Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

S
DENGAN KATARAK

Preseptor Akademik: R.A. Gabby Novikadarti Rahmah, S.Kep., Ns., M.Kep


Preseptor Klinik: Ugik Wigiatmoko, A.Md.Kep

STASE KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun Oleh :
Zenita Indra Ramadhita
I4051231049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-NYA, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan akhir
Gerontik yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. S Dengan Katarak
Stase Keperawatan Gerontik”.

Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini, penulis banyak mendapat


bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. R.A. Gabby Novikadarti Rahmah, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku koordinator


matakuliah keperawatan gerontik serta Pembimbing Akademik stase
keperawatan gerontik Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
2. Ugik Wigiatmoko, A.Md. Kep. selaku pembimbing klinik UPT Panti
Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Mulia Dharma Provinsi Kalimantan Barat.
3. Tn. S selaku klien binaan.
4. Rekan-rekan satu kelompok serta teman-teman Profesi Ners Angkatan IX
yang telah mendukung dan memotivasi dalam penyusunan laporan asuhan
keperawatan gerontik ini.

Saya berharap laporan akhir ini dapat bermanfaat dan memberikan


kontribusi dalam pembelajaran Asuhan Keperawatan khususnya pada Stase
Keperawatan Gerontik. Untuk kesempurnaan dari laporan ini, maka segala saran
dan kritikan yang membangun dari pembaca sangat Saya butuhkan sebagai bahan
masukan untuk perbaikan laporan ini.

Pontianak, 12 Januari 2024

Zenita Indra Ramadhita

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................2
1.3 Manfaat......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................3
2.1 Pengertian Lansia......................................................................................3
2.2 Pengertian Katarak....................................................................................3
2.3 Etiologi......................................................................................................4
2.4 Tanda dan Gejala.......................................................................................5
2.5 Patofisiologi...............................................................................................5
2.6 Pathway.....................................................................................................7
2.7 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................8
2.8 Penatalaksanaan.........................................................................................8
2.9 Komplikasi................................................................................................9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................10
3.1 Pengkajian...............................................................................................10
3.2 Analisa Data............................................................................................18
3.3 Rencana Keperawatan.............................................................................19
3.4 Implementasi dan Evaluasi......................................................................22
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................30
4.1 Hasil dan Pembahasan.............................................................................30
4.2 Hambatan.................................................................................................31
BAB V PENUTUP................................................................................................32
5.1 Kesimpulan..............................................................................................32
5.2 Saran........................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................33

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak adalah proses degeneratif berupa kekeruhan di lensa bola mata
sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan penglihatan sampai kebutaan.
Kekeruhan ini disebabkan oleh terjadinya reaksi biokimia yang menyebabkan
koagulasi protein lensa (Kementrian Kesehatan RI, 2019). Sedangkan menurut
Ilyas (2017) katarak adalah kekeruhan pada lensa mata akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat dari kedua-
duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
Katarak merupakan penyebab paling banyak kebutaan di dunia
khususnya pada usia 50 tahun ke atas, lebih dari 15 juta orang atau 45% dari
33,6 juta angka kebutaan di dunia diakibatkan oleh katarak (Blindness and
Vision Impairment Collaborators & Vision Loss Expert Group of the Global
Burden of Disease Study, 2021). Menurut World Health Organization (2022)
sebanyak 30% kasus kebutaan di dunia yang disebabkan oleh katarak berasal
dari Asia Tenggara.
Berdasarkan survey dari Rapid Assessment of Avoidable Blindness
(RAAB) katarak menyebabkan 77,7% penduduk Indonesia menderita kebutaan
dan sebesar 1,9% penduduk Indonesia berusia lebih dari 50 tahun kehilangan
penglihatan akibat katarak (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Berdasarkan temuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018)
melaporkan bahwa 0,3% penduduk Bali mengalami kebutaan dan 78,0%
disebabkan oleh katarak (Kemenkes RI, 2018). Data kasus katarak di Rumah
Sakit Mata Bali Mandara mengalami peingkatan setiap tahunnya; pada tahun
2019, terdapat 1.251 pasien, dan pada tahun 2020, terdapat 1.428 pasien. Jika
melihat pasien berdasarkan usia, rentang usia 60-75 tahun adalah usia yang
paling banyak ditemukan pasien katarak (67,8%) (Rumah Sakit Mata Bali
Mandara, 2021).

