0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
36 tayangan23 halaman
1. Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan timbulnya pseudomembran.
2. Manifestasi klinis difteri antara lain demam, nyeri tenggorok dan menelan, suara serak, dan pembengkakan kelenjar leher. Pemeriksaan menemukan pseudomembran pada faring dan laring.
3. Penatalaksanaan difteri meliputi pember
1. Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan timbulnya pseudomembran.
2. Manifestasi klinis difteri antara lain demam, nyeri tenggorok dan menelan, suara serak, dan pembengkakan kelenjar leher. Pemeriksaan menemukan pseudomembran pada faring dan laring.
3. Penatalaksanaan difteri meliputi pember
1. Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan timbulnya pseudomembran.
2. Manifestasi klinis difteri antara lain demam, nyeri tenggorok dan menelan, suara serak, dan pembengkakan kelenjar leher. Pemeriksaan menemukan pseudomembran pada faring dan laring.
3. Penatalaksanaan difteri meliputi pember
ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN PADA PADA ANAK ANAK DENGAN DENGAN DIPTERI DIPTERI
Zurriyatun Thoyibah, Ners., M.Kep
Pengertian • Merupakan suatu infeksi akut yang mudah menular, dan sering diserang terutama saluran bagian atas, dengan tanda khas timbulnya. Pseudomembran. • Disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diptheriae: * Basil gram positif, polimorf, tdk b’gerak, tdk m’bentuk spora. * M’punyai kemampuan khusus m’bentuk eksotoksin yang ganas, menyerang otot jantung, syaraf, hati dan ginjal. * Mati pada pemanasan suhu 60◦ C, tahan hidup sampai beberapa minggu dlm es, air, susu dan lendir yang telah mengering. Klasifikasi 1. Difteri hidung: 2. Difteri Faring-Tonsil Paling sering dijumpai, 75%. Dlm keadaan ringan tdk t’bentuk pseudimembran dan dpt sembuh sndri. 3. Diferi Laring-Trakea Penjalaran dari difteri faring-tonsil. Patofisiologi • Kuman masuk melalui mukosa mulut/hidung, melekat dan berkembang biak pada permukaan saluran nafas atas. Kuman membentuk pseudomembran dan memproduksi toksin yang meresap dan disebarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah. • Respon tubuh thd c.diteriae adalah terjadinya inflamasi lokal yang bersama dengan jaringan nefrotik menbentuk bercak eksudat/ pseudomembran dan menjalar dari faring,tonsil,laring dan saluran nafas atas. Patofisiologi • Toksin yang beredar dlm darah dpt mengenai otot jantung (miokarditis), jaringan saraf (paralisis terutama otot pernafasan), nekrosis fokal pada hati dan ginjal (nefritis). • Penularan melalui udara, alat/benda yg terkontaminasi kuman difteriae. • Berat ringan penyakit tergantung: virulensi, banyaknya basil, dan daya tahan tubuh anak. • Apabila ringan, berupa keluhan sakit menelan dan dapat sembuh sendiri. Jika berat dapat terjadi berbagai komplikasi. Manifestasi Klinis Lesu, pucat, nyeri kepala, anoreksia. Demam tdk tinggi, nyeri telan, pseudomembran yg mula2 hanya bercak putih keabuan, meluas ke faring laring, nafas berbau, adanya pembengkakan pada kelenjar leher (leher banteng/bullneck), tersedak, suara serak dan stridor inspirasi. Sesak nafas hebat, stridor inspirasi, sianosis, retraksi dinding dada. Pada pemeriksaan, laring tampak kemerahan, sembab, banyak sekret dan permukaan tertutup oleh membran. Terjadi sumbatan jalan nafas yang berat, trakeostomi. Pemeriksaan Diagnostik • Usapan tenggorok dan hidung guna menemukan bakteri difteri. • Lab : HB , leokositosis, eritrosit menurun, albumin menurun, dan albuminuria ringan Penatalaksaanan Medis • Pengobatan umum dengan baik, isolasi dan pengawasan EKG sampai normal 2X berturut – turut • peggobatan sfesipik : ADS 20.000 u/hr selama 2 hari berturut – turut. Antibiatika : penisilin prokain 50.000 u/kg BB/hr sampai 3 hari bbebas demam.. Pasien trakiostomi ditambah clorampenikol 75 mg / kg BB perhari dibagi 4 dosis. • Kortikosteroid untuk mencegah miokarditis ( pretnison 2 mg / kg BB / hr selama 3 -4 minggu. Strinkin ¼ mg dan vitamin B1 100 mg selama 10 hari untuk paralysis atau pareis otot. KOMPLIKASI • Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung (membutuhkan waktu 7-10 