Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

GLAUKOMA
(Acute dan Primary Open Angle Glaucoma)

Disusun oleh :
Dedy Nur Hidayat, S.Ked
202082007

Dosen Pembimbing Kepaniteraan:


dr. Sri Widiastuti, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RSUD DR. JHON P. WANANE KABUPATEN SORONG
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PAPUA
FEBRUARI 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul ‘Glaukoma (Acute dan
Primary Open Angle Glaucoma)’. Penulisan tugas ini merupakan salah satu syarat mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Papua di RSUD Dr. Jhon P. Wanane Kabupaten Sorong dan RS Kasih Herlina.

Penulis dapat menyelesaikan referat ini karena mendapatkan bimbingan, saran, serta
masukkan dari beberapa pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Universitas Papua dan Fakultas Kedokteran Universitas Papua, tempat penulis menuntut ilmu.
Terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Sri Widiastuti, Sp.M sebagai pembimbing yang
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Terimakasih penulis ucapkan juga kepada
seluruh pihak di RSUD Dr. Jhon P. Wanane Kabupaten Sorong dan RS Kasih Herlina yang
senantiasa memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan menerapkan ilmu selama
menjalani kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Mata. Terima kasih penulis
ucapkan kepada orang tua penulis yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis; serta
rekan-rekan dokter muda yang bertugas di Departemen Ilmu Kesehatan Mata atas masukan
dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki kekurangan, sehingga saran dan kritik
yang membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Sorong, Februari 2023

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus ini diajukan oleh :

Nama Lengkap : Dedy Nur Hidayat

Nomor Induk Mahasiswa : 202082007

Program Studi : Program Pendidikan Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Papua

Departemen : Ilmu Kesehatan Mata

Judul Referat : Glaukoma (Acute dan Primary Open Angle Glaucoma)

TELAH DIPRESENTASIKAN DAN DISAHKAN


PADA TANGGAL : .................................................................................

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Sri Widiastuti, Sp.M

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................................... i

Kata Pengantar.................................................................................................................... ii

Lembar Pengesahan............................................................................................................. iii

Daftar Isi.............................................................................................................................. iv

Bab 1 – Pendahuluan........................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 1

1.2 Tujuan................................................................................................................... 1

Bab 2 – Tinjauan Pustaka................................................................................................... 2

2.1 Anatomi Camera Oculi Anterior dan Posterior.................................................. 2

2.2 Fisiologi Aqueous Humor..................................................................................... 3

2.3 Definisi dan Epidemiologi Glaukoma................................................................. 4

2.4 Klasifikasi Glaukoma.......................................................................................... 6

2.5 Patofisiologi Glaukoma...................................................................................... 8

2.6 Faktor Risiko dan Pencegahan Glaukoma........................................................... 10

2.7 Glaukoma Akut................................................................................................... 12

2.7.1 Diagnosis Glaukoma Akut......................................................................... 12

2.7.2 Penatalaksanaan Komprehensif Glaukoma Akut......................................... 14

2.8 POAG (Primary Open Angle Glaucoma)............................................................ 15

2.8.1 Diagnosis POAG........................................................................................ 16

2.8.2 Penatalaksanaan Komprehensif POAG........................................................ 17

2.9 Prognosis Glaukoma............................................................................................ 19

iv
Bab 3 – Kesimpulan........................................................................................................... 21

Daftar Pustaka.................................................................................................................... 22

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glaukoma adalah suatu neuropati optik yang ditandai dengan pencekungan (cupping)
diskus optikus, penyempitan lapang pandang, dan biasanya disertai peningkatan tekanan
intraokular. Glaukoma jika tidak segera ditangani akan menyebabkan penurunan penglihatan
irreversible dan dapat menuju kebutaan. Situasi saat ini yang terjadi adalah bahwa glaukoma
merupakan penyebab 2,78% gangguan penglihatan di dunia. Glaukoma juga menjadi penyebab
kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak. Saat ini belum ada terapi yang dapat
mengobati glaukoma secara sepenuhnya. Terapi yang dilakukan hanya untuk mempertahankan
fungsi penglihatan serta meningkatkan kualitas hidup.1,2

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, glaukoma dapat


terjadi di seluruh kelompok usia, dan mayoritas terjadi di kelompok usia 44-64 tahun. Jumlah
kasus baru glaukoma pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia mencapai 80.548
(2017). Bahkan terdapat data yang menunjukkan 4 – 5 orang dari 1.000 penduduk Indonesia
mendertia glaukoma. Tingginya jumlah kasus serta bahaya yang ditimbulkan oleh glaukoma,
sebagai calon dokter perlu mempelajari dengan baik terkait glaukoma. Berdasarkan SKDI
(Standar Kompetensi Dokter Indonesia), glaukoma akut memiliki tingkat kompetensi 3B dan
glaukoma lainnya (sudut terbuka, sudut tertutup, normotension) memiliki kompetensi 3A.
Kompetensi 3B berarti harus mampu mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal (terkait
kegawat daruratan) dan merujuk. Kompetensi 3A berarti mampu mendiagnosis, melakukan
penatalaksanaan awal (bukan gawat darurat), dan merujuk.2,3

1.2 Tujuan

1) Membahas tentang glaukoma mulai dari anatomi, fisiologi, definisi, epidemiologi,


patofisiologi, diagnosis, hingga tatalaksana dan prognosis;
2) Memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu
Kehehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Papua di RSUD Jhon Piet Wanane
dan RS Kasih Herlina.

