Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako Januari 2023
REFERAT
DISUSUN OLEH :
Chayrunisa
N 111 22 145
PEMBIMBING KLINIK
dr. Neneng H, Sp.M
i
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Chayrunisa
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tadulako
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata................................................... 3
2.2 Glaukoma ............................................................................... 7
- Definisi ............................................................................ 7
- Etiologi ............................................................................ 7
- Patogenesis ...................................................................... 8
- Gejala Klinis .................................................................... 9
- Diagnosis ......................................................................... 10
- Tatalaksana ...................................................................... 12
- Diagnosis Banding ........................................................... 12
2.3 Katarak ................................................................................... 7
- Definisi ........................................................................... 7
- Etiologi ........................................................................... 7
- Patogenesis ..................................................................... 8
- Gejala Klinis ................................................................... 9
- Diagnosis ........................................................................ 10
- Tatalaksana ..................................................................... 12
- Diagnosis Banding .......................................................... 12
BAB III : PENUTUP ..................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan .............................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Katarak dapat didefinisikan sebagai segala jenis kekeruhan yang terjadi pada
lensa mata. Sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi
kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita
terganggu secara berangsur. Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau
ketuaan trauma mata, komplikasi penyakit tertentu, maupun bawaan lahir.
4
negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan. Disebutkan, saat ini terdapat
45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya berada di negara miskin atau
berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada diurutan ketiga dengan terdapat
angka kebutaan sebesar 1,47%.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata
Anatomi berasal dari latin anatemnein (memotong) dan berarti seni memotong.
Anatomi adalah komponen fundamental medis sains, membekali siswa dengan
pengetahuan memahami pemeriksaan fisik, medis selanjutnya investigasi, dan
bagaimana penyakit mempengaruhi tubuh manusia. anatomi meruakan ilmu dasar
dalam praktik kedokteran. Berbekalan pengetahuan dasar kita dapat mengetahui
penyakit pada pasien dan mengetahuhi lokasi organ yang mengalami kelaian pada
saat pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Secara fungsional mata sebagai organ penglihatan manusia yang terdiri dari atas
bola mata (bulbus oculi) beserta organ optic, otot ekstrinsik mata, sejumlah
pembuluh dara dan saraf beserta berbagai struktur tambahan, seperti kelopak mata
(palpebrae), jaringan ikat (tunica conjungtiva), dan apparatus lacrimasi.
6
Berdasarkan struktur anatominya, mata dibagi menjadi 3 lapisan, yang terdiri dari
kornea dan sklera di lapisan terluar, uvea di tengah, dan retina di lapisan yang
terdalam. Sklera memiliki fungsi protektif untuk mempertahankan struktur mata.
Mata adalah bagian dari organ indera yang memiliki bentuk sferis dengan
diameter anteroposterior kurang lebih 22-27 mm. Bagian anterior mata dilapisi
oleh kornea, sedangkan bagian posterior dilapisi oleh sklera, koroid, dan retina.
Ruang pada bola mata terdiri dari kamera okuli anterior, kamera okuli posterior,
serta kavum vitreus.
7
3. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. Sklera merupakan
jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian
terluar yang melindungi bola mata. Sedangkan kornea merupakan selaput mata
yang menembus cahaya dan menutup bola mata di depan. Kelengkungan kornea
lebih besar dibandingkan sclera. Kornea terdiri dari 5 lapis: epitel, membrane
bowman, stroma, membrane descement, endotel.
Jaringan uvea terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris terdapat pupil
yang dapat mengatur jumlah sinar yang masuk kedalam bola mata. Reaksi pupil
juga merupakan indicator untuk fungsi simpatis (midriasis) dan fungsi
parasimpatis (miosis) pupil. Otot diatator (M. dilatator pupilae) dipersarafi oleh
simpatis, sedangkan sfingter iris dan otot siliar dipersarafi oleh parasimpatis. Otot
siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk keutuhan
akomodasi. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik
mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada
pangkal iris di batas kornea dan sklera.
8
Lensa terletak di belakang pupil dan dipegang di daerah ekuatornya pada badan
siliar melalui zonula zinn. Lensa mata memiliki peranan pada akomodasi atau
melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan ke macula lutea.
Gambar. Lensa
Di rongga anterior antara kornea dan lensa mengandung cairan jerni encer yaitu
humor aqueous. Humor ini membawa nitrien bagi kornea dan lensa, yaitu dua
struktur yang tidak memiliki aliran darah. Adanya pembuluh darah di struktur ini
akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Humor aqueous di hasilkan
oleh suatu jaringan kapiler di dalam badan siliaris. Cairan ini mengalir ke suatu
kanalis di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah.
9
Sudut bilik mata dibentuk oleh jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada
bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan
pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam
bola mata sehingga tekanan bola mata meningkat atau disebut dengan glaukoma.
2.2 Glaukoma
1. Definisi
Istilah Glaukoma (dari bahasa Yunani glaukós, nonspcific untuk hijau atau
abu-abu muda [1]) merupakan neuropati optic yang khas di sertai terkait
dengan penurunan lapang pandang akibat kerusakan papil nervus optikus, di
mana tekanan intraokular merupakan faktor resiko. (alexander) (tanto)
2. Etiologi
Glaukoma dapat bersifat kongenital ataupun didapatkan. Berdasarkan
etiologinya dibagi menjadi 2 yaitu:
- Glaukoma primer: tanpa faktor contributor yang jelas
- Glaukoma sekunder: dengan faktor contributor ocular atau ekstra-okular
yang jelas berhubugan dengan peningkatan tekanan intraokular (contoh:
glaukoma phacomorphic). (tanto)
3. Pathogenesis dan patofisiologinya
Secara umum, tekanan intraokular (TIO) normal berkisar antara 10-21 mmHg.
TIO dapat meningkat akibat gangguan sistem drainase (glaukoma sudut
terbuka) atau gangguan akses sistem drainase (glau- koma sudut tertutup).
Terapi glaukoma bertujuan un- tuk menurunkan TIO, dan mengatasi dasar
penyebab peningkatan TIO.
Pada glaukoma akut, peningkatan TIO mendadak hingga 60-80 mmHg
mengakibatkan kerusakan iske- mia akut dari nervus optikus. Pada glaukoma
sudut terbuka primer, kerusakan sel ganglion retina muncul akibat jejas kronis
menahun. Pada glaukoma dengan TIO normal, papil nervus optikus mungkin
rentan ter- hadap TIO yang normal
10
4. Gambaran klinis
11
menunjukkan nukleus lunak dan rasio nuklir/sitoplasma jinak
(hematoxylin-eosin-100).
12
terdiri dari sel nevus polihedral montok dengan sejumlah besar pigmen
melanin yang cenderung mengaburkan detail inti (Hematoxylin-eosin-
50). (Bawah) Bagian yang diputihkan menunjukkan nukleus lunak dan
rasio inti/sitoplasma rendah. (Hematoksilin-eosin-100).
5. Diagnosis
Diagnosis utama glaukoma adalah pemeriksaan funduskopi pada diskus
optikus dan lapisan serat saraf retina. Perubahan glaukoma dimanifestasikan
13
oleh hilangnya jaringan di tepi neuroretinal dan pembesaran ekskavasi saraf
optik, perbedaan non-fisiologis antara ekskavasi saraf optik di kedua mata,
perdarahan di tepi diskus optik, penipisan saraf retina. lapisan serat, dan atrofi
jaringan parapapiler
6. Tatalaksana
Tatalaksana pasien dengan glaukoma sekunder adalah dengan
medikamentosa, laser, dan tindakan pembedahan. Tatalaksana glaukoma
sekunder dengan medikamentosa, laser, dan pembedahan. Pasien glaukoma
yang datang pertama kali akan diberikan obat berupa tetes maupun oral,
bergantung dari pemeriksaan TIO dengan menggunakan tonometri aplanasi
(ATN). Tatalaksana glaukoma bertujuan menurunkan TIO awalnya target
penurunan TIO itu sekitar 30%, namun apabila masih terjadi progresivitas
tekanan harus lebih diturunkan. Tidak ada target yang pasti dari penurunan
TIO yang dapat menjamin bebas progresi, akan tetapi progrevitas jarang
terjadi pada TIO <16 mmHg.
- Glaukoma sudut terbuka
Terapi medikamentosa yang sering digunakan se- bagai terapi inisial
untuk adalah analog prostaglandin dan penyekat beta. Terapi lain bagi
glaukoma sudut terbuka primer adalah trabekuloplasti dengan laser.
Terapi ini dapat digunakan pada beberapa pasien atau pada pasien
yang tidak dapat menggunakan obat-obatan karena biaya, gangguan
ingatan, kesulitan untuk menggu- nakan obat, atau intoleransi obat.
- Glaukoma sudut tertutup
Pada glaukoma sudut tertutup primer, pilihan terapi utamanya adalah
iridotomi laser/operasi iridotomi.
14
7. Diagnosis banding
Diagnosis diferensial jatuh ke dalam dua tahap. Yang pertama adalah
perbedaan pembuluh iris yang tampak tidak normal. Kedua adalah perbedaan
dari peningkatan TIO akut dengan kornea keruh. Berkenaan dengan yang
pertama, daftarnya pendek: iris abnormal pembuluh darah mungkin karena
ruheosis sejati (dari penyebab apapun tapi biasanya iskemia), pembuluh iris
abnormal juga terjadi pada Fuch's iridosiklitis heterokromik dan
pseudoeksfoliasi. Pembuluh iris yang menonjol secara abnormal dapat terjadi
dengan peradangan intraokular dari penyebab apa pun-tetapi pembuluh ini
tidak melewati taji sklera ke jalinan trabekula.
Presentasi akut dengan TIO tinggi dan kornea keruh mungkin disebabkan oleh
glaukoma rubeotik, glaukoma sudut tertutup akut biasa, iritis hipertensi,
glaukoma fakolitik atau glaukoma sel hantu. Perawatan ditujukan untuk
mendiagnosis mata yang berisiko terkena glaukoma rubeotik sebelum
rubeosis berkembang, atau segera setelah rubeosis berkembang, dan
mencegah perkembangan glaukoma neovaskular yang parah. Semua pasien
dengan oklusi vena retina sentral harus dinilai untuk menentukan derajat
iskemia dan diobati dengan fotokoagulasi pan-retina atau diikuti secara ketat
untuk memungkinkan deteksi dini neovaskularisasi iris, dan kemudian diobati.
Perawatan setelah glaukoma neovaskular berkembang, terutama jika sudutnya
tertutup seluruhnya, jauh lebih sulit. Dalam situasi ini, pengobatan ditujukan
untuk menurunkan tekanan dalam jangka pendek cukup untuk membersihkan
kornea dan memungkinkan fotokoagulasi panretinal. Setelah iskemia retina
diatasi, pengobatan glaukoma topikal atau oral dapat dilakukan sukses. Jika
tidak, operasi glaukoma dapat dicoba. Bahkan jika neovaskularisasi iris telah
ditangani dan diobati, masih ada tingkat kegagalan yang tinggi dari operasi
glaukoma konvensional dan tabung Molteno atau prosedur siklodestruktif
mungkin diperlukan. Manajemen bedah glaukoma neovaskular memiliki
15
tingkat kegagalan yang lebih tinggi daripada manajemen bedah sekunder
rumit lainnya glaukoma
16