MAKALAH KELOMPOK 4
DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Rani Lisa Indra, M.Kep., Sp.Kep.MB
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah terkait “Konsep Penyakit dan Asuhan
Keperawatan Klien dengan Glaukoma” ini dengan baik.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III. Selain itu, kami juga berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita semua.
Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Semoga apa yang dituangkan dalam makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
kami dan umumnya teman-teman yang membaca. Dengan ini, kami memohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata, kalimat maupun bahasa yang kurang berkenan dan kami mohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan. Untuk itu, kritik dan saran dari
semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Kelompok 4
1
DAFTAR ISI
2
3.1.5 Evaluasi Keperawatan.......................................................................................... 27
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 28
4.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 28
4.2 Saran ............................................................................................................................ 28
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Berdasarkan hal tersebutlah penting kiranya bagi kita untuk lebih mengetahui dan
memahami konsep penyakit glaukoma serta bagaimana penyakit tersebut dapat terjadi, apa
penyebabnya dan bagaimana penanganannya.
Pada tahun 2010, di Asia Tenggara total penderita dengan glaucoma berkisar 4,25 juta
orang dengan populasi orang dengan umur di atas 40 tahun adalah 178 juta orang (Putri,
Sutyawan, & Triningrat, 2018). Data terakhir prevalensi glaucoma nasional menurut hasil Riset
Kesehatan Dasar pada tahun 2007 adalah sebesar 0,5% dari keseluruhan penduduk Indonesia
(Nugroho, Rahmi, & Nugroho, 2019). Dan untuk di Palembang khususnyadi Poliklinik Mata
Dr.Ak.Gani Palembang dari Bulan Januari-Desember tahun 2014 terdapat 53 pasien penderita
glaukoma. Sedangkan pada Bulan Januari-Maret tahun 2015 terdapat 33 pasien penderita
glaucoma (Wijaya, 2018). Sehubungan dengan begitu banyaknya kasus dan penderita penyakit
glaukoma, sehingga penulis tertarik untuk membuat asuhan keperawatan pada gangguan
pengelihatan : glaukoma.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
Untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah III yaitu: “Konsep Penyakit dan
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Glaukoma” serta dapat memahami asuhan keperawatan
pada pasien yang terkena penyakit tersebut dan untuk memberi pengetahuan kepada mahasiswa
mengenai bagaimana tindakan yang diberikan untuk pasien dengan masalah tersebut.
1.2.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi dari Glaukoma
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi dari Glaukoma
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami anatomi fisiologi dari Glaukoma
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patofisiologi dari Glaukoma
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami klasifikasi dari Glaukoma
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Glaukoma
7. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami komplikasi dari Glaukoma
8. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari Glaukoma
9. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami web of caution (WOC) dari Glaukoma
10. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari
Glaukoma
5
11. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan dari Glaukoma.
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari pembuatan makalah adalah Makalah ini sekiranya dapat dijadikan
sebagai sumber pengetahuan mengenai Konsep Asuhan Keperawatan Pasien dengan
Glaukoma serta dapat menambah wawasan mahasiswa/i keperawatan secara lebih dalam
mengenai Konsep Penyakitnya.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
7
b. Tekanan inttraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil
saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga penggaungan pada papil
saraf optik.
c. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut saraf
optik.
Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut (Ilyas, 2004) :
a. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliari
b. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata / di celah.
2.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, glaukoma dibedakan dalam:
a. Glaukoma primer, yaitu glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Umumnya
dibedakan menjadi glaukoma sudut tebuka dan glaukoma sudut tertutup.
b. Glaukoma sekunder, yaitu glaukoma yang disebabkan trauma sudut tertutup
c. Glaukoma kongenital.
Klasifikasi vaughen untuk glaukoma yaitu (Ilyas, 2010)
a. Glaukoma primer
1) Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simplek)
Glaukoma sudut terbuka sering juga disebut sebagai glaukoma simpleks atau glaukoma
kronik. Pada glaukoma ini perjalanan penyakit kronis dan dapat saja tanpa memperlihatkan
gejala yang dirasakan pasien dan berakhir denan kebutaan. Biasanya bila pasien dengan
glaukoma simpleks sudah mengeluh biasanya keadaan sudah lanjut. Untuk menghindarkan dari
kebutaan dari glaukoma simpleks ini diperlukan pemeriksaan rutin tekanan bola mata pada
penderita yang dicurigai adanya glaukoma atau mempunyai riwayat keluarga dengan
glaukoma. Gambaran klinis glaukoma simpleks tidak banyak memperlihatkan kelainan dari
luar. Tekanan bola mata selamnya diatas batas normal atau lebih besar dari 24mmHg dengan
pemeriksaan tonometer schiotz. Pada pemeriksaan funduskopi terlihat ekskavasi papil
glaukomatosa. Lapang pandangan memperlihatkan gambaran khusus kampus glaukoma seperti
melebarnya titik buta, skotoma bjerrum, dan skotoma tangga ronne. Pada pemeriksaan
gonioskopi akan terlihat sudut bilik mata yang terbuka lebar.
2) Glaukoma sudut sempit
Glaukoma sudut tertutup atau sempit adalah suatu keadaan dimana mata mudah mendapat
serangan glaukoma akibat adanya faktor predisposisi untuk terjadinya penutupan sudut bilik
8
mata. Faktor predisposisi glaukoma sudut tertutup adalah terdapatnya pupil yang bersandar erat
kebelakang atau lensa depan yang mengakibatkan sudut bilik mata jadi sempit. Keadaan ini
akan mengakibatkan blokade pengaliran cairan mata kebilik mata depan. Keadaan ini
ditemukan pada bola mata yang bersumbu pendek, fisiologik mempunyai lensa yang lebih
cembung daripada normal atau pada mata dengan hipermetropia yang memerlukan akomodasi
terus menerus sehingga lensa menjadi cembung. Pada sudut bilik mata yang telah berbakat
sempit, maka blokade pupil ini akan mengakibatkan pembendungan cairan mata pada sudut
bilik mata. Keadaan ini akan mengakibatkan peningkatan tekanan bola mata secara akut.
Glaukoma sudut tertutup yang pernah mengalami serangan akut akan memperlihatkan tanda-
tanda sisa serangan akut erupa katarak pungtata disiminata subkapsular anterior (katarak vogt),
pupil melebar dan iris atrofi.biasanya galukoma sudut tertutup akan memperlihatkan tanda-
tanda akut atau mata merah denga turunnya tajam pengelihatan mendadak.
b. Glaukoma kongenital
1) Primer atau infantile
2) Menyertai kelainan kongenital lainnya
Glaukoma kongenital, khususnya sebagai glaukoma infantil (buftalmos), adalah
glaukoma akibat penyumbatan pengaliran keluar cairan mata oleh jaringan sudut bilik mata
yang terjadi oleh adanya kelainan kongenital. Mungkin kelainan ini akibat terdapatnya
membran kongenital yang menutupi sudut bilik mata pada saat perkembangan bola mata,
kelainan pembentukan kanal schlemm, dan tidak sempurnanya pembentukan pembuluh darah
balik yang menampung cairan bilik mata keluar.
Akibat pembendungan cairan mata ini , tekanan bola mata meninggi pada saat bola mata
sedang dalam perkembangan sehingga selain ekskavasio papil bertambah, juga terjadi
pembesaran bola mata seperti kornea dan sklera yang disebut dengan buftalmos. Pada kornea
akan terjadi robekan membran descemet sehingga terjadi edema korne. Pasien akan mengeluh
silau dan bayi tersebut akan selalu menyembunyikan kepala dan matanya. Mata akan berair
akibat fotofobia. Sklera perikorneal menipis sehingga akan terlihat sklera berwarna biru. Bilik
mata dalam dengan iris tremulan dengan lensa yang meenipis dan memberikan gejala mata
menjadi lebih miopik. Akibat terjadi atrofi papil saraf optik, maka tajam pengelihatan ddaan
lapang pandangan menurun perlahan-lahan tanpa memperlihatkan kelainan mata luar.
Pengobatan glaukoma infantil adalah denagn pembedahan. Bentuk glaukoma kongenital lain
adalah glaukoma kongenital primer , dimana glaukoma bayi yang disertai dengan kelainan
9
kongenital lain pada sudut bilik mata seperti perlekatan atau gangguan pertumbuhan segmen
anterior mataa (anomali axenfeld).
c. Glaukoma sekunder
1) Perubahan lensa
2) Kelainan uvea
3) Trauma
4) Bedah
5) Rubesis
6) Streoid, Pemakaian kortokstreoid topikal ataupun sistemik dapat mencetuskan
glaukoma simpleks pada pasien yang berbakat untuk timbulnya glaukoma simpleks.
