Anda di halaman 1dari 25

askep tetanus neonatorum

BAB II

PEMBAHASAN

1. A.     MEKANISME PENYAKIT
1. 1.   DEFINISI
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurofoksin yang dihasilkan oleh
clostridium tetani yang ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.

Tetanus berasal dari bahasa Yunani “Tetanos” yang berarti peregangan.


Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang
khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari
ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan kesulitan membuka mulut dan
menetek di susul dengan kejang-kejang (WHO, 1989).

Tetanus neonatorum adalah kejang-kejang yang dijumpai pada BBL yang bukan karena
trauma, kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal yang
antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih.
(Ngastijah, 1987).                                                     

Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai
gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani. Tetanus
neonatorim adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh  kuman,clostridium tetani.

Tetanus neonatorium merupakan penyebab kejang yang sering di jumpai pada BBL yang di
sebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat
pemotogan tali pusat atau perawatan tidak aseptik.
Tetanus neonatorum adalah:merupakan penyakit pada bayi baru lahir yang bukan karena
trauma kelahiran atau asfiksia tatapi disebabkan oleh infeksi masuknya kuman tetanus
melalui luka tali pusat

Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang
1 bulan) yang disebabkan oleh Clastridium Tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin
(racun yang menyerang sistem saraf pusat).

Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai
gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.

1. 2.      ETIOLOGI
Tetanus disebabkan oleh bakterium gram positif, clostridium tetani. Bakteri ini berspora,
dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang
terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan
beberapa tahun. Jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging
atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang
bernama tetanospasmin.
Pada negara berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri ini masuk melalui
tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik dan tidak steril dengan menggunakan pisau,
gunting atau benda-benda lain yang tidak steril untuk memotong tali pusat, sehingga bakteri
tetani yang ada di alat-alat belum steril itu menghasilkan spora yang akan masuk ke tali pusat
bayi dan berkembang disana.

 Clostridiumtetani, Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan yang tidak steril, Ibu
hamil tidak mendapat imunisasi TT lengkap.merupakan faktor utama dalam terjadinya
tetanus neonatus.

1. 3.      PATOFISIOLOGI
Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit beruba menjadi bentuk fegetatif
dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang anaerobit ini terdapat
penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat
adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra aksonal
toksin disalurkan ke sel syaraf yang memakan waktu sesuai dengan panjang aksonnya dan
aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel syaraf walaupun toksin
telah terkumpul dalam sel. Dalam sum-sum tulang belakang toksin menjalar dari sel syaraf
lower motorneuron keluksinafs dari spinal inhibitorineurin. Pada daerah inilah toksin
menimbulkan gangguan pada inhibitoritransmiter dan menimbulkan kekakuan.

1. Penularan melalui pemotongan dan perawatan tali pusat dengan alat dan bahan yang
tidak benar dan tidak steril.
2. Organisme multipel membentuk toksin tetanospasmin yang merupakan toksin kuat /
neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot dan mempengaruhi sistem
saraf pusat.
3. Eksotoksin mencapai sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem
vaskular. Kemudian menjadi terikat pada sel saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi
dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat
mudah dinetralkan oleh arititoksin.
4. Hipotesa cara absorpsi dan bekerjanya toksin :
–    Toksin diabsorpsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa ke kornu
anterior susunan saraf pusat.

–    Toksin diabsorpsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian
masuk ke dalam susunan saraf pusat.

1. Toksin bereaksi pada myoneural junction sistem saraf pusat, antara lain :
1)    Sinaps ganglion sumsum tulang belakang. Eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis,
mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehing-ga tonus otot meningkat dan menjadi
kaku.

2)    Otak. Toksin yang menempel pada cerebral ganglionsides diduga menyebabkan
kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus.

3)    Saraf autonom. Terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat
berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block atau takikardia.

