Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT


THYPOID DI RSUD KEPAHIANG
TAHUN 2021

Oleh:

Nama : Sony Trisno Asto Putra


Nim : P0 5120219 082

Mengetahui:

Pembimbing Akademik

( )

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI DIII JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
1. Konsep Dasar Penyakit

A. Pengertian
Febris typhoid adalah merupakan salah satu penyakit infeksi akut usus halus yang menyerang
saluran pencernaan disebabkan oleh kuman salmonella typhi dari terkontaminasinya air /
makanan yang biasa menyebabkan enteritis akut disertai gangguan kesadaran (Suriadi dan
Yuliani, R., 2001). Demam typhoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi salmonella typhi
yang ditandai dengan malaise (Corwin, 2000) .

B. Etiologi
Etiologi Menurut Ngastiyah (2005) Penyebab utama dari penyakit ini adalah kumanSalmonella
typhosa, Salmonella typhi, A, B, dan C. Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia,
dan makanan atau minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya sumber
utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak seperti virus yang
dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh,
makanan, dan minuman yang tidak higienis. Salmonella typosa merupakan basil gram negatif
yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya sekurang-
kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O,antigen somatik yang tidak menyebar, terdiri dari
zat komplek lipopolisakarida,antigen Vi (kapsul) yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O
antigen terhadap fagositosis dan antigen H (flagella). Ketiga jenis antigen tersebut dalam tubuh
manusia akan menimbulkan pembentukkan tiga macam antibody yang biasa disebut agglutinin
agglutinin.

C. Patofisiologi
Menurut Corwin (2000)
Mengemukakan bahwa kuman salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut
dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque pleyeri di liteum
terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi
intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi kemudian menembus ke dalam lamina profia,
masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial yang juga mengalami hipertropi.
Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, salmonella typhi masuk aliran darah melalui duktus
toracicus. Kuman-kuman salmonella typhi mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.
Salmonella typhi bersarang di plaque pleyeri, limfe, hati dan bagian-bagian lain dari sistem
retikulo endotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala syoksemia pada demam typhoid
disebabkan oleh endotoksemia, tetapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia
pada demam typhoid. Endotoksin salmonella typhi salmonella typhi berperan dalam patogenesis
demam typhoid, karena membantu proses terjadinya inflamasi lokal pada jaringan tempat
salmonella typhi berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan karena salmonella typhi
dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan septi pirogen oleh leukosit pada jaringan
yang meradang.
Pathway Thypoid
D. Manefestasi Klinis
Menurut Corwin (2000),
Proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia cukup cepat, yaitu 24-72 jam setelah
masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organ-organ hati,
kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya kuman
sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul setelah 3
sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak.

Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum ditemui pada
penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam yang bertahap naiknya
dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan perincian :

1.Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan denyut
nadi 80-100 per menit.
2.Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering
mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba.
3.Minggu ketiga,
a. Jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang.
b. Bika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus,
terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan
perut meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal
dunia akibat terjadinya degenerasi mikardial toksik.
4.Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan meskipun
pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena
femoralis.

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Corwin (2000)
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid antara lain :
1. Pemeriksaan Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi pada berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat leukositanis
tidak ada komplikasi berguna untuk febris typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris thypoid, kenaikan SGOT
dan SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
3. Kenaikan Darah
Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menyingkirkan febris
typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, yaitu :

a. Tekhnik pemeriksaan laboratorium.


b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
c. Laksinasi di masa lampau.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
4. Uji Widal
Suatu uji dimana antara antigen dan antibodi yang spesifik terhadap saluran monolle
typhi dalam serum pasien dengan febris typhoid juga pada orang yang pernah
terkena salmonella typhi dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap febris typhoid
dengan tujuan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang disangka
menderita febris typhoid. Hasil pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang
bernilai ≥ 1/200 atau peningkatan ≥ 4 kali antara masa akut dan konvalesens mengarah pada
demam typhoid, meskipun dapat terjadi positif ataupun negatif palsu akibat adanya reaksi
silang antara spesies salmonella. Diagnosis mikrobiologis merupakan metode diagnosis yang
paling spesifik.Kultur darah dan sum-sum tulang positif pada minggu pertama dan kedua, sedang
minggu ketiga dan keempat kultur tinja dan kultur urin positif (Wong, 2003)

