Anda di halaman 1dari 15

A.

KONSEP DASAR TETANUS

1. Pengertian

Tetanus (rahang terkunci/Lockjaw) adalah penyakit akut, paralitik


spastik yang disebabkan oleh tetanospasmin, neurotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani (Nelson, 1999).

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman


Clostridium tetani bermanifestasi sebagai kejang otot proksimal diikuti
kekakuan seluruh badan (Noer, 1996).

Tetanus adalah penakit toksemia akut yang disebabkan oleh


Clostridium tetani (Mansjoer, 2000).

Berdasarkan klasifikasinya, tetanus dapat dibagi menjadi:

a. Tetanus Lokalisata merupakan tetanus yang hanya mengenai saraf otot


yang terluka
b. Tetanus Generalisata yang terjadi bila toksin masuk melalui darah dan
limfe menyebar luas ke terminal-terminal saraf yang jauh.
c. Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang
lahir dari ibu yang tidak diimunisasi adekuat. Dan dapat terjadi bila
tali pusat tidak dirawat secara steril.

Tetanus Generalisata

Bentuk ini yang paling banyak dikenal dan sering menyebabkan


komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul
secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50 %),
yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan
otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan.
Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka,
opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring
dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose
asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine, kompressi fraktur dan pendarahan
didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa
mencapai 400C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak
stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa
ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. Berdasarkan berat gejala klinis dapat
dibedakan menjadi 3 stadium, yaitu:

I. Trismus (3 cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang.


II. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila
dirangsang.
III. Trismus (1 cm) dengan kejang tonik umum spontan.

2. Etiologi

Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh


genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini
mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-
mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya
tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang
dalam dengan perawatan yang salah. Faktor predisposisi meliputi umur tua atau
anak-anak, luka yang dalam dan kotor, dan belum terimunisasi.

3. Tanda dan Gejala pada Tetanus

a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari


b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
c. Kesukaran membuka mulut (trismus)
d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
f. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena rangsang
suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan, karena kontriksi
sangat kuat dapat terjadi asfiksia, sianosis, retensi urine, fraktur
vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada
saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis,
takikardia dan sulit menelan.

4. Patofisiologi

Clostridium tetani yang bersifat anaerob, membentuk spora masuk ke


dalam tubuh manusia melalui luka, semua jenis luka dapat terinfeksi oleh kuman
tetanus seperti luka laserasi, luka tusuk, luka tembak, luka bakar, luka gigit, luka
suntikan dan sebagainya. Bentuk spora akan berubah menjadi bentuk vegetatifnya
bila lingkungannya memungkinkan untuk perubahan bentuk tersebut dan
kemudian mengeluarkan oksotosin yang dihasilkan yaitu tetanosilin dan
tetanospamin. Tetanospamin menghambat pelepasan asetilkolin tetapi tidak
menghambat pelepasan alfa dan gama motor neuron sehingga tonus otot
meningkat.

Tetanospamin terdiri dari protein yang bersifat toksin terhadap sel saraf.
Toksin ini diarbsopsi oleh endogen saraf di ujung saraf motorik dan diteruskan
melalui sel saraf sampai sel ganglion dan susunan saraf pusat. Bila telah mencapai
susunan saraf pusat dan terikat dengan sel saraf, toksin tersebut tidak dapat
dinetralkan lagi. Saraf yang terpotong atau bergenerasi, lambat menyerap toksin
sedangkan saraf sensorik sama sekali tidak menyerap toksin. Tanda dan gejala
yang muncul adalah kaku otot masseter yang mengakibatkan gangguan membuka
mulut (trismus), kaku kuduk, kaku leher dan kaku punggung yang mengakibatkan
opistotonus. Selain dinding otot perut menjadi kaku seperti papan, risus
sardonikus karena kaku otot wajah dan keadaan kekakuan ekstremitas. Penderita
sangat terganggu oleh gangguan menelan, keluhan konstipasi, nyeri kepala,
berkeringat sering dijumpai. Pada umumnya ditemukan demam serta
bertambahnya frekuensi nafas. Kejang otot merupakan kekakuan karena
hipertonus dan bersifat klonus dapat timbul karena hanya rangsangan yang lemah
seperti bunyi-bunyian dan cahaya. Selama sakit sensorium tidak terganggu
sehingga ia merasakan nyeri akibat kaku otot. Adapun komplikasi yang terjadi
adalah spasme otot faring, asfiksia, atelektasis, dan fraktur kompresi (Nelson,
1999 & Noer, 1996).