Masa inkubasi 3 – 28 hari, dengan rata-rata 6 hari. Bila kurang dari 7 hari, biasanya penyakit
lebih parah dan angka kematiannya tinggi.

kategori Tetanus Neonatorum Sedang Tetanus Neonatorum Berat

Umur bayi > 7 hari 0 – 7 hari

Frekuensi kejang Kadang-kadang sering

Mulut mencucu, Mulut mencucu,

Trismus kadang, Trismus terus-menerus,

Bentuk kejang Kejang rangsang (+) Kejang rangsang (+)

Posisi badan Opistotonus kadang-kadang Selalu opistotonus

Kesadaran Masih sadar Masih sadar

Tanda-tanda infeksi Tali pusat kotor, Tali pusat kotor,


Lubang telinga kotor/bersih Lubang telinga kotor/bersih

1. 4.      MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejalanya meliputi :

1. Kejang sampai pada otot pernafasan


2. Leher kaku
3. Dinding abdomen keras
4. Mulut  mencucu seperti mulut ikan.
5.  Suhu tubuh dapat meningkat.
6. Kekakuan otot, disusul dengan kesulitan membuka mulut (trismus).
7. Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi
pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki).
8. Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lama makin sering dan
lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan
akhirnya hipoksia yang berat.
9. Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang
menjadi berat.
Untuk memudahkannya tingkat berat penyakit dibagi :

1. Ringan : hanya trismus dan kejang local

2. Sedang : mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata,
opistotonus dan kekauan otot yang menyeluruh. (Deslidel, 2011)

1. 5.      KOMPLIKASI
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di dalam
rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi
pneumonia aspirasi.
2.  Aspiksia.
3. Atelektasis karena obstruksi oleh sekret.
4. Fraktur kompresi.
5. Laringospasme yaitu spasme dari laring dan/atau otot pernapasan
menyebabkangangguan ventilasi. Hal ini merupakan penyebab utama kematian pada
kasus tetanusneonatorum.
6. Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang akibat kontraksi otot
berlebihan yang terus menerus. Terutama pada neonatus, di mana pembentukan dan
kepadatan tulang masih belum sempurna
7. Hiperadrenergik menyebabkan hiperakitifitas sistem saaraf otonom yang dapat
menyebabkan takikardi dan hipertensi yang pada akhirnya dapat menyebabkan henti
jantung (cardiac arrest ). Merupakan penyebab kematian neonatus yang sudah distabilkan
jalan napasnya.
8. Sepsis akibat infeksi nosokomial (cth: Bronkopneumonia)
9. Pneumonia Aspirasi (sering kali terjadi akibat aspirasi makanan ataupun
minumanyang diberikan secara oral pada saat kejang berlangsung)
 

1. 6.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi:

1. Darah
 Glukosa Darah:Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
 BUN:Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
 Elektrolit:K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
 Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
1. Skull Ray:Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
2. EEG:Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk
mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
 

1. 7.      PENATALAKSANAAN
Penanganan secara umum pada Tetanus Neonatorum:

a)  Mengatasi kejang

1)   Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan, penderita/bayi ditempatkan di


kamar yang tenang dengan sedikit sinar mengingat penderita sangat peka akan suara dan
cahaya.

2)   Memberikan suntikan anti kejang, obat yang dipakai ialah kombinasi fenobarbital dan
largaktil. Fenobarbital dapat diberikan mula-mula 30-60 mg parenteral, kemudian dilanjutkan
per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal,
mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari.
Kombinasi yang lain ialah Kloralhidrat yang diberikan lewat anus.

b)  Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan nafas. Pemasangan spatel
bila lidah tergigit

c)   Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat atau di telinga
 

d)  Pemberian antitoksin

Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi ATS dengan dosis 10.000 satuan setiap
hari selama 2 hari berturut-turut dengan IM, kalau per infuse diberikan ATS 20.000 UI
sekaligus.

e)  Pemberian antibiotic

Untuk mengatasi infeksi dapat digunakan penisilin 200.000 UI setiap hari dan diteruskan
sampai 3 hari sesudah panas turun atau ampisilin 100 mg/kgBB per hari dibagi dalam 4 dosis
secara intravena selama 10 hari.

f)   Perawatan yang adekuat, meliputi:

1)    Kebutuhan oksigen

2)    Makanan (harus hati-hati dengan memakai pipa yang dibuat dari polietilen atau karet)

3)    Keseimbangan cairan dan elektrolit, kalau pemberian makanan peros tidak mungkin
maka diberikan makanan dan cairan intravena. Cairan intravena berupa larutan glukosa 5% :
NaCI fisiologik 4:1 selama 48-70 jam sesuai dengan kebutuhan, sedangkan untuk selanjutnya
untuk memasukkan obat.

4)    Bila sakit penderita lebih dari 24 jam atau sering terjadi kejang atau apnue, berikan
larutan glukosa 10% : natrium bikarbonat 4:1 (sebaiknya jenis cairan disesuaikan dengan
hasil pemeriksaan analisa gas darah) bila setelah 72 jam belum mungkin diberikan minuman
per oral, maka melalui cairan infus perlu ditambahkan protein dan kalium.

