Anda di halaman 1dari 13

A.

Pengertian
Tetanus neonatorum merupakan penyebab kejang yang sering
dijumpai pada bayi baru lahir yang bukan karena trauma kelahiran atau
asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang
antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau
perawatan yang tidak aseptik.
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada
neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan
oleh Clostridium Tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun)
dan menyerang sistem saraf pusat.
Kebanyakan tetanus neonatorum terdapat pada bayi yang lahir
dengan dukun peraji yang belum mengikuti penataran dari
Departemen Kesehatan. Dermatol yang dahulu dipakai sebagai obat
pusar sekarang tidak dibenarkan lagi untuk dipakai karena ternyata
pada dermatol dapat dihinggapi spora clostridium tetani. Spora kuman
tersebut masuk ke dalam tubuh bayi melalui pintu masuk satu-satunya
yaitu tali pusat yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat
pada saat bayi lahir maupun pada saat perawatannya (sebelum
terlepasnya tali pusat). Misalnya pemotongan tali pusat dengan
gunting yang tidak steril atau setelah tali pusat dipotong dibubuhi abu,
minyak, daun-daunan dan sebagainya. Masa inkubasi 3-28 hari, rata-
rata 6 hari, apabila masa inkubasi kurang dari 7 hari biasanya penyakit
lebih parah dan angka kematiannya tinggi
.
B. Faktor resiko untuk terjadinya tetanus neonatorum, yaitu:
1) Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) pada ibu hamil tidak
dilakukan atau tidak lengkap atau tidak sesuai dengan ketentuan
program.
2) Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat-syarat 3 bersih.
3) Perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui
imunisasi TT. Sembuh dari penyakit tidak berarti bayi selanjutnya kebal
terhadap tetanus. Toksin tetanus dalam jumlah yang cukup untuk
menyebabkan penyakit tetanus, tidak cukup untuk merangsang tubuh
penderita dalam membentuk zat anti body terhadap tetanus. Itulah
sebabnya bayi penderita tetanus harus menerima imunisasi TT pada
saat diagnosis dan/atau setelah sembuh.
TT akan merangsang pembentukan antibody spesifik yang
mempunyai peranan penting dalam perlindungan terhadap tetanus. Ibu
hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan
membentuk antibody tetanus. Seperti difteri, antibody tetanus
termasuk dalam golongan IgG yang mudah melewati sawar plasenta,
masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh, yang
akan mencegah terjadinya tetanus neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali (2 dosis). Jarak
pemberian TT pertama dan kedua serta jarak antara TT kedua dengan
saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibody tetanus dalam
darah bayi. Interval imunisasi TT dosis pertama dengan dosis kedua
minimal 4 minggu. Semakin lama interval antara pemberian TT
pertama dan kedua serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi,
maka kadar antibody tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi,
karena interval yang panjang akan mempertinggi respon imunologik
dan diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan antibody tetanus
dalam jumlah yang cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya.
TT adalah anti gen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu
hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan
imunisasi TT. Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak
didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan
mereka yang tidak mendapatkan imunisasi.

C. Penyebab
Penyebab tetanus neonatorum adalah basil clostridium tetani.
Basil ini mempunyai sifat an aerob, berbentuk spora selama diluar
tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang dapat
menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan menyebabkan
tetanospasmin, yaitu toksin yang bersifat neurotropik yang dapat
menyebabkan ketegangan dan spasme otot.

