Anda di halaman 1dari 22

Patofisiologi dan

Askep Anak dengan


Penyakit Infeksi :
Difteri
Oleh : kelompok 8
Anggota Kelompok 8 :

1. Rona Shaumi 2011312078


2. Nurul Aulia 2011312009
3. Divayanta Putri 2011313018
4. Sarah Hana Fauziyyah 2011312012
5. Nailan Yafsah Adira 2011311038
6. Nanda Setiawan 2011312072
Pengertian

Difteri adalah penyakit saluran nafas atas akut sangat


menular yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium
diphtheriae. Kuman ini menghasilkan toksin yang menyebar
sistemik dan menyebabkan kerusakan pada epitel saluran
nafas, jantung, ginjal, saraf otak dan saraf tepi. Kuman C
diphtheria sendiri berbiak dan berkolonisasi di saluran nafas
atas, tidak menyebar, namun dapat menimbulkan sumbatan
jalan nafas atas hingga kematian.
Etiologi
Penyebab difteri adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini
ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk
penderita atau benda maupun makanan yang telah
terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri ini berkembangbiak
pada atau disekitar selaput lender mulut atau tenggorokan dan
menyebabkan peradangan. Pewarnaan sediaan langsung dapat
dilakukan dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat
ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi.
Disamping itu bakteri ini dapat mati pada pemanasan 60 °C
selama 10 menit, tahan beberapa minggu dalam es, air, susu
dan lendir yang telah mengering.
Basil Difteria mempunyai sifat :
1. Mambentuk psedomembran yang sukar diangkat, mudah

berdarah, dan berwarna putih keabu-abuan yang meliputi


daerah yang terkena. Terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan
nekrotik dan kuman.
2. Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat

meracuni jaringan setelah beberapa jam diserap dan


memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas
terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf.
Patofisiologi (WOC)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada difteri bertujuan untuk
menentukan diagnosis definitif difteri melalui pemeriksaan bakteriologis
dan kultur. Penting juga untuk dilakukan pemeriksaan EKG sedini mungkin
untuk melihat ada tidaknya miokarditis akibat difteri.
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan
bakteriologis, kultur, pemeriksaan toksigenisitas, dan pemeriksaan
laboratorium lainnya.

2. Pemeriksaan bakteriologis
Pewarnaan gram menunjukkan gambaran kuman gram positif, berbentuk
basil seperti tongkat, tidak berkapsul, dan nonmotil dalam kelompok-
3. Toksigenisitas
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan apakah terdapat produksi
toksin.
4. Pemeriksaan laboratorium lainnya
Pemeriksaan darah rutin dapat menunjukkan leukositosis sedang. Urinalisis
dapat menunjukkan proteinuria transien. Selain itu, juga dapat dilakukan
pemeriksaan antibodi serum terhadap toksin difteri sebelum pemberian
antitoksin. Pada kecurigaan terjadi miokarditis, dapat dilakukan
pemeriksaan troponin I.
5. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto polos toraks dan radiografi/Computed
Tomography/ultrasonografi jaringan lunak leher dapat menunjukkan
pembengkakan jaringan lunak, epiglotis yang membesar, serta
penyempitan area subglotis.
6. Pemeriksaan lain
Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan penderita difteria adalah menginaktivasi


toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah dan
mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal,
mengeliminasi C.
1. Umum
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan
hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut-turut. Pada umumnya,
pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu.
2. Khusus
Antitoksin: Anti difteri serum (ADS). Antitoksin harus diberikan
segera setelah dibuat diagnosis difteria, dengan pemberian
Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk membunuh bakteri dan menghentikan produksi
toksin. Antibiotik berupa eritromisin atau penisilin diberikan untuk terapi dan
profilaksis. Pengobatan jenis ini diberikan kepada suspek difteri serta kontak
kasus dengan tujuan untuk dapat menekan penularan penyakit. Pengobatan
untuk difteria digunakan eritromisin (40-50 mg/kgBB/hari, dosis terbagi setiap
6 jam PO atau IV, maksimum 2 gram per hari), Penisilin V Oral 125-250 mg,
4 kali sehari, kristal aqueous pensilin G (100.000 – 150.000 U/kg/hari, dosis
terbagi setiap 6 jam IV atau IM), atau Penisilin prokain (25.000-50.000
IU/kgBB/hari, dosis terbagi setiap 12 jam IM). Terapi diberikan untuk 14 hari.
Kortikosteroid
Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan
obat ini pada difteria. Dianjurkan pemberian kortikosteroid
pada kasus difteria yang disertai gejala. Umumnya obat ini
bertujuan untuk mencegah dan mengurangi peradangan.
Prognosis

Prognosis difteria setelah ditemukannya ADS dan antibiotik


lebih baik daripada sebelumnya. Di Indonesia, pada daerah
kantong yang belum di imunisasi, masih dijumpai kasus
difteria berat dengan prognosis buruk. Menurut Krugman,
kematian mendadak pada kasus difteria dapat disebabkan
oleh :
(1) Obstruksi jalan nafas mendadak diakibatkan oleh

terlepasnya membran difteria


(2) Adanya miokarditis dan gagal jantung,

(3) Paralisis diafragma sebagai akibat neuritis nervus frenikus.


Komplikasi

● Sistem pernapasan
Racun yang dihasilkan bakteri penyebab difteri akan menyebabkan
kematian jaringan, termasuk jaringan dalam sistem pernapasan.
Akibatnya, jaringan mati tersebut akan membentuk lapisan tebal berwarna
abu-abu yang dikenal dengan pseudomembran. Adanya
pseudomembran menutupi saluran pernapasan, sehingga menyebabkan
kesulitan bernapas.

● Jantung
Racun yang berasal dari bakteri penyebab difteri dapat mencapai jantung
dan menyebabkan peradangan pada otot jantung. Kondisi ini dikenal
dengan sebutan miokarditis.
● Saraf
Bakteri difteri dapat menyebabkan kerusakan pada saraf. Komplikasi yang terjadi bergantung
pada saraf yang terkena.
- Jika yang terkena adalah saraf di area mulut dan kerongkongan, maka penderita akan
kesulitan menelan ataupun berbicara. Berkaitan dengan kondisi ini, penderita mungkin
akan mengalami aspirasi (tersedak) yang berpotensi menyebabkan kematian.
- Apabila yang terkena adalah saraf kranial, keluhan yang timbul adalah penglihatan kabur,
mata juling, dan sebagainya.
- Jika yang terkena adalah otot diafragma (otot yang memisahkan dada dan perut),
penderitanya tidak dapat bernapas mandiri sehingga membutuhkan bantuan alat
(ventilator). Kondisi ini berpotensi menyebabkan kematian.
- Apabila yang terkena adalah otot pada kandung kemih, penderita akan menjadi sering
berkemih, hanya mengeluarkan sedikit urine saat berkemih, atau sulit mengontrol
keinginan berkemih (mengompol).
- Jika yang terkena adalah otot pada anggota gerak, penderita akan benar-benar kesulitan
untuk bergerak.
Asuhan Keperawatan Difteri
Pengkajian

1. Biodata
Umur : Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada bayi
berumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15 tahun.
Suku bangsa : Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskin
Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk di tempat- tempat pemukiman yang
rapat-rapat, higien dan sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan yang kurang.
2. Keluhan Utama
Klien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia,
lemah.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran nafas atas
dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri.
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia
b. Pola aktivitas
Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam
c. Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur
d. Pola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan nutrisi kurang
disebabkan oleh anoreksia.
7. Pemeriksaan Fisik
Nadi : meningkat Tekanan darah, menurun Respirasi rate
meningkat Suhu : ≤ 38°C
Inspeksi : Lidah kotor, Anoreksia, ditemukan Pseudomembran
Auskultasi : Napas cepat dan dangkal
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan terhadap apus tenggorokan dan uji schick di laboratorium.
b. Untuk melihat kelainan jantung, bisa dilakukan pemeriksaan EKG.
Diagnosis

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif


DEFINISI : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab :
● Fisiologis
- Spasme jalan napas
- Hipersekresi jalan napas
- Disfungsi neuromuskuler
- Benda asing dalam jalan napas
- Adanya jalan napas buatan
- Hiperplasia dinding jalan napas
- Proses infeksi
- Respon alergi
- Efek agen farmakologia (mis. anastesi)ng
● Situasional
- Perokok pasif
- Perokok aktif
- Terpajan polutan
2. Defisit Nutrisi
DEFENISI : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Penyebab :
- Ketidakmampuan menelan makanan
- Ketidakmampuan mencerna makanan
- Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
- Peningkatan kebutuhan metabolisme
- Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
- Faktor psikologis (mis. Stres, keengganan untuk makan)

3. Hipertermia
DEFENISI : suhu tubuh meningkat diatas batas normal.
Penyebab :
-Dehidrasi
-Terpapar lingkungan panas
-Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
-Ketidaksesuaian pakaian dengan tubuh
-Peningkatan laju metabolisme
-Respon trauma
-Aktivitas berlebihan
-Penggunaan incubator

Perencanaan
1.Intervensi bersihan jalan nafas tidak efektif
-Latihan Batuk Efektif (I.01006)
-Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
-Pemantauan Respirasi (I.01014)
2. Intervensi Defisit Nutrisi
-Manajemen Nutrisi (I. 03119)
-Promosi Berat Badan
3. Intervensi hipertermia
-Manajemen Hipertermia (I.15506)
-Regulasi Temperatur (I.14578)
Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan
sesuaidengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan
kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan
kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.

Evaluasi
Penilaian hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai
sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian ini merupakan proses untuk
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri.
Aplikasi Transkultural dan Pengobatan
Alternatif Difteri
1.Jeruk Nipis
2.Bawang Putih
3.Mengkudu
4.Jus Ekstrak Nanas
5.Jahe
6.Kunyit
7.Campuran Madu dan Temulawak
Do you have any questions?
your-email@freepik.com

THANKS +91 620 421 838


yourcompany.com

CREDITS: This presentation template was created by


Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics &
images by Freepik.

Please keep this slide for attribution.

Anda mungkin juga menyukai