5)    Tali pusat dirawat dengan kasa bersih dan kering

1. 8.      PENCEGAHAN
a.   Imunisasi aktif

Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri ( vaksin
DPT ). Kadar proteksi antibodi bertahan selama 5 – 10 tahun sesudah suntikan “ booster “.
Tetanus toksoid (TT) selanjunya diberikan 10 tahun kecuali bila mengalami luka yang
beresiko terinfeksi, diberikan toksoid bila suntikan terakhir sudah lebih dari 5 tahun
sebelumnya atau bila belum pernah vaksinasi. Pada luka yang sangat parah, suntikan toksoid
diberikan bila vaksinasi terakhir sudah lebih dari 1 tahun.

 
Untuk mencegah tetanus neonatorum, diberikan TT pada semua wanita usia subur atau
wanita hamil trimester III, selain memberikan penyuluhan dan bimbingan pada dukun
beranak agar memotong dan merawat tali pusat bayi dengan cara semestinya. Dapat terjadi
pembengkakan dan rasa sakit pada tempat suntikan sesudah pemberian vaksin TT.
(Maryunani, 2010)

b.   Imunisasi pasif

Diberikan serum antitetanus (ATS Profilaksis) pada penderita luka yang beresiko terjadi
infeksi tetanus, bersama – sama dengan TT. (Maryunani, 2010)

1. B.        ASUHAN KEPERAWATAN
1. 1.    PENGKAJIAN
1. Data Demografi
1)  Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

2)  Keluhan utama

1)  Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai :

Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara ( khususnya pada penderita epilepsy ),
gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.

2)    Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?

Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka
yang menyembuh , otitis media, dan caries gigi, menunjang berkembang biaknya kuman
yang menghasilkan endotoksin

3)  Riwayat kesehatan keluarga

Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.


4)  Riwayat social

Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya

1.  Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan


Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan
dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?

1)  Pola nutrisi

 Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana kualitas dan


kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ?
 Bagaimana selera makan anak ?
 Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
2)  Pola Eliminasi :

BAK:ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna,


bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.

BAB:ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya


lunak,keras,cair atau berlendir ?

3)  Pola tidur/istirahat

Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan
sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ? (Darto Suharso, 2000)

1. pemeriksaan fisik
1)  Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi,
respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan
kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan
neurologi.

2)  Pemeriksaan Fisik

1. Kepala dan Rambut


Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi
energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah
dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien
1. Muka/ Wajah.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?

1. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan.
Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
2. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya
pendengaran.
3. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar
sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya
4. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynusitis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah
stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
5. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
6. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena
jugulans ?
7. Thorax
Pada insfeksi: amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama,
kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? 
Pada auskultasi,:adakah suara napas tambahan ?
8. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ?
Adakah bradicardi atau tachycardia?
9. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan
peristaltik usus ? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
10. Kulit 
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema,
hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit?
m. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya
pada daerah akral ?

1. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?
 

1. 2.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada
trakeadan spame otot pernafasan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-
otot pernafasan.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia)
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot
pengunyah

3.    INTERVENSI

a)  Diagnosa 1

Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada
trakeadan spame otot pernafasan, ditandai dengan :

–       ronchi,

–       sianosis,

–       dyspneu,

–       batuk tidak efektif disertai dengan sputum dan atau lendir,

–       hasil pemeriksaan lab,

–       Analisa Gasa Darah abnormal (Asidosis Respiratorik)

Tujuan : Jalan nafas efektif

Kriteria : – Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada

– Pernafasan 16-18 kali/menit

– Tidak ada pernafasan cuping hidung

– Tidak ada tambahan otot pernafasan

– Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH= 7,35-
7,45 ;PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)

Intervensi :

1)     Guidance

 Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (adakah ronchi)
tiap 2-4 jam sekali
Rasional : Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau sekret
yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan
untuk mengoptimalkan jalan nafas. 

 Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam


Rasional : Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan
kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.

 Observasi timbulnya gagal nafas.


Rasional : Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis
dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation)

2)     Support

 Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi


Rasional : Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga
pernafasan sehingga proses respiransi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan
pembuntuan jalan nafas.

 Bersihkan mulut dan saluran nafas dari sekret dan lendir dengan melakukan suction
Rasional : Suction merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan sekret, sehingga
mempermudah proses respirasi

 Berikan terapi Oksigenasi


Rasional : Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan
oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.

3)     Teaching

 Anjurkan latihan bernapas sambil berjalan.