D. Gejala klinis
Masa tunas biasanya 3-10 hari, kadang-kadang sampai
beberapa minggu jika infeksinya ringan. Penyakit ini biasanya terjadi
mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama
pada rahang dan leher,dalam 24 jam penyakit menjadi nyata dengan
adanya trismus.
Pada tetanus neonatorum perjalanan penyakit lebih cepat dan
berat, anamnesis lebih spesifik yaitu :
a) Tubuh bayi tiba-tiba panas
b) Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek (trismus)
karena kejang otot rahang dan tenggorok
c) Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan (gejala yang khas)
d) Kejang terutama apabila terkena rangsangan cahaya, suara dan
sentuhan
e) Kadang-kadang disertai sesak nafas dan wajah bayi membiru
f) Kaku kuduk sampai opistotonus (kepala mendongak keatas)
g) Dinding abdomen kaku, mengeras dan kadang-kadang terjadi
kejang
h) Suhu tubuh bayi meningkat
i) Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah,
muka rhisus sardonikus
j) Ekstermitas biasanya terulur dan kaku
k) Tiba-tiba bayi sensitif terhadap rangsangan, gelisah dan kadang-
kadang menangis
Tetanus neonatorum harus memiliki kriteria, yaitu bayi lahir
hidup, dapat menangis dan menetek dengan normal minimal 2 hari,
pad bulan pertama kehidupan timbul gejala sulit menetek disertai
kekakuan an/atau kejang otot.

E. Penanganan
1. Mengatasi kejang dengan memberikan suntikan anti kejang.
2. Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan
nafas dan pakaian bayi dikendorkan/dibuka. Pemasangan spatel
lidah atau sendok yang dibungkus kain ke dalam mulut bayi agar
lidah tidak tergigit dan untuk mencegah agar lidah tidak jatuh
kebelakang menutupi saluran pernafasan.
3. Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat
atau telinga.
4. Mengobati penyebab tetanus dengan anti tetanus serum (ATS)
dan antibiotik.
5. Perawatan yang adekuat, kebutuhan oksigen, makanan,
keseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Bayi ditempatkan di kamar/ruangan yang tenang dengan sedikit
sinar, mengingat bayi sangat peka terhadap suara atau cahaya
yang dapat merangsang kejang.
7. Bila tidak dalam keadaan kejang berikan ASI sedikit demi sedikit
dengan menggunakan sendok (kalau bayi tidak menyusu).
8. Perawatan tali pusat dengan teknik aseptik dan anti septik.
9. Rujuk ke rumah sakit.

F. Penatalaksanaan
a) Berikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan Nacl
fisiologis (4:1) selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk
memasukkan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau
pasien sering kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10%
dan natrium bikarbonat 1.5% dalam perbandingan 4:1 (jika fasilitas
ada lebih baik periksa analisa gas darah terlebih dahulu). Bila
setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde,
mellui infus diberikan tambahan protein dan kalium.
b) Diazepam awal dosis 2,5 mg IV perlahan-lahan selama 2-3 menit,
kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kg BB/hari melalui IVFD
(diazepam dimasukkan ke dalam cairan infus dan diganti setiap 6
jam). Bila kejang masih sering timbul, boleh ditambah diazepam
lagi 2,5 mg secara IV perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya
boleh diberikan tambahan diazepam 5 mg/kg BB/hari sehingga
dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kg BB/hari.
Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan peroral dan
diturunkan secara bertahap. Pada pasien dengan
hiperbilirubinemia berat atau bila makin berat, diazepam diberikan
per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan secara IV.
c) ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan
IM. Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus.
d) Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis IV selama 10
hari. Bila pasien menjadi sepsis, pengobatan seperti pasien sepsis
linnya. Bila pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan
seperti yang diberikan pada pasien meningitis bakterialis.
e) Tali pusat dibersihkan/dikompres dengan alkohol 70% atau
betadin 10%.
f) Perhatikan jalan nafas dan tanda-tanda vital lainnya, bila perlu
berikan oksigen.

G. Pencegahan
1) Berikan imunisasi TT pada ibu hamil 3 kali sebelum trimester III
secara berturut-turut.
2) Lakukan pemotongan dan perawatan tali pusat secara steril.

H. Komplikasi
1) Bronkhopneumonia
2) Asfiksia akibat obstruksi jalan nafas oleh lendir/sekret
3) Sianosis akibat obstruksi jalan nafas oleh lendir/sekret
4) Sepsis neonatorum.
Bagan Penanganan Tetanus Neonatorum

Kategori
Tetanus
Penanganan Penilaian Tetanus
neonatorum
neonatorum berat
sedang
 Bersihkan jalan  Umur bayi 
>7 hari  0-7 hari
nafas.  Frekuensi kejang 
Kadang-kadang  Sering
 Masukkan  Bentuk kejang 
Mulut mencucu,  Mulut
sendok/spatel  Posisi badan kadang-kadang mencucu,trismus
kedalam mulut.  Kesadaran trismus, kejang terus-menerus,
 Beri oksigen.  Tanda-tanda rangsang(+) kejang
 Atasi kejang infeksi 
Kadang-kadang rangsang(+)
dengan diazepam opistotonus  Selalu
0,5 mg/kg IM, 
Masih sadar opistotonus
apabila masih Tali pusat kotor,  Masih sadar

kejang ulangi tiap lubang telinga  Tali pusat kotor,
30 menit, bersih/kotor lubang telinga
ditambah luminal bersih/kotor
30 mg IM sampai
kjang berhenti.
 Infus glukosa
10% sebanyak 80
ml/kg/hari IM.
 Antibiotik 1 kali
(penisilin prokain
50.000 U/kg/hari
IM).
 Bersihkan tali
pusat.
 Rujuk ke RS
Kasus II :
Ny. R datang ke rumah bidan N, mengeluhkan anaknya usia 3 hari, badan
anaknya panas, kadang-kadang disertai kejang, tiba-tiba anaknya tidak
mau menyusui, mulut anaknya mencucu, gelisah dan mudah sekali
menangis, tali pusat anaknya merah dan berbau.
S:
Ibu mengatakan usia anaknya 3 hari
Ibu mengatakan badan anaknya panas, kadang-kadang disertai kejang
Ibu mengatakan tiba-tiba anaknya tidak mau menyusui dan mulutnya
mencucu
Ibu mengatakan tali pusatnya merah dan berbau
O:
Suhu anak 38º C
Mulut anak mencucu seperti mulut ikan
Anak kelihatan gelisah dan menangis
Tali pusat merah, berbau dan ada pus
A:
Anak usia 3 hari dengan tetanus neonatorum
P:
Jaga jalan nafas bayi
Jika terjadi kejang berikan suntikan anti kejang
Kompres bayi
Anjurkan ibu tetap memberikan ASI sedikit demi sedikit dengan
menggunakan sendok
Perawatan tali pusat
Rujuk ke rumah sakit

