Anda di halaman 1dari 13

1

TETANUS NEONATORUM

A. Konsep Dasar Tetanus Neonatorum

1) Definisi Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang terjadi melalui luka irisan

pada umbilicus pada waktu persalinan akibat masuknya spora Clostridium

tetani yang berasal dari alat-alat persalinan yang kurang bersih dengan masa

inkubasi antara 3-10 hari (Soedarto, 1995).

Menurut Depkes RI, 1996, tetanus neonatorum adalah penyakit pada

bayi baru lahir yang disebabkan oleh infeksi kuman tetanus yang masuk

melalui luka tali pusat, akibat pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak

bersih atau ditaburi ramuan.

2) Penyebab Tetanus Neonatorum

Penyakit tetanus neonaotrum adalah penyakit tetanus yang sering terjadi

pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh Clostridium

tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin/racun dan menyerang sistem

syaraf pusat.

Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, lurus, langsing

berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron, bersifat gram positif

dan tidak berkapsul, membentuk spora, bersifat obligat anaerob dan mudah

tumbuh pada nutrien media yang biasa. Kuman ini membentuk eksotoksin yang

disebut tetanospasmin, suatu neuro toksin yang kuat (Soedarto, 1990).

Clostridium tetani berkembang cepat pada jaringan yang rusak (luka) dan

dalam suansana anaerob basil tetanus berubah dari bentuk spora ke dalam bentuk
2

vegetatif. Pada keadaan itu, Clostridium tetani mengeluarkan eksotoksin yang

menyebabkan penyakit tetanus. Pada waktu Clostridium tetani dalam bentuk

vegetatif makan akan sangat sensitif terhadap panas dan beberapa antibiotik dan

tidak dapat bertahan karena adanya oksigen. Sebaiknya dalam bentuk spora sangat

resisten pada keadaan panas dan antiseptik biasa. Spora ini dapat hidup pada

pemanasan autoklaf 1210C selama 10-15 menit dan relatif resisten terhadap phenol

dan bahan-bahan kimia lain (PAHO, 1993).

Dalam bentuk spora Clostridium tetani dapat tahan hidup bertahun-tahun di

dalam tanah asalkan tidak terdapat sinar matahari. Selain itu dapat pula ditemukan

dalam tanah, laut, air tawar, debu rumah, dan tinja berbagai spesies binatang.

Clostridium tetani baik dalam bentuk spora maupun bentuk vegetatif dapat

ditemukan pada usus manusia (Behrman dan Vaughman, 1992).

3) Patogenesis

Spora dari kuman tersebut masuk melalui pintu masuk satu-satunya ke tubuh

bayi baru lahir, yaitu: tali pusat, yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali

pusat ketika bayi baru lahir maupun saat perawatannya sebelum puput atau

lepasnya tali pusat (Depkes RI, 1993).

4) Masa Inkubasi

Terdapat variasi masa inkubasi pada tetanus, dari satu minggu sampai beberapa

minggu lamanya. Semakin pendek masa inkubasi tetanus, semakin buruk

prognosis penyakit. Bila kurang dari satu minggu, maka sifat tetanus adalah fatal

(Soedarto, 1990).

Menurut Behrman (1992) masa tunas organisme ini berkisar antara 3-14

setelah luka, tetapi dapat kurang satu hari atau lebih dari beberapa bulan dan pada

tetanus neonatorum biasanya mulai ketika neonatus berusia 3-10 hari.


3

Sejak kuman masuk ke dalam tubuh bayi sampai mulai timbulnya gejala

(masa inkubasi) dibutuhkan waktu 3-28 hari (rata-rata 6 hari). Apabila masa

inkubasi kurang dari 7 hari seperti biasanya penyakit lebih parah dengan angka

kematian tinggi (Depkes RI, 1993).

5) Gejala Klinis

Menurut Depkes RI, 1996, gejala klinis tetanus neonatorum adalah: bayi yang

semula bisa menetek dengan baik tiba-tiba tidak bisa menetek, mulut bayi mencucu

seperti mulut ikan, mudah sekali dan sering kejang-kejang terutama

karena rangsangan sentuhan, rangsangan sinar dan rangsangan suara, wajahnya

mungkin kebiruan, kadang-kadang disertai demam.

Tanda dan gejalanya meliputi gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia,

hiperhidrosis, kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yang berat.

6) Penatalaksanaan

Penanganan secara umum pada Tetanus Neonatorum:

1) mengatasi kejang

a. Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan, penderita/bayi

ditempatkan dikamar yang tenang dengan sedikit sinar mengingat

penderita sangat peka akan suara dan cahaya.

b. memberikan suntikan anti kejang, obat yang dipakai ialah kombinasi

fenobarbital danlargaktil. Penobarbital dapat diberikan mula-mula injeksi

30-60 mg parenteral, kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10

mg pe0r hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal, m u l a - m u l a 7 , 5

mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,6 mg

s e t i a p h a r i . K ombinasi yang lain ialah kloralhidrat yang diberikan lewat

anus. 
4

c. menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan nafas.

0emasangan spatel bila lidah tergigit.

2) mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat atau di telinga

3) Pemberian antitoksin

ntuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi ATS dengan dosis

10.000 satuan setiap h a r i s e l a m a 2 h a r i b e r t u r u t - t u r u t d e n g a n

cara injeksi IM. kalau per infuse diberikan ATS 20.000 IU

sekaligus.

4) Pemberian antibiotic

ntuk mengatasi infeksi dapat digunakan penisilin 200.000 IU

setiap hari dan diteruskan sampai 6 hari sesudah panas turun atau

ampisilin 100 mg/5kg (per hari dibagi dalam 9 dosis) secara intra vena

selama 10 hari.

5) Perawatan yang adekuat, meliputi :

 kebutuhan oksigen

 makanan harus hati-hati dengan memakai pipa yang dibuat dari

polietilen atau karet'

 Keseimbangan cairan dan elektrolit, kalau pemberian mak anan

peros tidak mungkinmaka diberikan makanan dan cairan intravena.

Cairan intravena berupa larutan glukosa 5%  : Nacl fisiologik 4:1

selama 48-72 jam sesuai dengan kebutuhan, sedangkan untuk

selanjutnyauntuk memasukkan obat.

 Bila sakit penderita lebih dari 24 jam atau sering

t e r j a d i k e j a n g a t a u a p n u e , b e r i k a n larutan glukosa 10% :

natrium bikarbonat 4:1 sebaiknya jenis cairan disesuaikan


5

dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah, bila setelah +2 jam belum

mungkin diberikan minuman per oral, maka melalui cairan infus perlu

ditambahkan protein dan kalium.

 Tali pusat dirawat dengan kasa bersih dan kering

7) Prognosis

Moralitas penyakit tetanus neonatorum sebesar 60% atau lebih tinggi lagi

(Nelson, 1992). Prognosis penyakit tetanus neonatorum antara lain dipengaruhi

oleh luasnya keterlibatan otot yang mengalami kejang sebagai tanda bahwa toksin

sudah masuk ke jaringan/susunan syaraf pusat, demam tinggi, masa inkubasi yang

pendek, serta mutu perawatan penunjang yang diberikan kepada penderita.

Kesembuhan dari tetanus tidak memberikan kekebalan, karena itu imunisasi aktif

penderita setelah kesembuhan merupakan suatu keharusan.

8) Cara Pencegahan Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum dapat dicegah dengan cara:

1) Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) pada ibu hamil. Pada awalnya

sasaran program imunisasi TT untuk mencegah penyakit tetanus

neonatorum adalah ibu hamil. Menurut rekomendasi WHO, pemberian

imunisasi TT sebanyak 5 dosis dengan internal minimal antara satu dosis

ke dosis berikutnya seperti yang telah ditentukan, akan memberikan

perlindungannya seumur hidup. Saat ini imunisasi TT diberikan kepada

murid SD kelas VI, wanita calon pengantin wanita, dan ibu hamil.

2) Peningkatan pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan tiga bersih,

yaitu bersih diri, bersih tempat, dan bersih alat.

3) Promosi perawatan tali pusat yang benar.

9) Epidemiologi Tetanus Neonatorum


6

Tetanus neonatorum secara khas berkembang dalam minggu pertama atau

minggu kedua kehidupan bayi dan sering disebut sebagai penyakit hari ke tujuh

atau ke delapan (Force, 1997), serta dapat membawa kematian pada 70 – 90%

kasus. Perawatan medis modern, yang langka di dunia ketiga di mana penyakit ini

amat lazim, jarang mengurangi mortalitas sampai kurang dari 50% (Foster, 1984).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Identitas

b. Riwayat keperawatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama yang mungkin timbul pertama kali antara lain trismus, gangguan

menelan, adanya spasme tetanik pada kelompok otot lainnya, dan opistotonus Imunisasi

2) Riwayat imunisasi

Apakah ibu mendapat imunisasi TT ibu saat kehamilan

3) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

Siapa yang menjadi penolong persalinan, bagaimana perawatan tali pusat bayi,

apakah tali pusat bayi diptong dengan alat yang tidak steril.

4) Nutrisi

Apakah bayi mau menyusu atau tidak, apakah mulut bayi mencucu atau tidak,

apakah bayi dapat menelan air susu ibu atau tidak.

c. Pemeriksaan fisik

1) Sistem kardiovaskuler.

Apakah ada peningkatan denyut jantung, apakah ada bunyi jantung tambahan
7

2) Sistem pernapasan.

Apakah nafas bayi sesak atau tidak, nafas berbau

3) Sistem pencernaan.

Apakah bayi mencret, atau tidak bisa BAB, apakah perut bayi apakah ada distensi

atau tidak. Apakah otot perut kaku seperti papan.

4) Sistem genitourinus

5) Sistem saraf

Apakah ada reflek rangsang patologis, apakah ada kaki kuduk,

6) Sistem lokomotor/musculoskeletal

Apakah ada kejang klonik, apakah ada kekakuan otot-otot tertentu

7) Sistem endokrin

8) Sistem integument

d. Pemeriksaan diagnostik dan hasil:

1) Pemeriksaan darah lengkap, biasanya terjadi Jumlah leukosit yang meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan menelan makanan

2) Ansietas b.d kurang terpapar informasi

3) Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

3. Tujuan dan Kriteria Hasil

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil

1 Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan


menelan makanan keperawatan selama 3 x 24 jam
status gizi membaik ditandai
dengan :

SLKI Status gizi


1. Porsi makan yang dihabiskan
meningkat (5)
2. Berat badan membaik (5)
8

3. Indeks massa tubuh (IMT)


membaik (5)
Keterangan :
1: Menurun
2. Cukup Menurun
3: Sedang
4: Cukup Meningkat
5: Meningkat

2 Ansietas b.d kurang terpapar Setelah dilakukan tindakan


informasi keperawatan 3 x 24 jam
diharapkan tingkat ansietas
menurun dengan kriteri hasil
SLKI : Tingkat ansietas
1. Verbalisasi kebingungan : 5
2. Verbalisasi khawatir akibat
kondisi yang dihadapi : 5
3. Perilaku gelisah : 5
Keterangan :
1 : meningkat
2 : cukup meningkat
3 : sedang
4 : cukup menurun
5 : menurun

3 Defisit pengetahuan b.d kurang Setelah dilakukan tindakan


terpapar informasi keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan integritas kulit dan
jaringan meningkat, dengan
kriteria hasil :
SLKI : Tingkat Pengetahuan
1. Perilaku sesuai anjuran : 5
Keterangan :
1 : menurun
2 : cukup menurun
3 : sedang
4 : cukup meningkat
5: meningkat
2. Pertanyaan tentang masalah
yang dihadapi : 5
3. Persepsi yang keliru terhadap
masalah
Keterangan
1: meningkat
9