Rasional : Membantu menggerakkan rangka tulang rusuk dan transport oksigen untuk
mengisi bagian paru-paru yang kurang oksigen.

4)     Providing Development Environment

 Hindarkan pasien dari ruangan yang berdebu dan kotor


Rasional : agar pasien merasa nyaman

5)     Collaboration

 Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer sekresi(mukolitik)


Rasional : Obat mukolitik dapat mengencerkan sekretyang kental sehingga mempermudah
pengeluaran dan memcegah kekentalan

b)  Dianosa 2

Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-
otot  pernafasan, yang ditandai dengan :
–       kejang rangsang,

–       kontraksi otot-otot pernafasan,

–       adanya lendir dan sekret yang menumpuk.

Tujuan : Pola nafas teratur dan normal

Kriteria : – Hipoksemia teratasi

–  mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen

–  Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit

–  Tidak sianosis.

Intervensi  :

1)  Guidance

 Monitor irama pernafasan dan respiratirate


Rasional: Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari
frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan irama nafas.

 Observasi tanda dan gejala sianosis


Rasional : Sianosis merupakan salah satu tanda  manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada
jaringan tubuh perifer

 Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam


Rasional : Dyspneu, sianosis merupakan tandaterjadinya gangguan nafas disertai dengan
kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.

 Observasi timbulnya gagal nafas.


Rasional : Ketidakmampuan tubuh dalam prosesrespirasi diperlukan intervensi yang kritis
dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).

2)  Support

 Berikan terapi oksigen Oksigenasi


Rasional : Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan
oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia

3)  Teaching

 Ajarkan cara mengatur posisi luruskan jalan nafas.


Rasional : Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan
dengan lancar.
4)  Providing Development Environment

 Hindarkan ruangan yang sesak dan sempit


Rasional : agar sesak tidak parah

5)  Collaboration

 Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah.


Rasional : Kompensasi tubuh terhadap gangguan prosesdifusi dan perfusi jaringan dapat

c)  Diagnosa 3

Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia) yang
ditandai dengan :

–          suhu tubuh 38-40 oC,

–           hiperhidrasi,

–          sel darah putih lebih dari 10.000 /mm3

Tujuan : Suhu tubuh normal

Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3NO

Intervensi :  

1)    Guidance

 Pantau suhu tubuh tiap 2 jam


Rasional : Identifikasi perkembangan gejala-gajala kearah syok exhaustion

2)     Support

 Berikan hidrasi atau minum ysng cukup adequat


Rasional : Cairan-cairan membantu menyegarkan badandan merupakan kompresi badan dari
dalam

 Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka.


Rasional : Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar
luka.

 Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang.


Rasional : Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan
cara proses konduksi.

3)    Teaching

 Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik


Rasional : Obat-obat anti bakterial dapat mempunyai spektrum luas untuk mengobati
bakteeerriagram positif atau bakteria gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai proses
termoregulasi untuk mengantisipasi panas.

4)    Providing Development Environment

 Atur suhu lingkungan yang nyaman.


Rasional : Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai
suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.

5)    Collaboration

 Kolaboratif dalam pemeriksaan laboratorium  leukosit.


Rasional : Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 10.000 /mm3
mengindikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang
diprogramkan

d)  Diagnosa 4

Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot


pengunyah yang ditandai dengan :

–       intake kurang,

–       makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan
berat badan menurun ddiserta hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria : – BB optimal

– Intake adekuat

– Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %

Intervensi :

1)    Guidance

 Pantau berat badan setiap minggu.


      Rasional : Mengetahui tingkat asupan kalori adekuat

2)    Support

 Berikan carian per IV  line


Rasional : .Pemberian cairan perinfus diberikan padaklien dengan ketidakmampuan
mengunyak atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi

 Lakukan Pemasangan NGT bila perlu


Rasional : .NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat

 Pertahankan makan dalam jumlah kecil tapi sering sesuai indikasi.


     Rasional : Meningkatkan intake makanan perlahan-lahan.

3)    Teaching

 Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanan
bagi tubuh
Rasional : Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuandari otot pengunyah sehingga klien
mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul refflek balik atau kesedak. Dengan tingkat
pengetahuan yang adequate diharapkan klien dapat berpartsipatif dan kooperatif dalam
program diit.

 Anjurkan menghindari konsumsi makanan dan obat-obatan yang mengandung


piridoksin HCl (vitamin B6, daging babi, hepar, pisang, kuning telur).
Rasional : Piridoksin mempercepat penghancuran L-dopa menjadi dopamin sebelum
mencapai otak.

 Nasihatkan diet rendah protein pada siang hari.


Rasional : Mencegah terhambatnya L-dopa mencapai otak oleh protein.

4)    Providing Development Environment

 Ciptakan lingkungan bersih dan hindarkan dari sampah


Rasional : membantu meningkatkan selera makan agar pemasukan nutrisi seimbang

5)    Collaboration

 Pemberian diit TKTP ( tinggi kalori tinggi protein ) cair, lunak atau bubur kasar.
Rasional : Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan  klien dari tingkat membuka mulut dan
proses mengunyah

 
 

BAB III

PENUTUP

1. A.   Kesimpulan
Dari uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan yaitu:

1. Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih.
2. Penyakit ini disebabkan oleh karena clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana
kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen dan pemotongan tali pusat yang tidak
steril.
3. Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang anaerobit ini terdapat
penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat
adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi.
4. Tanda dan gejala meliputi , Kejang sampai pada otot pernafasan, Leher kaku, Dinding
abdomen keras, Mulut  mencucu seperti mulut ikan dan  Suhu tubuh dapat meningkat
5. Komplikasi dari penyakit Tetanus Neonatorum seperti Bronkopneumonia, Asfiksia
akibat obstruksi sekret pada saluran pernafasan, Sepsis neonatorum.
6. Pemeriksaan penunjangnya adalah pemeriksaan laboratorium didapati peninggian
leukosit,  pemeriksaan cairan otak biasanya normal dan pemeriksaan elektromiogram.
7. Penatalaksanaan tetanus neonatorum adalah perawatan tali pusat dengan alat – alat
yang steril. Pengobatan tetanus ditujukan pada: Netralisasi toksin dengan serum antitetanus
(ATS teraupetik), membersihkan luka tempat masuknya kuman, pencegahan antibiotika
penisilin atau tetrasiklin, pemberian nutrisi, cairan dan kalori sesuai kebutuhan.
8. Pencegahan Tetanus Neonatorum dapat dilakukan dengan imunisasi aktif seperti
Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri (vaksin
DPT) dan  Tetanus Toksoid (TT), sedangkan Imunisasi pasif dengan diberikan Anti Tetanus
Serum (ATS).
 

1. B.     Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan harus menambah lagi referensi – referensi buku tentang Keperawatan
Anak I, agar memperrmudahkan mahasiswa agar lebih mudah dalam membuat   suatu karya
tulis, serta rmenambah  ilmu pengetahuan dan wawasan para mahasiswa.

1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa tidak boleh mudah merasa puas dengan mendapatkan ilmu pengetahuan dan
wawasan dari hasil diskusi dan penjelasan dosen saja, selain itu mahasiswa harus lebih aktif
dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasannya secara mandiri dan tidak hanya pada
mata kuliah Keperawatan Anak I saja tetapi mata kuliah lainnya, agar ilmu pengetahuan dan
wawasannya lebih luas.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih. Kematian tetanus sekitar 45 –
55 %, sedangkan pada tetanus neonatorum sekitar 80%. Terdapat hubungan terbalik antara
lamanya imas inkubasi dengan beratnya penyakit. Resiko kematian sekitar 58 % pada masa
inkubasi 2 – 10 hari, dan 17 – 35 % pada masa inkubasi 11 – 22 hari. Bila interval antara
gejala pertama dengan timbulnya kejang cepat, prognosis lebih buruk.
Berdasarkan hasil survey dilaksanakan oleh WHO di15 negara di Asia, Timur Tengah
dan Afrika pada tahun 1978 –n1982 menekankan bahwa penyakit Tetanus Neonatorum
banyak dijumpai daerah pedesan negara berkembang termasuk Indonesia yang memiliki
angka Proporsi kematian Neonatal akibat penyakit Tetanus Neonatorum mencapai 51 %.
Pada kasus Tetanus Neonatorum yang tidak dirawat, hampir dapat dipastikan CFR akan
mendekati 100%, terutama pada kasus yang mempunyai masa inkubasi kurang dari 7 hari.
Di Jepang penurunan angka kematian akibat penyakit Tetanus Neonatorum dari 0,036
per 1000 lahir hidup pada tahun 1947 menjadi 0,07 per 1000 lahir hidup. Pada tahun
1961  terjadi pada saat keadaan sosial ekonomi dan proporsi bayi – bayi yang dilahirkan di
klinik / rumah sakit meningkat dengan cepat dan kontaminasi lanjutan dari bungkul tali pusat
pada proses perawatan tali pusat. Penyataan diatas secara implisit menyatakan bahwa
keadaan sebaliknya / persalinan dirumah mengandung risiko tetanus Neonatorum yang tinggi.
Nelson Menyebutkan bahwa kasus Tetanus Neonatorum sering didapatkan pada anak dengan
berat badan lahir rendah.