TETANUS NEONATORUM
PENGERTIAN
Adalah penyakit yang diderita oleh bayi baru lahir (Neonatus). Tetanus
neonatorum penyebab kejang yang sering dijumpai pada BAYI BARU
LAHIR yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi
disebabkan infeksi selama masa neonatan, yang antara lain terjadi akibat
pemotongan tali pusat atau perawatan tidak asektif.
Kebanyakan tetanus neonatorum terdapat pada bayi yang lahir dengan
dukun, peraji yang belum mengikuti penataran dari depkes. Dermatol yang
dahulu dipakai sebagai obat pusat sekarang tidak dibenarkan lagi untuk
dipakai karena ternyata pada dermatol dapat dihinggapi spora clostridrum
tetani. Masa lokabasi penyakit ini adalah 5-14 hari. Pada umumnya
tetanus neonatorum lebih cepat dan penyakit langsung lebih berat dari
pada tetanus pada anak.
Penyebabnya adalah hasil clostridrum bersifat anaerab, berbentuk spora
selama diluar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan tokan yang dapat
menghancurkan sel darah merah, merusak leukasit dan merupakan
tetanospasmin, yaitu toksin yang bersifat neurotropik yang dapat
menyebabkan ketegangan dan spasme otot, yang infeksinya biasanya
terjadi melalui luka pada tali pusat. Ini dapat terjadi karena pemotongan
tali pusat tidak menggunakan alat-alat steril hanya memakai pisau atau
gunting yang tidak steril. Dapat juga karena perawatan talipusat yang
menggunakan obat tradisional seperti abu dan kapur sirih, daun-daunan
dan sebagainya.
GEJALA KLINIS
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan otot yang makin
bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam 48 jam penyakit
menjadi nyata dengan adanya trismus.
Pada tetanus neonaterum perjalanan penyakit ini lebih cepat dan berat.
Anamnesis sangat spesifik yaitu :
1. Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum (karena tidak dapat menghisap)
2. Mulut mencucut seperti mulut ikan
3. Mudah terangsang dan sering kejang disertai sianosis
4. Kaku kuduk sampai opistotonus
5. Dinding Abdomen kaku, mengeras, dan kadang-kadang terjadi kejang
6. Dari berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah,
muka thisus sardunikus.
7. Ekstermitas biasanya terulur atau kaku
8. Tiba-tiba bayi sensitive terhadap rangsangan, gelisah dan kadang-kadang
menangis lemah.
PENCEGAHAN
Pemberian toksoid tetanus pad ibu hamil 3x berturut-turut pada trimester
III dikatakan sangat bermanfaat untuk mencegah tetanus neonatorum.
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril dan perawatan
tali pusat selanjutnya. Komplikasi bronkopnemonia, asfiksia akibat
obstruksi secret pada saluran pernafasan, sepsis neonatorum.
PENATA LAKSANA
1. Pemberian saluran nafas agartidak tersumbat dan harus dalam keadaan
bersih.
2. Pakaian bayi dikendurkan atau dibuka
3. Mengatasi kejang dengan cara memasukkan tongspatel atau sendok yang
sudah dibungkus kedalam mulut bayi agar tidak tergigit giginya dan untuk
mencegah agar indah tidak jatuh kebelakang menutupi saluran
pernafasan
4. Ruangan dan lingkungan harus tenang.
5. Bila tidak dalam keadaan kejang berikan ASI sedikit demi sedikit ASI
dengan menggunakan pipet atau diberitakn Personde (kalau bayi tidak
mau menyusui)
6. Perawatan tali pusat dengan teknih aseptic dan anti septic.
7. Selanjutnya rujuk kerumah sakit, beri pengertian pada keluarga bahwa
anaknya harus dirujuk kerumah sakit
Bahaya terjadinya gangguan pernafasan
Gangguan pernafasan yang sering terjadi adalah apnea yang disebabkan
adanya tetanus pasmia yang mengerang otot-otot pernafasan sehingga
otot tersebut tidak berfungsi. Adanya spasme pada otot fasing
menyebabkan terkumpulnya liur didalam rongga mulut. Sehingga
memudahkan terjadinya pneumonia aspirasi. Adanya lendir ditenggorokan
juga menghalangi kelancaran lalu lintas udara atau pernafasan.
Pasien tetanus neonaterum setiap kejang selalu disertai sianosis dan
frekuensi kejang biasanya sering sehingga pasien akan terlihat sianosis
terus-menerus.
Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Kepada orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus perlu diberi
penjelasan bahwa bayinya menderita sakit berat maka perlu tindakan dan
pengobatan khusus.