Pada pasien ini akan terjadi peninggian tekanan bola mata dengan keadaan mata yang
terlihat dari luar putih atau normal. Pasien akan memperlihatkan kelainan funduskopi
berupa ekskavasi papil glaukomatosa dan kelainan pada lapang pandangan.
Pemeriksaan tonografi akan terlihat penurunan pengeluaran cairan mata dari sudut bilik
mata. Bila steroid diberhentikan maka pengobatan glaukomanya masih diperlukan
sama seperti pengobatan pada glaukoma simpleks umumnya.
7) dll.
2.1.4 Patofisiologi
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor aqueus oleh
badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor aqueus melalui sudut
bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal schlemm dan keadaan tekanan episklera.
Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan dengan
tonometer schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg,
diperlukan evaluasi lebih lanjut. Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan
menyebabkan terhambatnya aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini
akan menimbulkan kerusakan fungsi secara bertahap.
2.1.5 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis dari glaukoma ini adalah :
a. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).
b. Pandangan kabur, melihat halo sekitar lampu.
c. Mual, muntah, berkeringat
d. Mata merah, hiperemia konjungtiva dan siliar
e. Visus menurun
10
f. Edema kornea.
g. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut terbuka.
h. Pupil lebar, lonjong , tidak ada refleks terhadap cahaya
i. TIO meningkat.
2.1.6 Komplikasi
Glaukoma absolute merupakan stadium akhir glaukoma (terbuka/tertutup) dimana sudah
terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada
glaukoma absolute kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi
glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering mata dengan buta ini
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya
glaukoma hemoragik. Pengobatan glaukoma absolute dapat dengan memberikan sinar beta pda
badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alkohol retrobulbar atau melakukan
pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
2.1.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
13
adalah sejumlah antioksidan, termasuk vitamin C, vitamin E, lutein, dan zeaxanthin, yang
mampu melindungi jaringan halus mata dari glaukoma dan penyakit mata lainnya.
2.1.9 Web Of Caution (WOC)
14
2.1.10 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita glaukoma, antara lain :
a. Oftalmoskopi : untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu retina, diskus optikus
macula dan pembuluh darah retina.
b. Tonometri : adalah alat untuk mengukur tekanan intraokuler, nilai yang mencurigakan
apabila berkisar antara 21-25mmHg dan dianggap patologi bila melebihi 25 mmHg
c. Perimetri : kerusakn nervus optikus memberikan gangguan lapang pandang yang khas
pada glaukoma, secara sederhana, lapang pandang dapat diperiksa dengan tes
konfrontasi.
d. Pemeriksaan ultrasonotrapi : adalah gelombang suara yang dapat digunakan untuk
mengukur dimensi dan struktur okuler.
2.1.10 Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier
Pencegahan glaukoma adalah upaya yang dilakukan masyarakat dalam mencegah
terjadinya penyakit glaukoma. Tingkat pencegahan ada tiga antara lain, primer, sekunder dan
tersier (Swanson & Nies, 1997). Pencegahan primer dilakukan dilakukan sebelum terjadinya
penyakit. Pencegahan sekunder berhubungan dengan skrining untuk mendeteksi penyakit pada
tahap awal. Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah keparahan penyakit, dengan tujuan
tidak menimbulkan suatu ketidakmampuan pada individu (Susanto, 2012).
1) Pencegahan primer
Pencegahan primer penyakit glaukoma adalah dengan meningkatkan pengetahuan
mengenai penyakit glaukoma, menjaga kesehatan mata dan menjalani pola hidup sehat.
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan tersier penyakit glaukoma dapat dilakukan dengan melakukan skrining mata,
pemeriksaan mata pada usia diatas 40 tahun dan pemeriksaan mata lebih lanjut pada kelompok
berisiko seperti hipertensi, diabetes millitus, penggunaan kortikosteroid dalam jangka panjang
dan riwayat keluarga dengan penyakit glaukoma.