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Sebelum membahas lebih lanjut terkait glaukoma, perlu pemahaman terlebih dahulu terkait
anatomi COA (camera oculi anterior) dan fisiologi aliran Aqueous humor. Setelah pemahaman
dasar terkait anatomi dan fisiologi, pembahasan selanjutnya terkait glaukoma, pada tulisan ini
akan lebih fokus membahas lebih lanjut terkait glaukoma akut dan POAG (Primary Open
Angle Glaucoma).

2.1 Anatomi Camera Oculi Anterior dan Posterior

Gambar 2.1. Anatomi COA dan COP.4

Camera Oculi Anterior (COA) dan Camera Oculi Posterior (COP) merupakan struktur
mata yang diisi dan dialiri oleh aqueous humor. Camera Oculi Anterior dan Camera Oculi
Posterior dibatasi oleh iris. Glaukoma sudut terbuka maupun sudut tertutup dibedakan

2
berdasarkan sudu pada ujung atau tepi COA (akan dibahas pada patofisiologi). COP dibatasi
oleh iris, badan siliaris, serat zonula, dan lensa. COA dibatasi oleh iris, kornea, dan trabecular
meshwork di iridocorneal angle (of Fontana). COA dan COP dihubungan oleh pupil, sehingga
memungkinkan aliran aqueous humor melintasi COP menuju COA.4,5

2.2 Fisiologi Aqueous Humor

Tekanan intraokular (TIO) dipengaruhi oleh keseimbangan antara pembentukan


(sekresi) dan pengeluaran (reabsorbsi) aqueous humor. Aqueous humor adalah suatu cairan
jernih yang mengisi bilik mata depan (Camera Oculi Anterior, COA) dan belakang (Camera
Oculi Posterior). Volume aqueous humor adalah sekitar 250 µL, dan laju pembentukan
berkirsar 2,5 µL/menit . Cairan aqueous humor memiliki pH yang sedikit basa. Tekanan
osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma darah. Komposisinya serupa dengan
plasma, namun aqueous humor memiliki komposisi lain yang berbeda, yaitu askorbat, piruvat,
dan laktat yang tinggi; urea, protein, dan glukosa yang lebih rendah.1,6

Gambar 2.2. Aliran aqueous humor.1

3
Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di
stroma processus ciliares dimodifikasi oleh fungsi sawar dan processus sekretorius epitel
siliaris. Aqueous humor kemudian mengalir ke COA melalui pupil (gambar 2.2), lalu menuju
trabecular meshwork di sudut bilik mata depan / COA. Selama mengalir dari corpus ciliare ke
trabecular meshwork terjadi pertukaran diferensial komponen-komponen antara aqueous
humor dengan darah di iris. Ketika terjadi peradangan atau trauma intraokular dapat terjadi
peningkatan kadar protein di aqueous humor, dan disebut sebagai plasmoid aqueous karena
kadar proteinnya sangat mirip dengan serum darah.1,6

Trabecular meshwork merupakan struktur yang terdiri atas jaringan kolagen dan
elastik, dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu struktur saringan dengan ukuran
pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal Schlemm. Trabecular meshwork
berlekatan dengan insersi dari otot siliaris, sehingga ketika otot tersebut berkontraksi dapat
memperbesar ukuran pori-pori anyaman tersebut dan kecepatan drainase aqueous humor juga
meningkat. Sejumlah kecil aqueous humor keluar dari mata melalui ruang suprakoroid dan ke
dalam sistem vena corpus ciliare, koroid, dan skleara (aliran uveoskleral). Tahanan utama
aliran keluar aqueous humor di COA adalah jaringan jukstakanalikular yang berbatasan dengan
lapisan endotel kanal Schlemm. Tekanan di jaringan vena episklera menentukan nilai minimum
tekanan intraokular yang dapat dicapai oleh terapi medis. 1,6

2.3 Definisi dan Epidemiologi Glaukoma

Secara umum, definisi glaukoma adalah suatu neuropati optik yang ditandai dengan
pencekungan (cupping) diskus optikus, penyempitan lapang pandang, dan biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokular. Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan trias
glaukoma, yaitu peningkatan tekanan intraokular, perubahan patologis pada diskus optic dan
defek lapang pandang yang khas. Jika tidak segera ditangani segera, glaukoma dapat
menyebabkan penurunan penglihatan secara irreversibel dan kebutaan.1,2,7

Prevalensi glaukoma terus meningkat dengan cepat seiring dengan pertumbuhan


populasi penduduk dan pertambahan usia. Pada tahun 2010, jumlah penderita glaukoma 60,5
juta. Kejadian glaukoma secara global diperkirakan terus meningkat yaitu 76 juta di tahun 2020
dan bahkan dapat mencapai 111,8 juta pada tahun 2040. Glaukoma menyumbang 2,78%
gangguan penglihatan di dunia, dan menjadi penyebab kebutaan kedua terbesar setelah katarak.

