BAB II
PEMBAHASAN
1. A. MEKANISME PENYAKIT
1. 1. DEFINISI
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurofoksin yang dihasilkan oleh
clostridium tetani yang ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.
Tetanus neonatorum adalah kejang-kejang yang dijumpai pada BBL yang bukan karena
trauma, kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal yang
antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih.
(Ngastijah, 1987).
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai
gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani. Tetanus
neonatorim adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh kuman,clostridium tetani.
Tetanus neonatorium merupakan penyebab kejang yang sering di jumpai pada BBL yang di
sebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat
pemotogan tali pusat atau perawatan tidak aseptik.
Tetanus neonatorum adalah:merupakan penyakit pada bayi baru lahir yang bukan karena
trauma kelahiran atau asfiksia tatapi disebabkan oleh infeksi masuknya kuman tetanus
melalui luka tali pusat
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang
1 bulan) yang disebabkan oleh Clastridium Tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin
(racun yang menyerang sistem saraf pusat).
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai
gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.
1. 2. ETIOLOGI
Tetanus disebabkan oleh bakterium gram positif, clostridium tetani. Bakteri ini berspora,
dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang
terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan
beberapa tahun. Jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging
atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang
bernama tetanospasmin.
Pada negara berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri ini masuk melalui
tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik dan tidak steril dengan menggunakan pisau,
gunting atau benda-benda lain yang tidak steril untuk memotong tali pusat, sehingga bakteri
tetani yang ada di alat-alat belum steril itu menghasilkan spora yang akan masuk ke tali pusat
bayi dan berkembang disana.
Clostridiumtetani, Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan yang tidak steril, Ibu
hamil tidak mendapat imunisasi TT lengkap.merupakan faktor utama dalam terjadinya
tetanus neonatus.
1. 3. PATOFISIOLOGI
Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit beruba menjadi bentuk fegetatif
dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang anaerobit ini terdapat
penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat
adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra aksonal
toksin disalurkan ke sel syaraf yang memakan waktu sesuai dengan panjang aksonnya dan
aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel syaraf walaupun toksin
telah terkumpul dalam sel. Dalam sum-sum tulang belakang toksin menjalar dari sel syaraf
lower motorneuron keluksinafs dari spinal inhibitorineurin. Pada daerah inilah toksin
menimbulkan gangguan pada inhibitoritransmiter dan menimbulkan kekakuan.
1. Penularan melalui pemotongan dan perawatan tali pusat dengan alat dan bahan yang
tidak benar dan tidak steril.
2. Organisme multipel membentuk toksin tetanospasmin yang merupakan toksin kuat /
neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot dan mempengaruhi sistem
saraf pusat.
3. Eksotoksin mencapai sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem
vaskular. Kemudian menjadi terikat pada sel saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi
dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat
mudah dinetralkan oleh arititoksin.
4. Hipotesa cara absorpsi dan bekerjanya toksin :
– Toksin diabsorpsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa ke kornu
anterior susunan saraf pusat.
– Toksin diabsorpsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian
masuk ke dalam susunan saraf pusat.
1. Toksin bereaksi pada myoneural junction sistem saraf pusat, antara lain :
1) Sinaps ganglion sumsum tulang belakang. Eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis,
mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehing-ga tonus otot meningkat dan menjadi
kaku.
2) Otak. Toksin yang menempel pada cerebral ganglionsides diduga menyebabkan
kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus.
3) Saraf autonom. Terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat
berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block atau takikardia.
Masa inkubasi 3 – 28 hari, dengan rata-rata 6 hari. Bila kurang dari 7 hari, biasanya penyakit
lebih parah dan angka kematiannya tinggi.
1. 4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejalanya meliputi :
2. Sedang : mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata,
opistotonus dan kekauan otot yang menyeluruh. (Deslidel, 2011)
1. 5. KOMPLIKASI
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di dalam
rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi
pneumonia aspirasi.
2. Aspiksia.
3. Atelektasis karena obstruksi oleh sekret.
4. Fraktur kompresi.
5. Laringospasme yaitu spasme dari laring dan/atau otot pernapasan
menyebabkangangguan ventilasi. Hal ini merupakan penyebab utama kematian pada
kasus tetanusneonatorum.
6. Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang akibat kontraksi otot
berlebihan yang terus menerus. Terutama pada neonatus, di mana pembentukan dan
kepadatan tulang masih belum sempurna
7. Hiperadrenergik menyebabkan hiperakitifitas sistem saaraf otonom yang dapat
menyebabkan takikardi dan hipertensi yang pada akhirnya dapat menyebabkan henti
jantung (cardiac arrest ). Merupakan penyebab kematian neonatus yang sudah distabilkan
jalan napasnya.
8. Sepsis akibat infeksi nosokomial (cth: Bronkopneumonia)
9. Pneumonia Aspirasi (sering kali terjadi akibat aspirasi makanan ataupun
minumanyang diberikan secara oral pada saat kejang berlangsung)
1. 6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi:
1. Darah
Glukosa Darah:Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN:Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit:K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
1. Skull Ray:Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
2. EEG:Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk
mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
1. 7. PENATALAKSANAAN
Penanganan secara umum pada Tetanus Neonatorum:
2) Memberikan suntikan anti kejang, obat yang dipakai ialah kombinasi fenobarbital dan
largaktil. Fenobarbital dapat diberikan mula-mula 30-60 mg parenteral, kemudian dilanjutkan
per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal,
mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari.
Kombinasi yang lain ialah Kloralhidrat yang diberikan lewat anus.
b) Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan nafas. Pemasangan spatel
bila lidah tergigit
c) Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat atau di telinga
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi ATS dengan dosis 10.000 satuan setiap
hari selama 2 hari berturut-turut dengan IM, kalau per infuse diberikan ATS 20.000 UI
sekaligus.
Untuk mengatasi infeksi dapat digunakan penisilin 200.000 UI setiap hari dan diteruskan
sampai 3 hari sesudah panas turun atau ampisilin 100 mg/kgBB per hari dibagi dalam 4 dosis
secara intravena selama 10 hari.
2) Makanan (harus hati-hati dengan memakai pipa yang dibuat dari polietilen atau karet)
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit, kalau pemberian makanan peros tidak mungkin
maka diberikan makanan dan cairan intravena. Cairan intravena berupa larutan glukosa 5% :
NaCI fisiologik 4:1 selama 48-70 jam sesuai dengan kebutuhan, sedangkan untuk selanjutnya
untuk memasukkan obat.
4) Bila sakit penderita lebih dari 24 jam atau sering terjadi kejang atau apnue, berikan
larutan glukosa 10% : natrium bikarbonat 4:1 (sebaiknya jenis cairan disesuaikan dengan
hasil pemeriksaan analisa gas darah) bila setelah 72 jam belum mungkin diberikan minuman
per oral, maka melalui cairan infus perlu ditambahkan protein dan kalium.
1. 8. PENCEGAHAN
a. Imunisasi aktif
Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri ( vaksin
DPT ). Kadar proteksi antibodi bertahan selama 5 – 10 tahun sesudah suntikan “ booster “.
Tetanus toksoid (TT) selanjunya diberikan 10 tahun kecuali bila mengalami luka yang
beresiko terinfeksi, diberikan toksoid bila suntikan terakhir sudah lebih dari 5 tahun
sebelumnya atau bila belum pernah vaksinasi. Pada luka yang sangat parah, suntikan toksoid
diberikan bila vaksinasi terakhir sudah lebih dari 1 tahun.
Untuk mencegah tetanus neonatorum, diberikan TT pada semua wanita usia subur atau
wanita hamil trimester III, selain memberikan penyuluhan dan bimbingan pada dukun
beranak agar memotong dan merawat tali pusat bayi dengan cara semestinya. Dapat terjadi
pembengkakan dan rasa sakit pada tempat suntikan sesudah pemberian vaksin TT.
(Maryunani, 2010)
b. Imunisasi pasif
Diberikan serum antitetanus (ATS Profilaksis) pada penderita luka yang beresiko terjadi
infeksi tetanus, bersama – sama dengan TT. (Maryunani, 2010)
1. B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. 1. PENGKAJIAN
1. Data Demografi
1) Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara ( khususnya pada penderita epilepsy ),
gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka
yang menyembuh , otitis media, dan caries gigi, menunjang berkembang biaknya kuman
yang menghasilkan endotoksin
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan
sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ? (Darto Suharso, 2000)
1. pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi,
respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan
kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan
neurologi.
1. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan.
Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
2. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya
pendengaran.
3. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar
sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya
4. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynusitis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah
stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
5. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
6. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena
jugulans ?
7. Thorax
Pada insfeksi: amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama,
kedalaman, adakah retraksi Intercostale ?
Pada auskultasi,:adakah suara napas tambahan ?
8. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ?
Adakah bradicardi atau tachycardia?
9. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan
peristaltik usus ? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
10. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema,
hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit?
m. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya
pada daerah akral ?
1. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?
1. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada
trakeadan spame otot pernafasan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-
otot pernafasan.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia)
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot
pengunyah
3. INTERVENSI
a) Diagnosa 1
Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada
trakeadan spame otot pernafasan, ditandai dengan :
– ronchi,
– sianosis,
– dyspneu,
– Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH= 7,35-
7,45 ;PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)
Intervensi :
1) Guidance
Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (adakah ronchi)
tiap 2-4 jam sekali
Rasional : Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau sekret
yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan
untuk mengoptimalkan jalan nafas.
2) Support
Bersihkan mulut dan saluran nafas dari sekret dan lendir dengan melakukan suction
Rasional : Suction merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan sekret, sehingga
mempermudah proses respirasi
3) Teaching
5) Collaboration
b) Dianosa 2
Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-
otot pernafasan, yang ditandai dengan :
– kejang rangsang,
– Tidak sianosis.
Intervensi :
1) Guidance
2) Support
3) Teaching
5) Collaboration
c) Diagnosa 3
Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia) yang
ditandai dengan :
– hiperhidrasi,
Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3NO
Intervensi :
1) Guidance
2) Support
3) Teaching
5) Collaboration
d) Diagnosa 4
– makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan
berat badan menurun ddiserta hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.
Kriteria : – BB optimal
– Intake adekuat
Intervensi :
1) Guidance
2) Support
3) Teaching
Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanan
bagi tubuh
Rasional : Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuandari otot pengunyah sehingga klien
mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul refflek balik atau kesedak. Dengan tingkat
pengetahuan yang adequate diharapkan klien dapat berpartsipatif dan kooperatif dalam
program diit.
5) Collaboration
Pemberian diit TKTP ( tinggi kalori tinggi protein ) cair, lunak atau bubur kasar.
Rasional : Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan
proses mengunyah
BAB III
PENUTUP
1. A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan yaitu:
1. Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih.
2. Penyakit ini disebabkan oleh karena clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana
kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen dan pemotongan tali pusat yang tidak
steril.
3. Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang anaerobit ini terdapat
penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat
adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi.
4. Tanda dan gejala meliputi , Kejang sampai pada otot pernafasan, Leher kaku, Dinding
abdomen keras, Mulut mencucu seperti mulut ikan dan Suhu tubuh dapat meningkat
5. Komplikasi dari penyakit Tetanus Neonatorum seperti Bronkopneumonia, Asfiksia
akibat obstruksi sekret pada saluran pernafasan, Sepsis neonatorum.
6. Pemeriksaan penunjangnya adalah pemeriksaan laboratorium didapati peninggian
leukosit, pemeriksaan cairan otak biasanya normal dan pemeriksaan elektromiogram.
7. Penatalaksanaan tetanus neonatorum adalah perawatan tali pusat dengan alat – alat
yang steril. Pengobatan tetanus ditujukan pada: Netralisasi toksin dengan serum antitetanus
(ATS teraupetik), membersihkan luka tempat masuknya kuman, pencegahan antibiotika
penisilin atau tetrasiklin, pemberian nutrisi, cairan dan kalori sesuai kebutuhan.
8. Pencegahan Tetanus Neonatorum dapat dilakukan dengan imunisasi aktif seperti
Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri (vaksin
DPT) dan Tetanus Toksoid (TT), sedangkan Imunisasi pasif dengan diberikan Anti Tetanus
Serum (ATS).
1. B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan harus menambah lagi referensi – referensi buku tentang Keperawatan
Anak I, agar memperrmudahkan mahasiswa agar lebih mudah dalam membuat suatu karya
tulis, serta rmenambah ilmu pengetahuan dan wawasan para mahasiswa.