1.2    Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan Tetanus Neonatorum ?

1.3  Tujuan Penulisan
a.    Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperwatan pada anak dengan gangguan Tetanus
Neonatorum.
b.                Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam makalah ini , mahasiswa mengetahui :
1.    Definisi Tetanus Neonatorum
2.    Etiologi Tetanus Neonatorum
3.    Patofisiologi Tetanus neonatorum
4.    Manifestasi Tetanus neonatorum
5.    Komplikasi Tetanus Neonatorum
6.    Pemeriksaan Penunjang pada Tetanus Neonatorum
7.    Penatalaksanaan dan pengobatan Tetanus Neonatorum
8.    Pencegahan Tetanus Neonatorum

1.4 Manfaat Penulisan


a.  Bagi Institusi Pendidikan
dengan adanya makalah ini Institusi pendidikan berhasil menjadikan mahasiswa yang lebih
mandiri dalam membuat suatu karya tulis dan menambah wawasan pengetahuan para
mahasiswa.
b.                            Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini, dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mahasiswa
serta dapat memandirikan mahasiswa dalam mempelajari Keperawatan Anak I
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Definisi Tetanus Neonatorum
Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan
adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih.Masih merupakan masalah di indonesia
dan di negara berkembang lain, meskipun beberapa tahun terakhir kasusnya sudah jarang di
indonesia. Angka kematian tetanus neonatorum tinggi dan merupakan 45 – 75 % dari
kematian seluruh penderita tetanus. Penyebab kematian terutama akibat komplikasi antara
lain radang paru dan sepsis, makin muda umur bayi saat timbul gejala, makin tinggi pula
angka kematian. (Maryunani, 2011)

2.2  Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana
kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen. Tetanus pada bayi ini dapat disebabkan
karena tindakan pemotongan tali pusat yang kurang steril, untuk penyakit ini masa
inkubasinya antara 5 – 14 hari (Hidayat, 2008)

2.3  Patofisiologi
Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang anaerobit ini terdapat
penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat
adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra aksonal
toksin disalurkan ke sel syaraf yang memakan waktu sesuai dengan panjang aksonnya dan
aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel syaraf walaupun toksin
telah terkumpul dalam sel. Dalam sum-sum tulang belakang toksin menjalar dari sel syaraf
lower motorneuron keluksinafs dari spinal inhibitorineurin. Pada daerah inilah toksin
menimbulkan gangguan pada inhibitoritransmiter dan menimbulkan kekakuan.
( Aang, 2011)

2.4    Manifestasi klinis
Tanda dan gejalanya meliputi :
a. Kejang sampai pada otot pernafasan
b. Leher kaku
c. Dinding abdomen keras
d. Mulut  mencucu seperti mulut ikan.
e.  Suhu tubuh dapat meningkat. (Deslidel, 2011)

2.5    Komplikasi
a. Bronkopneumonia
b. Asfiksia akibat obstruksi sekret pada saluran pernafasan
c. Sepsis neonatorum. (Ngastiyah, 1997)

2.6    Pemeriksaan Penunjang
a.       pemeriksaan laboratorium didapati peninggian leukosit
b.      pemeriksaan cairan otak biasanya normal
c.       pemeriksaan elektromiogram dapat memperlihatkan adanya lepas muatan unit motorik
secara terus-menerus . (Teddi, 2010)

2.7    Penatalaksanaan dan Pengobatan Tetanus Neonatorum


Penatalaksanaan tetanus neonatorum adalah perawatan tali pusat dengan alat – alat
yang steril. (Deslidel, 2011)
Pengobatan tetanus ditujukan pada :
a. Netralisasi tosin yang masih ada di dalam darah sebelum kontak dengan sistem saraf,
dengan serum antitetanus (ATS teraupetik)
b. Membersihkan luka tempat masuknya kuman untuk menghentikan produksi toksin
c. Pemberian antibiotika penisilin atau tetrasiklin untuk membunuh kuman penyebab
d. Pemberian nutrisi, cairan dan kalori sesuai kebutuhan
e. Merawat penderita ditempat yang tenang dan tidak terlalu terang
f. Mengurangi serangan dengan memberikan obat pelemas otot dan sesedikit mungkin
manipulasi pada penderita. (Maryunani , 2010)