4
Jumlah penderita glaukoma terbesar adalah di Asia Selatan dan Asia Timur, sedangkan pada
negara berpendapatan tinggi memiliki jumlah penderita glaukoma cenderung lebih rendah. 2

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2017 jumlah kasus baru
glaukoma adalah 80.538 kasus, sehingga total prevalensinya menjadi 427.091 kasus.
Berdasarkan jenis kelamin, penderita glaukoma pada perempuan lebih banyak pada laki laki.
Pada tahun 2017, jumlah kasus glaukoma pada perempuan mencapai 43.413 kasus, sedangkan
pada laki-laki adalah 37.135 kasus. Kelompok umur yang paling sering terjadi glaukoma
adalah pada umur 44-64 tahun. 2

Gambar 2.3. Peningkatan jumlah kasus glaukoma 2015-2017. 2

Gambar 2.4. Jumlah penderita glaukoma tahun 2017 berdasarkan kelompok umur. 2

5
2.4 Klasifikasi Glaukoma

Glaukoma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi (tabel 2.1) dan berdasarkan


mekanisme peningkatan tekanan intraokular (tabel 2.2). Berdasarkan etiologi, glaukoma
diklasifikasikan menjadi glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan
glaukoma absolut. Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular, glaukokma
diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka dan sudut tertutup. 1

Tabel 2.1. Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi. 1

A. Glaukoma primer
1. Glaukoma sudut terbuka
a. Primary open angle glaucoma (glaukoma sudut terbuka kronik, glaukoma
simpleks kronik)
b. Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah)
2. Glaukoma sudut tertutup
a. Akut
b. Subakut
c. Kronik
d. Iris plateau
B. Glaukoma kongenital
1. Glaukoma kongenital primer
2. Glaukokma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain
a. Sindrom-sindrom pembelahan bilik mata depan
• Sindrom Axenfeld
• Sindrom Reiger
• Sindrom Peter
b. Aniridia
3. Glaukoma yang berkaitan dengan kelaianan perkembangan ekstraokular
a. Sindrom Sturge – Weber
b. Sindrom Marfan
c. Neurofibromatosis 1
d. Sindrom Lowe
e. Rubela kongenital
C. Glaukokma sekunder

6
1. Glaukoma pigmentasi
2. Sindrom eksfoliasi
3. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
a. Dislokasi
b. Intumesensi
c. Fakolitik
4. Akibat kelaianan traktur uvea
a. Uveitis
b. Sinekia posterior
c. Tumor
d. Edema corpus ciliare
5. Sindrom iridokorneoendotelial (ICE)
6. Trauma
a. Hifema
b. Kontusio/resesi sudut
c. Sinekia anterior perifer
7. Pascaoperasi
a. Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)
b. Sinekia anterior perifer
c. Pertumbuhan epitel ke bawah
d. Pascabedah tandur kornea
e. Pascabedah ablatio retinae
8. Glaukoma neovaskular
a. Diabetes melitus
b. Oklusi vena centralis retinae
c. Tumor intraokular
9. Peningkatan tekanan vena episklera
a. Fistula karotis – kavernosa
b. Sindrom Sturge – Weber
10. Akibat steroid
D. Glaukoma absolut
Hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah mata yang keras, tidak dapat
melihat, dan sering nyeri.

7
Tabel 2.2. Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokuler.1

Glaukoma sudut terbuka Glaukoma sudut tertutup

1. Membran pratrabekular : Semua kelainan 1. Sumbatan pupil (iris bombé)


ini dapat berkembang menjadi glaukoma a. Glaukoma sudut tertutup primer
sudut tertutup akibat kontraksi membran b. Seklusio pupilae (sinekia posterior)
pratrabekular. c. Intumesensi lensa
a. Glaukoma neovaskular d. Dislokasi lensa anterior
b. Pertumbuhan epitel ke bawah e. Hifema
c. Sindrom ICE 2. Pergeseran lensa ke anterior
2. Kelainan trabekular a. Glaukoma sumbatan siliaris
a. Glaukoma sudut terbuka primer b. Oklusi vena centralis retinae
b. Glaukoma kongenital c. Skleritis posterior
c. Glaukoma pigmentasi d. Pascabedah ablatio retinae
d. Sindrom eksfoliasi 3. Pendekatan sudut
e. Glaukoma akibat steroid a. Iris plateau
f. Hifema b. Intumesensi lensa
g. Kontusio atau resesi sudut c. Midriasis untuk pemeriksaan fundus
h. Iridosiklitis (uveitis) 4. Sinekia anterior perifer
i. Glaukoma fakolitik a. Penyempitan sudut kronik
3. Kelainan pascatrabekular b. Akibat bilik mata depan yang datar
a. Peningkatan tekanan vena episklera c. Akibat iris bombé
d. Kontraksi membran pratrabekular

2.5 Patofisiologi Glaukoma

Mekanisme penurunan penglihatan pada glaukoma adalah terjadinya apoptosis sel


ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti-dalam retina
serta berkurangnya akson di nervus opticus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai
pembesaran cawan optik (optic cup). Peningkatan tekanan intraokulat terjadi karena
ketidakseimbangan antara sekresi aqueous humor oleh corpus ciliare, dan drainase melalui 2
jalur independen yaitu trabekular meshwork dan jalur uveoskleral.1,7

8
Pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka, terjadi peningkatan resistensi terhadap
aliran aqueous humor melalui trabecular meshwork. Hal tersebut terjadi karena adanya proses
degeneratif anyaman trabekular, termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan
di bawah lapisan endotel kanal Schlemm. Selain itu, sel trabekular rata-rata hilang sekitar 0,5%
per tahun. Glaukoma sudut terbuka onset juveenil (onset dini, <45 tahun) disebabkan oleh
mutasi gen myocilin pada kromosom 1. Sedangkan pada pasien dengan glaukoma sudut
tertutup, akes jalur drainase aqueous humor terhambat oleh iris. Pada pasien dengan glaukoma
akut, umumnya yang terjadi adalah bentuk anatomi mata dengan COA yang dangkal, sehingga
mengganggu aliran aqueous humor pada pupil. Blok pupil tersebut akan meningkatkan tekanan
bilik mata belakang (COP), yang akan mendorong iris kedepan kearah trabekular meshwork
dan secara tiba-tiba memblok aliran (angle closure). Glaukoma akut dapat terjadi misalnya
karena pemberian midriatikum tetes mata, karena efek dilatasi pupil yang berlebihan
menyebabkan sudut COA tertutup. 1,7

Gambar 2.5. Hambatan aliran aqueous humor pada glaukoma sudut terbuka (kiri) dan
glaukoma sudut tertutup (kanan). 7

Gambar 2.6. Blok pupil pada glaukoma akut. 7

9
Terdapat dua teori besar mengenai terjadinya kerusakan saraf optik akibat peningkatan
tekanan intraokular (TIO) yaitu teori mekanik dan iskemia. Teori mekanik menjelaskan bahwa
peningkatan TIO dapat menekan secara langsung serabut-serabut akson sel ganglion retina,
penekanan struktur anterior saraf optik dan terjadi distorsi lamina cribosa sehingga
mengakibatkan kematian sel ganglioin retina (struktur lapisan retina terdapat pada gambar 2.7).
Sedangkan berdasarkan teori iskemia, peningkatan TIO mengakibatkan penekanan aliran darah
pada saraf optik sehingga terjadi penurunan perfusi pada saraf optik dan iskemia intraneural.
Kedua teori tersebut dapat terjadi bersamaan pada proses patologi penurunan penglihatan pada
glaukoma.8,9

Gambar 2.7. Struktur histologi lapisan retina.Sel ganglion (lapisan nomor 8 pada gambar)
merupakan lapisan yang terdampak akibat penekanan pertama kali ketika terjadi terjadi
peningkatan TIO (teori mekanik).8,9

2.6 Faktor Risiko dan Pencegahan Glaukoma

Semua orang memiliki risiko untuk terkenda glaukoma, tetapi ada beberapa golongan
dengan risiko yang lebih tinggi untuk menderita glaukoma. Beberapa faktor risiko tersebut
adalah: 1) Ras Afrika dan Asia; 2) Orang dengan COA dangkal; 3) Penderita miopi atau
hipermetropi dengan ukuran lensa yang tinggi; 4) Riwayat keluarga glaukoma (+); 5)
Penggunaan steroid; 6) Usia >40 tahun; 7) Trauma mata; 8) Memiliki penyakit degeneratif; 9)
Vasospasme; 10) Penderita migrain.7

10
Gambar 2.8. Faktor risiko glaukoma. 7

Pencegahan glaukoma yang dapat dilakukan adalah berupa deteksi dini melalui
skrining. Pemeriksaan skrining dilakukan setiap 2-4 tahun pada kelompok usia <40 tahun,
setiap 2 tahun pada kelompok usia >40 tahun, dan setiap 1 tahun pada kelompok keluarga yang
menderita glaukoma. Selain itu, gaya hidup sehat perlu diterapkan, seperti diet gizi seimbang,
istirahat yang cukup, dan pengelolaan stress yang baik adalah beberapa cara untuk menghindari
glaukoma. 7

11
Gambar 2.9. Salah satu pencegahan glaukoma adalah skrining. Skrining glaukoma dilakukan
berdasrkan kelompok usia dan faktor risiko berupa riwayat keluarga dengan glaukoma. 7

2.7 Glaukoma Akut

Definisi glaukoma akut adalah episode peningkatan TIO diatas nulai normal (10-20
mmHg) akibat tersumbatnya aliran aqueous humor secara tiba-tiba, dimana produksi aqueous
humor dan resistensi trabekular normal. Glaukoma sudut tertutup akut (glaukoma akut) terjadi
bila terbentuk iris bombé yang menyebabkan oklusi sudut COA oleh iris perifer. Glaukoma
akut merupakan kasus emergensi yang dapat mengancam penglihatan jika tidak segera
ditangani. 1,7

Glaukoma akut sudut tertutup dapat dipicu oleh beberapa obat. Obat – obatan tersebut dapat
menginisiasi serangan pada individu yang memiliki sudut COA relatif sempit. Beberapa obat
yang dapat menyebabkan glaukoma akut sudut tertutup adalah antikolinergik topikal atau
simpatomimetik, antidepresan trisiklik, inhibitor monoamin oksidase, antihistamin, obat
antiparkinson, dan antipasmolitik. 9

2.7.1. Diagnosis Glaukoma Akut

Penegakkan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik


oftalmologis. Gejala pada glaukoma akut yaitu : 1) Nyeri akut dan bersifat sangat nyeri, terjadi
karena peningkatan TIO akan merangsang persarafan kornea (nervus oftalmikus / CN V.1); 2)
Mual dan muntah yang timbul akibat iritasi nervus vagus dan dapat menyerupai gejala pada

12
kelainan saluran cerna; 3) Penurunan penglihatan yang progresif dan melihat “halo” disekitar
cahaya lampu (disebabkan edema epitel kornea). Hasil pemeriksaan fisik pada glaukoma akut
yaitu : 1) Konjungtiva kemosis dan kongesti disertai injeksi konjungtiva; 2) edema kornea; 3)
COA sangat dangkal; 4) pupil middilatasi atau dilatasi, dan tidak ada refleks cahaya. 7

Gambar 2.10. Skema pemeriksaan refleks cahaya terkait kedalaman COA. Semakin dangkal
COA, akan ada sisi iris membentuk bayangan karena tertutup oleh sisi iris yang lain. 1

Gambar 2.11. Perbedaan penglihatan mata sehat dan glaukoma.2

Gambar 2.12. Gambaran klinis glaukoma akut. Konjungtiva tampak hiperemis, dengan edem
dan pupil middilatasi.7

13
Pemeriksaan visus untuk glaukoma akut adalah tajam penglihatan menurun secara
mendadak. Pada pemeriksaan tonometri (pengukuran tekanan bola mata), terdapat peningkatan
tekanan bola mata yang sangat bermakna, lebih dari 21 mmHg bahkan seringkali mencapai 50
– 80 mmHg. Pemeriksaan funduskopi seringkali sulit dievaluasi karena media keruh.
Gonioskopi merupakan gold standar untuk menilai sudut tertutup, terlihat sudut bilik mata
tertutup yang tergantung gradasi (gunakan pemeriksaan dinamik indentasi genioski),
gonioskopi dapat dilakukan bila media telah jernih. Terdapat iridotrabekular kontak 270-360
derajat, PAS (sinekia anterior perifer) fokal dan hiperpigmentasi pada area kontak iris selama
serangan.9

Diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan pada glaukoma akut adalah gejala
umum berupa mual dan muntah yang dominan mirip seperti gejala tumor otak dan apendisitis.
Diganosis banding lain adalah iritis dan iridosiklitis. Namun pada iritis dan iridosiklitis tidak
ditemukan peningkatan tekanan intraokuler. 7

2.7.2 Penatalaksanaan Komprehensif Glaukoma Akut

Penatalaksanaan komprehensif glaukoma akut meliputi tatalaksana medikamentosa dan


pembedahan. Perlu diingat bahwa prinsip terapi glaukoma akut adalah kegawatdaruratan
oftalmologi. Tatalaksana medikamentosa merupakan bagian dari terapi konservatif, dan
memiliki tujuan berupa : 1) menuruankan tekanan intraokular; 2) menjernihkan lensa; dan 3)
mengurangi nyeri. Prinsip tatalaksana medikamentosa adalah sebagai berikut. 1,7

• Pengurangan osmotik volume corpus vitreus dengan pemberian agen hiperosmotik


sistemik (gliserin oral 1,0 – 1,5 g/kgBB atau manitol intravena 1,0 – 2,0 g/KgBB)
• Pengurangan produksi aqueous humor dengan cara menghambat karbonik anhydrase
(acetazolamide intravena 250 – 500 mg)
• Kedua obat yang bertujuan untuk mengurangi volume corpus vitreus dan produksi
aqueous humor dapat diberikan bersamaan pada awal terapi untuk menurunkan TIO
dibawah 50 – 60 mmHg
• Iris ditarik mundur kebelakang, sehingga sudut COA dapat terbuka dengan pemberian
obat miotikum (Pilocarpine 1% tetes mata)
• Terapi simtomatik dengan obat analgetik dan antiemetik.

14
Ketika sudah dilakukan terapi awal, pasien sebaiknya segera dirujuk ke spesialis mata
untuk dilakukan tindakan pembedahan. Tindakan pembedahan pada glaukoma akut adalah
laser iridotomy dan iridektomi perifer. Prinsip kedua pembedahan tersbeut adalah memberikan
celah pada iris, dengan harapan cairan aqueous humor dapat kembali mengalir dengan baik. 7

Gambar 2.13. Terapi laser iridotomi pada glaukoma akut / sudut tertutup. Setelah
tindakan, Aqueous humor dapat mengalir melalui lubang iridotomi. 7

Terkait komplikasi dan sekuele, jika terapi glaukoma akut ditunda maka iris perifer akan
melekat ke anyaman trabekular (sinekia anterior) sehingga menimbulkan oklusi sudut bilik
mata depan ireversibel dan perlu tindakan bedah untuk memperbaikinya. Kerusakan tersebut
dapat menyebabkan tekanan intraokuler terus menerus meningkat dan sehingga sering terjadi
kerusakan nervus opticus. 1

2.8 POAG (Primary Open Angle Glaucoma)

Primary Open Angle Glaucoma (POAG) memiliki onset bertahap, progresif lambat,
dan lebih cenderung tidak terasa nyeri jika dibanding glaukoma akut. POAG umumnya terjadi
bilateral, walaupun dapat asimetris. Kerusakan sel ganglion retina dan penyempitan lapang
pandang dari perifer ke sentral merupakan stadium akhir penyakit. Pada tahap lanjut, POAG
dapat asimtomatik dan tajam penglihatan sentral juga terganggu. 9

15
Kerusakan sel ganglion retina akibat paparan TIO pada POAG terjadi dalam 2 tahap.
Tahap pertama berakhir 3 bulan dimana sebanyak 12% sel ganglion retina hilang per minggu.
Proses ini kemudian diikuti tahap kedua berupa hilangnya neuron yang berlangsung lambat.
Fase primer hilangnya neuron merupakan fase awal apoptosis, diikuti fase sekunder berupa
efek toksik akibat kerusakan neuron yang terus berlangsung akibat peningkatan TIO. 9

2.8.1 Diagnosis POAG

Penegakkan diagnosis POAG dapat didasarkan pada hasil dari pemeriksaan klinis
(mencari tanda klinis, menggali faktor risiko) dan pemeriksaan penunjang oftalmologi.
Anamnesis yang didapatkan adalah adanya penyempitan lapang pandang, tanpa atau dengan
nyeri minimal pada mata. Terkait faktor risiko yang dapat digali adalah seperti usia lanjut,
riwayat keluarga yang mengalami glaukoma (berdasarkan penelitian, riwayat keluarga dengan
POAG dapat meningkatkan 3,7 kali risiko POAG), miopia, dan kelainan vaskular (oklusi vena
sentral, hipertensi, diabetes melitus. Faktor risiko lain yang berperan penting terhadap
progesifitas dan yang dapat dimodifikasi adalah faktor tekanan intraokular. Semakin tinggi TIO
semakin tinggi terjadinya progesifitas. Namun perlu hati – hati pada pasien dengan CCT
(Central Corneal Thickness), karena kornea sentral yang tebal menghasilkan TIO yang ‘seolah-
olah’ tinggi, begitu juga sebaliknya.9

Tanda klinis yang dapat dijumpai pada POAG adalah :1) Excavation glaucomatous
papil N.II – diperiksa dengan menggunakan slit lamp biomikroskop dan lensa 78 atau 90 dioptri
untuk mendapatkan gambaran yang stereoskopis; 2) Defek lapisan lapisan serabut saraf retina
berbentuk arkuata; 3) sudut iridokomealis terbuka pada pemeriksaan genioskopi; 4) Tekanan
intraokular tinggi tanpa ada penyebab sekunder lain. Pemeriksaan penunjang okular yang dapat
dipertimbangkan untuk POAG adalah sebagai berikut. 9

• Tonometri. Pengukuran TIO dengan metode aplanasi merupakan metode yang aman,
mudah dilakukan, relatif akurat.Diantara alat yang tersedia, tonometri aplanasi Goldmann
merupakan yang paling valid dan dapat dipercaya karena tidak memindahkan banyak
cairan (kira-kira 0,5 µL) atau meningkatkan tekanan bola mata, dan metode ini tidak
dipengaruhi oleh rigiditas okuler.
• Gonioskopi. Pada POAG didapatkan sudut terbuka pada pemeriksaan gonioskopi.
• Foto fundus colour. Diagnosis POAG didasarkan pada tampilan diskus optikus dan
penilaian visual.

16
• OCT (optical Coherence Tomography). Digunakan untuk mengetahui ketebalan lapisan
serabut saraf retina, sehingga dapat mengevaluasi progresivitas glaukoma.
• Pemeriksaan lapang pandang. Diperiksa menggunakan perimetri status Goldmann
maupun perimetri standar Humphrey. Defek lapang pandang pada glaukoma yang sering
dijumpai berupa depresi umum, skotoma parasentral, skotoma arkuata atau Bjerrum, nasal
step, defek altitudinal, dan temporal wedge.
• CCT (Central Corneal Thickness). Mengkur ketebalan kornea, karena kornea sentral yang
tebal menghasilkan TIO yang ‘seolah-olah’ tinggi, begitu juga sebaliknya.

POAG tidak selamanya terjadi peningkatan TIO. Beberapa diantaranya ada yang memiliki
tekanan TIO yang normal, yang disebut sebagai NTG (Normotension Glaucoma / Low Tension
Glaucoma). Faktor risiko terjadinya NTG adalah kelainan vaskuler (misalnya migrain),
Ischemic vascular disease, penyakit autoimun, hipotensi postural, sleep apnea, dan
koagulopati. Tanda klinis NTG adalah tekanan intraokuler dalam batas normal, segmen
anterior tenang/tanpa ada tanda-tanda akut, sudut iridokornealis terbuka, excavatio pupil
glaukomatosa (perdarahan pada papil, notching), defek lapisan serabut saraf retina,
penyempitan lapang pandang. Pada pemeriksaan penunjang CCT (central cornea thickness)
perlu dilakukan untuk mengevaluasi TIO yang sebenarnya, karena CCT yang tipis dapat
menunjukkan seolah-olah TIO normal namun sebenarnya bisa jadi tinggi. 9