5. Patway

Terlampir

6. Pemeriksaan Diagnostik

Laboratorium
Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang
didapatkan peninggian tekanan cairan otak.

7. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
1) Bersihkan port d entree (luka, caries, otitis) dengan larutan H2O2
3%
2) Anti Tetanus Serum (ATS) 1500 unit im
3) Toksoid Tetanus (TT) dengan memperhatikan status imunisasi
4) Penisilin Prokain (PP) 2-3 hari, 50.000 u/KgBB/hari
b. Pengobatan
1) Anti Tetanus Serum (ATS) 50.000 unit/hari selama 2 hari
berturut-turut, hari 1 diberikan dalam infus glukosa 5 % 100 ml.
Hari ke-2 diberikan intramuskuler, lanjutkan uji kulit/mata
sebelum pemberian.
2) Fenobarbital, dosis inisial 50 mg (umur < 1 tahun) dan 75 mg
(umur > 1 tahun), dilanjutkan dosis 5 mg/KgBB/hari dibagi dalam
6 dosis.
3) Diazepam, dosis 4 mg/KgBB/hari dibagi dalam 6 dosis
4) Largaktil, dosis 4 mg/KgBB/hari dibagi dalam 6 dosis
5) Kloralhidrat 5 % (bila kejang sukar diatasi), per rectal, dosis 50
mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
6) PP 50.000u/KgBB/hari, im, sampai 3 hari demam turun, satu
tempat suntikan tidak lebih dari 600.000 u
7) Diet tinggi kalori tinggi protein. Bila trismus, makan cair
diberikan melalui pipa nagogosatrik atau parenteral
8) Isolasi
9) Oksigen 2 Lpm
10) Berikan port d entree dengan larutan H2O2 3%
11) Toksoid Tetanus diberikan sesuai status imunisasi

8. Pencegahan pada Tetanus

a. Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan


b. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
c. Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
d. Pemberian anti tetanus serum.S
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Tetanus
1. Pengkajian
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk memudahkan (Doenges,
2000) dan fokus yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
a. Data Subyektif
1) Pasien mengeluh nyeri akibat kaku pada otot dan nyeri pada
kepala
2) Pasien mengeluh tidak bisa membuka mulut
3) Pasien mengeluh sesak terutama saat kejang
4) Pasien mengeluh terjadi peningkatan suhu tubuh
5) Pasien mengatakan tidak dapat BAB
6) Kaku otot masseter
7) Opistotonus akibat kaku kuduk, kaku leher dan kaku punggung
8) Terdapat luka
9) Risus sardonikus karena otot wajah
10) Perut papan
11) Peristaltik menurun
12) Demam
13) Trismus

2. Diagnosa Keperawatan

a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum


pada trakea dan spame otot pernafasan.
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot-otot pernafasan.
c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin
(bakterimia)
d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot
pengunyah
e. Resiko terhadap penularan infeksi berhubungan dengan pemajanan pada
penularan organisme melalui udara
f. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
g. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
intake yang kurang dan oliguria

3. Intervensi Keperawatan

Dx.1.Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum


pada trakea dan spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu,
batuk tidak efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab,
Analisa Gasa Darah abnormal (Asidosis Respiratorik)

a. Tujuan : Jalan nafas efektif


b. Kriteria :
1) Klien tidak sesak, lendir atau sekret tidak ada
2) Pernafasan 16-18 kali/menit
3) Tidak ada pernafasan cuping hidung
4) Tidak ada tambahan otot pernafasan
5) Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas
normal (pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)