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada lansia dengan diagnosa
medis katarak di UPT Panti Sosial Rehabilitasi Lanjut Usia Mulia
Dharma Provinsi Kalimantan Barat.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia binaan dengan
masalah katarak dengan pendekatan evidence based practice.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Hasil laporan akhir ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep praktik
keperawatan gerontik terutama tentang intervensi keperawatan pada
klien lansia dengan katarak.
1.3.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menyumbangkan
pemikiran terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan masalah
asuhan keperawatan klien lansia dengan katarak. Selanjutnya hasil
penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi penyusunan program
pemberian asuhan keperawatan pada lansia dengan katarak di panti
rehabilitasi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Lansia


Proses penuaan biasa ditandai dengan terjadinya perubahan pada
beberapa organ dan sistem yang disebut dengan gejala perubahan fisiologis.
Perubahan yang terjadi dapat mengakibatkan fungsi tubuh menurun dalam
beraktivitas. Lansia adalah perkembangan kehidupan manusa yang
merupakan tahap akhir dimana dalam proses alami yang tidak bisa dihindari
oleh seseorang (Annisa & Ifdil, 2016).
Lanjut usia ialah keadaan ketidaksanggupan seseorang dalam
memberikan ketahanan keseimbangan pada kondisi stres fisiologis, karena
dalam faktor tertentu lansia bisa saja tidak bisa memenuhi kebutuhan
dasarnya baik secara rohani, sosial, maupun jasmani. Perubahan secara
fisiologis maupun psikososial dapat menyebabkan pada psikologis maupun
fisik untuk mengalami masalah kesehatan (Wibowo, 2018).
Lansia merupakan seseorang yang usianya mencapai 60 tahun ke atas
baik perempuan maupun laki-laki. Lanjut usia adalah sekelompok usia
seseorang yang dimana memasuki tahap akhir dari fase dalam kehidupannya
dan merupakan proses rangsangan dalam menghadapi menurunnya daya
tahan tubuh dari luar dan dalam tubuh (Putri, 2018).

2.2 Pengertian Katarak


Katarak adalah proses degeneratif berupa kekeruhan di lensa bola mata
sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan penglihatan sampai
kebutaan. Kekeruhan ini disebabkan oleh terjadinya reaksi biokimia yang
menyebabkan koagulasi protein lensa (Kemenkes, 2019). Sedangkan menurut
Ilyas (2017) katarak adalah kekeruhan pada lensa mata akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat dari kedua-
duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
Kekeruhan pada lensa akan mengakibatkan lensa menjadi tidak transparan,
sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Lensa mata yang keruh

3
menyebabkan cahaya yang masuk ke dalam mata dapat terpencar dan
mengakibatkan penglihatan kabur.

2.3 Etiologi
Menurut Tamsuri (2016) etiologi katarak adalah:
a. Trauma Mata
Trauma mata mengakibatkan terjadinya erosi epitel pada lensa, pada
keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa mencembung dan
mengeruh.
b. Umur
Proses penuaan menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh,
umumnya terjadi pada umur diatas 50 tahun.
c. Genetika
Kelainan kromosom mampu memengaruhi kualitas lensa mata sehingga
dapat memicu katarak.
d. Diabetes Melitus
Diabetes melitus menyebabkan kadar sorbitol berlebih (gula yang
terbentuk dari glukosa) yang menumpuk dalam lensa dan akhirnya
membentuk kekeruhan lensa.
e. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan konformasi struktur perubahan protein dalam
kapsul lensa sehingga dapat menyebabkan katarak.
f. Merokok
Merokok dapat mengubah sel-sel lensa melalui oksidasi dan
menyebabkan akumulasi logam berat seperti cadmium dalam lensa
sehingga dapat memicu katarak.
g. Alkohol
Alkohol dapat mengganggu homeostasis kalsium dalam lensa sehingga
menyebabkan kerusakan membran dan dapat memicu katarak.
h. Radiasi Ultraviolet
Sinar ultraviolet mampu merusak jaringan mata, saraf pusat penglihatan,
dan dapat merusak bagian kornea dan lensa sehingga dapat menyebabkan
katarak.

4
2.4 Tanda dan Gejala
Menurut Kemenkes (2019) tanda dan gejala katarak adalah:
a. Penglihatan akan suatu benda atau cahaya menjadi kabur dan buram.
b. Bayangan benda terlihat seperti bayangan semu atau seperti asap.
c. Kesulitan melihat ketika malam hari.
d. Bayangan cahaya yang ditangkap seperti sebuah lingkaran.
e. Membutuhkan pasokan cahaya yang cukup terang untuk membaca atau
beraktifitas lainnya.
f. Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena merasa sudah tidak
nyaman menggunakannya.
g. Warna cahaya memudar dan cenderung berubah warna saat melihat,
misalnya cahaya putih yang ditangkap menjadi cahaya kuning.
h. Jika melihat hanya dengan satu mata, bayangan benda atau cahaya
terlihat ganda.

2.5 Patofisiologi
Katarak dapat disebabkan oleh trauma mata, usia (penuaan), genetik,
diabetes melitus, hipertensi, merokok, dan alkohol. Trauma mata dapat
menyebabkan lensa secara bertahap kehilangan air sehingga metabolit larut
air masuk ke sel pada nukleus lensa. Korteks lensa lebih banyak terhidrasi
daripada nukleus lensa sehingga lensa keruh. Sudut bilik mata depan menjadi
sempit dan aliran Chamber Oculi Anterior tidak lancar membuat tekanan
intraokular meningkat sehingga terjadi glaukoma dan kebutaan. Usia
(penuaan) dapat menyebabkan korteks memproduksi serat lensa baru yang
akan ditekan menuju sentral sehingga lensa melebar, hilang transparasi, dan
terjadi kekeruhan lensa. Sinar yang masuk tidak sampai ke retina sehingga
bayangan menjadi kurang jelas pada malam hari (Tamsuri, 2017).
Genetik dapat menyebabkan kelainan kromosom sehingga
mempengaruhi kualitas serat lensa. Serat lensa mengalami denaturasi dan
koagulasi sehingga menyebabkan kekeruhan pada lensa dan terjadi katarak.
Diabetes melitus dapat menyebabkan sorbitol menumpuk di dalam lensa dan

5
menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan lensa membuat sinar yang masuk
ke kornea menjadi semu. Otak mempresentasikan sebagai bayangan berkabut
sehingga pandangan menjadi berkabut (Kemenkes, 2019).
Hipertensi dapat menyebabkan ketidakseimbangan metabolisme protein
lensa. Protein lensa mengalami denaturasi dan terkoagulasi sehingga terjadi
kekeruhan lensa. Protein lensa akan terputus disertai influx air ke lensa
sehingga menghambat jalan cahaya ke retina dan pandangan menjadi kabur.
Merokok dan alkohol dapat menyebabkan selsel lensa mengalami oksidasi
sehingga cadmium dan kalsium menumpuk pada lensa dan terjadi kekeruhan
lensa (Tamsuri, 2017).

6
2.6 Pathway

(Referensi: Tamsari, 2017; SDKI, 2017; SIKI, 2018; SLKI, 2019;


Kemenkes, 2019)

7
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan lapang
pandang, misalnya dengan melihat huruf pada jarak 6 meter yang biasanya
memberikan hasil terdapatnya penurunan ketajaman penglihatan. Selain itu
terdapat pemeriksaan dengan menggunakan senter yang diarahkan pada
samping mata, yang akan memperlihatkan kekeruhan pada lensa mata yang
berbentuk seperti bulan sabit (shadow test positive). Pemeriksaan tambahan
lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan dengan alat slit lamp hingga
pemeriksaan oftalmoskopi pada daerah retina. Hal ini dilakukan bila dicurigai
adanya kelainan tambahan di berbagai organ lain dalam mata (Istiqomah,
2017).

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan katarak yaitu dengan teknik pembedahan. Pembedahan
dapat dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan
penyulit seperti glaukoma dan uveitis. Ada beberapa jenis operasi yang dapat
dilakukan. Menurut Jannah (2014) jenis operasi yang dapat dilakukan yaitu:
a. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) yaitu pengangkatan lensa dari
mata secara keseluruhan, termasuk kapsul lensa dikeluarkan secara utuh.
Operasi ini dapat dilakukan pada zonula zin yang telah rapuh atau telah
terjadi degenerasi serta mudah diputus, hanya digunakan pada katarak
matur atau luksasio lentis. Ekstraksi katarak intrakapsular ini tidak boleh
dilakukan pada klien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamentum kialoidea kapsuler.
b. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK) yaitu tindakan pembedahan
pada lensa katarak, dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan
memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa atau
korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Teknik ini bisa
dilakukan pada semua stadium katarak kecuali pada luksasio lentis.