POAG tipe OHT (ocular hypertension) merupakan tahapan awal glaukoma. Umumnya
belum ada kerusakan papil glaukomatosa dan penyempitan lapang pandang. Namun OHT jika
tidak ditatalaksana akan dapat berkembang menjadi glaukoma yang bermanifestasi berat.
Tanda klinis OHT adalah TIO diatas normal, segmen anterior tenang / tanpa ada tanda-tanda
akut, sudut iridokornealis terbuka, papil nervus II dalam batas normal, belum ada defek lapisan
serabut saraf retina, dan belum ada penyempitan lapang pandang. Umumnya, pasien memiliki
faktor risiko TIO tinggi, CCT yang tipis, usia dan riwayat keluarga. 9

2.8.2 Penatalaksanaan Komprehensif POAG

Tatalaksana glaukoma sudut terbuka primer (POAG) meliputi medikamentosa dan non
medikamentosa. Tatalaksana medikamentosa bertujuan untuk menghambat pembentukan
aqueous humor, meningkatkan aliran trabekular, dan meningkatkan aliran uveoskleral.

17
Tatalaksana pilihan pada glaukoma sudut terbuka primer adalah medikamentosa. Terapi bedah
dilakukan bila terapi medikamentosa gagal. 9

Terapi medikamentosa POAG diawali dengan monoterapi. Menurut penelitian mera-


analisis, prostaglandin analog (PGA) merupakan agen yang paling besar menurunkan TIO,
diikuti beta blocker non-selektif, alfa adrenergic agonist, beta bloker selektif, dan carbonic
anhydrase inhibitor topikal. Jika dengan monoterapi saja tekanan intraokular masih belum
mencapai target pressure setelah dievaluasi 2 minggu, maka bisa diberikan terapi kombinasi.
Terapi kombinasi yang ada saat ini adalah kombinasi beta bloker dengan prostaglandin analog
seperti timolol maleat – latanaprost, timolol maleat – travoprost. Kombinasi beta blocker
dengan carbonic anhydrase inhiibitor misal timolol maleat dorzolamid atau binzolamid dan
kombinasi lain seperti brimonidin – brinzolamid. 9

Terapi bedah diindikasikan pada glaukoma sudut terbuka ketika tidak berespon
terhadap terapi medikamentosa yang adekuat dan TIO tetap tinggi. Glaukoma tidak terkontrol
dapat terjadi akibat beberapa sebab yaitu :1) toleransi maksimal terhadap terapi medikamentosa
dan tidak dapat menurunkan TIO secara adekuat; 2) neuropati optik glaukomatosa atau
penurunan lapang pandang tetap progresif meskipun penurunan TIO dengan terapi
medikomentosa tampak adekuat; dan 3) pasien kurang patuh dalam menggunakan terapi
medikamentosa. Pilihan terapi bedah adalah sebagai berikut. 9

• Filtering surgery tanpa atau dengan agen antifibrotik (Mitomycin C / 5-fluorouracil)


• Pemasangan implant tube drainage
• Cyclodestructive
• Kombinasi filtering surgery dengan cataract surgery pada pasien jika juga terdapat katarak
yang signifikan dengan penurunan visus.

Pada pasien POAG disertai dengan katarak, terdapat beberapa rekomendasi tindakan dari
beberapa penelitian (1964 – 2000), yaitu sebagai berikut. 9

• Operasi fakoemulsifikasi akan menurunkan tekanan intraokular sebesar 2 – 4 mmHg


dalam kurun waktu 1-2 tahun (weak evidance).
• Terapi kombinasi fakoemulsifikasi – trabekulektomi 2 sisi (two – site surgery) akan
menurunkan tekanan intraokular 1 – 2 mmHg lebih rendah dibandingkan dengan operasi
kombinasi 1 sisi / one – site surgery (modest evidence).

18
• Operasi trabekulektomi saja akan menurunkan lebih rendah tekanan intraokular sampai 2-
4 mmHg dibandingkan dengan iperasi kombinasi fakoemulsifikasi trabekulektomi (strong
evidence).

Rekomendasi tindakan operasi pada kasus glaukoma disertai katarak adalah : 1) penderita
dengan mild dan moderate glaukoma yang terkontrol 1 – 2 obat anti glaukoma, disarankan
dilakukan iperasi fakoemulsifikasi saja; 2) penderita glaukoma lanjut dengan optik neuropati
(advance glaukoma) disertai katarak ringan sampai sedang, disarankan operasi trabekulektomi
dahulu, kemudian dapat dilanjutkan operasi katarak (bila penglihatan sudah terganggu akibat
katarak) minimal 6 bulan kemudian; 3) glaukoma yang tidak terkontrol atau glaukoma yang
terkontrol disertai katarak dengan lebih dari 2 jenis obat anti glaukoma disarankan untuk
operasi kombinasi fakoemulsifikasi – trabekulektomi. 9

Gambar 2.14. Skema mata yang telah dilakukan trabekulektomi. Prinsip trabekulektomi
adalah membentuk sebuah celah/flap di sklera agar dapat dilalui aqueous humor (tanda panah
kuning). Aqueous humor tersebut mengalir melalui flap dan masuk ke dalam bleb
(gelembung/kantong di konjungtiva), dan pada bleb tersebut Aqueous humor diserap oleh
jaringan di sekitar mata sehingga menurunkan TIO.10

2.9 Prognosis Glaukoma

Prognosis glaukoma sangat tergantung pada ketepatan terapi (khusunya terkait


kegawatdaruratan) dan merujuk. Glaukoma yang tidak diobati memiliki prognosis yang buruk
karena dapat menyebabkan kehilangan penglihatan secara permanen. Tatalaksana dengan

19
menurunkan TIO dapat menurunkan progresifitas kerusakan saraf retina. Prognosisnya
menjadi baik pada sebagian besar pasien setelah terapi. Pada pasien dengan NTG walaupun
TIO masih normal, namun menurut CNTGS (Collaborative Normal-Tension Glaucoma Study)
dengan menurunkan TIO 30 % dari TIO sebelumnya, dapat menurunkan risiko progresifitas
selama 5 tahun dari 35% menjadi 12%. Terdapat sebuah penelitian yang menunjukkan
pemberian terapi topikal medikamentosa pada OHT (ocular hypertension) sampai tekanan TIO
<24 mmHg atau 22,5% dari tekanan TIO awal, setelah 5 tahun terdapat 4,4% pada kelompok
terapi dan 9% kelompok kontrol, mengalami penurunan risiko 50% menjadi POAG. Setelah
13 tahun, 22% dari kelompok kontrol menjadi POAG sedangkan kelompok terapi hanya 16%.
Evaluasi disarankan setiap 12 – 24 bulan.9,11

20
BAB 3

KESIMPULAN

Glaukoma adalah suatu neuropati optik yang ditandai dengan pencekungan (cupping)
diskus optikus, penyempitan lapang pandang, dan biasanya disertai peningkatan tekanan
intraokular. Glaukoma menyumbang 2,78% gangguan penglihatan di dunia, dan menjadi
penyebab kebutaan kedua terbesar setelah katarak. Berdasarkan etiologinya, glaukoma
diklasifikasikan menjadi glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder, dan
glaukoma absolut. Glaukoma juga dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme peningkatan
TIO, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Pencegahan glaukoma yang
dapat dilakukan adalah berupa deteksi dini melalui skrining dan gaya hidup sehat.

Glaukoma akut (glaukoma sudut tertutup akut) merupakan kegawatdaruratan


glaukoma, sehingga perlu segera ditatalaksana dengan tepat. Penatalaksanaan komprehensif
glaukoma akut meliputi tatalaksana medikamentosa dan pembedahan. Prinsip sebagai dokter
umum adalah mampu melakukan tatalaksana awal kegawatdaruratan sebelum merujuk ke
dokter spesialis mata. Tujuan tatalaksana awal adalah untuk menurunkan TIO dan mengurangi
nyeri.

POAG (Primary Open Angle Glaucoma) memiliki onset bertahap dan progresif.
POAG tidak selamanya terjadi peningkatan TIO (OTH, Ocular hypertension). Beberapa
diantaranya ada yang memiliki tekanan TIO yang normal, yang disebut sebagai NTG
(Normotension Glaucoma / Low Tension Glaucoma). Walaupun normotension, penurunan TIO
perlu dilakukan agar menurunkan progresifitas glaukoma. Secara umum, prognosis glaukoma
adalah baik jika ditatalaksana dengan tepat. Namun jika tidak ditatalaksana, prognosisnya
menjadi buruk karena dapat menyebabkan kehilangan penglihatan secara permanen.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Salmon JF. Glaucoma. In: Eva PR, Augsburger JJ. Vaughan & Asbury’s general
ophthalmology. 19th ed. New York : McGraw Hill Education; 2018.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi glaukoma di Indonesia. Jakarta : Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2019.
3. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia.
Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia (KKI); 2019.
4. Netter FH. Atlas of human anatomy. 6th ed. Philadelphia : Elsevier;2014.
5. Wineski LE. Snell’s clinical anatomy by regions. 10th ed.Philadelphia:Wolters Kluwer;2019.
6. Sunderland DK, Sapra A. Physiology, Aqueous Humor Circulation. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan 8 [cited 2023 Feb 20]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553209/
7. Syawal R, Amir SP, Akib MNR, Maharani RN, Kusumawardhani SI, Razak HH, et al. Buku
ajar bagian ilmu kesehatan mata – panduan klinik dan skill program profesi dokter. Makassar
: Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia; 2017.
8. Ovalle Wk, Nahirney PC. Netter’s essential histology. 3rded. Philadelphia : Elsevier; 2021.
9. Soemantri I, Prahasta A, Nurwasis, Rahmi, FL, Oktariana VD, Fidalia, et al. Pedoman
Nasional pelayanan kedokteran glaukoma. [place unknown] : PERDAMI ; 2018.
10. Boyd K. Glaucoma – what is glaucoma?symptoms, cause, diagnosis, treatment. [Place
unknown] : AAO (American Academy of Ophtalmology); 2022 [cited 2023 Feb 22]. Available
from: https://www.aao.org/eye-health/diseases/what-is-glaucoma
11. Dietze J, Blair K, Havens SJ. Glaucoma. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2022 Jun 27 [cited 2023 Feb 22].Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538217/

22

Anda mungkin juga menyukai