Untuk Pencegahan tetanus neonaterum ini suntikan diberikan 3x berturut-


turut kepada pasien ibu hamil, perlu juga dijelaskan bahwa tidak akan ada
manfaatnya jika suntikan tidak lengkap 3x.
Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas perlum
diberitahukan cara yang murah dan baik, yaitu.menggunaka alkohol 70%,
dan kasasteril yang telah dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering.
Jika tali pusat telah lepas, kompres alkohol diteruskan lagi sampai luka
bekas tali pusat kering betul selama 3-5 hari jangan membubuhkan bubuk
dermasol atau bedak pada nekas tali pusat karena akan dapat terjadi
infeksi.
KEBUTUHAN NUTRISI DAN CAIRAN
Akibat keadaan bayi yang payah dan tidak dapat menyusui untuk
memenuhi kebutuhan perlu diberi infus dengan cairan glukosa 5% bila
kejang sudah berkurrang pemberian makanan dapat diberikan melalaui
sondei dan sejalan dengan perbaikan pemberian makanan bayi dapat
dirubah memakai sendok secara bertahap.
MEDIK DAN PERAWATAN
Menurut buku acuhan nasional pelayanan Kesehatan maternal dan
neonatal 2002 :
1. Diberikan cairan intrafena dengan larutan glukosa 5% dan Nad fisiologis
4-1 selama 48-72 jam
2. Diazepam dosis awal 2,5 mg IV perlahan-lahan selama 2-3 menit
3. ATS 10.000/ hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM.
4. Amfisilin 100 mg/kg berat badan/ hari /dalam 4 dosis selama 10 hari
5. Tali pusat dibersihkan atau dikompres dengan alkohol 70% betadine 10%
6. Rawat diruang yang tenang tapi harus terang juga hangat
7. Baringkan pasiendengan sikap kepala ekstensi dengan memberikan
ganjalan dibawah bahunya
8. Beri o2 1-2 liter /menit
9. Pada saat kejang pasang sudut lidah
10. Observasi tanda vital cara kontinu setiap setengah jam
Keperawatan pasien tetanus neonaterum
Adalah pasien yang gawat, mudah terangsang atau kejang dan kalau
kejang selalu disertai sianosis spasme pada otot pernafasan sering
menyebabkan liur sering trkumpul didalam mulut dan dapat menyebabkan
aspirasi. Oleh karena itu pasien perlu dirawat dikamar yang tenang tetapi
harus terang.
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan
pernafasan, kebutuhan nutrisi dan kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit.
Definisi

Tetanus neonatorum (TN) adalah penyakit yang timbul pada bayi baru lahir,
disebabkan oleh toksin bakteri Clostridium tetani yang dapat menyerang otak,
saraf otonom, saraf spinal, dan neuromuscular junction. Bayi dengan peningkatan
risiko mengalami TN adalah bayi yang lahir dari ibu yang tidak divaksin tetanus
dan terekspos spora C. tetani. Spora bisa didapat dari alat persalinan yang
terkontaminasi, misalnya saat menggunting tali pusar. [1]

Gejala klinis TN disebabkan oleh pengaruh tetanospasmin, suatu toksin spesifik


yang diproduksi di bagian luka yang terinfeksi C. tetani, yang mengganggu
transmisi neuromuskuler, menyebabkan supresi hiperpolarisasi membran neuron,
dan menimbulkan disfungsi saraf otonom. Sebagai akibatnya, kasus TN biasanya
dapat mudah diidentifikasi pada bayi yang dibawa ke dokter dengan keluhan
kekakuan kelompok otot yang letaknya dekat dengan situs masuknya kuman atau
kekakuan otot menyeluruh yang ditandai dengan trismus, iritabilitas, kaku leher,
sulit menelan, dan kekakuan otot abdomen dan toraks. Periode inkubasi pada TN
biasanya berkisar antara 3-10 hari setelah lahir. [2]

Etiologi

Secara etiologi, tetanus neonatorum (TN) disebabkan oleh neurotoksin yang


diproduksi oleh Clostridium tetani, suatu bakteri gram positif, anaerob obligat,
berbentuk batang yang biasanya membentuk spora. C. tetani berspora memiliki
ciri khas tampilan mikroskopis menyerupai tabuh yang disebabkan karena spora
terletak di ujung dari organisme.

Spora C. tetani banyak ditemukan pada tanah dan saluran cerna hewan serta
manusia, dan dapat mengkontaminasi berbagai permukaan secara langsung. Spora
kuman ini sangat sulit dibasmi kecuali dengan menggunakan autoklaf dan paparan
iodin, hidrogen peroksida, dan formalin. [3]

Faktor Risiko

Faktor risiko spesifik terkait tetanus neonatorum sering teridentifikasi secara


bersamaan pada satu individu sehingga meningkatkan risiko kejadian penyakit
secara kumulatif. Praktik persalinan di rumah, sebagaimana umumnya ditemukan
di negara berkembang dan area terpencil, yang tidak dibantu oleh tenaga medis
terlatih dapat menimbulkan banyak faktor risiko tetanus neonatorum dan
maternal.