No Intervensi Rasional
1 Bebaskan jalan nafas denganSecara anatomi posisi kepala ekstensi
mengatur posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga
pernafasan sehingga proses respiransi tetap
berjalan lancar dengan menyingkirkan
pembuntuan jalan nafas.
2 Pemeriksaan fisik dengan caraRonchi menunjukkan adanya gangguan
auskultasi mendengarkan suara nafaspernafasan akibat atas cairan atau sekret
(adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali yang menutupi sebagian dari saluran
pernafasan sehingga perlu dikeluarkan
untuk mengoptimalkan jalan nafas.
3 Bersihkan mulut dan saluran nafasSuction merupakan tindakan bantuan untuk
dari sekret dan lendir denganmengeluarkan sekret, sehingga
melakukan suction mempermudah proses respirasi
4 Oksigenasi Pemberian oksigen secara adequat dapat
mensuplai dan memberikan cadangan
oksigen, sehingga mencegah terjadinya
hipoksia.
5 Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jamDyspneu, sianosis merupakan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai dengan
kerja jantung yang menurun timbul
takikardia dan capilary refill time yang
memanjang/lama.
6 Observasi timbulnya gagal nafas. Ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi diperlukan intervensi yang kritis
dengan menggunakan alat bantu pernafasan
(mekanical ventilation)
7 Kolaborasi dalam pemberian obatObat mukolitik dapat mengencerkan sekret
pengencer sekresi(mukolitik) yang kental sehingga mempermudah
pengeluaran dan memcegah kekentalan

Dx.2.Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat


spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi
otot-otot pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk.

a. Tujuan : Pola nafas teratur dan normal


b. Kriteria :
1) Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn
oksigen
2) Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit
3) Tidak sianosis.

No Intervensi Rasional
1 Monitor irama pernafasan danIndikasi adanya penyimpangan atau
respirati rate kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari
frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan
irama nafas.
2 . Atur posisi luruskan jalan nafas. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada
sumbatan proses respirasi dapat berjalan
dengan lancar.
3 Observasi tanda dan gejala sianosis Sianosis merupakan salah satu tanda
manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada
jaringan tubuh perifer
4 . Oksigenasi Pemberian oksigen secara adequat dapat
mensuplai dan memberikan cadangan
oksigen, sehingga mencegah terjadinya
hipoksia
5 Observasi tanda-tanda vital tiap 2Dyspneu, sianosis merupakan tanda
jam terjadinya gangguan nafas disertai dengan
kerja jantung yang menurun timbul
takikardia dan capilary refill time yang
memanjang/lama.
6 Observasi timbulnya gagal nafas. Ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi diperlukan intervensi yang kritis
dengan menggunakan alat bantu pernafasan
(mekanical ventilation).
7 Kolaborasi dalam pemeriksaanKompensasi tubuh terhadap gangguan
analisa gas darah. proses difusi dan perfusi jaringan dapat

Dx.3.Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin


(bakterimia) yang dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel
darah putih lebih dari 10.000 /mm3

a. Tujuan: Suhu tubuh normal


b. Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-
10.000/mm3

NO Intervensi Rasional
1 . Atur suhu lingkungan yang nyaman. Iklim lingkungan dapat mempengaruhi
kondisi dan suhu tubuh individu sebagai
suatu proses adaptasi melalui proses
evaporasi dan konveksi.
2 Pantau suhu tubuh tiap 2 jam Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke
arah syok exhaution
3 Berikan hidrasi atau minum ysngCairan-cairan membantu menyegarkan
cukup adequat badan dan merupakan kompresi badan dari
dalam
4 Lakukan tindakan teknik aseptik danPerawatan lukan mengeleminasi
antiseptik pada perawatan luka. kemungkinan toksin yang masih berada
. disekitar luka.
5 Berikan kompres dingin bila tidakKompres dingin merupakan salah satu cara
terjadi ekternal rangsangan kejang. untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara
proses konduksi.
6 Laksanakan program pengobatanObat-obat antibakterial dapat mempunyai
antibiotik dan antipieretik spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria
gram positif atau bakteria gram negatif.
Antipieretik bekerja sebagai proses
termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
7 Kolaboratif dalam pemeriksaan labHasil pemeriksaan leukosit yang meningkat
leukosit. lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan
adanya infeksi dan atau untuk mengikuti
perkembangan pengobatan yang
diprogramkan

Dx.4.Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan


otot pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang
masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun
ddiserta hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.

a. Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi.