8
Pembedahan ini memungkinkan diberi intra okuler lensa (IOL) untuk
pemulihan visus.
c. Small Incision Cataract Surgery (SICS) yaitu upaya untuk mengeluarkan
nukleus lensa dengan panjang sayatan sekitar 5-6 mm, dengan inovasi
peralatan yang lebih sederhana, seperti anterior chamber maintainer
(ACM), irigating vectis, nucleus cracer, dan lainlain.
d. Fakoemulsifikasi yaitu teknik operasi yang tidak berbeda jauh dengan
cara ekstraksi katarak intrakapsular, tetapi nukleus lensa diambil dengan
alat khusus yaitu emulsifier. Dibanding ekstraksi katarak intrakapsular,
irisan luka operasi ini lebih kecil sehingga setelah diberi intra okuler
lensa (IOL) rehabilitasi virus lebih cepat.

2.9 Komplikasi
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaukoma
dan uveitis. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola
mata meningkat sehingga terjadi kerusakan pada saraf mata dan
menyebabkan turunnya fungsi penglihtan. Jika tidak diobati, glaukoma bisa
mengakibatkan kebutaan yang tetap. Uveitis adalah peradangan pada jaringan
uvea akibat infeksi, trauma, neoplasia, atau proses autoimun (Ilyas, 2016).

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
1. Riwayat Klien/ Data Biologis
Nama :
Alamat :
Telp. :
Umur :
Jenis Kelamin :
Suku :
Agama :
Status Perkawinan :
Pendidikan :
Alamat :
Orang yang paling muah dihubungi :
2. Status Kesehatan Saat ini :
a. Status Kesehatan umum selama 1 tahun yang lalu :

b. Status Kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu :

c. Keluhan Utama saat ini :

P:
Q:
R:
S:
T:

3. Riwayat Kesehatan Yang lalu

10
a. Penyakit yang pernah diderita :
b. Riwayat alergi ( obat, makanan, binatang, debu dll ) :
c. Riwayat kecelakaan :
d. Riwayat pernah dirawat di RS :
e. Riwayat pemakaian obat :
4. Riwayat kesehatan keluarga :
5. Tinjauan Sistem
Jelaskan tentang kondisi system-sistem dibawah ini yang terdapat pada klien
a. Keadaan Umum

b. Sistem Pernafasan

c. Sistem Kardiovaskuler

d. Sistem Gastrointestinal

e. Sistem Perkemihan

f. Sistem Genitoreproduksi (Pria/wanita)

g. Sistem Muskuloskeletal

h. Sistem saraf pusat

11
i. Sistem Endokrin

j. Sistem Integumen

k. Sistem Persepsi Sensoris

6. Pengkajian Psikososial dan Spiritual

a. Identifikasi Masalah Emosional


PERTANYAAN TAHAP 1
1) Apakah klien mengalami sukar tidur?
2) Apakah klien sering gelisah?
3) Apakah klien sering murung dan menangis sendiri?
4) Apakah kllien sering was-waas atau khawatir?
Lanjutkan pertanyaan ke tahap 2 apabila lebih dari atau sama dengan 1 jawaban
YA

PERTANYAAN TAHAP 2

5) Keluhan dirasakan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam 1 bulan?
6) Ada masalah atau banyak pikiran?
7) Ada gangguan/ masalah dengan keluarga lain?
8) Menggunakan obat tidur/ penenang atas anjuran dokter?
9) Cenderung mengurung diri?
Bila lebih dari atau sama dengan 1 jawaban “YA” MASALAH EMOSIONAL
POSITIF

b. Spiritual

12
7. Pengkajian status Fungsional
KATZ Indeks
No Aktivitas Mandiri Tergantung
1 Mandi

Mandiri :

Bantuan hanya pada satu bagian mandi ( seperti punggung atau


ekstremitas yang tidak mampu ) atau mandi sendiri sepenuhnya

Tergantung :

Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk


dan keluar dari bak mandi, serta tidak mandi sendiri

2 Berpakaian

Mandiri :

Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,


melepaskan pakaian, mengancingi/mengikat pakaian.
Tergantung :

3 Ke Kamar Kecil

Mandiri :

Masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian


membersihkan genetalia sendiri

Tergantung :

Menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan


4 Berpindah
menggunakan pispot

Mandiri :

Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari


kursi sendiri

Bergantung :

Bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi,
tidak melakukan satu, atau lebih perpindahan

13
5 Kontinen

Mandiri :

BAK dan BAB seluruhnya dikontrol sendiri

Tergantung :

Inkontinensia parsial atau total; penggunaan


6 Makan
kateter,pispot, enema dan pembalut ( pampers )

Mandiri:

Mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri

Bergantung :

Bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan


menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan parenteral (
NGT )

Keterangan :

Beri tanda ( v ) pada point yang sesuai kondisi klien

Analisis Hasil :

a. Nilai A : Kemandirian dalam hal makan, kontinen ( BAK/BAB ), berpindah,


kekamar kecil, mandi dan berpakaian.
b. Nilai B : Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut
c. Nilai C : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
d. Nilai D : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, dan satu
fungsi tambahan
e. Nilai E : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
kecil,dan satu fungsi tambahan.
f. Nilai F : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan
g. Nilai G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut

14
8. Pengkajian status mental Lansia
Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Portable Mental
Status Quesioner (SPMSQ)
No Item Pertanyaan Benar Salah
1 Jam berapa sekarang ?
Jawab
2 Tahun berapa sekarang ?

3 Kapan Bapak/Ibu lahir?

4 Berapa umur Bapak/Ibu sekarang ?

5 Dimana alamat Bapak/Ibu sekarang ?

6 Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama

Bapak/Ibu?
7 Siapa nama anggota keluarga yang tinggal bersama

Bapak/Ibu ?
8 Tahun berapa Hari Kemerdekaan Indonesia ?

Jawab :
9 Siapa nama Presiden Republik Indonesia sekarang ?

10 Coba hitung terbalik dari angka 20 ke 1 ?

Jawab
JUMLAH

Interpretasi hasil :

a. Salah 0-3 : Fungsi Intelektual Utuh


b. Salah 4 -5 : Kerusakan Intelektual Ringan
c. Salah 6 – 8 : Kerusakan Intelektual sedang
d. Salah 9 – 10 : Kerusakan Intelektual Berat

15
MINI-MENTAL STATE EXAM (MMSE)

Nama Pasien:………………..( Lk / Pr ) Umur:………………Pendidikan……...........


……Pekerjaan:........…………

Riwayat Penyakit: Stroke( ) DM( ) Hipertensi( ) Peny.Jantung( ) Peny.


Lain…................…………………..
Pemeriksa:…………………………….. Tgl ………………
Nilai Nilai
Item Tes maks

ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? 5 ---
2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), 5 ---
(lantai/kamar)
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda ( jeruk, uang, mawar), tiap benda 1 3 ---
detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk
tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan
dengan benar dan catat jumlah pengulangan
ATENSI DAN KALKULASI
4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. 5 ---
Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “
WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan;
misalnya uyahw=2 nilai)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3 ---
BAHASA
6 Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan ( pensil, arloji) 2 ---
7 Pasien diminta mengulang rangkaian kata :” tanpa kalau dan atau tetapi 1 ---

8 Pasien diminta melakukan perintah: “ Ambil kertas ini dengan tangan 3 ---
kanan, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”.
9 Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “Angkatlah tangan kiri 1 ---
anda”
10 Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1 ---
11 Pasien diminta meniru gambar di bawah ini 1 ---

Skor Total 3 ---


0
Interpretasi Hasil :

>23: Aspek kognitif dari fungsi mental Baik


18 -22 : Kerusakan aspek fungsi mental ringan

16
≤ 17 : Terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat

FALL RISK ASSESSMENT TOOL


MORSE FALL SCALE

FAKTOR RESIKO SKALA POIN SKOR


Riwayat jatuh o Ya 25
o Tidak 0
Diagnosis sekunder (≥ 2 o Ya 15
diagnosis medis) o Tidak 0
Alat bantu o Berpegangan pada perabot 30
o Tongkat/ alat penopang 15
o Tidak ada/ kursi roda/ perawat/ 0
tirah baring
Terpasang infus o Ya 20
o Tidak 0
Gaya berjalan o Terganggu 20
o Tidak 0
Status mental o Sering lupa atas keterbatasan 15
yang dimiliki
o Sadar akan kemampuan diri 0
sendiri
Total