2.8    Pencegahan
a.                 Imunisasi aktif
Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri
( vaksin DPT ). Kadar proteksi antibodi bertahan selama 5 – 10 tahun sesudah suntikan “
booster “. Tetanus toksoid (TT) selanjunya diberikan 10 tahun kecuali bila mengalami luka
yang beresiko terinfeksi, diberikan toksoid bila suntikan terakhir sudah lebih dari 5 tahun
sebelumnya atau bila belum pernah vaksinasi. Pada luka yang sangat parah, suntikan toksoid
diberikan bila vaksinasi terakhir sudah lebih dari 1 tahun.
Untuk mencegah tetanus neonatorum, diberikan TT pada semua wanita usia subur
atau wanita hamil trimester III, selain memberikan penyuluhan dan bimbingan pada dukun
beranak agar memotong dan merawat tali pusat bayi dengan cara semestinya. Dapat terjadi
pembengkakan dan rasa sakit pada tempat suntikan sesudah pemberian vaksin TT.
(Maryunani, 2010)
b.                Imunisasi pasif
Diberikan serum antitetanus (ATS Profilaksis) pada penderita luka yang beresiko terjadi
infeksi tetanus, bersama – sama dengan TT. (Maryunani, 2010)

Asuhan Keperawatan pada Bayi dengan Tetanus Neonatorum


A.  Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian bayi dengan tetanus neonatorum dapat ditemukan adanya kesulitan
menetek melalui mulut mencucu seperti ikan (harpermond) karena adanya trismus pada otot
mulut, sehingga bayi tidak dapat minum dengan baik, adanya spasme otot dan kejang umum
leher kaku dan terjadi opistotonus kondisi tersebut akan menyebabkan liur sering terkumpul
didalam mulut dan dapat menyebabkan aspirasi, dinding abdomen kaku, mengeras dan
kadang – kadang terjadi kejang otot pernafasan dan sianosis, suhu meningkat sampai dengan
39 derajat celcius, dahi berkerut, alis mata terangkat sudut mulut tertarik ke bawah muka
rhisus sardonikus, ekstremitas kaku, sangat sensitif terhadap rangsangan gelisah dan
menangis, masa inkubasi 3 – 10 hari. (Hidayat, 2008)
B.  Diagnosis / masalah keperawatan
Diagnosis atau maslah keperawatan yang terjadi pada bayi dengan tetanus
neonatorum antara lain :
1. Gangguan fungsi pernafasan
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
3. Kurang pengetahuan orang tua. (Hidayat, 2008)
C.      Intervensi Keperawatan
1. Gangguan fungsi pernafasan
Pada masalah ini dapat disebabkan kuman yang menyerang otot – otot pernafasan sehingga
otot pernafasan tidak berfungsi, adanya spasme pada otot faring juga dapat menyebabkan
terkumpulnya liur di dalam rongga mulut atau tenggorokan sehingga mengganggu jalan
nafas.
Intervensi :
a.       Atur posisi bayi dengan kepala ekstensi
b.      Berikan oksigen 1 – 2 liter/ menit, apabila terjadi kejang tinggikan kebutuhan oksigen
sampai 41 / menit setelah kejang hilang diturunkan.
c.       Lakukan penghisapan lendir dan pasang sudip lidah untuk mencegah lidah jatuh ke
belakang
d.      Lakukan observasi tanda vital setiap setengah jam
e.       Berikan lingkungan dalam keadaan hangat jangan memberikan lingkungan yang dingin
karena dapat menyebabkan apnea.
f.       Melakukan kolaborasi dengan dokter dengan pemberian diazepam 2,5 mg intravena selam
2 – 3 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 8 – 10 mg/kgBB/ hari. Setelah keadaan klinis
mebaik dapat dilakukan pemberian diazepam peroral, disamping pemberian diazepam juga
dilakukan pemberian ATS dengan dosis 10.000 u / hari, ampisilin 100 mg/kgBB/hri.
(Hidayat, 2008)
Perawatan saat kejang
Merupakan tindakan dengan memberikan terapi keperawatan untuk mencegah adanya
lidah tergigit, anoksia, pasien jatuh, lidah tidak jatuh kebelakang menutupi jalan nafas dan
mencegah kejang ulang, caranya adalah sebagai berikut :
a.       Baringkan pasien dengan terlentang dengan kepala dimiringkan dan ekstensi
b.      Pasang spatel lidah dengan dibungkus kain kassa
c.       Bebaskan jalan nafas dengan menghisap lendir
d.      Berikan oksigen
e.       Lakukan kompres
f.       Lakukan observasi terhadap tanda vital dan sifat kejang. (Hidayat, 2008)
2. Gangguan pemenuhan kebuthuhan nutrisi dan cairan
Gangguan kebutuhan nutrisi dan cairan dapat terjadi karena bayi tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan dengan cara menetek atau minum, untuk itu dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi dan cairan dapat dilukan dengan melakukan intervensi keperawatan
diantaranya :
a.       Monitoring tanda – tanda dehidrasi dan kekurangan nutrisi seperti intake dan output,
membran mukosa turgor kulit dan lain – lain
b.      Beri cairan melalui infus dengan cairan Glukosa 10 % dan natrium bikarbonat apabila
pasien sering kejang dan apnea,, apabila kejang sudah berkurang pemberian nutrisi dapat
melalui pipa lambung. (Hidayat, 2008)