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa tidak boleh mudah merasa puas dengan mendapatkan ilmu pengetahuan dan
wawasan dari hasil diskusi dan penjelasan dosen saja, selain itu mahasiswa harus lebih aktif
dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasannya secara mandiri dan tidak hanya pada
mata kuliah Keperawatan Anak I saja tetapi mata kuliah lainnya, agar ilmu pengetahuan dan
wawasannya lebih luas.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih. Kematian tetanus sekitar 45 –
55 %, sedangkan pada tetanus neonatorum sekitar 80%. Terdapat hubungan terbalik antara
lamanya imas inkubasi dengan beratnya penyakit. Resiko kematian sekitar 58 % pada masa
inkubasi 2 – 10 hari, dan 17 – 35 % pada masa inkubasi 11 – 22 hari. Bila interval antara
gejala pertama dengan timbulnya kejang cepat, prognosis lebih buruk.
Berdasarkan hasil survey dilaksanakan oleh WHO di15 negara di Asia, Timur Tengah
dan Afrika pada tahun 1978 –n1982 menekankan bahwa penyakit Tetanus Neonatorum
banyak dijumpai daerah pedesan negara berkembang termasuk Indonesia yang memiliki
angka Proporsi kematian Neonatal akibat penyakit Tetanus Neonatorum mencapai 51 %.
Pada kasus Tetanus Neonatorum yang tidak dirawat, hampir dapat dipastikan CFR akan
mendekati 100%, terutama pada kasus yang mempunyai masa inkubasi kurang dari 7 hari.
Di Jepang penurunan angka kematian akibat penyakit Tetanus Neonatorum dari 0,036
per 1000 lahir hidup pada tahun 1947 menjadi 0,07 per 1000 lahir hidup. Pada tahun
1961 terjadi pada saat keadaan sosial ekonomi dan proporsi bayi – bayi yang dilahirkan di
klinik / rumah sakit meningkat dengan cepat dan kontaminasi lanjutan dari bungkul tali pusat
pada proses perawatan tali pusat. Penyataan diatas secara implisit menyatakan bahwa
keadaan sebaliknya / persalinan dirumah mengandung risiko tetanus Neonatorum yang tinggi.
Nelson Menyebutkan bahwa kasus Tetanus Neonatorum sering didapatkan pada anak dengan
berat badan lahir rendah.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan Tetanus Neonatorum ?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperwatan pada anak dengan gangguan Tetanus
Neonatorum.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam makalah ini , mahasiswa mengetahui :
1. Definisi Tetanus Neonatorum
2. Etiologi Tetanus Neonatorum
3. Patofisiologi Tetanus neonatorum
4. Manifestasi Tetanus neonatorum
5. Komplikasi Tetanus Neonatorum
6. Pemeriksaan Penunjang pada Tetanus Neonatorum
7. Penatalaksanaan dan pengobatan Tetanus Neonatorum
8. Pencegahan Tetanus Neonatorum
2.1 Definisi Tetanus Neonatorum
Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan
adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih.Masih merupakan masalah di indonesia
dan di negara berkembang lain, meskipun beberapa tahun terakhir kasusnya sudah jarang di
indonesia. Angka kematian tetanus neonatorum tinggi dan merupakan 45 – 75 % dari
kematian seluruh penderita tetanus. Penyebab kematian terutama akibat komplikasi antara
lain radang paru dan sepsis, makin muda umur bayi saat timbul gejala, makin tinggi pula
angka kematian. (Maryunani, 2011)
2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana
kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen. Tetanus pada bayi ini dapat disebabkan
karena tindakan pemotongan tali pusat yang kurang steril, untuk penyakit ini masa
inkubasinya antara 5 – 14 hari (Hidayat, 2008)
2.3 Patofisiologi
Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang anaerobit ini terdapat
penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat
adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra aksonal
toksin disalurkan ke sel syaraf yang memakan waktu sesuai dengan panjang aksonnya dan
aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel syaraf walaupun toksin
telah terkumpul dalam sel. Dalam sum-sum tulang belakang toksin menjalar dari sel syaraf
lower motorneuron keluksinafs dari spinal inhibitorineurin. Pada daerah inilah toksin
menimbulkan gangguan pada inhibitoritransmiter dan menimbulkan kekakuan.