Keterangan:
Tingkat resiko Skor morse Tindakan
Resiko rendah 0-24 Tidak ada tindakan
Resiko sedang 25-44 Pencegahan jatuh standar
Resiko tinggi ≥ 45 Pencegahan jatuh resiko
tinggi

17
3.2 Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1

18
3.3 Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI
HASIL

19
20
21
3.4 Implementasi dan Evaluasi
TGL DX JAM IMPLEMENTASI EVALUASI TTD

22
23
24
25
26
27
28
29
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan


Klien dengan inisial Tn. S berusia 106 tahun. Keadaan umum klien
lemah, kesadaran CM (GCS 15). Klien mengatakan memiliki riwayat kanker
usus dan magh. Hasil pemeriksaan fisik pada system pernafasan, hasil tidak
terdapat penggunaan otot bantu napas, batas paru normal, terdengar sonor
pada seluruh lapang paru, tidak teraba adanya masa maupun nyeri tekan dan
terdengar suara vesikuler di seuruh lapang paru.
Sistem kardiovaskuler, ictus cordis tidak tapak jelas, tidak terdapat
peningkatan JVP, batas jantung normal, tidak terdapat pembesaran perubahan
ukuran jantung, tidak teraba adanya masa dan nyeri tekan, pulsasi nadi baik,
akral teraba hangan, CRT <3 detik, terdengar S1S2 tunggal regular. Sistem
gasrtrointestinal, tidak tampak adanya lesi, tidak tampak adanya caput
medussae pada area abdomen, bising usus 22x/menit, tidak terdapat
pembesaran tonsil, tidak terdapat tegang abdomen, perut kembung terdapat
nyeri tekan pada bagian lambung dan suara timpani.
Sistem musculoskeletal pasien tampak berhati-hati saat berjalan dan
menggunakan walker, jika terlalu lama melakukan aktivitas akan terasa nyeri
pada area pinggang sebelah kanan. Pasien mengatakan pernah mengalami
kecelakaan pada tahun lalu yang menyebabkan tulang di pinggang mengalami
fraktur. Pada sistem persepsi sensoris, pasien mengalami katarak dan pasien
mengeluhkan pandangan kabur dan tidak jelas.
Klien terlihat sangat ramah, dan sering mengobrol dan bersosialisasi
dengan penghuni wisma yang lainnya, klien selalu pergi duduk ke depan teras
wisma bersama penghuni wisma lainnya. Klien bersikap kooperatif dan
mudah berbaur. Klien mengatakan dapat melakukan semua aktivitas dengan
mandiri.
Implementasi dilakukan selama 3 hari dimana untuk diagnose
keperawatan yang pertama ialah nyeri akut manajemen nyeri yaitu
mengidentifikasi nyeri dengan PQRST, mengidentifikasi respon nyeri non

30
verbal, mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri,
memonitor skala nyeri, mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri, dan memberikan obat antasida dengan sesuai dengan
hasil kolaborasi, serta evidance bace yaitu relaksasi napas dalam..
Teknik relaksasi napas dalam adalah salah satu cara teknik non
farmakologi yang dapat dipakai untuk menghilangkan nyeri pada lansia
(Tomy Nur Ulinnuha, 2017). Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang
dapat menurunkan tingkat nyeri. Relaksasi nafas dalam mampu menenangkan
pikiran dan tubuh dan melepaskan ketegangan otot-otot sehingga
menghilangkan nyeri tanpa menggunakan obat pereda nyeri lebih banyak lagi
(Sandy Kurnijati, 2018).
Pada diagnosa keperawatan ke dua yaitu gangguan pola tidur dimana
penulis melakukan dukungan tidur. Diagnosa keperawatan ke tiga yaitu
resiko jatuh dimana penulis melakukan pencegahan jatuh yaitu
mengidentifikasi faktor resiko jatuh, mengidentifikasi faktor lingkungan yang
meningkatkan resiko jatuh, menghitung resiko jatuh dengan menggunakan
skala fall morse scale, memonitor kemampuan berpindah, anjurkan
menggunakan alat bantu jalan, anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak
licin, dan anjurkan memanggil perawat atau teman jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah.
Evaluasi pada Tn. S dilakukan menggunakan metode SOAP.
Berdasarkan semua implementasi yang dilakukan, evaluasi yang didapatkan
adalah pasien tampak tenang dan kooperatif, pasien mengatakan tidak pernah
terjatuh dan selalu menggunakan walker untuk melakukan aktivitas dan
menggunakan alas kaki yang tidak licin, maka masalah resiko jatuh tidak
terjadi dan intervensi dihentikan, nyeri yang dirasakan sudah berkurang, skala
nyeri 3, pasien tidak meringis, dan dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya.