3) Pencegahan tersier
Pencegahan tersier penyakit glaukoma adalah pencegahan adanya proses kebutaan yang
lebih parah lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan memakaikan obat yang teratur untuk mencegah
kebutaan yang lebih parah lagi.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain adalah :
a. Mendapatkan informasi mengenai penyakit glaukoma Informasi kesehatan yang
didapatkan bisa berupa dari media informasi (televisi, radio dan buku), penyuluhan
15
kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Dengan mendapatkan informasi
kesehatan maka masyarakat dapat memiliki pengetahuan tentang glaukoma, faktor
risiko, penyebab dan pemeriksaan yang bisa dilakukan (De-Gaulle & Dako-Gyeke,
2016).
b. Menjaga kesehatan mata Menjaga kesehatan mata sangat penting dilakukan sebagai
upaya pencegahan penyakit glaukoma. Hal – hal yang perlu dilakukan dalam menjaga
kesehatan mata dengan menjaga jarak pandang mata saat membaca buku,
menggunakan obat saat sakit mata dengan benar sesuai resep dokter, menjaga jarak saat
melihat television, handphone, dan mengkonsumsi makanan yang dapat meningkatkan
kesehatan mata (Hubley & Gilbert, 2006). Rutin melakukan pemeriksaan pada mata
c. Rutin memeriksakan mata sangat penting untuk mengetahui kesehatan mata. Hal ini
dapat mengetahui kemungkinan penyakit yang terjadi pada mata. Pemeriksaan
kesehatan mata diharuskan ke dokter spesialis mata agar hasil yang didapat lebih akurat
dan pengobatan yang dilakukan benar benar sesuai kondisi yang dialami. Pemeriksaan
pada mata dapat memberikan gambaran seberapa luas kerusakan mata yang terjadi. Hal
ini berbanding terbalik dengan jarang melakukan atau bahkan tidak pernah melakukan
pemeriksaan pada mata. Tidak pernahnya melakukan pemeriksaan pada mata maka
tidak akan mengetahui kerusakan mata yang sudah parah sehingga pengobatan yang
dilakukan kurang optimal (Hatt et al, 2006).
d. Melakukan pemeriksaan mata pada usia diatas 40 tahun Memeriksakan mata pada
dokter mata dapat mengetahui kesehatan mata. Pentingnya pemeriksaan mata pada usia
240 tahun dikarenakan pada usia tersebut terjadi penurunan fungsi mata. Sehingga,
pentingnya pemeriksaan mata yang dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi
kesehatan mata dan pengobatan yang dapat dilakukan sesuai dengan prognosis dari
kondi tersebut (Al-Aswad et al, 2017). Melakukan pemeriksaan mata pada orang yang
resiko
e. Melakukan pemeriksaan pada kelompok berisiko seperti hipertensi, diabetes militus,
usia 240 tahun, keluarga yang pernah mengalami penyakit glaukoma dan konsumsi obat
kortikosteroid dalam jangka panjang. Kelompok tersebut dapat memiliki risiko
mengalami glaukoma jadi dibutuhkan pemeriksaan pada mata (Shakya-Vaidya et al.
2013 ; Jin et al, 2014 ; Surekha et al, 2012 ; Gongcalves et al. 2013; McMonnies, 2016
).
16
f. Melakukan pola hidup sehat Melakukan pola hidup sehat seperti makan makanan yang
sehat, rajin berolahraga dan dapat memenejemen stress. Salah satu melakukan pola
hidup sehat adalah dengan menjaga atau mengontrol tekanan darah dalam batasan yang
normal. Hal ini dikarenakan tekanan darah sangat mempengaruhi kesehatan mata
sehingga perlunya menjaga tekanan darah (Pasquale & Kang, 2009).
17
BAB III
PEMBAHASAN
20
2. Data Subjektif : TIO meningkat Penurunan persepsi
↓
• Menyatakan penglihatan sensori penglihatan
Gangguan saraf optik
kabur tidak jelas ↓
Perubahan penglihatan
• penurunan area perifer
penglihatan. ↓
Penurunan persepsi
Data Objektif : sensori penglihatan
• Pemeriksaan lapang
pandang menurun.
• Penurunan kemampuan
identifikasi lingkungan
(benda, orang, tempat
3. Data Subjektif : TIO meningkat Cemas
↓ Ansietas
• Mengatakan takut Gangguan saraf optik
dioperasi ↓
Perubahan penglihatan
• Sering menanyakan perifer
tentang operasi ↓
Cemas
Data Objektif : Ansietas
• Perubahan tanda vital
peningkatan nadi,
tekanan darah, frekuensi
pernapasan
• Tampak gelisah, wajah
murung, sering melamun
4. Data Subjektif : Peningkatan tekanan Risiko Cedera
vitreus
• Mengatakan ↓
nyeri/tegang. Pergerakan iris kedepan
↓
Data Objektif : TIO meningkat
• Gelisah, kecenderungan ↓
Tindakan operasi
memegang daerah mata. ↓
trabekulectomy
↓
Resiko Cedera
21
3.1.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan. Tahap
perencanaan memberikan kesempatan kepada perawat, pasien, dan orang terdekat untuk
mengatasi masalah pasien dan membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan (Doenges, dkk,
2010). Unsur-unsur pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut:
a. Memprioritaskan masalah, yaitu menentukan masalah apa yang memerlukan perhatian
atau prioritas masalah yang ditemukan.