hari) • Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak terkoordinasi dan gejala lainnya (timbul pada minggu 3-6). • Kerusakan ginjal (nefritis). PROGNOSISIS • Umur : muda makin buruk • perjalanan penyakit: terlambat diketahui lebih buruk. • letak lesi deftiria : hidung tergolong ringan • keadaan umum, status gizi • adanya miokarditis • Pengobatan: ADS PENCEGAHAN • Imunisasi DPT ( 0,5 ml ) • Isolasi (pemeriksaan sedian langsung tidak ada kuman 2 X berturut – turut ) • Pencarian karier dengan uji shick, bila pada hapusan tenggorok kuman positif pasien diobati • isolasi penderita selama tujuh hari ( pencegaan tehadap kontak ) DPT • Pemberian vaksin DPT menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit dipteria, pertusis, dan tetanus dalam waktu yang bersamaan. Imunisasi dasar vaksin DPT diberikan setelah berusia 2 bulan sebanyak tiga kali (DPT I, II, III) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi DPT III. Kemudian saat masuk sekolah (5-6 tahun) dan saat meninggalkan SD (12 tahun). Menurut program pemerintah (PPI) vaksinasi ulangan dilakukan dengan memberikan DT di kelas 1 SD dilamjutkan dengan TT di kelas 2 dan 3 SD. Cara pemberian&Komposisi • Vaksin disuntikkan IM di bagian anterolateral paha sebanyak 0,5 ml. • Kemasan yang dibuat Biofarma berupa flakson 5 ml, 10 dosis. Kandungan faksin terdiri dari 40 Lf toksoid dipteri, 15 Lf toksoid tetanus, 24 (Oμ) Bordetella Pertusisis (mati) diserapkan ke dalam aluminium pospat dan mertiola. Secara fisik, berupa cairan tidak berwarna, berkabut dengan sedikit endapan putih, yang rusak bila beku, terkena panas atau sinar matahari langsung. Vaksin disimpan di dalam lemari es dengan suhu 2-8 ◦C dengan masa kedaluarsa 2 tahun. Kontraindikasi : • Encephalopati, dalam 7 hari pemberian dosis DPT sebelumnya • . Demam (> 38oC), sakit berat (terutama kelainan neurologis • . Riwayat reaksi berat terhadap pemberian DPT sebelumnya berupa syok, kejang, dapat diberi imunisasi DT. Reaksi yang timbul • Biasanya demam dalam 24 -48 jam sakit, kemerahan dan bengkak pada sisi injeksi. • Perubahan perilaku : mengantuk, rewel, anoreksia, menangis lama atau tidak biasa. ASUHAN KEPERAWATAN • PENGKAJIAN 1.Identitas: srg pd anak 1-10 tahun 2.Keluhan utama: sulit bernafas, nyeri menelan, bengkak pada leher. 3.Riwayat kontak dgn penderita difteri 4.Riwayat imunisasi: vaksin DPT. Pemeriksaan Fisik • Keadaan umum: lemah, malaise • TTV: demam tidak terlalu tinggi. • Mulut: nafas berbau, tampak laring kemerahan, sembab, byk sekret, tertutup pseudomembran, suara serak. • Hidung: pilek, sekret • Leher: bullneck • Thorak: retraksi, batuk, suara serak. Diagnosa Keperawatan • Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan pseodomembran pada jalan nafas • Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nyeri telan, anoreksia. • Resiko komplikasi obstruksi jalan nafas berhbungan dengan efek eksotoksin • Kurang pengetahuan orang tua • Cemas Intervensi Keperawatan Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan pseodomembran pada jalan nafas Kaji pola nafas: irama, penggunaan otot bantu, suara dan frekuensi Kaji TTV lainnya (S, N, TD) dan kesadaran Atur posisi semi folwler Beri oksigen sesuai indikasi. Kolaborasi trakeostomi apabila tjd sumbatan total. Intervensi Keperawatan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nyeri telan, anoreksia. 1. Kolaborasi Diit TKTP sesuai kondisi . 2. Sajikan makanan dalam bentuk hangat, lunak, berikan susu ekstra 3. Jaga kebersihan mulut. 4. Jelaskan orang tua atau anak pentingnya nutrisi yang adekuat 5. Berikan makanan sedikit tetapi sering 6. Timbang berat badan setiap hari Intervensi Keperawatan Resiko komplikasi obstruksi jalan nafas berhbungan dengan efek eksotoksin. 1. Observasi tanda – tanda obstruksi jalan nafas, tanda – tanda vital minimal setiap 2 jam 2. Lakukan bedres ± 10 – 14 hari 3. Kolaborasi pemberian ADS sedini mungkin 4. Kolaborasi pamberian anti biotik. 5. Bila terjadi sumbatan jalan nafas kolaborasi trakeostomi Intervensi Keperawatan Kurang pengetahuan orang tua dan Cemas 1. Penyuluhan imunisasi DPT 2. Istirahat total sampai 3 minggu 3. Jelaskan kemungkinan tindakan Trakeostomi TERIMA KASIH….