TETANUS NEONATORUM
Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang terjadi melalui luka irisan
tetani yang berasal dari alat-alat persalinan yang kurang bersih dengan masa
bayi baru lahir yang disebabkan oleh infeksi kuman tetanus yang masuk
melalui luka tali pusat, akibat pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak
pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh Clostridium
syaraf pusat.
berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron, bersifat gram positif
dan tidak berkapsul, membentuk spora, bersifat obligat anaerob dan mudah
tumbuh pada nutrien media yang biasa. Kuman ini membentuk eksotoksin yang
Clostridium tetani berkembang cepat pada jaringan yang rusak (luka) dan
dalam suansana anaerob basil tetanus berubah dari bentuk spora ke dalam bentuk
2
vegetatif makan akan sangat sensitif terhadap panas dan beberapa antibiotik dan
tidak dapat bertahan karena adanya oksigen. Sebaiknya dalam bentuk spora sangat
resisten pada keadaan panas dan antiseptik biasa. Spora ini dapat hidup pada
pemanasan autoklaf 1210C selama 10-15 menit dan relatif resisten terhadap phenol
dalam tanah asalkan tidak terdapat sinar matahari. Selain itu dapat pula ditemukan
dalam tanah, laut, air tawar, debu rumah, dan tinja berbagai spesies binatang.
Clostridium tetani baik dalam bentuk spora maupun bentuk vegetatif dapat
3) Patogenesis
Spora dari kuman tersebut masuk melalui pintu masuk satu-satunya ke tubuh
bayi baru lahir, yaitu: tali pusat, yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali
pusat ketika bayi baru lahir maupun saat perawatannya sebelum puput atau
4) Masa Inkubasi
Terdapat variasi masa inkubasi pada tetanus, dari satu minggu sampai beberapa
prognosis penyakit. Bila kurang dari satu minggu, maka sifat tetanus adalah fatal
(Soedarto, 1990).
Menurut Behrman (1992) masa tunas organisme ini berkisar antara 3-14
setelah luka, tetapi dapat kurang satu hari atau lebih dari beberapa bulan dan pada
Sejak kuman masuk ke dalam tubuh bayi sampai mulai timbulnya gejala
(masa inkubasi) dibutuhkan waktu 3-28 hari (rata-rata 6 hari). Apabila masa
inkubasi kurang dari 7 hari seperti biasanya penyakit lebih parah dengan angka
5) Gejala Klinis
Menurut Depkes RI, 1996, gejala klinis tetanus neonatorum adalah: bayi yang
semula bisa menetek dengan baik tiba-tiba tidak bisa menetek, mulut bayi mencucu
6) Penatalaksanaan
1) mengatasi kejang
anus.
4
2) mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat atau di telinga
3) Pemberian antitoksin
ntuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi ATS dengan dosis
sekaligus.
4) Pemberian antibiotic
setiap hari dan diteruskan sampai 6 hari sesudah panas turun atau
ampisilin 100 mg/5kg (per hari dibagi dalam 9 dosis) secara intra vena
selama 10 hari.
kebutuhan oksigen
dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah, bila setelah +2 jam belum
7) Prognosis
Moralitas penyakit tetanus neonatorum sebesar 60% atau lebih tinggi lagi
oleh luasnya keterlibatan otot yang mengalami kejang sebagai tanda bahwa toksin
sudah masuk ke jaringan/susunan syaraf pusat, demam tinggi, masa inkubasi yang
Kesembuhan dari tetanus tidak memberikan kekebalan, karena itu imunisasi aktif
1) Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) pada ibu hamil. Pada awalnya
murid SD kelas VI, wanita calon pengantin wanita, dan ibu hamil.
minggu kedua kehidupan bayi dan sering disebut sebagai penyakit hari ke tujuh
atau ke delapan (Force, 1997), serta dapat membawa kematian pada 70 – 90%
kasus. Perawatan medis modern, yang langka di dunia ketiga di mana penyakit ini
amat lazim, jarang mengurangi mortalitas sampai kurang dari 50% (Foster, 1984).
Pengkajian
Identitas
b. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang mungkin timbul pertama kali antara lain trismus, gangguan
menelan, adanya spasme tetanik pada kelompok otot lainnya, dan opistotonus Imunisasi
2) Riwayat imunisasi
Siapa yang menjadi penolong persalinan, bagaimana perawatan tali pusat bayi,
apakah tali pusat bayi diptong dengan alat yang tidak steril.
4) Nutrisi
Apakah bayi mau menyusu atau tidak, apakah mulut bayi mencucu atau tidak,
c. Pemeriksaan fisik
1) Sistem kardiovaskuler.
Apakah ada peningkatan denyut jantung, apakah ada bunyi jantung tambahan
7
2) Sistem pernapasan.
3) Sistem pencernaan.
Apakah bayi mencret, atau tidak bisa BAB, apakah perut bayi apakah ada distensi
4) Sistem genitourinus
5) Sistem saraf
6) Sistem lokomotor/musculoskeletal
7) Sistem endokrin
8) Sistem integument
2. Diagnosa Keperawatan
2 : cukup meningkat
3 : sedang
4 : cukup menurun
5 : menurun
4. Intervensi Keperawatan
Kolaborasi
10
2. Implementasi Keperawatan
yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
kebutuhan fisik dan emosional. Pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional bervariasi,
tergantung dari individu dan masalah yang spesifik, tetapi ada beberapa komponen yang
terlibat dalam implementasi asuhan keperawatan yaitu pengkajian yang terus menerus,
3. Evaluasi keperawatan
pencapaian tujuan klien dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang
terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan. Dengan mengukur perkembangan klien
dalam mencapai suatu tujuan maka perawat dapat menentukan efektivitas asuhan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam status gizi pasien membaik
ditandai dengan :
kriteri hasil
Verbalisasi kebingungan : 5
Perilaku gelisah : 5
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam integritas kulit dan jaringan
DAFTAR PUSTAKA
Auliasari, N. A., Etika, R., Krisnana, I., & Lestari, P. 2019. Faktor Risiko Kejadian
Ikterus Neonatorum. Pediomaternal Nursing Journal, 5(2), 183.
https://doi.org/10.20473/pmnj.v5i2.13457
Kosim, M. S., Soetandio, R., & Sakundarno, M. 2016. Dampak Lama Fototerapi
Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin Total pada Hiperbilirubinemia Neonatal.
Sari Pediatri,10(3),201 https://doi.org/10.14238/sp10.3.2008.201-6
Mathindas, S., Wilar, R., & Wahani, A. 2013. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus.Jurnal
Biomedik(Jbm),5(1). https://doi.org/10.35790/jbm.5.1.2013.2599
PPNI, T. P. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI