Anda di halaman 1dari 31

Meet the Expert (MTE)

PENILAIAN PROGRESIVITAS GLAUKOMA

Oleh:

Muhammad Farel Brian N 2140312107

Karina Julita 2140312026

Preseptor:

Dr. dr.Hendriati, Sp. M(K)


Dr.dr. Kemala Sayuti, Sp. M(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021

KATA PENGANTAR

1
Meet the Expert (MTE)

Alhamdulillahirabbil'alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada


Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga
makalah yang berjudul “Penilaian Progresivitas Glaukoma” ini dapat penulis
selesaikan. Tugas makalah ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP. dr. M. Djamil
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak
membantu menyusun makalah ini, khususnya kepada Dr. dr.Hendriati, Sp.
M(K) dan Dr.dr. Kemala Sayuti, Sp.M (K) selaku preseptor dan juga rekan-
rekan dokter muda.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
sebagai masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 5 November 2021

Penulis

2
Meet the Expert (MTE)

DAFTAR ISI

Halaman Judul...................................................................................... 1
Kata Pengantar...................................................................................... 2
Daftar Isi............................................................................................... 3
Daftar Gambar...................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................ 5
1.2 Batasan Masalah............................................................................. 6
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................. 6
1.4 Metode Penulisan............................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Glaukoma.......................................................................... 7
2.2 Anatomi Mata................................................................................. 7
2.3 Epidemiologi Glaukoma................................................................. 11
2.4 Klasifikasi Glaukoma...................................................................... 12
2.5 Faktor Risiko Glaukoma................................................................. 13
2.6 Etiopatogenesis Glaukoma.............................................................. 14
2.7 Gejala Klinis Glaukoma.................................................................. 17
2.8 Diagnosis Glaukoma....................................................................... 18
2.9 Evaluasi Potensi Glaukoma............................................................ 21
2.10 Tatalaksana Glaukoma.................................................................. 27
2.11 Komplikasi dan Prognosis Glaukoma........................................... 29
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan......................................................................................... 30
3.2 Saran............................................................................................... 30
Daftar Pustaka....................................................................................... 31

3
Meet the Expert (MTE)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi korpus siliaris.................................................... 8


Gambar 2.2 Aliran Aqueous humor..................................................... 9
Gambar 2.3 Trabecular meshwork...................................................... 10
Gambar 2.4 Proses neuroretinal rim loss............................................ 15
Gambar 2.5 Hilangnya gambaran arteri di jarum jam 6...................... 16
Gambar 2.6 Perdarahan diskus............................................................ 16
Gambar 2.7 Peripapillar atrophy........................................................ 17
Gambar 2.8 Evaluasi pasien terduga glaukoma................................... 22
Gambar 2.9 Defosit pseudoeksfoliasi pada margin pupil.................... 23
Gambar 2.10 Asimetri nervus optikus dengan ............................................ 23
Gambar 2.11 Hasil funduskopi pada glaukoma.................................... 24
Gambar 2.12 Iris plateau...................................................................... 25
Gambar 2.13 Gambaran sudut pada glaukoma..................................... 25
Gambar 2.14 Hilangnya lapang pandang secara progresif .................. 26

4
Meet the Expert (MTE)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glaukoma berasal dari bahasa Yunani, glaukos, yang berarti hijau
kebiruan, yang memberikan kesan warna pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan pencekungan
“cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang disertai dengan
peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan faktor risiko terjadinya
glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola
mata, atrofi papil saraf optik, dan berkurangnya lapangan pandang.1
Glaukoma diklasifikasikan sebagai glaukoma primer, sekunder, kongenital
atau absolut. Glaukoma primer dibagi menjadi dua: glaukoma sudut terbuka
(primary open angle glaucome) dan glaukoma sudut tertutup (primary closed
angle glaucome). Sudut dilihat dari sudut antara iris dan kornea di ruang anterior
yang dapat terhambat secara struktural. Menurut definisi, glaukoma primer tidak
berhubungan dengan gangguan mata atau sistemik yang diketahui dan biasanya
memengaruhi kedua mata. Glaukoma sekunder berhubungan dengan gangguan
okular atau sistemik dan seringkali unilateral. Sementara itu, glaukoma absolut
adalah hasil akhir dari glaukoma tidak terkontrol berupa mata yang keras,
kebutaan, dan nyeri.1,2
Glaukoma ditandai dengan peninggian tekanan intraokular yang
disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan
berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah
pupil. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular meningkat dengan
cepat akibat obstruksi aliran aqueous humor. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan obstruksi pada glaukoma sudut tertutup akut, tetapi faktor utama
adalah anatomi struktural ruang anterior yang mengarah ke sudut yang lebih
dangkal, sedangkan pada glaukoma sudut terbuka terdapat kelainan struktur pada
trabecular meshwork.1,3
Sebagian besar kasus glaukoma merupakan glaukoma primer. Orang
keturunan Asia lebih banyak menderita glaukoma sudut tertutup sementara
keturunan Eropa dan Afrika lebih sering menderita glaukoma sudut terbuka.

5
Meet the Expert (MTE)

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak


diseluruh dunia. Diperkirakan 3 juta penduduk Amerika Serikat terkena
glaukoma, dan di antara kasus-kasus tersebut, sekitar 50% tidak terdiagnosis.
Sekitar 6 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma, termasuk 100.000
penduduk Amerika, menjadikan penyakit ini sebagai penyebab utama kebutaan
yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Ras kulit hitam memiliki risiko yang lebih
besar mengalami onset dini, keterlambatan diagnosis, dan penurunan penglihatan
yang berat dibandingkan ras kulit putih. Glaukoma sudut tertutup didapatkan pada
10-15% kasus ras kulit putih. Glaukoma sudut tertutup primer berperan pada lebih
dari 90% kebutaan bilateral akibat glaukoma di Tiongkok.2,3

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas tentang anatomi mata, definisi, epidemiologi,
etiologi, faktor risiko, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana,
komplikasi, dan prognosis dari glaukoma.

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mengenai penilaian progresivitas glaukoma.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan kepustakaan
yang dirujuk dari berbagai literatur berupa teks, jurnal, dan makalah ilmiah.

6
Meet the Expert (MTE)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Glaukoma


Glaukoma dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi yang menyebabkan
neuropati optik dan ditandai dengan kelainan struktural perubahan pada diskus
optikus. Ini dapat menyebabkan perubahan fungsional dalam bidang visual pasien.
Proses pencekungan “cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang
yang disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan faktor
resiko terjadinya glaukoma. Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada
glaukoma dipengaruhi akibat gangguan dari drainase aqeuos humor.4

2.2 Anatomi Mata


2.2.1. Korpus Siliaris
Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan
melintang, menjembatani segmen anterior dan posterior. Membentang ke depan
dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris memliki
tiga lapisan, yakni zona anterior yang bergelombang, pars plicata, dan zona
posterior yang datar, disebut dengan pars plana. Di pars plicata terdapat prosesus
siliaris yang menghasilkan aqueous humor. Prosesus siliaris juga merupakan origo
dari muskulus siliaris yang berfungsi sebagai pengatur akomodasi lensa. Prosesus
siliaris berasal dari pars plikata. Prosesus siliaris ini terutama terbentuk dari
kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vorteks. Ada dua lapisan
epitel siliaris yaitu satu lapisan epitel tanpa pigmen di sebelah dalam, yang
merupakan perluasan dari neuroretina ke anterior dan lapisan berpigmen disebelah
luar, yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Muskulus
siliaris memiliki tiga lapisan fiber, yaitu longitudinal, radial, dan sirkular.
Korpus siliaris memiliki tiga fungsi utama, yaitu tempat pembentukan
aqueous humor, fungsi akomodasi lensa, serta drainase aqueous humor melalui
aliran uveoskleral dan sistem trabekular.2

7
Meet the Expert (MTE)

Gambar 2.1 Anatomi korpus siliaris

2.2.2. Kamera Okuli Anterior


Sudut pada kamera okuli anterior berperan penting dalam drainase aliran
humor akuos. Sudut tersebut dibentuk oleh dasar dari iris, bagian anterior badan
siliaris, scleral spur, trabecular meschwork dan garis Scwalbe. Bila terdapat
hambatan pengaliran aqueous humor, akan terjadi penimbunan cairan pada
kamera okuli di dalam bola mata, sehingga TIO meninggi atau glaukoma.
Variasi dari ukuran celah atau sudut ini berperan dalam patogenesis dari tipe
glaukoma, terlihat dengan pemeriksaan gonioskopi.2

2.2.3. Aqueous Humor


Aqueous humor melibatkan kanalis schlemm, trabecular meshwork, saluran
kolektor, dan vena episklera.
1. Kanalis Schlemm
Merupakan saluran pada perilimbal sklera, dihubungkan oleh septum.
Dinding bagian dalam dari kanalis Schlemm dibatasi oleh sel endotel yang
ireguler yang memiliki vakuola yang besar. Dinding terluar dari kanal
dibatasi oleh sel rata yang halus dan mencakup pembukaan saluran
pengumpul yang meninggalkan kanalis Schlemm pada sudut miring dan
berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan vena episklera.
2. Trabecular Meshwork
a. Uvea Meshwork
Bagian paling dalam dari trabecular meshwork, memanjang dari akar
iris dan badan siliar ke arah garis Schwalbe. Susunan anyaman

8
Meet the Expert (MTE)

trabekular uvea memiliki ukuran lubang sekitar 25μ-75μ. Ruangan


intertrabekular relatif besar dan memberikan sedikit tahanan pada jalur
aliran aqueous humor.
b. Corneoscleral meshwork
Membentuk bagian tengah terbesar dari trabecular meshwork, berasal
dari ujung sklera sampai garis Schwalbe. Terdiri dari kepingan
trabekula yang berlubang elips yang lebih kecil dari uveal meshwork
(5μ-50μ).
c. Juxtacanalicular (endothelial) meshwork
Membentuk bagian paling luar dari trabecular meshwork yang
menghubungkan corneoscleral meshwork dengan endotel dari dinding
bagian dalam kanalis Schlemm. Bagian trabecular meshwork ini
berperan besar pada pajanan normal aliran aqueous humor.
3. Saluran Kolektor
Disebut juga pembuluh aqueous intersklera, berjumlah 25-35 dan
meninggalkan kanalis Schlemm pada sudut lingkaran ke arah tepi ke dalam
vena episklera. Pembuluh aqueous intersklera ini dibagi ke dalam dua
sistem pembuluh terbesar berjalan sepanjang intersklera dan berakhir
langsung ke dalam vena episklera (sistem direk) dan beberapa saluran
kolektor membentuk pleksus intersklera sebelum memasuki vena episklera
(sistem indirek).

Gambar 2.2 Aliran Aqueous humor

9
Meet the Expert (MTE)

Gambar 2.3 Trabecular meshwork

2.2.4. Mekanisme Aqueous Humor


Aqueous humor memasuki ruang posterior melalui mekanisme fisiologis
berikut ini:11
1. Sekresi aktif
Sebagian besar produksi aqueous humor terjadi melalui proses sekresi aktif.
Sekresi aktif merujuk kepada transport yang membutuhkan energi untuk
memindahkan natrium, kalium, bikarbonat, dan ion lainnya menuruni
gradien konsentrasi. Proses ini membutuhkan enzim karbonik anhidrase.
2. Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi adalah pergerakan yang bergantung tekanan. Pada prosesus
siliaris, perbedaan tekanan hidrostatik antara tekanan kapiler dan tekanan
intraokular mata mengakibatkn cairan bergerak ke dalam mata, namun tetap
dalam keadan tekanan yang tetap menahan pergerakan cairan ini.
3. Difusi sederhana
Difusi sederhana merupakan pergerakan ion secara pasif berdasarkan
perbedaan konsentrasi yang melewati membran.
Aqueous humor mengalir dari kamera okuli posterior melalui pupil ke
kamera okuli anterior, keluar ke aliran sistemik melalui dua rute berbeda, yaitu

10
Meet the Expert (MTE)

melalui trabekular dan uveoskelaral. Aliran melalui trabekular merupakan aliran


utama aqueous humo rdari sudut kamera okuli anterior, karena sekitar 90%
aqueous humor total dialirkan melalui jalur ini. Aqueous humor dialirkan dari
sudut kamera okuli anterior ke trabecular meshwork kemudian ke kanalis
Schlemm menuju ke vena episklera yang kemudian dilanjutkan ke vena siliaris
anterior dan vena oftalmika superior dan bermuara di sinus kavernosus. Jaringan
trabekular dibentuk oleh beberapa lapisan. Masing-masing lapisan memiliki inti
jaringan ikat berkolagen, yang dilapisi oleh jaringan endotel. Aliran aqueous
humor yang melewati jaringan trabekular merupakan tempat aliran yang
bergantung pada tekanan. Jaringan trabekular berfungsi sebagai katup satu arah
yang melewatkan aqueous humor meninggalkan mata, tetapi membatasi aliran
dari arah lain tanpa menggunakan energi.
Aliran yang melalui uveoskleral, merupakan aliran aqueous humor yang
tidak dipengaruhi oleh tekanan. Sekitar 5-15% aliran keluar aqueous humor
melalui jalur ini. Pada mekanisme aliran ini, aqueous humor mengalir dari sudut
kamera okuli anterior menuju ke otot siliar, dan kemudian ke rongga suprasiliar
dan suprakoroidal. Cairan ini kemudian meninggalkan mata melalui sklera atau
mengikuti saraf dan pembuluh darah yang ada.

2.3 Epidemiologi Glaukoma


Glaukoma adalah penyebab utama kedua kebutaan didunia. Pada tahun
2000, 66,8 juta orang sekarang diperkirakan memiliki glaukoma, dengan 6,7 juta
buta bilateral akibat penyakit ini. Menurut WHO, diperkirakan sebanyak 3,2 juta
orang mengalami kebutaan akibat glaukoma. Studi epidemiologi yang diterbitkan
oleh British Journal of Ophthalmology melaporkan pada tahun 2010 bahwa
jumlah angka kejadian glaukoma di wilayah Asia Tenggara sebesar 2,38%. Angka
kejadian glaukoma sudut terbuka di Asia Tenggara sebesar 4,7% dari total
kejadian glaukoma sudut terbuka di seluruh dunia. Sementara itu, angka kejadian
glaukoma sudut tertutup di Asia Tenggara sebesar 13,6% dari total kejadian
glaukoma sudut tertutup di seluruh dunia. Selain itu, data epidemiologi
menunjukkan bahwa presentasi glaukoma di Indonesia sebesar 2,53%. Penyakit
ini harus mendapat perhatian karena risiko kebutaan yang cukup tinggi.4
Menurut Riskesda tahun 2007, prevalensi glaukoma sebesar 0,46%,

11
Meet the Expert (MTE)

artinya sebanyak 4 sampai 5 orang dari 1000 penduduk Indonesia menderita


glaukoma. Terdapat 10 provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi di atas
prevaensi nasional, yaitu DKI Jakarta (1,85%), Aceh (1,28%), Kepulauan Riau
(1,26%), Sulawesi Tengah (1,21%), Sumatera Barat (1,14%), Gorontalo (0,67%),
dan Jawa Timur (0,55%). Usia rata-ratanya adalah 60 tahun dan prevalensinya
meningkat setelah umur tersebut. Berdasarkan jenis kelamin, rasio perempuan
kira-kira 4 kali lebih tinggi kejadian glaukoma sudut tertutup daripada laki – laki.
Hal ini diduga disebabkan oleh bentuk anatomis mata pada perempuan, yaitu
kedalaman ruang anterior pada perempuan jauh lebih rendah dengan sudut yang
lebih sempit.5

2.4 Klasifikasi Glaukoma


Klasifikasi dari glaukoma menurut Ilyas (2014) sebagai berikut:
2.4.1 Glaukoma Primer
Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut yaitu
timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan yang
sempit pada kedua mata. Pada glukoma kronik yaitu karena keturunan dalam
keluarga, DM Arteri osklerosis, pemakaian kartikosteroid jangka panjang, miopia
tinggi dan progresif dan lain-lain dan berdasarkan anatomis dibagi menjadi 2
yaitu:
1. Glaukoma sudut terbuka / simplek (kronis)
Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glaukoma (90-
95%), yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan
berkembang disebut sudut terbuka karena humor akuos mempunyai pintu
terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan
degeneratif jaringan trabekular, kanalis Schlemm, dan saluran yang
berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya
tidak ada. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang
timbul.
2. Glaukoma sudut tertutup / sudut semu (akut)
Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karena ruang
anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke depan,
menempel ke jaringan trabekuler dan menghambat aqueous humor mengalir

12
Meet the Expert (MTE)

ke kanalis Schlemm. Pargerakan iris ke depan dapat karena peningkatan


tekanan vitreus, penambahan cairan diruang posterior atau lensa yang
mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba-tiba
dan meningkatnya TIO, dapat nyeri mata yang berat, penglihatan kabur.
Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil yang jika tidak segera ditangani
akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

2.4.2 Glaukoma Sekunder


Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diakibatkan oleh penyakit
mata lain atau trauma di dalam bola mata, yang menyebabkan penyempitan
sudut/peningkatan volume cairan dari dalam mata. Misalnya glaukoma
sekunder oleh karena hifema, laksasi/sublaksasi lensa, katarak instrumen,
oklusio pupil, pasca bedah intraokuler.

2.4.3 Glaukoma Kongenital


Glaukoma kongenital adalah perkembangan abnormal dari sudut filtrasi
dapat terjadi sekunder terhadap kelainan matasistemik jarang (0,05%)
manifestasi klinik biasanya adanya pembesaran mata (bulfamos), dan lakrimasi.

2.4.4 Glaukoma Absolut


Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/ terbuka)
dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata
dangkal, atrofi papil dengan ekskavasio glaukomatosa, mata keras seperti batu
dan dengan rasa sakit sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada
iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma
hemoragik. Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta
pada badan siliar, alkohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola mata
karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.

2.5 Faktor Risiko Glaukoma


Faktor risiko glaukoma antara lain:6-8
1. Usia

13
Meet the Expert (MTE)

Glaukoma akut jarang terjadi pada usia kurang dari 40 tahun. Risiko
meningkat dengan usia dekade lebih dari 40 tahun. Peningkatan insiden
dengan usia dapat dijelaskan karena dengan bertambahnya usia,
kedalaman dan volume ruang anterior mata berkurang, terjadi penebalan
lensa yang dapat mendorong lensa ke depan sehingga menimbulkan
peningkatan kontak iridolentikuler.
2. Gender
Dikatakan risiko dua hingga empat kali lebih sering terjadi pada wanita
karena biometri wanita yang cenderung mempunyai segmen anterior lebih
kecil dan axial length lebih pendek dibanding pria.
3. Riwayat Keluarga
Menunjukkan risiko lebih besar pada pasien dengan riwayat keluarga. 6
kali lebih berisiko.
4. Refraksi
Sering terjadi pada pasien dengan hipermetropia karena kedalaman dan
volume ruang anterior pada orang hipermetropia lebih kecil.
5. Biometri
Segmen anterior yang kecil dan padat serta axial lengt hpendek. Ruang
anterior yang dangkal, lensa yang tebal dan kurvatura anterior lensa
meningkat, diameter serta radius kurvatura kornea kecil. Kedalaman ruang
anterior yang kurang dari 2,5 mm.
6. Ras
Meningkat pada usia 40 tahun dengan variasi terbesar tergantung oleh ras.
Tertinggi pada ras Inuit 2,1 – 0,5%

2.6 Etiopatogenesis Glaukoma10


Mekanisme utama penurunan penglihatan pada penyakit glaukoma
disebabkan oleh penipisan lapisan serabut saraf dan lapisan inti dalam retina serta
berkurangnya akson di nervus optikus yang diakibatkan oleh kematian sel
ganglion retina, sehingga terjadi penyempitan lapangan pandang. Ada dua teori
mengenai mekanisme kerusakan serabut saraf oleh peningkatan tekanan
intraokular, pertama peningkatan tekanan intraokular menyebabkan kerusakan

14
Meet the Expert (MTE)

mekanik pada akson nervus optikus. Peningkatan tekanan intraokular


menyebabkan iskemia akson saraf akibat berkurangnya aliran darah pada
papilnervus optikus.9
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor
akuos oleh badan siliar dan aliran keluarnya. Besarnya aliran keluar humor akuos
melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm dan
keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari
20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi
peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 21 mmHg, diperlukan evaluasi lebih
lanjut. Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan
terhambatannya aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini
akan menimbulkan kerusakan fungsi secara bertahap.10
Evaluasi dari bukti klinis dari neuropati optikus dinilai dari lima
komponen, yaitu
1. Neuroretinal Rim Loss
Penyempitan dari sisi tepi saraf mengikuti beberapa pola, cup membesar
secara difus. Penyempitan pertama biasanya terdapat pada bagian inferior
dan superior. hal ini dikarenakan inferor yang paling pendek jaraknya
(ISNT Rule). Hal ini menghasilkan bentuk cup oval yang vertikal yang
sering dianggap sebagai tanda khas kerusakan akibat glaukoma.

Gambar 2.4 Proses neuroretinal rim loss


2. Acquired Optic Nerve Pit
Biasanya terjadi pada glaukoma sudut terbuka primer dengan TIO yang
normal, paling sering terjadi pada diskus inferior dan menyebabkan
hilangnya lapangan pandang di dekat fiksasinya, pasien dengan pit yang
didapat ini bersamaan dengan perdarahan diskus dan penurunan lapangan
pandang yang progresif.

15
Meet the Expert (MTE)

Gambar 2.5 Hilangnya gambaran arteri pada arah jam 6


3. Disc Asymmetry
Walaupun ketidaksimetrisan diskus pada kedua mata bukan merupakan
patognomonik dari glaukoma, namun bisa dicurigai kemungkinan
glaukoma, pada penelitian computerized image analysis terdapat 30%
pasien glaukoma memiliki volume cup yang asimetris melebihi persentil
95.
4. Discus Hemorrage
Perdarahan diskus telah dilaporkan sebanyak 40% dari semua pasien
glaukoma, tetapi cenderung lebih sering terjadi pada glaukoma tegangan
normal. Bentuknya yang kecil, berbentuk seperti api, atau serpihan,
perdarahan biasanya terletak di dalam lapisan serat saraf retina peripapiler.
Meskipun kebanyakan sering terletak inferotemporal, perdarahan dapat
terjadi di setiap kuadran. Perdarahan ini biasanya mendahului proses
sebelum terjadinya kerusakan tepi saraf dan gangguan lapangan pandang.

Gambar 2.6 Perdarahan diskus

5. Peripapillary Athrophy
Peripapillary athrophy (PPA) merupakan akibat dari perubahan posisi dari

16
Meet the Expert (MTE)

sisi luar neurosensori retina, epitel pigmen retina, koroid dan sklera, di
salah satu penelitian 75% pasien dengan kerusakan diskus optikus yang
progresif mengalami proses PPA, Namun, PPA terjadi pada tingkat yang
bervariasi pada sebagian besar mata normal dan mungking hanya hasil dari
degenerasi koroid dan retina.

Gambar 2.7 Peripapillary athrophy

6. Blood Vessel Changes


Saat kerusakan saraf optik berlanjut, pembuluh diskus dapat bergeser
untuk mencerminkan perubahan pada permukaan tepi saraf yaitu,
nasalisasi yang mana pembuluh darah akan bergeser ke arah nasal.
7. Optic Nerve Pallor
Peningkatan TIO akan menyebabkan pucatnya nervus optikus, dan pasien
dengan glaukoma sudut tertutup akut, pucatnya bisa sampai neural rim
atau dengan hilangnya neural rim. Walaupun hal ini jarang terjadi pada
glaukoma kronik.

2.7 Gejala Klinis Glaukoma


Manifestasi klinis glaukoma meliputi :
• Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi,telinga)
• Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu/cahaya
• Mual, muntah,berkeringat
• Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar
• Visus menurun
• Edema kornea
• Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma

17
Meet the Expert (MTE)

sudut terbuka)
• Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya
• TIO meningkat

2.8 Diagnosis Glaukoma


Glaukoma ditegakkan apabila terdapat kelainan saraf optik berupa
ekskavasio atau penggaungan yang progresif pada diskus optikus (atrofi papil
glaukomatosa) dan kelainan saraf optik ini berkorespondensi atau bersesuaian
dengan defek luas pandang yang terjadi. Sistematika pemikiran pada kasus
glaukoma adalah perlunya dipikirkan apakah glaukoma bersifat akut atau kronis,
primer atau sekunder, dan dengan sudut bilik mata depan yang terbuka atau
tertutup.11
2.8.1 Glaukoma Sudut Terbuka11
1. Anamnesis
Glaukoma sudut terbuka menjadi masalah karena sifatnya yang
asimptomatik. Gejala akan muncul apabila progress penyakit sudah lanjut.
Anamnesis harus mengarah kepada faktor-faktor risiko untuk glaukoma
sudut terbuka:
• Miopia
• Penyakit sistemik, seperti penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus
• Usia di atas 40 tahun
• Riwayat glaukoma pada keluarga
• Riwat keluhan mata terdahulu, seperti riwayat mata nyeri dan merah,
halo multiwarna, dan nyeri kepala
• Riwayat penyakit mata terdahulu, seperti katarak, uveitis, retinopati
diabetikum dan oklusi vaskular
• Riwayat pembedahan di mata sebelumnya dan bentuk trauma mata
lainnya
• Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti obat antihipertensi (yang
secara tidak langsung menyebabkan fluktuasi TIO) atau kortikosteroid
topikal maupun sistemik
• Penyakit alzheimer12
2. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Mata

18
Meet the Expert (MTE)

Pemeriksaan fisik secara umum diperlukan untuk menentukan ada


tidaknya kelainan sistemik. Adapun pemeriksaan lainnya adalah berupa
pemeriksaan mata yang terdiri atas:
• Pemeriksaan refraksi
• Pemeriksaan kedalaman bilik mata depan, refleks cahaya pupil, ada
tidaknya kelainan di segmen anterio
• Pemeriksaan tekanan intraokular (TIO)
Di layanan primer, pemeriksaan dapat dilakukan dengan
menggunakan tonometer Schiotz
• Funduskopi, terutama terkait papil saraf optik
Pada pemeriksaan ini, dinilai apakah terdapat cawan diskus optik
yang memperlihatkan pencekungan/penggaungan, nasalisasi pembuluh
darah retina, atrofi diskus (pucat), dan CDR yang biasanya > 0,5 pada
glaukoma. Apabila ditemukan tekanan TIO yang meningkat di atas
normal atau pada pemeriksaan funduskopi didapatkan abnormalitas
papil optik (CDR membesar, asimetri CDR kanan-kiri, perdarahan
papil, dan lain sebagainya), pasien sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis
mata.
• Gonioskopi
Mengingat progresivitas kerusakan saraf optik yang terjadi pada
kasus glaukoma, pasien dengan kecurigaan glaukoma harus dirujuk ke
pelayanan yang memiliki layanan spesialistik serta pemeriksaan
penunjang seperti gonioskopi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai
struktur sudut bilik mata depan. Lebar sudut bilik mata depan juga akan
berpengaruh terhadap pengeluaran cairan humor akuos. Sudut dikatakan
lebar apabila anyaman trabekulum, taji sclera, dan prosesus iris dapat
terlihat. Sementara apabila anyaman trabekulum tidak dapat terlihat, hal
itu disebut bilik mata depan tertutup.
• Pemeriksaan lapang pandang
Secara cepat, lapang pandang perifer dapat dinilai melalui uji
konfrontasi. Namun, pada glaukoma, sebaiknya uji lapang pandang
dilakukan dengan menggunakan perimetri. Defek luas lapang

19
Meet the Expert (MTE)

pandangan dini termasuk depresi nasal, skotoma parasentral, nasal step,


dan skotoma seidel. Pada defek lanjut, akan terjadi skotoma arkuata
superior atau inferior, dan terakhir yaitu sisa penglihatan temporal atau
sentral (tunnel vision).
3. Faktor Risiko Progresivitas Glaukoma yang Cepat
Pasien dengan glaukoma sudut terbuka yang mengalami deviasi berat pada
lapang pandang, CDR yang besar dari baseline, atau yang berusia tua, lebih
berpotensi mengalami kerusakan lapangan padang. Progres yang cepat pada
glaukoma didefinisikan dengan tigkat perubahan lapang pandang sedikitnya
36% per tahun.13

2.8.2 Glaukoma Sudut Tertutup11


1. Anamnesis
Glaukoma primer sudut tertutup simptomatik biasanya merupakan lanjutan
dari glaukoma sudut tertutup akut, yang didahului oleh gejala seperti nyeri
serta sakit kepala. Pada anamnesis pasien biasanya juga didapatkan adanya
riwayat pengobatan atau pembedahan.11
2. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Mata
Pada glaukoma primer sudut tertutup asimptomatik, TIO pasien >
21 mmHg dengan diserti atrofi papil optik glaukomatosa, defek lapangan
pandang, dan sudut bilik mata depan tertutup. Sementara pada kasus
simptomatik, temuan yang didapatkan pada pemeriksaan antara lain
berupa tanda-tanda pascaserangan glaukoma akut, seperti:
• Pupil middilatasi
• Iris atrofi
Kekeruhan lensa anterior akibat nekrosis epitel lensa karena tekanan
tinggi sehingga terjadi kerusakan mekanik atau toksik sel epitel, yang
disebut dengan glaukomflecken atau katarak Vogt.
• Pemeriksaan kedalaman bilik mata depan
Pemeriksaan sederhana lainnya dapat dilakukan dengan mengukur
kedalaman bilik mata depan menggunakan lampu senter yang
disorotkan dari temporal, sejajar iris, dan diarahkan ke mata nasal.

20
Meet the Expert (MTE)

Gambaran yang terlihat adalah gambaran gelap di iris bagian nasal


menunjukkan bilik mata depan dangkal dan kemungkinan besar
sudutnya tertutup.
• Gonioskopi
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan pasti dalam memberikan
gambaran struktur sudut bilik mata depan.
• Ultrasound Biomicroscopy (UBM) atau Anterior Segment Ocular
Coherence Tomografie (AC-OCT).
Pemeriksaan ini dapat menggambarkan nilai perubahan volume iris,
struktut sudut bilik mata depan, posisi iris terhadap anyaman
trabekulum, serta memprediksi perkembangan dan progresivitas
glaukoma sudut tertutup.

2.9 Evaluasi Potensi Glaukoma11


Skrining populasi umum untuk glaukoma paling efektif jika ditargetkan
pada mereka yang berisiko tinggi, seperti orang Afrika-Amerika dan orang lanjut
usia, terutama jika skrining terdiri dari pengukuran TIO yang dikombinasikan
dengan penilaian status saraf optik.
Skrining dilakukan setidaknya setiap 3-5 tahun pada pasien tanpa gejala
yang berusia 40 tahun atau lebih muda, lebih sering lagi jika orang tersebut adalah
orang dengan ras Afrika-Amerika atau lebih tua dari 40 tahun. Bagi mereka yang
memiliki banyak faktor risiko, evaluasi dan pantau lebih sering jika
memungkinkan.
Selain itu, sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan standar mata yang
komprehensif, seperti yang disarankan oleh American Academy of
Ophthalmology (AAO), pada kunjungan awal. Jika terdapat perubahan lapang
pandang atau saraf optik yang konsisten dan sejalan dengan temuan glaukoma
dini, diagnosis glaukoma dapat ditegakkan.

21
Meet the Expert (MTE)

Gambar 2.8 Evaluasi Pasien Terduga Glaukoma


Bandingkan ketajaman penglihatan dengan ketajaman yang sebelumnya. Jika
menurun, singkirkan penyebab sekunder hilangnya/menurunnya penglihatan,
apakah itu dari katarak, degenerasi makula terkait usia (age-related macular
degeneration/ARMD), gangguan permukaan mata (misalnya, mata kering), atau
efek samping dari obat topikal (terutama jika menggunakan miotik).
a. Pemeriksaan Slit Lamp terhadap Segmen Anterior
Temuan yang mungkin didapat pada pasien glaukoma melalui
pemeriksaan ini adalah:
 Kornea
Tanda-tanda edema mikrokistik (hanya ditemukan dengan peningkatan akut
TIO); endapan keratik, pigmen pada endotel (Krukenberg spindle); anomali
kongenital
 Bilik depan
Kemungkinan ditemukan sel atau flare, uveitis, hifema, dan sudut tertutup
 Iris
Defek transiluminasi, atrofi iris, sinekia, rubeosis, ekropion uveae, iris
bombe, perbedaan warna iris bilateral (misalnya, iridosiklitis heterokromik
Fuchs)
 Lensa
Adanya temuan progresi katarak (yaitu, tanda-tanda glaukoma fakomorfik,
pseudoeksfoliasi, glaukoma fakolitik dengan katarak Morgagni)

22
Meet the Expert (MTE)

Gambar 2.9 Defosit pseudoeksfoliasi pada margin pupil14


b. Funduskopi
Beberapa bukti adanya kerasukan oleh glaukoma dapat ditemukan, termasuk:
rasio cup-to-disc pada meridian horizontal dan vertikal); tampakan diskus;
pembesaran cup secara progresif; bukti kerusakan lapisan serabut saraf dengan
filter bebas merah; ekskavasio atau penipisan tepi diskus, terutama pada kutub
superior dan inferior (karena serabut saraf pada kutub superior dan inferior diskus
seringkali dapat terkena terlebih dahulu); pucat; adanya perdarahan (paling umum
di inferotemporal); asimetri antardiskus; atrofi parapapiler (kemungkinan
berhubungan dengan perkembangan glaukoma); atau kelainan saraf bawaan.

Gambar 2.10 Asimetri nervus optikus dengan ekskavasi di inferior okular sinistra

a b

23
Meet the Expert (MTE)

c d

Gambar 2.11 Hasil pemeriksaan funduskopi pada glaukoma. (a) Defek lapisan serat
saraf retina. (b) Penipisan inferior rim. (c) Perdarahan di arah jarum jam 5. (d) Glaukoma
lanjut dengan cup vertikal sebesar 0,9.14

c. Tonometri
TIO bervariasi dari jam ke jam pada setiap individu. Ritme sirkadian TIO
biasanya menyebabkannya meningkat paling sering saat dini hari; TIO juga dapat
meningkat dengan postur terlentang. Jika tersedia, pembacaan tonometri
sebelumnya haruslah ditinjau. Pada pasien obesitas, kemungkinan gerakan
Valsava yang menyebabkan peningkatan TIO harus dipertimbangkan ketika
diukur dalam slit lamp dengan aplanasi Goldmann.
Perbedaan antara dua mata sebesar 3 mmHg atau lebih menunjukkan
kecurigaan yang lebih besar terhadap glaukoma. Pengukuran harus diulang
setidaknya 2-3 kali sebelum memutuskan rencana perawatan. Pengukuran harus
diselesaikan pada pagi dan malam hari untuk memeriksa variasi diurnal, jika
memungkinkan (variasi diurnal lebih dari 5-6 mmHg mungkin menunjukkan
peningkatan risiko glaukoma sudut terbuka. Penyakit ini diduga kuat ketika TIO
terus meningkat.

d. Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi dilakukan untuk menyingkirkan adanya glaukoma
sudut tertutup atau penyebab sekunder peningkatan TIO, seperti glaukoma resesi
sudut, glaukoma pigmen, dan pseudoeksfoliasi. Selain itu, diperiksa pula kontur
perifer iris untuk menilai iris plateau, dan juga diperiksa anyaman trabekula untuk
menilai adanya sinekia anterior perifer, serta membran neovaskular atau inflamasi.

24
Meet the Expert (MTE)

Gambar 2.12 Iris plateau14


Kanal Schlemm dapat terlihat dengan adanya darah yang mengalir melalui
kanal ke jalinan trabekular posterior. Hal ini mungkin dapat menunjukkan
peningkatan tekanan vena episklera sehingga kasus-kasus tertentu perlu
disingkirkan seperti fistula karotid-kavernosa, orbitopati Graves, atau sindrom
Sturge-Weber .

a b

Gambar 2.13 Gambaran sudut pada gonioskopi. (a) Sudut Terbuka. (b) Sudut
Tertutup14

e. Pemeriksaan Lapang Pandang


Perlu dilakukan uji ambang batas, seperti uji Humphrey 24-2 untuk
menyingkirkan adanya defek lapang pandang glaukomatosa. Defek glaukoma
onset baru yang paling sering ditemukan berupa nasal step, temporal wedge, atau
skotoma parasentral (lebih sering di superior). Hasil pemeriksaan harus
mempertimbangkan bahwa defek lapang pandang mungkin tidak terlihat sampai
terdapat lebih dari 40% hilangnya lapisan serat saraf telah terjadi. Oleh karena itu,
tatalaksana harus didasarkan pada gambaran klinis secara keseluruhan dan bukan
pada pengujian lapangan pandang saja. Ukuran pupil harus didokumentasikan
pada setiap sesi pengujian karena konstriksi dapat mengurangi sensitivitas retina

25
Meet the Expert (MTE)

dan mirip dengan hilangnya lapang pandang progresif.


Faktor prediktif positif yang signifikan terkait hilangnya lapangan pandang
secara progresif yaitu mencakup TIO yang lebih tinggi, usia yang lebih tua,
adanya atrofi peripapiler, rasio cup-to-disc yang lebih besar, rasio area rim-disc
yang lebih kecil, dan cup yang asimetri. Beberapa faktor risiko yang sama untuk
progresi hilangnya lapangan pandang akibat glaukoma: jenis kelamin perempuan,
ras Afrika atau Latin, sindrom eksfoliasi, usia yang lebih tua, penipisan kornea
dan penurunan CCT (central corneal thickness), puncak TIO yang 1,13 mmHg
lebih tinggi, perdarahan diskus, dan atrofi peripapiler zona beta.15
Nilai baseline lapangan pandang awal mungkin perlu diulang setidaknya dua
kali pada kunjungan berturut-turut, terutama jika pengujian awal menunjukkan
indeks reliabilitas yang rendah. Jika pada follow-up terdapat risiko rendah terkait
onset kerusakan glaukoma, pengujian ulang dapat dilakukan sekali setahun saja.
Jika ada risiko tinggi untuk kerusakan glaukoma di waktu yang akan datang, maka
pengujian dapat disesuaikan (setiap 2 bulan).
Tingkat progresivitas hilangnya lapang pandang sangat berkaitan dengan
seberapa luas hilangnya lapang pandang pada manifestasi awal; tingkat
progresivitasnya akan lebih besar jika dari awal hilangnya lapang pandang sudah
cukup luas.16

Gambar 2.14 Hilangnya lapang pandang secara progresif pada pasien glaukoma

26
Meet the Expert (MTE)

2.10 Tatalaksana Glaukoma11


a. Glaukoma Sudut Terbuka
Tujuan utama terapi pada glaukoma primer sudut terbuka adalah
untuk menurunkan TIO dan mempertahankan fungsi penglihatan. Adapun
pemberian obat ditargetkan untuk menurunkan produksi maupun
meningkatkan aliran keluar humor akuos. Obat yang diberikan dapat
berupa obat tetes mata maupun oral.
Adapun obat-obatan yang dapat menurunkan produksi humor
akuos adalah sebagai berikut.
• Penghambat adrenergik-beta
Golongan ini berupa tetes mata betaxolol 0,5% (selektif) dan
timolol 0,5 % (nonselektif). Penghambat adrenergik-beta bekerja
dengan menghambat produksi cyclin adenosine monophosphate di
epitel badan siliar sehingga menurunkan sekresi humor akuos.
• Penghambat karbonat anhidrase
Golongan ini berupa tetes mata brinzolamid atau asetazolamid oral
yang secara langsung menghambat produksi humor akuos di epitel
badan siliar.
• Agonis adrenergik-alfa
Golongan obat ini berupa tetes mata apraclonidine dan
brimonidine). Obat-obatan ini dapat menurunkan produksi humor akuos
dan menurunkan tekanan vena episkleral serta memperbaiki aliran
keluar jalur trabekular.
Sementara itu, obat tetes mata yang bekerja dengan meningkatkan
aliran keluar humor akuos adalah sebagai berikut.
• Analog prostaglandin
Contoh golongan obat ini adalah lanaprost dan travaprost. Cara
kerja yang spesifik dari golongan obat ini belum diketahui, tetapi
mereka diduga dapat meningkatkan jarak antarfasia rotot-otot di badan
siliar sehingga meningkatkan aliran
• Obat parasimptomimetik/miotikum
Obat golongan ini bekerja dengan menyebabkan konstriksi pada

27
Meet the Expert (MTE)

otot longitudinal badan siliar sehingga mengencangkan anyaman


trabekular dan meningkatkan pengeluaran humor akuos.11
Sistem pemberian obat pada glaukoma primer sudut terbuka adalah
dengan mencobakan pemberian 1 macam obat tetes terlebih dahulu;
pilihan obat lini pertama adalah penghambat adrenergik-beta. Bila TIO
tidak turun sebanyak 20%, obat tetes diganti ke golongan analog
prostaglandin. Hanya saja, pilihan obat ini masih cenderung mahal. Oleh
karena itu, terkadang lini kedua yang dipakai adalah golongan penghambat
karbonat anhidrase.
Bila dengan 1 macam obat tetes TIO sudah turun >20%, namun
belum mencapai target tekanan yang diharapkan, tambahan obat mata lain
yang memiliki efek yang berbeda dapat diberikan. Misalnya, kombinasi
penghambat adrenergik-beta dan analog prostaglandin. Beberapa
kombinasi obat sudah banyak beredar di pasaran yang dapat membantu
meningkatkan ketaatan dalam pemakaian obat.
Jika obat tetes tidak mampu memberikan efek penurunan TIO atau
muncul efek samping dari pemakaian obat tetes, pasien dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan laser trabekuloplasti untuk menurunkan
TIO dengan cara meningkatkan aliran keluar humor akuos. Laser
trabekuloplasti merupakan tindakan bedah yang dilakukan sebelum
melakukan tindakan bedah lainnya.
Tindakan bedah dilakukan apabila medikamentosa maupun laser
masih belum dapat menurunkan TIO secara optimal. Trabekulektomi
menjadi pilihan dalam menurunkan TIO melalui sistem pembuatan saluran
baru untuk mengeluarkan humor akuos dari intraokular ke ruang
subkonjungtiva. Tindakan bedah lainnya adalah pemasangan implant
selang drainase atau glaucoma drainage device.
b. Glaukoma Sudut Tertutup
Dasar penanganan glaukoma primer sudut tertutup adalah
menyingkirkan penyebab penutupan sudut, penanganan kenaikan TIO,
serta monitoring untuk mempertahankan struktur papil optik, lapisan serat
saraf retina, serta fungsi penglihatan yaitu mempertahankan keutuhan

28
Meet the Expert (MTE)

lapangan pandang. Adapun tatalaksananya hampir serupa dengan


glaukoma primer sudut tertutup, yaitu:
• Iridektomi perifer
• Medikamentosa: tetes mata penghambat adrenergik-beta, penghambat
anhidrase karbonat, analog prostaglandin, parasimptomimetik, dan
agonis adrenergik alfa.
• Tindakan bedah glaukoma: trabekulektomi atau gabungan operasi
katarak + trabekulektomi, atau hanya operasi katarak saja.

2.11 Komplikasi dan Prognosis Glaukoma


Dengan pengontrolan TIO yang buruk, perubahan berkelanjutan dari
nervus optikus dan lapang pandang dapat terjadi. Prognosis umumnya baik untuk
pasien dengan glaukoma sudut terbuka. Dengan perawatan tindak lanjut yang
cermat dan kepatuhan terhadap terapi, sebagian besar pasien dengan glaukoma
sudut terbuka dapat mempertahankan penglihatan yang sepanjang hidup mereka.

29
Meet the Expert (MTE)

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan
pencekungan “cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang
yang disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan
faktor risiko terjadinya glaukoma. Dengan pengontrolan TIO yang buruk,
perubahan berkelanjutan dari nervus optikus dan lapang pandang dapat
terjadi.
3.2 Saran
Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penyusunan referat ini. Semoga makalah ini dapat berguna
bagi para pembaca dan juga bagi penulis sendiri.

30
Meet the Expert

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Glaukoma. Dalam : Ilyas S, Editor. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI; 2008. hal. 212-17.
2. Eva PR, Augsburger JJ. Glaucoma : Salmon JF, Editor. Voughan & Asbury’s
General Ophtalmology. Chapter 11. Edisi 9. Amerika Serikat : McGraw-Hill
Education; 2018. hal. 518-39
3. Sun X, Dai Y, Chen Y ,Yu DY, Cringle SJ, Chen J, et al . Primary angle closure
glaucoma: What we know and what we don’t know. Prog Retin Eye Res.
2017;57:26-45.
4. Schellack N, Schellack G, Bezuidenhout S. Glaucoma : a brief review. S Afr Pharm J.
2015;82(5):18-22

5. Kementerian Kesehatan RI. Info DATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI: Situasi dan Analisis GLAUKOMA. Pus Data dan Inf. Published online
2015:1-6.

6. Yip JL, Foster PJ. Ethnic difference in primary angle-closure glaucoma. Curr Opin
Opthtalmol.2006:17(2):175-80
7. Epstein DL, Allingham RR, Schuman JS, eds. Chandler and Grant’s Glaucoma. Ed
4. Baltimore: Williams & Wilkins;1997:641–6.
8. Cho HK, Kee C. Population-based glaucoma prevalence studies in Asians. Surv
Ophthalmol.2014;59(4):434–47.
9. Salmon, J, Glaukoma. Dalam: Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta:
EGC.2008.hal. 212-24
10. Jeffery U. Glaucoma : a clinical guide. Science and Practice.2013;72.

11. Artini W. Glaukoma. Dalam Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP, editor.
Buku Ajar Oftalmologi. Ed 1. Jakarta, Badan Penerbitan FK UI, 2017.

12. Lee CS, Larson EB, Gibbons LE, Lee AY, McCurry SM, Bowen JD, et al.
Associations between recent and established ophthalmic conditions and risk of
Alzheimer's disease. Alzheimers Dement. 2018.

13. McNamara D. Predictors of Rapid Glaucoma Progression Identified. Medscape


Medical News. Diakses di http://www.medscape.com/viewarticle/805049.

14. International Council of Ophtalmology. ICO Guidelines for Glaucoma Eye Care.
Brussel: The Council. 2016.

15. De Moraes CG, Juthani VJ, Liebmann JM, Teng CC, Tello C, Susanna R Jr, et al.
Risk factors for visual field progression in treated glaucoma. Arch Ophthalmol. 2011.
129(5):562-8.
16. Rao HL, Kumar AU, Babu JG, Senthil S, Garudadri CS. Relationship between
Severity of Visual Field Loss at Presentation and Rate of Visual Field Progression in
Glaucoma. Ophthalmology. 2011. 118(2):249-53.

Anda mungkin juga menyukai