Sebagai contoh, pemeliharaan tali pusat menggunakan instrumen tradisional yang


tidak steril telah terbukti pada beberapa analisis multivariat sebagai faktor risiko
TN. [11–13] Selain itu, tingkat kemiskinan, kurangnya pengetahuan orang tua,
usia maternal yang muda, serta pembatasan budaya tentang hak wanita terhadap
akses kesehatan turut berkaitan dengan praktik persalinan yang tidak higienis,
rendahnya kunjungan kehamilan, dan vaksinasi toksoid tetanus yang inadekuat.
[14,15]

Tabel 1. Faktor Risiko Tetanus Neonatorum


Faktor yang berkaitan dengan prosedur medis yang tidak aman

 Persalinan atau prosedur medis lainnya yang dilakukan di luar fasilitas kesehatan
 Penolong persalinan yang tidak terlatih secara medis
 Instrumen dan tangan penolong yang tidak bersih
 Penggunaan tikar, tanah, atau alas persalinan yang tidak bersih
 Terdapat hewan peliharaan yang tinggal dalam rumah atau dekat rumah tempat
bersalin
 Penggunaan bahan tradisional untuk membantu persalinan, misalnya minyak
sayur, jus, jamu-jamuan, dan minyak samin
 Perawatan tali pusat menggunakan bahan tradisional seperti tanah, pasir,
minyak, jus buah, jamu-jamuan, dan kotoran hewan

Faktor yang berkaitan dengan imunisasi

Pemberian imunisasi toksoid tetanus yang tidak lengkap

Faktor yang berkaitan dengan prosedur medis yang tidak aman atau imunisasi tak
lengkap, maupun keduanya

 Kemiskinan
 Tingkat pendidikan orang tua yang rendah
 Pemeriksaan antenatal yang tidak rutin
 Usia ibu yang muda atau kondisi kehamilan pertama, maupun keduanya
 Adat istiadat tentang pembatasan gerakan dan kontak wanita selama kehamilan

Faktor lainnya

 Riwayat kematian anak sebelumnya dalam keluarga akibat tetanus neonatorum


 Jenis kelamin anak laki-laki (terkait peningkatan risiko tetanus neonatorum pada
bayi laki-laki)

Daftar Pustaka
3. Cook TM, Protheroe RT, Handel JM. Tetanus: A review of the literature. Br J Anaesth.
2001;87(3):477–87.
11. Raza SA, Akhtar S, Avan BI, Hamza H, Rahbar MH. A matched case-control study of
risk factors for neonatal tetanus in Karachi, Pakistan. J Postgrad Med. 50(4):247-51;
discussion 251-2. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15623963
12. Chai F, Prevots DR, Wang X, Birmingham M, Zhang R. Neonatal tetanus incidence in
China, 1996-2001, and risk factors for neonatal tetanus, Guangxi Province, China. Int J
Epidemiol. 2004 Jun;33(3):551–7. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15155708
13. Bennett J, Ma C, Traverso H, Agha SB, Boring J. Neonatal tetanus associated with
topical umbilical ghee: covert role of cow dung. Int J Epidemiol. 1999 Dec;28(6):1172–5.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10661665
14. Gupta SD, Keyl PM. Effectiveness of prenatal tetanus toxoid immunization against
neonatal tetanus in a rural area in India. Pediatr Infect Dis J. 1998 Apr;17(4):316–21.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9576387
15. Afridi NK, Hatcher J, Mahmud S, Nanan D. Coverage and factors associated with
tetanus toxoid vaccination status among females of reproductive age in Peshawar. J Coll
Physicians Surg Pak. 2005 Jul;15(7):391–5. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16197865

Anda mungkin juga menyukai