( Aang, 2011)
2.4 Manifestasi klinis
Tanda dan gejalanya meliputi :
a. Kejang sampai pada otot pernafasan
b. Leher kaku
c. Dinding abdomen keras
d. Mulut mencucu seperti mulut ikan.
e. Suhu tubuh dapat meningkat. (Deslidel, 2011)
2.5 Komplikasi
a. Bronkopneumonia
b. Asfiksia akibat obstruksi sekret pada saluran pernafasan
c. Sepsis neonatorum. (Ngastiyah, 1997)
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. pemeriksaan laboratorium didapati peninggian leukosit
b. pemeriksaan cairan otak biasanya normal
c. pemeriksaan elektromiogram dapat memperlihatkan adanya lepas muatan unit motorik
secara terus-menerus . (Teddi, 2010)
2.8 Pencegahan
a. Imunisasi aktif
Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri
( vaksin DPT ). Kadar proteksi antibodi bertahan selama 5 – 10 tahun sesudah suntikan “
booster “. Tetanus toksoid (TT) selanjunya diberikan 10 tahun kecuali bila mengalami luka
yang beresiko terinfeksi, diberikan toksoid bila suntikan terakhir sudah lebih dari 5 tahun
sebelumnya atau bila belum pernah vaksinasi. Pada luka yang sangat parah, suntikan toksoid
diberikan bila vaksinasi terakhir sudah lebih dari 1 tahun.
Untuk mencegah tetanus neonatorum, diberikan TT pada semua wanita usia subur
atau wanita hamil trimester III, selain memberikan penyuluhan dan bimbingan pada dukun
beranak agar memotong dan merawat tali pusat bayi dengan cara semestinya. Dapat terjadi
pembengkakan dan rasa sakit pada tempat suntikan sesudah pemberian vaksin TT.
(Maryunani, 2010)
b. Imunisasi pasif
Diberikan serum antitetanus (ATS Profilaksis) pada penderita luka yang beresiko terjadi
infeksi tetanus, bersama – sama dengan TT. (Maryunani, 2010)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan yaitu:
a. Tetanus Neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan
adanya infeksi melalui tali pusat yang tidak bersih.
b. Penyakit ini disebabkan oleh karena clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana kuman
tersebut berkembang tanpa adanya oksigen dan pemotongan tali pusat yang tidak steril.
c. Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang anaerobit ini terdapat
penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat
adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi.
d. Tanda dan gejala meliputi , Kejang sampai pada otot pernafasan, Leher kaku, Dinding
abdomen keras, Mulut mencucu seperti mulut ikan dan Suhu tubuh dapat meningkat
e. Komplikasi dari penyakit Tetanus Neonatorum seperti Bronkopneumonia, Asfiksia akibat
obstruksi sekret pada saluran pernafasan, Sepsis neonatorum.
f. Pemeriksaan penunjangnya adalah pemeriksaan laboratorium didapati peninggian
leukosit, pemeriksaan cairan otak biasanya normal dan pemeriksaan elektromiogram.
g. Penatalaksanaan tetanus neonatorum adalah perawatan tali pusat dengan alat – alat yang
steril. Pengobatan tetanus ditujukan pada: Netralisasi toksin dengan serum antitetanus (ATS
teraupetik), membersihkan luka tempat masuknya kuman, pencegahan antibiotika penisilin
atau tetrasiklin, pemberian nutrisi, cairan dan kalori sesuai kebutuhan.
h. Pencegahan Tetanus Neonatorum dapat dilakukan dengan imunisasi aktif seperti Vaksinasi
dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri (vaksin DPT)
dan Tetanus Toksoid (TT), sedangkan Imunisasi pasif dengan diberikan Anti Tetanus Serum
(ATS).
3.1 Saran
a. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan harus menambah lagi referensi – referensi buku tentang
Keperawatan Anak I, agar memperrmudahkan mahasiswa agar lebih mudah dalam
membuat suatu karya tulis, serta rmenambah ilmu pengetahuan dan wawasan para
mahasiswa.
b. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa tidak boleh mudah merasa puas dengan mendapatkan ilmu pengetahuan dan
wawasan dari hasil diskusi dan penjelasan dosen saja, selain itu mahasiswa harus lebih aktif
dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasannya secara mandiri dan tidak hanya pada
mata kuliah Keperawatan Anak I saja tetapi mata kuliah lainnya, agar ilmu pengetahuan dan
wawasannya lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Deslidel, hajjah. 2011. Buku ajar Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta : EGC
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba Medika