b. Merumuskan tujuan, yaitu yang ditetapkan, harus jelas, dapat diukur, dan realistis
dengan menggunakan metode SMART, yaitu spesifik (berfokus pada pasien),
measurable (dapat diukur), reasonable (sesuai dengan kenyataan), dan time (waktu).
c. Menentukan tindakan keperawatan, yaitu perawat mempertimbangkan beberapa
alternatif tindakan yang mungkin berhasil atau mengurangi dan memecahkan masalah.
d. Rasionalisasi yaitu alasan dari adanya atau dilakukannya tindakan keperawatan.
e. Menentukan kriteria hasil yang merupakan tolak ukur keberhasilan tindakan
keperawatan. Perencanaan tindakan keperawatan pada pasien yang menjalani post op
laparatomi dengan indikasi ulkus peptikum (perforasi gaster) yang diambil penulis dari
perencanaan.
Tabel Rencana Asuhan Keperawatan
22
5. Perubahan posisi untuk 1. Mampu mengontrol 3. Kontrol lingkungan yang
menghindari nyeri nyeri (tahu dapat mempengaruhi nyeri
6. Melaporkan nyeri secara penyebab nyeri, seperti suhu ruangan,
verbal mampu pencahayaan dan
7. Gangguan tidur menggunakan kebisingan
8. Mengekspresikan perilaku tehnik non 4. Kaji tipe dan sumber nyeri
(gelisah, merengek, farmakologi untuk untuk menentukan
menangis) mengurangi nyeri, intervensi
9. Dilatasi pupil mencari bantuan) 5. Berikan analgetik untuk
10. Indikasi nyeri yang daapat 2. Melaporkan bahwa mengurangi nyeri.
diamati nyeri berkurang 6. Gunakan teknik
dengan komunikasi terapeutik
menggunakan untuk mengetahui
menejemen nyeri pengalaman nyeri pasien
3. Mampu mengenali 7. Kaji kultur yang
nyeri ( skala mempengaruhi respon
intensitas, frekuensi nyeri
dan tanda nyeri) 8. Evaluasi pengalaman
4. Menyatakan rasa 9. nyeri tidak berhasil
nyaman setelah 10. Monitor penerimaan
nyeri berkurang. pasien tentang manajemen
nyeri.
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
23
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur.
2. Penurunan persepsi sensori : Setelah dilakukan Aktivitas-aktivitas :
pengelihatan berhubungan tindakan keperawatan 1. Kaji ketajaman
dengan penurunan tajam selam 1 x 24 jam pengelitahan klien.
pengelihatan dan kejelasan diharapkan nyeri 2. Dekati klien dari sisi yang
pengelihatan berkurang. Klien dapat sehat.
Batasan karakteristik : melaporkan 3. Identifikasi alternatif
• Menyatakan pengelihatan kemampuan yang lebih untuk optimalisasi sumber
kabur, tidak jelas, baik untuk proses rangsangan.
• Penurunan area pengelihatan. rangsang pengelihatan 4. Sesuaikan lingkungan
• Pemeriksaan lapang pandang dan untuk optimalisasi
menurun mengkomunikasikan pengelihatan.
24
2. Klien c. Berikan pencahayaan
mengidentifikasi cukup
dan menunjukkan d. Letakkan alat
pola-pola alternatif ditempat yang tetap
untuk meningkatkan e. Hindari cahaya yang
penerimaan menyilaukan
rangsang 5. Anjurkan penggunaan
pengelihatan. alternatif rangsang
3. Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan Aktivitas-aktivitas :
faktor fisiologis, perubahan tindakan keperawatan 1. Identifikasi tingkat
status kesehatan, adanya nyeri, selam 1 x 24 jam kecemasan
kemungkinan/ kenyataaan diharapkan nyeri 2. Jelaskan semua prosedur
kehilangan pengelihatan ditandai berkurang. dan apa yang dirasakan
dengan ketakutan, ragu-ragu, Tujuan : selama prosedur
menyatakan masalah tentang • Anxiety self- 3. Dorong keluarga untuk
perubahan kejadian hidup control menemani pasien
Batasan karakteristik : • Anxiety level 4. Dorong pasien untuk
• Gelisah • Coping mengungkapkan perasaan,
• Tampak waspada Kriteria Hasil : ketakutan, persepsi
• Agitasi 1. Klien mampu 5. Bantu pasien mengenali
25
• Peningkatan keringat, denyut 4. Postur tubuh,
nadi dan frekuensi ekspresi wajah,
pernapasan bahasa tubuh dan
• Penurunan lapang persepsi tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.