3. Kurang pengetahuan orang tua


Pada masalah keperawatan ini dapat disebabkan karena kurangnya informasi pada kelurga
pasien mengingat tindakan pada penyaki ini memerlukan tindakan dan pengobatan khusus
sehingga perlu disampaikan kepada keluarga beberapa pengetahuan tentang penyakit dan
upaya pengobatan dan perawatannya seperti pemberian suntikan, perawatan pada luka
dengan menggunakan alkohol 70 % dan kassa steril dan lain – lain. (Hidayat, 2008)

BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Dari uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan yaitu:
a.    Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan
adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih.
b.     Penyakit ini disebabkan oleh karena clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana kuman
tersebut berkembang tanpa adanya oksigen dan pemotongan tali pusat yang tidak steril.
c.     Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang anaerobit ini terdapat
penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat
adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi.
d.    Tanda dan gejala meliputi , Kejang sampai pada otot pernafasan, Leher kaku, Dinding
abdomen keras, Mulut  mencucu seperti mulut ikan dan  Suhu tubuh dapat meningkat
e.    Komplikasi dari penyakit Tetanus Neonatorum seperti Bronkopneumonia, Asfiksia akibat
obstruksi sekret pada saluran pernafasan, Sepsis neonatorum.
f.      Pemeriksaan penunjangnya adalah pemeriksaan laboratorium didapati peninggian
leukosit,  pemeriksaan cairan otak biasanya normal dan pemeriksaan elektromiogram.
g.     Penatalaksanaan tetanus neonatorum adalah perawatan tali pusat dengan alat – alat yang
steril. Pengobatan tetanus ditujukan pada: Netralisasi toksin dengan serum antitetanus (ATS
teraupetik), membersihkan luka tempat masuknya kuman, pencegahan antibiotika penisilin
atau tetrasiklin, pemberian nutrisi, cairan dan kalori sesuai kebutuhan.
h.     Pencegahan Tetanus Neonatorum dapat dilakukan dengan imunisasi aktif seperti Vaksinasi
dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri (vaksin DPT)
dan  Tetanus Toksoid (TT), sedangkan Imunisasi pasif dengan diberikan Anti Tetanus Serum
(ATS).
3.1    Saran
a.       Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan harus menambah lagi referensi – referensi buku tentang
Keperawatan Anak I, agar memperrmudahkan mahasiswa agar lebih mudah dalam
membuat   suatu karya tulis, serta rmenambah  ilmu pengetahuan dan wawasan para
mahasiswa.
b.      Bagi Mahasiswa
Mahasiswa tidak boleh mudah merasa puas dengan mendapatkan ilmu pengetahuan dan
wawasan dari hasil diskusi dan penjelasan dosen saja, selain itu mahasiswa harus lebih aktif
dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasannya secara mandiri dan tidak hanya pada
mata kuliah Keperawatan Anak I saja tetapi mata kuliah lainnya, agar ilmu pengetahuan dan
wawasannya lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Aang. 2011.Askep Tetanus Neonatorum. (Http://Aangcoy13.Blogspot.Com/2011/11/Askep-Tetanus-


Neonatorum.Html . Diakses : 31-03-2012)

Agung, tedi saputra. Askep Tetanus. (http://kadaverboy.wordpress.com/2010/05/16/tetanus-


neonatorum. Di akses : 31-3-2012)

Deslidel, hajjah. 2011. Buku ajar Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta : EGC

Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba Medika

Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta : TIM

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai