Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. PERDARAHAN INTRASEREBRAL

A. DEFINISI

Perdarahan intraserebral (ICH) adalah perdarahan yang terjadi di otak


yang disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan
dapat terjadi di bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di jaringan otak,
ataupun di ruang antara otak dan selaput membran yang melindungi otak.
Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer (lobar intracerebral
hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti thalamus, basal
ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage).

B. ETIOLOGI

Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan


intraserebral spontan yang tidak berhubungan dengan hipertensi,
biasanya berhubungan dengan diskrasia darah, hemartroma, neoplasma, aneurisma,
AVM, tumor otak metastasis, pengobatan dengan antikoagulans, gangguan
koagulasi seperti pada leukemia atau trombositopenia, serebralarteritis, amyloid
angiopathy dan adiksi narkotika.

Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :3,4

1. Hipertensi

Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang


memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur
intima dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan
mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan
sneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang
pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.
2. Cerebral Amyloid Angiopathy

Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik


ditandai oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika
adventisia pada arteri kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri
yang terkena biasanya adalah arteri-arteri kortical superfisial dan arteri-arteri
leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di daerah subkortikal lobar
ketimbang daerah basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding arteri
menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan terjadi perdarahan intraserebral.
Di samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap faktor penyebab kedua
terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.

3. Arteriovenous Malformation

4. Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan


neoplasma yang hipervaskular.

Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a.


lentikulostriata, a. thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian.
Sedangkan perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus
yang mendapat pendarahan dari cabang a. serebelaris superior dan a. serecelaris
inferior anterior.

Gambar 1. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral4


C. PATOFISIOLOGI

Kasus ICH umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa


posterior (batang otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula
interna). Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya
pembuluh darah otak dan diikuti adanya edema dalam jaringan otak di sekitar
hematom. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan
edema pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan penyempitan
atau penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya,
maka gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak,
kompresi pembuluh darah otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak
lainnya.4

D. GEJALA KLINIS

Secara umum gejala klinis ICH merupakan gambaran klinis akibat


akumulasi darah di dalam parenkim otak. ICH khas terjadi sewaktu aktivitas, onset
pada saat tidur sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%)
per akut. Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini
bervariasi frekuensi dan derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan
tetapi secara keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus. dua pertiganya
mengalami koma, yang dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan ke arah
ventrikel, ukuran hematomnya besar dan prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat
dan muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada
ICH, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36% kasus yang disertai dengan
sakit kepala sedang muntah didapati pada 44% kasus. Jadi tidak adanya sakit kepala
dan muntah tidak menyingkirkan ICH, sebaliknya bila dijumpai akan sangat
mendukung diagnosis ICH atau perdarahan subarakhnoid sebab hanya 10% kasus
stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset ICH.

E. PEMERIKSAAN FISIK

Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus ICH. Tingginya frekuensi


hipertensi berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi
sistemik seperti hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan
fundus okuli pada kasus yang diduga ICH mempunyai tujuan ganda yaitu
mendeteksi adanya tanda-tanda retinopati hipertensif dan mencari adanya
perdarahan subhialoid (adanya darah di ruang preretina, yang merupakan tanda
diagnostik perdarahan subarakhnoid) yang mempunyai korelasi dengan ruptur
aneurisma. Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus ICH.

Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke


arah lesi, sedang pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak
horisontal mata dengan deviation conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan
berakibat kelumpuhan gerak mata atas (upward gaze palsy), jadi mata melihat ke
bawah dan kedua mata melihat ke arah hidung. Pada perdarahan pons terdapat
kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular bobbing.

Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi
unkus maka pupil anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di
thalamus akan berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di
mesensefalon, posisi pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil
negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada herniasi transtentorial. Pada
perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih terdapat reaksi,
pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.

Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke,


sedang pada lesi di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral
neurogenik. Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola
pernafasan apneustik. Pola pernafasan ataksik timbul pada lesi di medula oblongata.
Pola pernafasan ini biasanya terdapat pada pasien dalam stadium agonal.

F. KLASIFIKASI PERDARAHAN INTRASEREBRAL

Tipe perdarahan intaserebral yang tersering adalah seperti berikut :

1. Putaminal Hemorrhage

Antara sindroma klinis perdarahan yang tersering adalah disebabkan


oleh perdarahan putaminal dengan terjadinya penekanan pada daerah berdekatan
dengan kapsula interna. Gejala dan kelainan neurologic hampir bervariasi
berdasarkan kedudukan dan ukuran penekanan. Perdarahan putaminal khas
dengan onset progresif pada hampir duapertiga pasien, dan kurang dari sepertiga
mempunyai gejala mendadak dan hampir maksimal saat onset. Nyeri kepala
tampil saat onset gejala hanya pada 14% kasus dan pada setiap waktu hanya
28%; semua pasien menunjukkan berbagai bentuk defisit motorik dan sekitar
65% mengalami perubahan reaksi terhadap pin-prick. Perdarahan putaminal
kecil menyebabkan defisit sedang motorik dan sensori kontralateral.
Perdarahan berukuran sedang mula-mula mungkin tampil dengan hemiplegia
flaksid, defisit hemisensori, deviasi konjugasi mata pada sisi perdarahan,
hemianopia homonim, dan disfasia bila yang terkena hemisfer dominan.
Progresi menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan lalukoma, variasi
respirasi, pupil tak bereaksi yang berdilatasi, hilangnya gerak ekstra-okuler,
postur motor abnormal, dan respons Babinski bilateral.

Gejala muntah terjadi hampir setengah daripada penderita. Sakit kepala


adalah gejala tersering tetapi tidak seharusnya ada. Dengan jumlah perdarahan
yang banyak, penderita dapat segera masuk kepada kondisi stupor dengan
hemiplegi dan kondisi penderita akan tampak memburuk dengan berjalannya
masa.

Walau bagaimanapun, penderita akan lebih sering mengeluh dengan


sakit kepala atau gangguan kepala yang dirasakan pusing. Dalam waktu
beberapa menit wajah penderita akan terlihat mencong ke satu sisi, bicara cadel
atau aphasia, lemas tangan dan tungkai dan bola mataakan cenderung berdeviasi
menjauhi daripada ekxtremitas yang lemah. Hal ini terjadi, bertahap mengikuti
waktu dari menit ke jam di mana sangat kuat mengarah kepada perdarahan
intraserebral. Paralisis dapat terjadi semakin memburuk dengan munculnya
refleks Babinski yang mana pada awalnya dapat muncul unilateral dan kemudian
bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi flaksid, stimulasi nyeri menghilang,
tidak dapat bicara dan memperlihatkan tingkat kesadaran stupor. Karekteristik
tingkat keparahan paling parah adalah dengan tanda kompresi batang otak atas
(koma); tanda Babinski bilateral; respirasi dalam, irregular atau
intermitten; pupil dilatasi dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan biasanya
adanya kekakuan yang deserebrasi.

Gambar
2. Perdarahan Putaminal

2. Thalamic Hemorrhage

Sindroma klinis akibat perdarahan talamus sudah dikenal.


Umumnya perdarahan talamus kecil menyebabkan defisit neurologis lebih berat
dari perdarahan putaminal. Seperti perdarahan putaminal, hemiparesis
kontralateral terjadi bila kapsula internal tertekan. Namun khas dengan
hilangnya hemisensori kontralateral yang nyata yang mengenai kepala, muka,
lengan, dan tubuh. Perluasan perdarahan ke subtalamus dan batang otak
berakibat gambaran okuler klasik yaitu terbatasnya gaze vertikal, deviasi mata
kebawah, pupil kecil namun bereaksi baik atau lemah. Anisokoria, hilangnya
konvergensi, pupil tak bereaksi, deviasi serong, defisit lapang pandang, dan
nistagmus retraksi juga tampak. Anosognosia yang berkaitan dengan perdarahan
sisi kanan dan gangguan bicara yang berhubungan dengan lesi sisi kiri tidak
jarang terjadi. Nyeri kepala terjadi pada 20-40 % pasien. Hidrosefalus dapat
terjadi akibat penekanan jalur LCS.
Gambar 3. Perdarahan Thalamus

3. Perdarahan Pons

Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan


dengan perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan
infratentorial terjadi di pons. Gejala klinik yang sangat menonjol pada
perdarahan pons ialah onset yang tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam dengan
defisit neurologik bilateral serta progresif dan fatal. Perdarahan ponting paling
umum menyebabkan kematian dari semua perdarahan otak. Bahkan perdarahan
kecil segera menyebabkan koma, pupil pinpoint (1 mm) namun reaktif,
gangguan gerak okuler lateral, kelainan saraf kranial, kuadriplegia, dan postur
ekstensor. Nyeri kepala, mual dan muntah jarang.

4. Perdarahan Serebelum

Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit


diketahui. Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri
serebeli superior sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel
IV sering terjadi pada 50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak
sering mengalami kompresi dan distorsi sekunder terhadap tekanan oleh
gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan serebrospinal dapat menyebabkan
dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis sehingga dapat terjadi
hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan intrakranial dan memburuknya
keadaan umum penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari
hematoma yang menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.6
Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan secara jelas
oleh Fisher. Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah, tidak mampu
bejalan atau berdiri. Tergantung dari evolusi perdarahan, derajat gangguan
neurologis terjadi. Hipertensi adalah faktor etiologi pada kebanyakan kasus.
Duapertiga dari pasien dengan perdarahan serebeler spontan mengalami
gangguan tingkat kesadaran dan tetap responsif saat datang; hanya 14% koma
saat masuk. 50% menjadi koma dalam 24 jam, dan 75% dalam seminggu sejak
onset. Mual dan muntah tampil pada 95%, nyeri kepala (umumnya bioksipital)
pada 73%, dan pusing (dizziness) pada 55%. Ketidakmampuan berjalan atau
berdiri pada 94 %. Dari pasien non koma, tanda-tanda serebeler umum terjadi
termasuk ataksia langkah (78%), ataksia trunkal (65%), dan ataksia apendikuler
ipsilateral (65%). Temuan lain adalah palsi saraf fasial perifer (61%), palsi gaze
ipsilateral (54%), nistagmus horizontal (51%), dan miosis (30%). Hemiplegia
dan hemiparesis jarang, dan bila ada biasanya disebabkan oleh stroke
oklusif yang terjadi sebelumnya atau bersamaan. Triad klinis ataksia
apendikuler, palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial perifer mengarahkan pada
perdarahan serebeler. Perdarahan serebeler garis tengah menimbulkan dilema
diagnostik atas pemeriksaan klinis. Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan
tampil dengan oftalmoplegia total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid.

Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler lebih sulit


karena disfungsi batang otak berat. Dari pasien koma, 83 % dengan
oftalmoplegia eksternal yang lengkap, 53 % dengan irreguleritas pernafasan, 54
% dengan kelemahan fasial ipsilateral. Pupil umumnya kecil; tak ada reaksi
pupil terhadap sinar pada 40 % pasien.

5. Perdarahan Lober

Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan Davis.


Hipertensi kronik tampil hanya pada 31% kasus, dan 4% pasien yang koma saat
datang. Perdarahan oksipital khas menyebabkan nyeri berat sekitar mata
ipsilateral dan hemianopsia yang jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan
nyeri ringan pada atau dekat bagian anterior telinga, disfasia fluent dengan
pengertian pendengaran yang buruk namun repetisi relatif baik. Perdarahan
frontal menyebabkan kelemahan lengan kontralateral berat, kelemahan muka
dan tungkai ringan, dan nyeri kepala frontal. Perdarahan parietal mulai dengan
nyeri kepala temporal anterior ('temple') serta defisit hemisensori, terkadang
mengenai tubuh ke garis tengah. Evolusi gejala yang lebih cepat, dalam beberapa
menit, namun tidak seketika bersama dengan satu dari sindroma tersebut
membantu membedakan perdarahan lober dari stroke jenis lain. Kebanyakan
AVM dan tumor memiliki lokasi lober.6

6. Perdarahan intraserebral akibat trauma

Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematom


intraserebral pascatraumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya
diakibatkan cedera regangan atau robekan rasional terhadap pembuluh-
pembuluh darah intraparenkimal otak atau kadang-kadang cedera penetrans.
Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus cedera. Intracerebral hematom
mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 ml dalam substansi otak
(hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau petechial/bercak).6

G. DIAGNOSIS

Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan


stroke non hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya
yang besar sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan
gejala yang dapat membedakan manifestasi klinis antara perdarahan infark.7

Pemeriksaan Penunjang

 Kimia darah
 Lumbal pungsi
 EEG
 CT scan
 Arteriografi

H. KOMPLIKASI

o Stroke hemoragik

o Kehilangan fungsi otak permanen

o Efek samping obat-obatan dalam terapi medikasi

I. PENANGANAN PERDARAHAN INTRASEREBRAL

Semua penderita yang dirawat dengan ‟intracerebral hemorrhage‟ harus


mendapat

pengobatan untuk :

1. ”Normalisasi” tekanan darah

2. Pengurangan tekanan intrakranial

3. Pengontrolan terhadap edema serebral

4. Pencegahan kejang.

J. PROGNOSIS

Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang


tinggi. diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara
dramatis meningkat pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih
dari 3 cm, dan pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar
mortalitas berkisar dari 6-30 %. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung
(bukan diameter hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10% bila volume
darahnya kurang dari 20 mm3 dan 90% bila volume darahnya lebih dari 60 mm3.
Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk
prognosis pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi
63%. Mortalitas juga meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam,
pada fossa posterior atau yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Felmann E
mengatakan bahwa 45% pasien meninggal bila disertai perdarahan intraventrikular.
Suatu penilaian dilakukan untuk memperkirakan mortalitas dalam waktu 30 hari
pertama dengan menggunakan 3 variabel pada saat masuk rumah sakit yaitu
Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran perdarahan dan tekanan nadi. Perdarahan kecil
bila ukurannya kurang dari satu lobus, sedangkan perdarahan besar bila ukurannya
lebih dari satu lobus. Bila GCS lebih dari 9, perdarahannya kecil, tekanan nadi
kurang dari 40 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari adalah
98%. Tetapi bila pasien koma, perdarahannya besar dan tekanan nadinya lebih dari
65 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari hanya 8%. Pada ICH
hipertensif jarang terjadi perdarahan ulang.8

2. PERDARAHAN INTRAVENTRIKULER

A. DEFINISI
Merupakan terdapatnya darah dalam sistem ventrikuler. Secara umum
dapat digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan intraventrikular primer dan
perdarahan intraventrikular sekunder. Perdarahan intraventrikular primer adalah
terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau
laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa IVH merupakan perdarahan
intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel. Sedangkan
perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh darah
intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang meluas ke sistem
ventrikel.
Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH
sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau
subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan
subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal
dari middle communicating artery atau dari posterior communicating artery.1
B. SISTEM VENTRIKEL
Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares; dua ventriculus
lateralis (I & II) di dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius pada
diencephalon dan ventriculus quartus pada rombencephalon (pons dan med.
oblongata). Kedua ventriculus lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius
melalui foramen interventriculare (Monro) yang terletak di depan thalamus pada
masing-masing sisi. Ventriculus tertius berhubungan dengan ventriculus quartus
melalui suatu lubang kecil, yaitu aquaductus cerebri (aquaductus sylvii). Sesuai
dengan perputaran hemispherium ventriculus lateralis berbentuk semisirkularis,
dengan taji yang mengarah ke caudal. Kita bedakan beberapa bagian : cornu
anterius pada lobus frontalis, yang sebelah lateralnya dibatasi oleh caput nuclei
caudate, sebelah dorsalnya oleh corpus callosum; pars centralis yang sempit
(cella media) di atas thalamus, cornu temporale pada lobus temporalis, cornu
occipitalis pada lobus occipitalis.
Pleksus choroideus dari ventrikel lateralis merupakan suatu penjuluran
vascular seperti rumbai pada piamater yang mengandung kapiler arteri
choroideus. Pleksus ini menonjol ke dalam rongga ventrikel dan dilapisi oleh
lapisan epitel yang berasal dari ependim. Pelekatan dari pleksus terhadap
struktur-struktur otak yang berdekatan dikenal sebagai tela choroidea. Pleksus
ini membentang dari foramen interevntrikular, dimana pleksus ini bergabung
dengan pleksus-pleksus dari ventrikel lateralis yang berlawanan, sampai ke
ujung cornu inferior (pada cornu anterior dan posterior tidak terdapat pleksus
choroideus). Arteri yang menuju ke pleksus terdiri dari a. choroidalis anterior,
cabang a. carotis interna yang memasuki pleksus pada cornu inferior; dan a.
choroidalis posterior yang merupakan cabang-cabang dari a.cerebrum posterior.2
Gambar 1. Sistem ventrikel2

C. ETIOLOGI

Etiologi IVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Tetapi menurut
penelitian didapatkan :
1. Hipertensi, aneurisma
Bahwa IVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada arteri parenkim
yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem ventrikuler
2. Kebiasaan merokok
3. Alkoholisme
Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian stroke
perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol.
4. Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali pembuluh
darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa
dan aneurisma serebri merupakan penyebab tersering IVH pada usia muda.
Pada orang dewasa, IVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat
hipertensi primer dari struktur periventrikel.
Adanya perdarahan intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko kematian
yang berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH.1,3

D. PATOFISIOLOGI

Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan


timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi
sebagai sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat
penambahan volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel
akan melebar dan lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada
bagian yang menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila
terbentuk sumbatan di situ akan Secara otomatis tekanan intrakranila pun ikut
meningkat yang menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak.
Penekanan dapat menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat
adanya penekanan pada batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul
penekanan pada area yang sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan berat
perfusi ke bagian-bagian otak tertentu dapat berkurang. Berkurangnya perfusi
dapat menyebabkan gangguan fungsi otak. Seperti yang diketahui tiap bagian
otak memiliki fungsi masing-masing dalam menjalankan tugasnya seperti :
frontalis bekerja untuk mengatur kegiatan motorik, parietalis sebagai fungsi
sensorik, temporalis sebagai pusat berbicara dan mendengar. Kerusakan
menimbulkan gejala klinis sesuai area yang terkena.3
Bagan 1. Patofisiologi

E. GEJALA KLINIS

Sindrom klinis IVH menurut Caplan menyerupai gejala SAH, berupa :


1. Sakit kepala mendadak
2. Kaku kuduk
3. Muntah
4. Penurunan Kesadaran

F. DIAGNOSIS

Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT
scan meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun
CT Scan kepala diperlukan untuk konfirmasi.1,3 Menurut luasnya darah pada
gambaran CT scan kepala, IVH diklasifikasikan menurut Graeb IVH grading
system.
Tabel 2. Graeb Score

Dinilai berdasarkan ada tidaknya volume darah pada tiap sistem


ventrikel. Dinilai pada sisi kiri dan kanan. Bila didapatkan > 6 , dapat
diindikasikan adanya hidrosefalus akut dan menjadi suatu indikasi adanya
penanganan segera.3

Diantara pemeriksaan diagnosis yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.

a. Computed Tomography-Scanning (CT- scan)


CT Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra
serebral/ICH) dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan
dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi
dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang
mengalami peningkatan volume perdarahan.

Gambar 2. CT-scan intraventrikular hemorrage3

b. Magnetic resonance imaging (MRI)


MRI dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam beberapa jam
pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium
disolusi hemoglobinoksihemoglobin-deoksihemogtobin-methemoglobin-
ferritin dan hemosiderin.
c. USG Doppler (Ultrasonografi doppler)
Mengindentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis
(aliran darah atau timbulnya plak) dan arteiosklerosis. Pada hasil USG
terutama pada area karotis didapatkan profil penyempitan vaskuler akibat
thrombus.

G. PENATALAKSANAAN
Penanganan emergency

 Kontrol tekanan darah


Rekomendasi dari American Heart Organization/ American Strouke Association
guideline 2009 merekomendasikan terapi tekanan darah bila > 180 mmHg.
Tujuan yang ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg,
dimaksudkan agar tidak terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan otak. Penapat
ini masih kontroversial karena mempertahankan tekanan darah yang tinggi dapat
juga mencetuskan kembali perdarahan. Nilai pencapaian CPP 60 mmHg dapat
dijadikan acuan untuk mencukupi perfusi otak yang cukup.
 Terapi anti koagulan
Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan dapat diberikan antikoagulan.
Pemberian yang dianjurkan adalah fres frozen plasma diikuti oleh vitamin K
oral. Perhatikan waktu pemberian antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam.
Dimasudkan untuk menghindari tejadinya komplikasi.

Penanganan peningkatan TIK:

 Elevasi kepala 300C


Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari vena-vena besar di leher seperti
vena jugularis
 Trombolitik
Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting yang dapat menyumbat aliran
LCS di sistem ventrikel sehingga menimbulkan hidrosefalus. Trombolitik yang
digunakan sebagai obat pilihan untuk intraventrikular adalah golongan rt-PA (
recombinant tissue plasminogen activator ). Obat golongan ini bekerja dengan
mengubah plaminogen menjadi plasmin , plasmin akan melisis fibrin clot atau
bekuan yang ada menjadi fibrin degradation product. Contoh obat yang beredar
adalah alteplase yang diberikan bolus bersama infus.
 Pemasangan EVD (Eksternal Ventrikular Drainage)
Teknik yang digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini digunakan
untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di ventrikel. Indikasi
dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya obstruksi akut hidrosefalus.
Dapat diketahui dengan melakukan penilaian graeb score.
H. PROGNOSIS
Tuhrim et al mengkonfirmasi bahwa IVH sebagai salah satu faktor risiko
independent penyebab kematian setelah terjadinya ICH. Penilaian terhadap GCS
dan volume pada IVH dapat dijadikan prediksi hasil yang akan didapatkan oleh
pasien. GCS yang rendah serta volume IVH yang besar akan memberikan
prognosis yang buruk.4
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Bagaimana cara mendiagnosa pasien ini ?

Seorang perempuan usia 56 tahun rujukan RS. Bhayangkara dengan keluhan lemah
anggota gerak sebelah kanan sejak pukul 09.00 WIT saat sedang melakukan kegiatan
dipameran.Pasien mengaku pada saat itu sedang menata baju untuk pameran, lalu
beristirahat sebentar kemudian melanjutkan kegiatan pameran lagi setelah itu pasien
beristirahat diatas meja kemudian terjatuh ke lantai. Menurut suami pasien, sebelum
pasien beristirahat yang kedua kali, pasien ditanya oleh peserta dipameran namun pasien
menjawab dengan jawaban yang aneh. Ketika sadar, pasien tidak dapat menggerakkan
anggota gerak tubuhnya sebelah kanan. Pasien juga mengeluh kehilangan kata-kata saat
berbicara. Nyeri Kepala (-), Mual (-), Muntah (-),Bicara Pelo (-),Padangan kabur (-)

Berdasarkan WHO stroke didefinisikian sebagai suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi
apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.

Penegakkan diagnosa stroke dengan anamensis dan onset <72jam dapat menggunakan
rumus Siriraj score yaitu:

(2,5xpenurunan kesadaran) + (2xmuntah) + (2xnyeri kepala) + (0,1xDiastolik) + (3xAteroma) -12

Penurunan kesadaran: Muntah : Nyeri kepala : Ateroma

0= Composmentis 0=tidak ada 0=tidak ada 0=tidak ada

1= somnolent 1=ada 1=ada 1=ada

2= koma (DM, angina pectoris)


Jika nilai:

- >1 = stroke perdarahan

- <1 = stroke non hemoragik

Perhitungan pada pasien ini:

(2,5 x PK) + (2 x M) + (2 x NK) + (10% x D) + (3xA) - 12

(2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 1) + (10% x 90) + (3x0) - 12

0 + 2 + 2 + 9 + 0 -12

Sehingga dari anamnesis terhadap pasien ini dapat dapat ditegakkan pasien ini
menderita stroke hemoragik.

Dari pemeriksaan fisik dididapatkan status generalis dalam batas normal. Pada status
neurologis, pemeriksaan dilakukan dari pemeriksaan pupil terhadap cahaya dengan cara
langsung dan tidak langsung tidak didapatkan adanya gangguan. Pemeriksaan rangsang
meningeal ditemukan kaku kuduk (+) dan kernig (+). Pemeriksaan refleks fisiologis
yang ditemukan semua refleks fisiologis hiporefleks pada sisi yang lemah. Refleks
patologis yang ditemukan pada pasien ini adalah refleks Babinsky dan chaddock yang
positif pada ekstremitas yang lemah. Pada pemeriksaan kekuatan morotik, di sisi yang
tidak lemah didapatkan kekuatan motorik normal (5) pada ektremitas atas dan bawah.
Sedangkan pada sisi tubuh yang lemah (sinistra) didapatkan kekuatan motorik
ekstremitas atas=4 dan ekstremitas bawah=3. Pada pemeriksaan otonom untuk fungsi
BAB dan BAK tidak didapatkan adanya gangguan. Pada pemeriksaan saraf kranialis
didapatkan gangguan pada nervus VII yaitu parese nervus VII sinistra sentral dan
gangguan pada nervus XII (Hypoglossus) ditandai dengan disartria (+), lidah deviasi ke
kanan.

Variasi gejala tertentu dari defisit neurologis akan membentuk sindrom stroke spesifik
berdasarkan wilayah vaskular yang terkena. Sindrom stroke umum yang mungkin
ditemui meliputi:
 Stroke wilayah MCA. Jika melibatkan hemisfer dominan, afasia akan muncul
(reseptif, ekspresif atau sering keduanya). Motor kontralateral dan defisit sensorik
(wajah, lengan> kaki> kaki). Lengkapi hemiplegia kontralateral jika melibatkan
kapsul internal. Hemianopsia homonim. Etiologi emboli> aterotrombolik.
 stroke wilayah ACA. Defisit motorik dan / atau sensorik (kaki >> wajah, lengan).
Pegang dan hisap refleks. Abulia, kekakuan paratonik, gaya berjalan apraxia.
Etiologi emboli> aterothrombotik.
 stroke wilayah ICA. Fitur gabungan stroke MCA dan ACA. Juga gejala amarosis
ugaosis fugax dari keterlibatan arteri retina sentral. Atherothrombotic> etiologi
embolik.
 stroke wilayah PCA. Hemianopsia homonim; alexia tanpa agraphia (belahan otak
dominan); halusinasi visual; ketekunan visual (calcarine cortex); hilangnya
sensoris atau nyeri spontan (thalamus); Kelumpuhan saraf III (tangkai serebral);
upgaze paresis (otak tengah); motor defisit (cerebral peduncle). Etiologi emboli>
aterothrombotik.
 stroke teritori Vertebrobasilar. Berbagai kelumpuhan saraf kranial dengan defisit
sensorik silang (mis. Penurunan pinprick dan sensasi suhu pada wajah ipsilateral
dan lengan dan kaki kontralateral); diplopia; vertigo; mual dan muntah; disartria;
disfagia; cegukan patologis; ataksia tungkai dan tungkai; defisit motor; gangguan
LOC (dari sistem pengaktif reticular). Tanda-tanda bilateral menunjukkan
keterlibatan arteri basilar. Embolik = atherothrombolic untuk etiologi.
 stroke Penetratingvessel (Lacunar). Defisit motorik murni; defisit sensorik murni;
motorik murni dan defisit sensorik; hemiparesis dan ataksia homolateral; disartria
dan tangan canggung. Infark arteri kecil (Lacunar).

Sedangkan penegakkan diagnosa stroke berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik


dengan onset >72jam dapat menggunakan Gajah Mada score yaitu:

1. Penurunan Kesadaran (PK)

2. Nyeri Kepala (NK)

3. Babinksi (B)

Bila:

- 1 (+), 2 (+), dan 3 (+) → Stroke Hemoragik

- 1 (+), 2 (+), dan 3 (-) → Stroke Hemoragik

- 1 (-), 2 (+), dan 3 (+) → Stroke Hemoragik

- 1 (-), 2 (-), dan 3 (+) → Stroke Infark


- 1 (-), 2 (-), dan 3 (-) → Stroke Infark

Pada pasien ini didapatkan penurunan kesadaran (-), nyeri kepala(+),refleks Babinski
(+), maka kesannya ialah Stroke Hemoragik.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien stroke yaitu CT scan.

CT Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk menilai perdarahan di otak,


terutama perdarahan intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-
scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan
mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami
peningkatan volume perdarahan. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan CT scan tanpa
kontras dan hasil yang didapatkan tampak area hyperdens parietal kanan sampai ke
septum pelucidum masuk ventrikel laterali mendorong ventrikel larealis dengan ukuran
volume 1,38 x 3,32x4x0,52 = 9,5mL, tampak juga mengisi ventrikel 3 dan 4. Sulci dan
gyrus melebar pada area frontal, fissura sylvii bilateral dan fissura interhemisfer
bilateral tak melebar. Tampak sistem ventrikel tak melebar ventrikel 3 dan 4 terisi darah.
Tak tampak deviasi midline struktur.

Kesan: Perdarahan parietal kanan sampai ke septum pelucidum volumenya 9,5mL,


juga perdarahan intraventrkel
Dari anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien Ny. LT
dapat ditegakkan diagnosa stroke PIS sistem karotis dekstra dengan HT ensefalopati +
Leukositosis + Hipokalemia + IVH

3.2 3.2 Komplikasi

a. Neurologis

Komplikasi yang dapat ditimbulkan, yaitu:


1. Hidrosefalus

Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes ke dalam
sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal, darah tersebut
akan memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami
penurunan kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Gejala
akan membaik jika dilakukan draining ventrikel, dengan ventrikulostomi eksternal,
atau pada beberapa kasus dapat dilakukan punksi lumbal. Hidrosefalus sub akut dapat
terjadi akibat blokade jalur cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu.
Keadaan ini biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan
inkontinen.

2. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi.


3. Vasospasme. Hubungan antara intraventricular hemorrhage (IVH) dengan
kejadian dari vasospasmeserebri, yaitu:
- Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan
vasospasmeintrakranial.
- Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari
sirkulasicairan serebrospinal.
4. Higroma

Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat kelainan


osmotik.

b. Non-neurologis

1. Ulkus dekubitus

Dekubitus terjadi pada pasien yang berbaring lama.

2. Stress ulcer

Stres pisikologi dapat muncul dari penyakit yang akut seperti bencana alam,
trauma fisik, dan trauma besar lainnya, yang memberikan efek sama baiknya
dengan stresor kronik seperti masalah sosialekonomi, hubungan yang buruk
antara keluarga atau teman, beban kerja yang tinggi dan tempat kerja yang
tidak nyaman. Ini dapat mengubah tingkat kortison dan keseimbangan
aktivitas saraf simpatis dan parasimpatis, menghadirkan manifestasi fisik
seperti perubahan variabilitas detak jantung, disritmia, dan disfungsi dinding
ventrikel. Walaupun sulit untuk secara tepat mendefinisikan arti dari tekanan
psikologis, ada bukti berlimpah dari literatur menunjukkan bahwa itu dapat
menyebabkan penyakit kardiovaskular (CAD)
3. Bronkopneumonia

Merupakan infeksi paru dan sebagai penyebab kematian tersering pada strok.
Keadaan ini sering terjadi pada penderita yang berbaring terus, terutama disertai
gangguan menelan, gangguan reflek muntah dan reflek batuk dan akibat gerakan
paru yang berkurang. Riwayat merokok dan infeksi paru misalnya bronkhitis kronis
dakan meningkatkan resiko terjadinya bronkopneumonia.

4. Tromboplebitis

Trombosis vena dalam menimbulkan gejala klinik berupa pembengkakan pada


paha dan betis, sering disertai pitting edem, nyeri lokal dengan peninggian suhu.
Trombosis vena dalam paha pada penderita strok sering terjadi pada tungkai yang
lumpuh dan sering bersifat subklinis. Tetapi edem pada tungkai yang lumpuh dan
disertai nyeri belum tentu suatu trombosis vena dalam. Insidensi kelainan ini
terjadi pada penderita strok fase akut. Trombosis vena dalam terjadi selama 14
hai sesudah onset strok dengan puncaknya pada hari ke-5 atau sekitar hari ke-10
setelah onset. Pada penderita yang dirawat di rumah sakit, hampir 50% terjadi
pada betis, 35% pada paha dan 15% mulai betis yang menjalar ke paha. Trombosis
vena dalam dapat menyebabkan bekuan dalam darah dan bila menjalar ke kranial
dapat menyebabkan emboli paru.

5. Emboli paru

Insiden emboli paru yang berasal dari vena femoralis dan vena bagian ilio-
ingiuinal lebih tinggi dibandingkan vena di betis. Emboli paru biasanya terjadi
secara mendadak dan merupakan kasus darurat medik. Emboli paru ditemukan
pada 50% penderita strok yang meninggal dan kadang-kadang sebagai penyebab
kematian.

6. Depresi

Gangguan emosi terutama kecemasan, frustasi, dan depresi merupakan masalah


tersering pada penderita strok. Depresi sering disalahtafsirkan dengan motivasi
yang kurang, terutama pada penderita dengan gangguan komunikasi bermakna.
Umumnya depresi yang terjadi karena adanya masalah-masalah yang kompleks
misalnya biaya, pekerjaan, kemungkinan cacat seumur hidup (menetap) dan
hubungan dalam perkawinan. Depresi dapat dijumpai walaupun pada penderita
strok dengan cacat yang ringan, karena pada dasarnya setiap cacat akan
mengganggu kehidupan normal yang ada sebelumnya.

7. Nyeri dan kaku pada bahu

Nyeri dan kaku pada bahu sisi tubuh yang hemiplegi sangat sering dijumpai dan
biasanya akibat kesalahan berbaring serta kesalahan letak/posisi anggota gerak
yang lumpuh pada fase akut. Nyeri dan kaku pada bahu dapat terjadi akibat:

 Kontraktur akibat spastis


 ”shoulder-hand syndrome” atau ”post-hemiplegic reflex sympathetic
dystrophy”. Pada kasus berat terjadi demineralisasi kaput dan kollum
humerus.
 Inflamasi pada jaringan lunak disekeliling sendi. Keadaan ini terjadi di akromio-
klavikula, sendi gleno-humeral, tendon biseps dan bursa subdeltoid.
 Kalsifikasi ektopik pada jaringan periartikuler
 Fraktur kollum humerus.
 Dislokasi sendi bahu, terutama terjadi pada keadaan flasid.
8. Spastisitas umum

Biasanya bersifat ringan, ditemukan pada penderita strok fase kronik/lanjut.

9. Radang kandung kemih

Infeksi traktus urinarius terutama pada penderita yang menggunakan kateter.

10. Kontraktur dan deformitas

Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung lama.


Terjadinya kontraktru akibat adanya perubahan jaringan lunak disekitar sendi
yang bersifat ireversibel. Kadang-kadang dijumpai keadaan kombinasi kontraktur
dan spastisitas, misalnya deformitas equinovarus dan deformitas pronasi-fleksi
lengan dan tangan.

11. Atrofi otot

Akibat pasien terlalu lama tidak menggunakan ototnya.


Penatalaksanaan ensefalopati hipertensif biasanya dengan pemberian
antihipertensi dan berespon baik terhadap pengobatan tersebut dalam satu
sampai dua hari.

Pada pasien Ny. LT tidak didapatkan adanya komplikasi.

3.5 Tatalaksana
Pasien stroke hemoragik mendapat dua jenis pengobatan yaitu farmakologi dan non
farmakologi.
 Elevasi kepala/leher 30-45º
Hal ini memiliki fungsi mengurangi volume intrakranial dan untuk
memperbaiki drainase vena
 Diet rendah garam tinggi serat
Yang dimaksudkan agar mencegah pasien mengedan dengan kuat saat BAB
agar mencegah timbul refleks vagal yang akan memperparah perdarahan di
otak
 Citicholin 500 mg /12 jam

Citicoline berfungsi meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak,


terutama sistem pengaktifan formatio reticularis ascendens yang berhubungan
dengan kesadaran. Citicoline berfungsi mengaktifkan sistem pyramidal dan
memperbaiki kelumpuhan sistem motoris. Citicoline juga mempunyai manfaat
menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki metabolisme otak. Pada
pasien ini sesuai untuk memperbaiki kelumpuhan sistem motoris dan melindungi
otak dari iskemik.

 Ketorolac 1 amp/12 jam


Pada pasien ini sesuai untuk mengurangi rasa sakit kepala.
 KCl 25mEq/ 12 Jam
Pada pasien ini untuk mengobati kalium yang rendah.
 Ceftriaxone 1gr/12 jam/ iv
Pada pasien ini sesuai untuk menangani infeksi ( Leukosit 9,870 uL)
 Antrain 1gr/12jam/iv
Pada pasien ini sesuai untuk mengurangi rasa sakit kepala
 Ranitidine 50mg/12jam/ iv
Ranitidin merupakan obat golongan H2 hsitamine bloker, yang dapat
mengurangi jumlah asam lambung. Fungsinya untuk mengatasi dan mencegah
rasa panas perut (heartburn), maag, dan sakit perut yang disebabkan oleh tukak
lambung. Pada pasien ini sesuai untuk mencegah komplikasi stress ulcer
 Kalnex 30mg/12jam/iv
Pada pasien ini sesuai untuk mengurangi perdarahan di otak.
 Manitol 20% 200-150-150 (guyur/3jam)
Manitol merupakan obat golongan diuretik osmotik, hiperosmotik agent.
Manitol sering digunakan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial.
Pada pasien ini sesuai untuk mengurangi edema di otak
 Nimotop 4 x 60mg (po)
Nimotop merupakan obat golongan calcium channel bloker yang berfungsi
untuk merelaksasikan pembuluh darah yang sempit di otak. Obat ini digunakan
khusus untuk perdarahan sub arachnoid. Pada pasien ini sudah sesuai diberikan
untuk membuat vasodilatasi pembuluh darah di otak agar tidak iskemik.
 Candesartan 1 x 16mg (po)
Candesartan merupakan obat golongan angiotensin reseptor bloker (ARBs).
Obat tersebut bekerja dengan cara memblokir reseptor angiotensin yang
melemahkan pembuluh darah sehingga darah dapat mengalir lebih mudah.
Selain itu, obat candesartan adalah obat yang juga biasa dipakai untuk
melindungi ginjal dari kerusakan karena diabetes dan mengobati gagal jantung.
Pada pasien ini sesuai untuk mengatasi tekanan darah yang tinggi

DAFTAR PUSTAKA

1. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage.


In:Youmans JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB
Saunders Company; 2006 .p. 1890-1913.
2. Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors.
Handbook of Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719.

3. Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu


Bedah Saraf Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, Medan Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y
September 2006.

4. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD
Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.

5. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical


Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

6. Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode
1984-1985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang
Ilmu Penyakit Saraf. 2000.

7.

Anda mungkin juga menyukai