F. Penatalaksanaan
(Soedarto 2007)
Secara fisik mengawasi kondisi klien dengan, pengukuran suhu secara berkala 4-6 jam.
1. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah
mata anak cenderung melirik keatas atau apakah anak mengalami kejang-kejang. Demam yg
disertai kejang yg terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak
mampu mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat rusakna sel-sel otak.
Dalam keaddan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual
tertentu. Bukalah pakaian dan sleimut yang berlebihan
2. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
3. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksgen ke otak yang akan
berakibat rusaknya sel-sel otak.
4. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknya minuman yang diberikan dapat
berupa air putih, susu, air buah, atau air teh, Tujuannya adalah agar cairan tubuh yang menguap
akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya
5. Tidur yang cukup agar metabolism berkurang
6. Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak, lipatan paha. Tujuannya untuk menurukan suhu
tubuh dipermukaan tubuh anak.
7. Saat ini yg lazim digunakan adalah dengan kompres hangat yang bertujuan menurunkan
control pengatur suhu di otak supaya tidak meningkat pengatur suhu tubuh lagi.
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan febris typhoid adalah :
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala yang ditemukan pada kasus febris typhoid antara lain kelemahan, malaise, kelelahan,
merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan insomnia .
2) Sirkulasi
Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane mukosa kotor, turgor
buruk, kering dan lidah pecah-pecah akan ditemukan pada pasien febris typhoid.
3) Integritas ego
Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti menolak dan depresi
juga akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego pasien.
4) Eliminasi
Pengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi dari lunak
sampai bau atau berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu ginjal dengan tanda menurunnya
bising usus, tidak ada peristaltik dan ada haemoroid.
5) Makanan dan cairan
Pasien akan mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan dan tidak toleran
terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan berupa penurunan lemak sub kutan, kelemahan hingga
inflamasi rongga mulut .
6) Hygiene
Pasien akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri dan bau badan.
7) Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah akan dialami pasien dengan titik nyeri yang dapat
berpindah.
8) Keamanan
Pasien mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, arthritis dan peningkatan suhu tubuh dengan
kemungkinan muncul lesi kulit.

B. Diagnosa
1) Hipertermia
2) Nyeri Akut
3) Defisit Nutrisi
C. Intervensi
PERENCANAAN KEPERAWATAN
NAMA PASIEN : UMUR :
RUANGAN : NO.REG :

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


N
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN /KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
O
(SLKI) (SIKI)
1. Hipertermia b/d proses penyakit Setelah diberikan Intervensi keperawatan SIKI: Manajemen Hipertermia - Mengetahui penyebab
selama 2 x 24 jam, diharapkan pasien hipertermi
mampu menunjukkan: Observasi: - Menngetahui suhu
SLKI: Termoregulasi - Identifikasi penyebab hipertermia tubuh pasien
 Dipertahankan pada .... - Monitor suhu tubuh - Mengetahui kadar
 Ditingkatkan pada 4 - Monitor kadar elektrolit elektrolit pasien
 1= Meningkat/Menurun - Monitor haluaran urine - Pasien banyak BAK
 2= Cukup Meningkat/Menurun Terapeutik: - Lingkungan pasien
 3=Sedang - Sediakan lingkungan yang dingin nyaman
 4= Cukup Meningkat/Menurun - Longgarkan atau lepaskan pakaian - Agar pasien merasa
 5= Menurun/Meningkat - Basahi & kipasi permukaan tubuh rileks
Dengan kriteria hasil: Edukasi - Agar pasien merasa
 Mengigil - Anjurkan tirah baring nyaman
 Kulit merah - Pasien tidur dengan
 Kejang Kolaborasi: nyaman
 Pucat - Kolaborasi pemberian cairan & - Kebutuhan cairan &
 Akrosianosis elektrolit elektrolit pasien
terpenuhi
2. Resiko ketidakseimbangan cairan Setelah diberikan Intervensi keperawatan SIKI: Manajemen Cairan - Mengetahui status
selama 2 x 24 jam, diharapkan pasien hidrasi
mampu menunjukkan: Observasi: - Mengetahui berat
SLKI: Keseimbangan Cairann - Monitor status hidrasi badan harian
 Dipertahankan pada .... - Monitor BB harian - Mengetahui berat
 Ditingkatkan pada 4 - Monitor BB sebelum & sesudah badan pasien
 1= Meningkat/Menurun dialisis - Mengetahui hasil
 2= Cukup Meningkat/Menurun - Monitor hasil pemeriksaan pemeriksaan lab
 3=Sedang laboratorium - Mengetahui hasil
 4= Cukup Meningkat/Menurun Terapeutik: intake-output
 5= Menurun/Meningkat - Catat intake-output - Memberikan asupan
Dengan kriteria hasil: - Berikan asupan cairan cairan pada pasien
 Asupan cairan - Berikan cairan intravene - Memberikan cairan IV
 Denyut nadi radial Kolaborasi: pada pasien
 Membran mukosa - Kolaborasi pemberian diuretik, - Berkolaborasi dengan
 Mata cekung jika diperlukan dokter

3.
Defisit Nutrisi

SIKI: Manajemen Nutrisi


Setelah diberikan Intervensi keperawatan Observasi:
selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien - Identifikasi status nutrisi - Mengetahui status
mampu menunjukkan: - Identifikasi alaergi & intolerasni nutrisi pasien
SLKI: Status Nutrisi makanan - Pasien tidak memiliki
 Dipertahankan pada .... - Identifikasi makanan yg disukai alergi makanan
 Ditingkatkan pada 4 - Identifikasi kebutuhan kalori & - Mengetahui makanan
 1= Meningkat/Menurun jenis nutrien kesukaan pasien
 2= Cukup Meningkat/Menurun - Monitor asupan makanan - Kebutuhan kalori &
 3=Sedang - Monitor BB nutrien pasien
 4= Cukup Meningkat/Menurun Terapeutik: terpenuhi
 5= Menurun/Membaik - Lakukan oral hygiene - Memantau asupan
Dengan kriteria hasil: - Sajikan makanan secara menarik makanan pasien
 Porsi makanan yg dihabiskan - Berikan makanan tinggi serat - Mengetahui BB pasien
 Kekuatan otot pengunyah untuk mencegah konstipasi - Pasien melakukan oral
 Kekuatan otot menelan Edukasi: hygiene
 Serum albumin - Anjurkann posisi duduk - Nafsu makan pasien
 Verbalisasi keinginan utk - Anjurkann diet yg diprogramkan meningkat
meningkatkan nutrisi Kolaborasi: - Pasien makan makanan
- Kolaborasi pemberian medikasi tinggi serat
sebelum makan - Pasien duduk dengan
- Kolaborasi dengan ahli gizi nyaman

- Pasien melakukan diet


yg diprogramkann
- Memberikan terapi
obat sebelum makan
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, 2000, Hand Book Of Pathofisiologi, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E. Geisler, A.C. Moorhouse, M.F., 2000, Rencana Keperawatan Pedoman untuk

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.


Robert, 2007, Penyakit – Penyakit Tropis, Artikel diakses dari www.who_peditric.com

Soedarto, 2007, Sinopsis Kedokteran Tropis, Airlangga Universitas Press, Surabaya.


Suriadi dan Yuliani, R., 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, CV. Sagung Seto, Jakarta.

Buku SDKI, Definisi dan Indikator Diagnostik

Buku SLKI, Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatann

Buku SIKI, Definisi dan Tindakan Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai