dilahirkan melalui operasi.
3. Risiko kekurangan oksigen (hipokssia) pada bayi.
4. Hasil penelitian 10 % bayi menderita kelainan jantung
bawaan.
40
Komplikasi pada ibu
Ibu dengan penyakit jantung dapat terjadi
gagal jantung kongestif, edema paru, hingga
kematian.
Pada kondisi ini dapat terjadi abortus pada
kehamilan muda, pada janin dapat terjadi
lahir prematur, berat badan lahir rendah,
hipoksia, gawat janin, lahir mati, nilai APGAR
rendah, dan pertumbuhan janin terhambat.

41
V. Bayi Lahir dari Ibu Hamil
dengan Zat Aditif
Zat adiktif adalah bahan yang ditambahkan
dalam bahan pangan.
Penambahan bahan tersebut bertujuan untuk
memperpanjang umur simpan bahan, membuat
makanan semakin menarik lewat warna dan
teksturnya, atau membuat rasanya semakin
diminati, serta fungsi lainnya yang betujuan
untuk meningkatkan nilai dari produk pangan
42
Zat Adiktif lainnya adalah : bahan / zat yang
berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan
Psikotropika, atau bahan lain bukan
narkoba tetapi dapat menimbulkan
ketergantungan baik psikologis atau fisik
meliputi :
1. Minuman alkohol
2. Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven
(zat pelarut ) mudah menguap.
3. Tembakau
43
Bahaya zat aditif bagi kehamilan
Kandungan racun kimia dalam narkoba yang
dikonsumsi wanita hamil akan ikut mengalir melalui
plasenta dan mengganggu aliran nutrisi dan oksigen
pada janin sehingga beresiko menimbulkan :
1. Cacat bawaan.
2. Gangguan pertumbuhan otak
3. Lahir prematur
4. Lahir dengan berat badan rendah

44
Dampak alkohol bagi kehamilan
1. Bayi mengalami kecanduan
2. Menyakiti bayi
3. Merusak organ bayi
4. Mengganggu perkembangan organ
5. Keguguran
6. Cacat bawaan
7. Gangguan syaraf otak
8. Fetal Alcohol Spectrum Disorders (FASDS) :
kepala kecil, wajah tidak normal
45
9. Lambat berbicara
10. Gangguan perilaku
11. Kekurangan berat badan
12. Tubuh lemah
13. IQ rendah
14. Kemampuan analisa lemah
15. Sulit tidur
16. Gangguan panca indera
17. Gangguan ginjal
18. Gangguan jantung
19. Gangguan pertumbuhan tulang
46
Fetal Alkohol Syndrom (FAS)

47
48
49

Anda mungkin juga menyukai