4. Resiko Cedera Setelah dilakukan Aktivitas-aktivitas.
Berhubungan dengan tindakan keperawatan Infection Control :
peningkatan TIO, perdarahan selam 1 x 24 jam 1. Sediakan lingkungan yang
dan kehilangan viterus. diharapkan nyeri aman bagi pasien
Batasan karakteristik : berkurang. 2. Menghindarkan
• Biologis (mikroorganisme) Tujuan : lingkungan yang
• Zat kimia 1. Risk control berbahaya
• Manusia (mis, agens Kriteria Hasil : 3. Memindahkan barang-
nosokomial, pola ketegangan, 1. Klien terbebas dari barang yang dapat
atau faktor kognitif, afektif, cedera membahayakan
psikomotor) 2. Klien mampu 4. Mengajurkan keluarga
26
5. Menggunakan
fasilitas kesehatan
yang ada
6. Mampu mengenali
perubahan status
kesehatan
3.1.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan.
Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Pada tahap ini perawat menggunakan semua kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan
tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien.
3.1.5 Evaluasi Keperawatan
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan
memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. (Tarwoto & Wartonah,
2011). Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi atau muncul
masalah baru adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil
yang telah di tetapkan.
Format evaluasi mengguanakan :
S : subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diperbaiki
O : objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran,
yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan tindakan
A : analisa adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan
kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum teratasi,
masalah teratasi sebagian, atau muncul masalah baru.
P : planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan
tercapai.
27
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Glaukoma merupakan penyakit yang dapat mengakibatkan kerusakan pada saraf optik.
Kerusakan pada saraf optic ini akan menyebabkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang
pandang, yang diakibatkan oleh tingginya tekanan bola mata seseorang. Glaucoma dibagi
menjadi tiga jenis yaitu glaucoma primer, galukoma sekunder, dan glaucoma konginetal.
Penyebabnya bisa bermacam-macam antara lain yaitu, usia, trauma pada mata, keturunan,
pekerjaan, dan kerusakan saraf pada mata. Diagnosis yang dapat diangkat untuk pasien dengan
gloukoma ini antaralain, nyeri akut, risiko cedera, ansietas, isolasi social.
Jadi dapat disimpulkan glaucoma adalah penyakit saraf optik yang berkaitan erat dengan
peningkatan tekanan di dalam bola mata diatas 21 mmhg dan kelainan berupa. Berkurangnya
lapangan pandang yang sesuai dengan tampilan penggangguan saraf optik. Glaucoma terjadi
akibat kerusakan saraf optik yang terjadi melalui mekanisme. Akibat tekanan intraokular yang
tinggi dan atau adanya iskemia sel akson saraf akibat tekanan Intravaskular maupun
insufisiensi vaskular. Kebutuhan pada penderita glaucoma yang Pertama kali didiagnosis dapat
dipengaruhi kebiasaan pemeriksaaan kesehatan termasuk Pemeriksaan mata / visus secara
teratur.
4.2 Saran
Semoga asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai bahan referensi yang berkaitan
dengan asuhan keperawatan Glaukoma sehingga dapat menambah pengetahuan bagi
mahasiswa, khususnya mahasiswa di fakultas ilmu kesehatan. Sebagai tambahan informasi dan
bahan kepustakaan dalam pemberian asuhan keperawatan dengan Glaukoma.
28
DAFTAR PUSTAKA
Brunner . 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta :EGC
Tamsuri, Anas. 2010. Klien Gangguan Mata dan Pengelihatan : Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Amin, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction
Nugroho, J. J., Rahmi, F. L., & Nugroho, T. (2019). HUBUNGAN JENIS TERAPI DENGAN
KUALITAS HIDUP PASIEN GLAUKOMA. JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO, 8(2),
747-757.
Putri, P. G., Sutyawan, I. E., & Triningrat, A. P. (2018). Karakteristik penderita glaukoma
primer sudut tertutup di divisi glaukoma di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar periode 1 januari 2014 hingga 31 desember 2014. E-Jurnal Medkia, 7(1), 16-21.
29