b. Kriteria :
1) BB optimal
2) Intake adekuat
3) Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %

No. Intervensi Rasional


1 Jelaskan faktor yang mempengaruhiDampak dari tetanus adalah adanya
kesulitan dalam makan dankekakuan dari otot pengunyah sehingga
pentingnya makanabagi tubuh klien mengalami kesulitan menelan dan
kadang timbul refflek balik atau kesedak.
Dengan tingkat pengetahuan yang adequat
diharapkan klien dapat berpartsipatif dan
kooperatif dalam program diit.
2 Kolaboratif : Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan
klien dari tingkat membuka mulut dan
Pemberian diit TKTP cair, lunak
proses mengunyah.
atau bubur kasar.
Pemberian carian per IV line Pemberian cairan perinfus diberikan pada
klien dengan ketidakmampuan mengunyak
Pemasangan NGT bila perlu
atau tidak bisa makan lewat mulut
sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.

NGT dapat berfungsi sebagai masuknya


makanan juga untuk memberikan obat

Dx.5. Resiko terhadap penularan infeksi berhubungan dengan pemajanan pada


penularan organisme melalui udara ditandai dengan terdapatnya luka

a. Tujuan : Mencegah terjadinya penularan


b. Kriteria:
Menunjukkan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman

No. Intervensi Rasional


1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi Deteksi dini perkembangan infeksi
seperti kalor, dolor, rubor, tumor memungkinkan untuk melakukan
dan fungsiolaesa tindakan dengan segera
2. Anjurkan pasien untuk menjaga Menimbulkan terjadinya infeksi
kebersihan terutama di daerah
luka
3. Observasi vital sign Suhu dan nadi merupakan karakteristik
dari infeksi sehingga memudahkan dalam
pemberian tindakan
4. Kolaborasi dalam pemberian Terapi profilaksis dapat digunakan pada
antibiotik sesuai indikasi pasien yang mangalmi trauma untuk
menurunkan resiko terjadi infeksi
nosokomial

Dx.6.Resiko cidera berhubungan dengan aktifitas kejang

a. Tujuan : Cedera tidak terjadi


b. Kriteria :
1) Klien tidak ada cedera
2) Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman

Intervensi Rasional
1 Identifikasi dan hindari faktor pencetus Menghindari kemungkinan terjadinya
cedera akibat dari stimulus kejang
2 Tempatkan pasien pada tempat tidurMenurunkan kemungkinan adanya trauma
pada pasien yang memakai pengaman jika terjadi kejang
3 Sediakan disamping tempat tidurAntisipasi dini pertolongan kejang akan
tongue spatel mengurangi resiko yang dapat memperberat
kondisi klien
4 Lindungi pasien pada saat kejang Mencegah terjadinya benturan/trauma yang
memungkinkan terjadinya cedera fisik
5 Catat penyebab mulai terjadinyaPendokumentasian yang akurat, memudah-
kejang kan pengontrolan dan identifikasi kejang

Dx.7.Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat

a. Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang


dengan
b. kriteria:
Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik
No. Intervensi Rasional
1 Kaji intake dan out put setiap 24 jam Memberikan informasi tentang status cairan
/volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian
2 Kaji tanda-tanda dehidrasi, membranIndikator keadekuatan sirkulasi perifer dan
mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam hidrasi seluler
3 Berikan dan pertahankan intake oralMempertahankan kebutuhan cairan tubuh
dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12
tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan
disesuaikan dengan perkembangan
kondisi pasien
4 Monitor berat jenis urine danMempertahankan intake nutrisi untuk
pengeluarannya kebutuhan tubuh
5 Pertahankan kepatenan NGT Penurunan keluaran urine pekat dan
peningkatan berat jenis urine diduga
dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan

4. Implementasi Keperawatan

Lakukanlah apa yang harus anda lakukan pada saat itu. Dan catat apa yang
telah anda lakukan tidakan pada pasien.

5. Evaluasi

a. jalan nafas efektif


b. pola nafas efektif
c. suhu tubuh normal
d. kebutuhan nutrisi terpenuhi
e. penularan infeksi tidak terjadi
f. tidak terjadi cidera
g. cairan dan elektrolit tubuh seimbang

Anda mungkin juga menyukai