4.2 Hambatan
Hambatan atau keterbatasan dari pasien yakni kurangnya komunikasi
karena diusia pasien yang telah mencapai 106 tahun membuat fungsi
pendengaran dan penglihatan pasien mengalami penurunan, sehingga perawat

31
harus sabar dan mengulang kembali perkataan agar informasi yang diterima
oleh pasien selama pemberian asuhan keperawatan dapat diterima dengan
baik.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada hasil pengkajian pada Tn. S terdapat tiga masalah keperawatan
yang di temukan yaitu Nyeri Akut, Gangguan Pola Tidur dan Resiko Jatuh.
Nyeri akut dan Resiko Jatuh merupakan masalah utama pada Tn.S. Pada saat
melakukan implementasi klien cukup kooperatif sehingga asuhan
keperawatan dapat berjalan maksimal.
Berdasarkan semua implementasi yang dilakukan, evaluasi yang
didapatkan adalah pasien tampak tenang, pasien sudah tidak tampak meringis,
Skala nyeri ringan, pasien dapat meredakan nyeri secara mandiri dan
mengerti bagaimana cara mengontrol nyeri, sehingga bisa beraktivitas. Hasil
akhir yang didapatkan pada pasien yaitu pasien menunjukkan perubahan yang
positif terhadap nyerinya dan resiko jatuh tidak terjadi.

5.2 Saran
Diharapkan pihak panti rehabilitasi lansia dapat meningkatkan
pelayanan asuhan pada lansia meliputi bio, psiko, maupun spiritual agar
kesejahteraa lansia dapat tercapai. Dengan meningkatnya kesejahteraan lasia,
diharapkan terdapat peningkatan derajat kesehatan lansia.

32
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, D. F., & Ifdil, I. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia
(Lansia). Konselor, 5(2), 93. https://doi.org/10.24036/02016526480-0-00
Blindness and Vision Impairment Collaborators & Vision Loss Expert Group of
the Global Burden of Disease Study (2021) ‘Causes of blindness and vision
impairment in 2020 and trends over 30 years, and prevalence of avoidable
blindness in relation to VISION 2020: the Right to Sight: an analysis for the
Global Burden of Disease Study.’, The Lancet. Global health, 9(2), pp.
e144–e160. doi: 10.1016/S2214-109X(20)30489-7.
Ilyas, S., Yulianti, S.R., 2017. Ilmu Penyakit Mata, 5 ed. Badan Penerbit FKUI,
Jakarta.
Istiqomah, I.N. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta:
EGC.
Jannah, R. (2014). Gangguan Kesehatan Mata. Jakarta: Guepedia.
Kemenkes RI (2018) Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia
Kemenkes Republik Indonesia. (2019). Modul Deteksi Dini Katarak. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI.
Rumah Sakit Mata Bali Mandara (2021) Rekam Medis. Denpasar.
Tamsuri, A. (2016). Klien Gangguan Mata dan Penglihatan. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Wibowo, D. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap
KeluargaTentang Perawatan Arthritis Rheumatoid Pada Lansia Di Desa
Pamalayan Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis. Jurnal Kesehatan
Bakti Tunas Husada: Jurnal Ilmu-Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan Dan
Farmasi, 17(2), 339. https://doi.org/10.36465/jkbth.v17i2.261

33
World Health Organization (2022) Blindness and Vision Impairment. Available
at: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/blindness-and-
visualimpairment (Accessed: 08 January 2023).

34

Anda mungkin juga menyukai