Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

TETANUS

DISUSUN OLEH

FAULINA,S.Kep
2019032029

CI INSTITUSI

( Ns. Ahmil,S.Kep.,M.Kes )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA
PALU

2020
A. KONSEP TEORITIS
1. Definisi
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman
clostridium tetani dimanifestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan
diikuti kekakuan otot seluruh badan.kekakuan otot ini tampak pada otot
masater dan otot – otot rangka. (Batticaca 2015)
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)
tanpa disertai gangguan kesadaran .gejala ini bukan disebabkan kuman secara
langsung tetapi sebagai dampak eksotosin (tetanospasmin) yang dihasilkan
oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sum-sum tulang belakang,
sambungan neuromuscular (neuro muscular jungtion) dan syaraf autonomi
(nurarif & kusuma 2016).
2. Etiologi
Clostridium tetani merupakan basil berbentuk batang yang bersifat
anaerob, membentuk spora (tahan panas), gram positif, mengeluarkan
eksotoksin yang bersifat neurotoksin (yang efeknya mengurangi aktifitas
kendali SSP ), pathogenesis bersimbiosis dengan micro organisme pyogenic
3. Patifisiologi
Penyakit tetanus terjadi dengan cara Clostridium tetani masuk ke
dalam tubuh melalui luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan
kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, dan pada bayi dapat melalui tali
pusat. Organisme mengeluarkan dua toksin yaitu tetanospasmin/neurotoksin
yang merupakan toksin kuat, dapat menyebabkan ketegangan otot dan
mempengaruhi sistem saraf pusat serta tetanolysin yang merupakan toksin
sekunder. Etotoksin yang dihasilkan akan mencapai sistem saraf pusat dengan
melewati akson neuro atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada
satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksik
spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah
dinetralkan oleh antitoksin. (Zulkoni, 2011).
4. Manifestasi Klinik
a. Spasme kaku otot rahang (maseter) menyebabkan kesukaran membuka
mulut (trismus)
b. Pembengkakan rasa sakit dan kaku diberbagi otot: otot leher, otot dada,
merambat ke otot perut, otot lengan dan paha, otot punggung seringnya
epistotonus
c. Tetani seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
d. Iritabilitas
e. Demam
f. Keringat berlebih
g. Sakit menelan
h. Spasme tangan dan kaki
i. Produksi air liur
j. Terganggunya otot pernafasan karena otot laring terserang
k. Bab / Bak tidak terkontrol
5. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG: interval CT memanjang karena segmen ST.bentuk takikardia
ventrikuler
b. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah
kadar fospat dalam serum meningkat
c. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foro rontgen pada jaringan
subcutan atau basa ganglia otak meninjukan klasifikasi.
6. Penatalaksanaan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Imunisasi aktif dengan pemberian DPT, booster dose (untuk balita) jika
terjadi luka lagi, lakukan booster ulang
b. Imunisasi pasif,pemberian ATS profilaksis 1500-4500 UI (dapat bertahan
7-10 hari)
c. Pencegahan pada luka, toiletisasi (pembersihan luka) memakai pehidrol
(hydrogen peroksiad–H2O), debridemen, bilas dengan NaCl dan jahit
d. Injeksi penisilin (terhadap basil anaerob dan simbiosis)
Pengobatan tetanus:
a. Netralisasi toksin dengan tetanus anti toksin (TAT)
1) Hiperimun globulin
2) Pemberian ATS. ATS profilaksis diberikan untuk luka yang
kemungkinan terdapat clostridium (luka besar, luka tembak, luka yang
terlambat dirawat, luka tusuk atau gigitan yang dalam, luka yang
terdapat pada region leher dan muka)
b. Perawatan luka
1) Bersihkan luka, buang benda asing,biarkan terbuka
2) Antibiotik. Diberikan parenteral penicillin 1,2 juta unit/ hr selama 10
hari,IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan penisilin dosis
50.000 unit/kgBB/12 jam secara IM diberika selama 7-10 hari. Bila
sensitive terhadap penisilin obat dapat diganti dengan preparat lain
seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/24 jam, tetapi dosis tidak
melebihi 2 garm dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis).
Antibiotika ini hanya bertujuan untuk membunuh bentuk vegetative
dari Clostridium tetani bukan untuk tokson yang dihasilkannya.
3) Anti konvulsan
a) Hindari rangsang, kamar terang /silau,suasana tenang
b) Pemberian anti konvulsif
Phenobarbital
Chlorpromazine
Diazepam
c. Therapy suportif
1) Hindari rangsang suara,cahaya,manipulasi yang merangsang
2) Pemberian oksigen
3) Bebaskan jalan nafas dari lender
4) Diet TKTP
7. Komplikasi
a. Spasme otot faring
b. Asfiksia
c. Atelektasis
d. Fraktur
e. Jalan nafas: aspirasi, laringospasme / obstruksi
f. Respirasi: Apnoe, hipoksia, gagal nafas tipe 1 (atelectasis, aspirasi dan
pneumonia). Tipe 2 (spasme laryngeal,spasme trunkal berkepanjangan,
sedasi berlebihan), ARDSK, komplikasi bantuan ventilasi berkepanjangan
(seperti pneumonia).
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Kesadaran klien biasanya compos mentis,pada keadaan lanjut tingkat
kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat letargi, stupor
dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian
GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadran klien dan bahan
evaluasi untuk monitoring
b. Tanda tanda vital
1) Biasanya tekanan darah pada pasien tetanus masih dalam batas normal
2) Nadi penurunan denyut nadi
3) RR: frekuensi pernafasan pada pasien tetanus meningkat
4) Suhu tubuh biasanya meningkat pada pasien tetanus
c. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan
imunisasi yang tidak adekuat
d. Sistem Pernafasan: dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot
pernafasan
e. Sistem kardio vaskuler: disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan
f. Sistem Neurolgis: (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi,
kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
g. Sistem perkemihan: retensi urine (distensi kandung kencing dan urine
output tidak ada/oliguria)
h. Sistem pencernaan: konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.
i. Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka,
berkeringan (hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto
muka dengan meningkatnya kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot
kaku dan kesulitan menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status
konvulsi dan kejang umum.
j. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum pada trakea,dan adanya spasme otot pernafasan
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme otot pernafasan
c. Hipertermi berhubungan denganproses penyakit
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekakuan otot
masater
e. Nyeri berhubungan dengan agen injuri biologis (kekakuan pada otot)
f. Resiko cedera berhubungan dengan seringnya kejang
g. Resiko aspirasi berhubungan dengan kekakuan otot rahang

3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum pada trakea dan spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi,
sianosis, dyspneu, batuk tidak efektif disertai dengan sputum dan atau
lendir, hasil pemeriksaan lab, Analisa Gasa Darah abnormal (Asidosis
Respiratorik)
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria : Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada
Pernafasan 16-18 kali/menit
Tidak ada pernafasan cuping hidung
Tidak ada tambahan otot pernafasan
Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam
batas normal
Intervensi :
1) Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi
Rasional: Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara
untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses
respiransi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan
pembuntuan jalan nafas.
2) Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara
nafas (adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali
Rasional: Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan
akibat atas cairan atau sekret yang menutupi sebagian
dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan
untuk mengoptimalkan jalan nafas.
3) Bersihkan mulut dan saluran nafas dari sekret dan lendir dengan
melakukan suction
Rasional: Suction merupakan tindakan bantuan untuk
mengeluarkan sekret, sehingga mempermudah proses
respirasi.
4) Oksigenasi
Rasional: Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan
memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah
terjadinya hipoksia.
5) Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
Rasional: Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan
nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul
takikardia dan capilary refill time yang
memanjang/lama.
6) Observasi timbulnya gagal nafas.
Rasional: Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi
diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan
alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).
7) Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer sekresi (mukolitik)
Rasional: Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret yang kental
sehingga mempermudah pengeluaran dan memcegah
kekentalan.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat
spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng,
kontraksi otot-otot pernafasan,
Tujuan: Pola nafas teratur dan normal
Kriteria: Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan
kebutuahn oksigen
Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit
Tidak sianosis.
Intervensi:
1) Monitor irama pernafasan dan respirati rate
Rasional: Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan dari
pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis
pernafasan,kemampuan dan irama nafas.
2) Atur posisi luruskan jalan nafas.
Rasional: Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses
respirasi dapat berjalan dengan lancar.
3) Observasi tanda dan gejala sianosis
Rasional: Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi
ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer.
4) Oksigenasi
Rasional: Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan
memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah
terjadinya hipoksia.
5) Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
Rasional:Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan
nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul
takikardia dan capilary refill time yang
memanjang/lama.
6) Observasi timbulnya gagal nafas.
Rasional: Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi
diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan
alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).
7) Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah.
Rasional: Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan
perfusi jaringan dapat
c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin
(bakterimia) yang dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel
darah putih lebih dari 10.000 /mm3
Tujuan: Suhu tubuh normal
Kriteria: 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-
10.000/mm3
Intervensi:
1) Atur suhu lingkungan yang nyaman
Rasional: Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu
tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui
proses evaporasi dan konveksi.
2) Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
Rasional: Identifikasi perkembangan gejala-gejala ke arah syok
exhaution.
3) Berikan hidrasi atau minum ysng cukup adequate
Rasional: Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan
merupakan kompresi badan dari dalam.
4) Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan
luka.
Rasional: Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan toksin
yang masih berada disekitar luka.
5) Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan
kejang.
Rasional: Kompres hangat merupakan salah satu cara untuk
menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.
6) Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik.
Rasional: Obat-obat antibakterial dapat mempunyai spektrum lluas
untuk mengobati bakteeerria gram positif atau bakteria
gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai proses
termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
7) Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit.
Rasional: Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari
10.000 /mm3 mengindikasikan adanya infeksi dan atau
untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang
diprogramkan.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot
pengunyah yang ditandai dengan intake kurang,
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria: BB optimal
Intake adekuat
Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %
Intervensi:
1) Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan
pentingnya makanan bagi tubuh
Rasional: Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot
pengunyah sehingga klien mengalami kesulitan menelan
dan kadang timbul refflek balik atau kesedak. Dengan
tingkat pengetahuan yang adequat diharapkan klien
dapat berpartsipatif dan kooperatif dalam program diit.
2) Kolaboratif
a) Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar.
Rasional: Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari
tingkat membuka mulut dan proses mengunyah.
b) Pemberian carian per IV line
Rasional: Pemberian cairan perinfus diberikan pada klien
dengan ketidakmampuan mengunyak atau tidak bisa
makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi
terpenuhi.
c) Pemasangan NGT bila perlu
Rasional: NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan
juga untuk memberikan obat.
Daftar pustaka

Batticaca. 2015 .Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Persyarafan.Jakarta: Salemba Medica
Muttaqin. Arif. 2015. Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinik. Jakarta:
Salemba Medica
Nurarif. Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2. Jogyakarta: Mediaction
Publishing
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat
Wilkinson, J. 2016. Diagnosa Keperawatan Intervensi Nanda Nic Noc. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai