2. Anatomi
Gambar 1 : Otak terdiri dari tiga bagian : batang otak, cerebrum, cerebellum
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari belahan kanan
dan kiri. Ini melakukan fungsi yang lebih tinggi seperti menafsirkan sentuhan,
penglihatan dan pendengaran, serta pidato, penalaran, emosi, belajar, dan kontrol
baik dari gerakan. Cerebellum terletak di bawah otak besar. Fungsinya adalah
3
Gambar 2 : common carotid arteries sampai leher dan membagi kepada arteri karotid
internal dan eksternal. Sirkulasi anterior otak diberikan oleh arteri karotis interna (ICA)
dan sirkulasi posterior diberi makan oleh arteri vertebralis (VA). Kedua sistem terhubung
di Lingkaran Willis (lingkaran hijau)
3. Epidemiologi
Analisis pada 3 tahun dari data mortalitas nasional untuk pasien stroke
intraserebral oleh ayala dan teman-temannya mengungkapkan eksiden terbesar
dari ICH pada Africa Amerika, Alaska Natives, Asian Pacific Islander (API) dan
kumpulan hispanic ethnic. Juga mengunkap bahwa porporsi yang tinggi dari
kematian akibat stroke terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan jenis kelamin,
angka kasus kematian untuk stroke hemoragik adalah sama untuk perempuan dan
laki-laki. Walaupun begitu, sercara keseluruhan mortalitas stroke lebih tinggi dari
lelaki.
4
4. Etiologi
1. Hipertensi
3. Arteriovenous Malformation
4. Neoplasma Intracranial.
5. Trauma
Koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera regangan atau robekan
rasional terhadap pembuluh-pembuluh darah intraparenkimal otak atau kadang-
kadang cedera penetrans. Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi atau
perdarahan lebih dari 5 ml dalam substansi otak.
5. Patofisiologi
Kasus ICH umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa posterior
(batang otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula interna).
Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh
darah otak dan diikuti adanya edema dalam jaringan otak di sekitar hematom.
Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan edema
pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan penyempitan atau
penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya, maka
gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi
pembuluh darah otak atau iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak
lainnya.
6. Gejala Klinis
Secara umum gejala klinis ICH merupakan gambaran klinis akibat
akumulasi darah di dalam parenkim otak. ICH khas terjadi sewaktu aktivitas,
onset pada saat tidur sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-
70%) per akut. Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan
kesadaran ini bervariasi frekuensi dan derajatnya tergantung dari lokasi dan
besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus.
dua pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan dengan adanya perluasan
perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan prognosis yang jelek.
Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial dijumpai pada ICH, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36%
kasus yang disertai dengan sakit kepal sedang muntah didapati pada 44% kasus.
Jadi tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan ICH, sebaliknya
bila dijumpai akan sangat mendukung diagnosis ICH atau perdarahn subarakhnoid
sebab hanya 10% kasus stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang
dijumpai pada saat onset ICH.
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fundus okuli pada kasus yang diduga ICH mempunyai tujuan
ganda yaitu mendeteksi adanya tanda-tanda retinopati hipertensif dan mencari
7
1. Putaminal Hemorrhage
semua pasien menunjukkan berbagai bentuk defisit motorik dan sekitar 65%
mengalami perubahan reaksi terhadap pin-prick. Perdarahan putaminal kecil
menyebabkan defisit sedang motorik dan sensori kontralateral. Perdarahan
berukuran sedang mula-mula mungkin tampil dengan hemiplegia flaksid, defisit
hemisensori, deviasi konjugasi mata pada sisi perdarahan, hemianopia homonim,
dan disfasia bila yang terkena hemisfer dominan. Progresi menjadi perdarahan
masif berakibat stupor dan lalukoma, variasi respirasi, pupil tak bereaksi yang
berdilatasi, hilangnya gerak ekstra-okuler, postur motor abnormal, dan respons
babinski bilateral. Gejala muntah terjadi hampir setengah dari pada penderita.
Sakit kepala adalah gejala tersering tetapi tidak seharusnya ada. Dengan jumlah
perdarahan yang banyak, penderita dapat segera masuk kepada kondisi stupor
dengan hemiplegi dan kondisi penderita akan tampak memburuk dengan
berjalannya masa.
2. Thalamic Hemorrhage
3. Perdarahan Pons
4. Perdarahan Serebelum
Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.
Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli
superior sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering
terjadi pada 50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering
mengalami kompresi dan distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan
darah. Obstruksi jalan keluar cairan serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi
ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut
dan peningkatan tekanan intrakranial dan memburuknya keadaan umum penderita.
Kematian biasanya disebabkan tekanan dari hematoma yang menyebabkan
10
Hemiplegia dan hemiparesis jarang, dan bila ada biasanya disebabkan oleh
stroke oklusif yang terjadi sebelumnya atau bersamaan. Triad klinis ataksia
apendikuler, palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial perifer mengarahkan pada
perdarahan serebeler. Perdarahan serebeler garis tengah menimbulkan dilema
diagnostik atas pemeriksaan klinis. Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan
tampil dengan oftalmoplegia total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid. Pada
pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler lebih sulit karena disfungsi
batang otak berat. Dari pasien koma, 83 % dengan oftalmoplegia eksternal yang
lengkap, 53 % dengan irreguleritas pernafasan, 54 % dengan kelemahan fasial
ipsilateral. Pupil umumnya kecil; tak ada reaksi pupil terhadap sinar pada 40 %
pasien.
5. Perdarahan Lober
nyeri ringan pada atau dekat bagian anterior telinga, disfasia fluent dengan
pengertian pendengaranyang buruk namun repetisi relatif baik. Perdarahan frontal
menyebabkan kelemahan lengan kontralateral berat, kelemahan muka dantungkai
ringan, dan nyeri kepala frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri kepala
temporal anterior serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh ke garis
tengah. Evolusi gejala yang lebih cepat, dalam beberapa menit, namun tidak
seketika bersama dengan satu dari sindroma tersebut membantu membedakan
perdarahan lober dari stroke jenis lain. Kebanyakan AVM dan tumor memiliki
lokasi lober.
9. Diagnosis
Semua percaya Pasien dengan ICH mempunyai gejala yang berat mirip
acute ischemic stroke (AIS) dan perdarahan subarachnoid (SAH), beberapa
penelitian menunjukkan kebanyakan dari pasien memiliki gejala yang progresif
dari mula. Penyelidikan konsisten dari tahun 1990, dimana menunjukkan
perdarahan bertambah kira kira 40% dari pasien dalam masa 3 jam dari onset.
Permulaan gejala ICH termasuk bekurangnya kesadaran (medekati 50%), sakit
kepala (40%), muntah (40-50%) dan hipertensi (80-90%). Pasien ICH di
rekomendasi pemeriksaan neuroimaging untuk membedakan iskemik atau stroke
perdarahan.
12
Gejala Klinis
a) Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan
aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan
tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual muntah, gangguan memori,
bingung, perdarahan retina dan epistaksis.
b) Penurunan kesadarn yang berat sampai koma disertai
hemiplegia/hemiparase dan dapat disertai kejang fokal/umum.
c) Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, reflex
pergerakan bola mata menghialang dan deserebrasi
d) Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papilledema dan perdarahan subhialoid.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dicari ada tidaknya tanda-tandanya trauma, yang
bisa menyebabkan terjadinya ICH dan tanda-tanda cedera. Spesifik neurologi
defisit berkolerasi dengan lokasi ICH dan defisit mirip pada AIS berhubung juga
dengan distribusi vascular.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan termasuk pemeriksaan darah
lengkap, parameter koagulasi (fibrinogen, PT, PTT,INR), serum elektrolit,
13
pemeriksaan fungsi hepar. Pemeriksaan lab tambahan dan diagnostic (foto rontgen
thorax dan EKG).
Pemeriksaan CT-scan adalah gold standard untuk permulaan
neuroimaging pada suspek ICH dan akankekal beberapa decade kedepan. CT
imaging bukan sahaja memeriksa saiz dan lokasi pada perdarahan tetapi boleh
memberitahu penyebab lain perdarahan dan komplikasi kedua. Angiography/ CT
angiography dilakukan secepatnya jika didapatkan gejala klinis yang memerlukan
operasi secepatnya. Untuk mengidentifikasi penyebab sekunder seperti AVM dan
aneurisma atau vaskulitis. Pemeriksaan imaging lain seperti MRI atau cerebral
angiography diperlukan untuk mengetahui lebih lanjut perdarahan pada kasus
tidak khas.
Metode yang mudah untuk mengetahui volume hematom yang pertama
kali di publisi oleh Kothari dan kawan-kawan adalah, mereka meringkaskan
rumus volume ellipsoid menjadi ABC/2, dimana A B dan C merupakan diameter
diameter terbesar di setiap aksis ortoganal, dengan C sebagai dasar penomoran
CT slide hematom yang dilihat berdasarkan tingkat ketebalan potongannnya.
Pengukuran sangat berguna dalam perkembangan hemoragik dan penentuan
prognosis awal.
SKOR ICH
Komponen Skor ICH
Skor GCS
3-4 2
5-12 1
13-15 0
Volume ICH,cm3
≥ 30 1
<30 0
IVH
Ya 1
Tidak 0
ICH yang berasal dari
infratentorial 1
Ya 2
Tidak
Umur
≥ 80 1
< 80 0
Total Skor ICH 0-5
14
Skor ICH adalah dikembangkan dari model regresi logistik untuk semua
pasien ICH. Karakteristik prediktor mortalitas 30 hari (dan karena itu termasuk
dalam model regresi logistik) yang masing-masing diberi titik pada dasar
kekuatan hubungan dengan hasilnya. Jumlah Skor ICH adalah jumlah poin dari
berbagai karakteristik. Tabel menunjukkan point tertentu yang digunakan dalam
menghitung Skor ICH.
Skor GCS paling sangat terkait dengan hasil, itu diberikan paling berat
dalam skala. GCS dibagi menjadi 3 subkelompok (GCS skor dari 3 sampai 4, 5
sampai 12, dan 13 sampai 15) lebih akurat mencerminkan pengaruh yang sangat
kuat dari skor GCS pada hasil. Dari catatan, di UCSF (University of California,
SanFrancisco) ICH kohort, hanya 1 dari 35 pasien dengan skor GCS
menunjukkan 3- 4 selamat sampai 30 hari, dan hanya 5 dari 60 pasien dengan skor
GCS menunjukkan dari 13-15 meninggal, sedangkan 29 dari 57 pasien dengan
skor GCS dari 5-12 meninggal dalam waktu 30 hari.
Umur lebih atau lebih 80 tahun juga sangat sangat terkait dengan
mortalitas 30 hari. Karena usia di model prediksi yang pendikotomian sekitar titik
potong dari 80 tahun dan tidak terkait dengan hasil di kelompok infratentorial
pasien, hanya 1 poin ditugaskan untuk pasien berusia lebih sama dengan 80 tahun.
IVH, infratentorial asal ICH, dan Volume ICH semua memiliki kekuatan
yang relatif sama hasil asosiasi dan karena itu ditimbang sama di skor ICH. IVH
dan infratentorial asal ICH yang dikotomis variabel dengan poin yang ada.
Volume ICH adalah pendikotomian untuk, < 30 dan ≥ 30 cm3. Tiga puluh
sentimeter kubik dipilih karena merupakan titik potong untuk meningkat kematian
di kohort UCSF ICH, mudah diingat, dan mirip dengan volume ICH titik potong
yang digunakan dalam sebelum model. Selanjutnya, tidak ada pasien dengan ICH
infratentorial di UCSF ICH kohort memiliki volume hematoma ≥ 30 cm 3. Poin
tambahan tidak ditugaskan untuk hematoma lebih besar (misalnya, >60 cm 3)
karena, ketika diuji, ini tidak meningkatkan akurasi Skor ICH dan akan diwakili
sama dengan skor GCS, yang tidak dibenarkan pada dasar kekuatan asosiasi hasil
dalam logistik model regresi.
Skor ICH adalah dari 0-5 dari kohort yang dari berbagai kategori. Semakin
bertambah Skor ICH semakin bertambah kematian dalam masa 30 hari. Pasien
15
dengan Skor ICH 0 biasanya tidak ada yang mati, dan Skor ICH 5 kebanyakan
semua pasien meninggal. Tingkat kematian tiga puluh hari untuk pasien dengan
Skor ICH dari 1, 2, 3, dan 4 adalah 13%, 26%, 72%, dan 97%, masing-masing.
Tidak pasien di UCSF ICH kohort memiliki Skor ICH dari 6 karena tidak ada
pasien dengan ICH infratentorial memiliki hematoma Volume ≥ 30 cm 3. Namun,
mengingat bahwa tidak ada pasien dengan ICH Skor dari 5 selamat, Skor ICH
dari 6 akan diharapkan untuk dikaitkan dengan risiko mortalitas yang sangat
tinggi.
10. Komplikasi
a. Stroke hemorrhagic
16
d. Pencegahan kejang
mengatur darahnya, gangguan elektrolit umum terjadi dan pasien sering dehidrasi.
Hipoksia akibat efek serebral dari perdarahan serta obstruksi jalan nafas
memperburuk keadaan. Perburukan dapat diikuti sejak saat perdarahan dengan
bertambahnya tanda-tanda peninggian TIK dan gangguan batang otak.
Pengelolaan inisial pada kasus berat ini adalah medikal dengan mengontrol
tekanan darah ke tingkat yang tepat, memulihkan kelainan metabolik, mencegah
hipoksia dan menurunkan tekanan intrakranial dengan manitol, steroid (bila
penyebabnya perdarahan tumoral) serta tindakan hiperventilasi. GCS biasanya
kurang dari 6.
pemantauan yang sinambung atas tekanan darah. Setelah ICH, kebanyakan pasien
adalah hipertensif. Penting untuk tidak menurunkan tekanan darah secara
berlebihan pada pasien dengan lesi massa intrakranial dan peninggian TIK, karena
secara bersamaan akan menurunkan tekanan perfusi serebral. Awalnya, usaha
dilakukan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik sekitar 160 mmHg pada
pasien yang sadar dan sekitar 180 mmHg pada pasien koma, walau nilai ini tidak
mutlak dan akan bervariasi tergantung masing-masing pasien. Pasien dengan
hipertensi berat dan tak terkontrol mungkin diperkenankan untuk
mempertahankan tekanan darah sistoliknya di atas 180 mmHg, namun biasanya di
bawah 210 mmHg, untuk mencegah meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang.
Pengelolaan awal hipertensinya, lebih disukai labetalol, suatu antagonis alfa-1,
beta-1 dan beta-2 kompetitif. Drip nitrogliserin mungkin perlu untuk kasus
tertentu.
Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-
basa. Bila jalan nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa
intrakranial pada pasien koma atau obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal.
Cegah pemakaian agen anestetik yang akan meninggikan TIK seperti oksida nitro.
Agen anestetik aksi pendek lebih disukai. Bila diduga ada peninggian TIK,
dilakukan hiperventilasi untuk mempertahankan PCO2 sekitar 25-30 mmHg, dan
setelah kateter foley terpasang, diberikan mannitol 1,5 g/kg IV. Tindakan ini juga
dilakukan pada pasien dengan perburukan neurologis progresif seperti perburukan
hemiparesis, anisokoria progresif, atau penurunan tingkat kesadaran. Dilakukan
elektrokardiografi, dan denyut nadi dipantau.
Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap, hitung
platelet, elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu.
Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan kepala
tanpa kontras. Sekali diagnosis ICH ditegakkan, pasien dibawa untuk
mendapatkan pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan
intensif, kamar operasi atau ke bangsal, tergantung status klinis pasien, perluasan
dan lokasi perdarahan, serta etiologi perdarahan. Sasaran awal pengelolaan adalah
19
b. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).
Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat ICH, peninggian
kepala, restriksi cairan, dan manitol biasanya memadai. Tindakan ini dilakukan
untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik
sekunder. Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan
darah arterial rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, hingga tekanan darah
sistemik harus dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai sedikit lebih
tinggi dari tingkat normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70
mmHg, bila perlu memakai vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin.
Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali
sehari, kadar terapeutik darah 20-40 μg/ml) dan Carbamazepin (200 mg oral, 3-4
kali sehari, kadar terapeutik 4-12 μg/ml). Kejang bisa bersamaan dengan
peninggian dramatik TIK dan tekanan darah sistemik, yang dapat menyebabkan
perdarahan, karenanya harus dicegah. Selain itu hipoksia dan asidosis sering
tampak selama aktifitas kejang, potensial untuk menambah cedera otak sekunder.
1. Dari seluruh penderita ICH hanya sedikit kasus yang harus dioperasi.
2. Kriteria memilih pasien untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan norma-
norma kemanusiaan. Harapan terhadap hasil tindakan operasi harus terfokus
terhadap quality of survival yang dapat diterima oleh pasien, keluarganya dan
masyarakat.
Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis
tengah, kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol
pendarahan dan mencegah pendarahan ulang. Indikasi operasi pada cedera kepala
harus mempertimbangkan status neurologis, status radiologis, pengukuran tekanan
intrakranial.
c. SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS 8 atau
kurang.
d. Kontusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau
pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.Pasien-pasien yang menurun
kesadarannya dikemudian waktu disertai berkembangnya tanda - tanda lokal
dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25 mmHg.Tindakannya :(1)
Pemasangan kateter yang melewati pembuluh darah otak untuk melebarkan
pembuluh darah otak, guna menghindari prosedur operasi yang invasif.(2)
Aspirasi dengan stereotactic surgery atau endoscopic drainage digunakan
untuk basal ganglia hemorrhage, meskipun angka keberhasilannya masih
sedikit.
Indikasi Operasi:
a. perdarahan serebral, dengan volume > 3 cm3 dengan penurunan neurologis
b. adanya penekanan batang otak
c. adanya hidrosefalus
d. dewasa muda (< 50 tahun) dengan perdarahan lobar yang sedang atau besar
e. lokasi hematoma yg superfisial
f. volume hematoma 10-30 ml2
g. diagnosa yang tidak pasti
h. kemunduran klinis yang kedua
i. perdarahan sentral
j. defisit yang persisten
Kontra Indikasi:
a. perdarahan daerah Pons, medulla oblongata dan Mesensefalon
b. penderiat usia > 75 tahun
c. gejala neurologis minimal
d. kerusakan jaringan otak sudah terlalu berat
e. fungsi batang otak telah hilang
Penggunaan manitol
16. Prognosis
lebih dari 3 cm, dan pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk
perdarahan lobar mortalitas berkisar dari 6-30 %. Bila volume darah
sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter hematomnya), maka mortalitas
kurang dari 10% bila volume darahnya kurang dari 20 mm3 dan 90% bila volume
darahnya lebih dari 60 mm3.
1) Informasi biografi
Usia di atas 50 tahun memiliki risiko berlipat ganda pada setiap
pertambahan usia, kemudian tempat tinggal yang dimana masyarakat yang
tinggal di perkotaan memiliki angka kejadian tertinggi, serta tingkat
pendidikan yang rendah, yaitu tidak sekolah atau hanya tamat sekolah dasar
memiliki risiko yang demikian pula (Riskesdas, 2018). Jenis kelamin laki-
laki memiliki resiko lebih tinggi terkena dibandingkan perempuan terkait
kebiasaan merokok, risiko terhadap hipertensi, hiperurisemia, dan hipertrigliserida
lebih tinggi pada laki-laki (Wardhana, 2011).
2) Keluhan utama
Pasien mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, nyeri saat
bergerak, enggan melakukan pergerakan, serta merasa cemas saat bergerak
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
3) Riwayat kesehatan sekarang
Obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan merokok,
penyalahgunaan alkohol dan obat, serta pola hidup tidak sehat (AHA,
2015).
4) Riwayat kesehatan dahulu
Seseorang yang pernah mengalami serangan stroke yang dikenal dengan
Transient Ischemic Attack (TIA) juga berisiko tinggi mengalami stroke (AHA,
2015). Gangguan jantung, penyakit ginjal, serta penyakit vaskuler periver perlu
dikaji juga karena termasuk faktor yang menyebabkan stroke (Pudiastuti, 2011).
5) Riwayat kesehatan keluarga
Faktor genetik seseorang berpengaruh karena individu yang memiliki
riwayat keluarga dengan stroke akan memiliki risiko tinggi mengalami
stroke (AHA, 2015).
6) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menurut Harsono (2011) sebaiknya dilakukan secara
persistem dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a) B1 (Breathing)
Pada klien dengan kesadaran komposmentis tidak didapatkan
kelainan. Jika klien dengan batuk didapatkan peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
27
f) B6 (Bone)
Disfungsi motorik yang umum terjadi adalah hemiplegia
dikarenakan lesi pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparesis.
(7) Ketergantungan aktivitas
29
b. Pemeriksaan penunjang
1) CT scan kepala
Pemeriksaan ini untuk mengetahui area infark, edema, hematoma,
struktur, dan sistem ventrikel otak (Anania, Pamela C et.al, 2011).
2) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Pemeriksaan ini untuk menunjukkan daerah mana yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena (Anania, Pamela C et.al,
2011).
3) Pemeriksaan laboratorium
Pasien stroke yang melakukan pemeriksaan laboratorium yang akan
diperiksa, meliputi kadar glukosa darah, elektrolit, analisa gas darah, hematologi
lengkap, kadar ureum, kreatinin, enzim jantung, prothrombin time (PT) dan
activated partial thromboplastin time (aPTT).
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) diagnosa yang mungkin
muncul pada pasien dengan ICH adalah :
1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
neuromuskular (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
2) Risiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
3) Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan
hipertensi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
30
3. Rencana keperawatan
h. Gerakan terbatas
cukup menurun.
i. Gerakan tidak
terkoordinasi
cukup menurun.
(SLKI
menurun. tidur.
b. Jatuh saat d. Atur tempat tidur mekanis
dipindahkan pada posisi rendah.
menurun. e. Anjurkan memanggil
(SLKI L.14138, perawat jika membutuhkan
2019) bantuan untuk berpindah.
Tabel 3. Rencana keperawatan risiko gangguan integritas kulit SLKI dan SIKI.
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Risiko Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi
gangguan keperawatan … kali 24 jam, penyebab
integritas kulit diharapkan integritas kulit gangguan
atau jaringan dan jaringan meningkat integritas kulit
berhubungan dengan kriteria hasil : b. Lakukan masase
dengan a. Sensasi kulit membaik. punggung setiap
penurunan a. Kemerahan menurun. setelah mandi
mobilitas. b. Nyeri menurun. c. Gunakan produk
(SDKI D.0139, (SLKI L.14125, 2019) minyak pada kulit
2017) kering
d. Anjurkan
menggunakan
pelembab
a. Anjurkan minum
air yang cukup
b. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi.
(SIKI I.11353, 2018)
33
4. Implementasi