2 : cukup meningkat
3 : sedang
4 : cukup menurun
5 : menurun

4. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil

1 Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan Observasi


menelan makanan 1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang
disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori
dan jenis nutrien
5. Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis: piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Ajarkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi
10

1. Kolaborasi pemberian medikasi


sebelum makan (mis: Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

2 Ansietas b.d kurang terpapar REDUKSI ANSIETAS


informasi Observasi
1. Identifikasi saat tingkat ansietas
berubah
2.Identifikasi kemampuan
mengambil keputusan
Terapeutik
1. Ciptakan suasan terapeutik
yang menumbuhkan
kepercayaan
Edukasi
1. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
2. Anjurkan keluarga untuk terus
bersama pasien
3. Latih tekhnik relaksasi

3 Defisit pengetahuan b.d kurang Edukasi Kesehatan


terpapar informasi Observasi :
1.Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi
2. Identifikasi factor – factor yang
dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku
hidup sehat
Terapeutik
1. Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
2. Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
1. Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
11

2. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan

yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan

yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Fokus tahap implementasi asuhan

keperawatan adalah kegiatan implementasi dari perencanaan intervensi untuk memenuhi

kebutuhan fisik dan emosional. Pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional bervariasi,

tergantung dari individu dan masalah yang spesifik, tetapi ada beberapa komponen yang

terlibat dalam implementasi asuhan keperawatan yaitu pengkajian yang terus menerus,

perencanaan, dan pengajaran (Wilkinson 2016)

3. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang

menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan

implementasinya. Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur

pencapaian tujuan klien dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang

terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan. Dengan mengukur perkembangan klien

dalam mencapai suatu tujuan maka perawat dapat menentukan efektivitas asuhan

keperawatan (Wilkinson 2016).

1) Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan menelan makanan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam status gizi pasien membaik

ditandai dengan :

Dengan kriteria evaluasi :

 Porsi makan yang dihabiskan meningkat (5)

 Berat badan membaik (5)


12

 Indeks massa tubuh (IMT) membaik (5)

2) Ansietas b.d kurang terpapar informasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam tingkat ansietas menurun dengan

kriteri hasil

 Verbalisasi kebingungan : 5

 Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi : 5

 Perilaku gelisah : 5

3) Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam integritas kulit dan jaringan

meningkat, dengan kriteria hasil :

 Perilaku sesuai anjuran : 5

 Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi : 5

 Persepsi yang keliru terhadap masalah : 5


13

DAFTAR PUSTAKA

Auliasari, N. A., Etika, R., Krisnana, I., & Lestari, P. 2019. Faktor Risiko Kejadian
Ikterus Neonatorum. Pediomaternal Nursing Journal, 5(2), 183.
https://doi.org/10.20473/pmnj.v5i2.13457

Kosim, M. S., Soetandio, R., & Sakundarno, M. 2016. Dampak Lama Fototerapi
Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin Total pada Hiperbilirubinemia Neonatal.
Sari Pediatri,10(3),201 https://doi.org/10.14238/sp10.3.2008.201-6

Mathindas, S., Wilar, R., & Wahani, A. 2013. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus.Jurnal
Biomedik(Jbm),5(1). https://doi.org/10.35790/jbm.5.1.2013.2599

PPNI, T. P. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP


PPNI.

PPNI, T. P. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP


PPNI

PPNI, T. P. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Rohsiswatmo, R., & Amandito, R. 2018. Hiperbilirubinemia pada neonatus >35


minggu di Indonesia; pemeriksaan dan tatalaksana terkini. Sari Pediatri, 20(2),
115. https://doi.org/10.14238/sp20.2.2018.115-22

Anda mungkin juga menyukai