Anda di halaman 1dari 31

PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

PAPER

KATARAK KONGENITAL

Disusun oleh:
ANDINI ANASTASYA HASIBUAN
130100046

Pembimbing:
Dr. dr. Rodiah R. Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan
judul “KATARAK KONGENITAL”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada dokter pembimbing penulis, Dr. dr. Rodiah R.Lubis,
M.Ked(Oph), Sp.M (K) yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
bimbingan serta masukan dalam penyusunan paper ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari kesempurnaan
baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan
kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan paper selanjutnya.
Paper ini diharapkan bermanfaat bagi yang membaca dan dapat menjadi
referensi dalam pengembangan wawasan di bidang medis.

Medan, 24 Agustus 2020

Penulis

i
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………. i


DAFTAR ISI ………………………………………………………………...…. ii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………... iii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………….… 1
1.1 Latar Belakang ……..…………………………………………………..…. 1
1.2 Tujuan …………………………………………………………..………… 2
1.3 Manfaat …………………..……………………………………………….. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….. 3
2.1 Anatomi Lensa …………………………………………………….…….. 3
2.2 Embriologi Lensa …………………………………………………..……. 8
2.3 Fisiologi Lensa ………………………………………………...……….. 10
2.4 Katarak Kongenital ……………….…....………….……………...……. 11
2.4.1 Defenisi ………………………..……………..………… 11
2.4.2 Etiologi …………………………………..…….……….. 12
2.4.3 Epidemiologi ………………………..………………..… 12
2.4.4 Patofisiologi ………….…………..…………………….. 13
2.4.5 Klasifikasi ........................................................................ 14
2.4.6 Gejala Klinis ……………………..…………………..…. 16
2.4.7 Diagnosis ……………………..……………………….... 17
2.4.8 Diagnosis Banding ........................................................... 19
2.4.9 Penatalaksanaan …………..……………….…...………. 19
2.4.10 Komplikasi ……………………………………………... 22
2.4.11 Prognosis ……………………………………………….. 23
BAB III KESIMPULAN ……………………………………..…..………….... 25
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………..………..…..... 26

ii
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Mata ………………………………………………….…….. 3
Gambar 2. Struktur Lensa ...................................................................................... 5
Gambar 3. Struktur Lensa Di Perbesar ……………………………..…………… 6
Gambar 4: Anatomi Lensa ………………………………………………….…… 6
Gambar 5: Struktur Lensa Dengan Sutura Lensa “Y” ………………………..…. 7
Gambar 6. Akomodasi Lensa ……………………………………………….…… 7
Gambar 7. Perkembangan Dari Embrio Mengenai Mata …………………..……. 9
Gambar 8. Embriologi Mata …………………………………………………… 10
Gambar 9. Morfologi katarak kongenital …………………………………….… 15
Gambar 10. Morfologi katarak kongenital ……………………………….…….. 16
Gambar 11. Retinoblasma ……………………………………………..……….. 19
Gambar 12. Ablasio retina ……………………………………………….…….. 19

iii
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bula mana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya.1
Menurut WHO di negara berkembang 1-3% penduduk mengalami kebutaan dan
50% penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk negara maju sekitar 1,2%
penyebab kebutaan adalah katarak. Menurut survei depkes RI tahun 1982 pada 8
propinsi, prevalensi kebutaan bilateral adalah 1,2% dari seluruh penduduk,
sedangkan prevalensi kebutaan unilateral adalah 2,1% dari seluruh penduduk.2
Berdasarkan hasil survey di Indonesia, prevalensi sebesar 1,5 % penduduk
mengalami kebutaan. 1
Katarak dapat berefek pada satu mata yang dikenal sebagai katarak unilateral
atau kedua mata dikenal sebagai katarak bilateral. Kebanyakan anak-anak dengan
katarak pada satu mata biasanya mempunyai penglihatan yang bagus pada bagian
yang lain. 2
Ada banyak macam tipe katarak, beberapa berpengaruh pada penglihatan dan
yang lainnya sama sekali tidak. Sebuah katarak yang berlokasi didaerah sentral
lensa biasanya mempengaruhi pandangan dan perkembangan sistem penglihatan,
namun demikian hal tersebut tetap tergantung dengan ukuran dan tingkat kekeruhan
lensa. Jika katarak berukuran kecil, berada di lensa bagian anterior, atau pada
bagian tepi, tidak akan ada gangguan penglihatan.3
Katarak unilateral biasanya jarang terjadi. Hal ini dihubungkan dengan kelainan
mata (seperti, posterior lenticonus, persistent hyperplastic primary vitreous,
anterior segment dysgenesis, posterior pole tumors), trauma, atau infeksi intauterin,
particularly rubella. Katarak bilateral sering herediter dan dihubungkan dengan
penyakit lain. Hal tersebut disebabkan oleh infeksi, sistemik dan susunan genetik.
Penyebabnya biasanya adalah hipoglikemia, trisomi (seperti, sindrom Down,

1
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

Edward,dan Patau), myotonic dystrophy, penyakit infeksi (seperti, toxoplasmosis,


rubella, cytomegalovirus, and herpes simplex [TORCH]), dan prematuritas.4
Katarak kongenital merupakan penyebab hampir 10 % kebutaan pada anak-
anak diseluruh dunia. Frekuensi atau jumlah kejadian total katarak kongenital di
seluruh dunia belum diketahui pasti. Di Amerika Serikat disebutkan sekitar 500-
1500 bayi lahir dengan katarak kongenital tiap tahunnya dengan insiden 1,2-6 kasus
per 10.000 kelahiran. Sedangkan di Inggris, kurang lebih 200 bayi tiap tahunnya
lahir dengan katarak kongenital dengan insiden 2,46 kasus per 10.000 kelahiran.
Di Indonesia sendiri belum terdapat data mengenai jumlah kejadian katarak
kongenital, tetapi angka kejadian katarak kongenital pada negara berkembang
adalah lebih tinggi yaitu sekitar 0,4 % dari angka kelahiran.2
Katarak yang berkembang pesat dapat mengakibatkan kebutaan pada bayi jika
dibiarkan tidak ditangani. Katarak kongenital dapat terus berkembang, namun pada
umumnya berkisar hitungan bulan hingga tahun. Dokter mata akan
mempertimbangkan kapan akan dilakukan tindakan . 2
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menguraikan teori-teori
tentang Central Serous Chorioretinopathy, mulai dari definisi sampai diagnosis dan
penatalaksanaannya. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi
persyaratan pelakasanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami
tentang Central Serous Chorioretinopathy, dan mampu melaksanakan diagnosis
serta penatalaksanaan terhadap gangguan ini sesuai dengan Standar Kompetensi
Dokter Indonesia.

2
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Lensa
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah: sklera/kornea,
koroid/badan siliaris/iris, dan retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat
yang protektif dan kuat di sebelah luar yaitu sklera, yang membentuk bagian putih
mata. Pada bagian anterior, lapisan luar terdiri atas kornea transparan yang
merupakan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah
dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-
pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah
koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar
dan sebuah lapisan syaraf di dalamnya. Retina mengandung sel batang dan sel
kerucut yang fotoreseptor yang dapat mengubah energi cahaya menjadi impuls
syaraf.5

Gambar 1. Anatomi Mata5

3
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

Cahaya masuk ke mata dari media ekstenal seperti, udara, air, melewati
kornea dan masuk ke dalam aqueous humor. Refraksi cahaya kebanyakan terjadi di
kornea dimana terdapat pembentukan bayangan yang tepat. Aqueous humor
tersebut merupakan massa yang jernih yang menghubungkan kornea dengan lensa
mata, membantu untuk mempertahankan bentuk konveks dari kornea (penting
untuk konvergensi cahaya di lensa) dan menyediakan nutrisi untuk endothelium
kornea. Iris yang berada antara lensa dan aqueous humor, merupakan cincin
berwarna dari serabut otot. 3,5
Cahaya pertama kali harus melewati pusat dari iris yaitu pupil. Ukuran pupil
itu secara aktif dikendalikan oleh otot radial dan sirkular untuk mempertahankan
level yang tetap secara relatif dari cahaya yang masuk ke mata. Terlalu banyaknya
cahaya yang masuk dapat merusak retina. Namun bila terlalu sedikit dapat
menyebabkan kesulitan dalam melihat. Lensa yang berada di belakang iris
berbentuk lempeng konveks yang memfokuskan cahaya melewati humour kedua
untuk menuju ke retina.2
Lensa adalah suatu struktur bikonveks avaskular tidak bewarna dan hampir
transparan sempurna yang berasal dari ektoderm permukaan serta dapat menebal
dan menipis pada saat terjadinya akomodasi, pada lensa juga tidak terdapat serat
nyeri, pembuluh darah atau saraf dilensa.1,3
Lensa mata merupakan struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan
tembus pandang yang berasal dari ektoderm permukaan serta dapat menebal
menipis pada saat erjadinya akomodasi, pada lensa juga tidak terdapat serat nyeri,
pembuluh darah, muaupun saraf. Tebalnya sekitar 5 mm dengan diameter sekitar 9
mm. dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula yang menghubungkannya dengan
korpus siliare. Pada bagian anterior lensa terdapat humor aqueous sedangkan pada
bagian posteriornya terdapat vitreus humor. 3
Kapsul lensa adalah sebuah membran yang semipermeabel yang
mempermudah air dan elektrolit masuk. Kapsul ini terdiri dari zat kolagen yang
terdiri dari kapsul anterior dan posterior. Di bagian kapsul anterior terdapat satu
lapis sel epitel (epitel subkapsuler) yang kearah ekuator menghasilkan serabut (serat
lamellae) lensa yang terus diproduksi sehingga lama kelamaan lensa menjadi lebih

4
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

besar dan kurang elastik. Serabut yang usianya tertua ditemukan di sentral dan
membentuk nukleus lensa sedangkan yang lebih muda terletak di perifer (di bagian
luar nukleus) membentuk korteks lensa. Korteks yang terletak disebelah depan
nukleus lensa disebut korteks anterior, sedangkan yang terletak dibelakangnya
disebut korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi yang lebih keras
berbanding korteks lensa. Nukleus dan korteks terbentuk dari serabut atau serat
lamellae konsentris yang panjang. Garis persambungan yang terbentuk dengan
persambungan lamallae ini ujung ke ujung di anterior dan posterior disebut sutura
lensa yang berbentuk ”Y” bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk ”Y” ini tegak di
anterior dan terbalik di posterior.2,3
Lensa ditahan oleh sebuah ligamentum yaitu zonula zinni yang tersusun dari
banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan menyisip kedalam equator lensa.
65% lensa terdiri dari air dan sekitar 35% nya terdiri dari protein (kandungan
protein yang tertinggi di antara jaringan tubuh) dan sedikit mineral. Kandungan
kalium lebih tinggi daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi ataupun tereduksi.6
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu yaitu:7
1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung.
2. Jernih atau transparan karana diperlukan sebagai media penglihatan
3. Terletak di tempatnya.

Gambar 2. Struktur Lensa2

5
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

Gambar 3. Struktur Lensa Di Perbesar5

Gambar 4: Anatomi Lensa2

6
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

Gambar 5: Struktur Lensa Dengan Sutura Lensa “Y”2

Lensa berfungsi sebagai :


1. Media refraksi yang merupakan bagian optic bola mata untuk
memfokuskan sinar ke bintik kuning1
2. Fungsi akomodasi yaitu dengan kontraksinya otot-otot siliar maka
ketegangan zonula zinni berkurang sehingga lensa menjadi lebih cembung
untuk melihat obyek yang lebih dekat.1

Gambar 6. Akomodasi Lensa1

7
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

Metabolisme lensa1,2,3 :
• Transparansi lensa :
o Transparansi lensa diatur oleh keseimbangan air dan kation
(Natrium dan Kalium) dimana kedua kation ini berasal dari humor
aqueos dan vitreus.
o Kadar kalium di bagian anterior lebih tinggi dibandingkan bagian
posterior dan kadar natrium lebih tinggi di bagian posterior daripada
anterior lensa
o Ion kalium akan bergerak ke bagian posterior ke humor aqueos dan
ion natrium bergerak ke arah sebaliknya yaitu ke anterior untuk
menggantikan ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATP
ase
o Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium
keluar dan menarik ion kalium ke dalam dimana mekanisme ini
tergantung dari pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na-K
ATPase.
Inhibisi dari Na-K ATP ase akan menyebabkan hilangnya keseimbangan kation
sehingga terjadi peningkatan kadar air dalam lensa dan gangguan dari hidrasi
lensa ini menyebabkan kekeruhan lensa.3
2.2 Embriologi Lensa
Mata berasal dari tonjolan otak (optic vesicle). Lensanya berasal dari
ektoderm permukaan, pada tempat lensplate, yang kemudian mengadakan
invaginasi dan melepaskan diri dari ektoderm permukaan, membentuk vesikel lensa
dan bebas terletak di dalam batas-batas dari optic cup. Segera setelah vesikel lensa
terlepas dari ektoderm permukaan, maka sel-sel bagian posterior memanjang dan
menutupi bagian yang kosong. Pada stadium ini kapsul hialin dikeluarkan oleh sel-
sel lensa. Serat-serat sekunder memanjangkan diri dari daerah ekuator dan tumbuh
ke depan di bawah epitel subkapsuler, yang hanya selapis dan kebelakang kapsula
lentis. Serat-serat ini saling bertemu dan membentuk sutura lentis, yang berbentuk
huruf Y yang tegak dianterior dan Y terbalik di posterior.2

8
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

Pembentukan lensa, selesai pada umur 7 bulan penghidupan foetal. Inilah


yang membentuk substansi lensa, yang terdiri dari korteks dan nukleus.
Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus selama
hidup, tetapi lebih lambat. Kemudian terjadi kompresi dari serat-serat tersebut
dengan disusul proses sklerosis.7

Gambar 7. Perkembangan Dari Embrio Mengenai Mata7

9
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

Gambar 8. Embriologi Mata7

2.3 Fisiologi Lensa


Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya
hal ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar
yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut
akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama
kurvatura anterior.8
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris
relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior

10
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan
zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa
menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus
siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-
lahan akan berkurang.5
Secara fisiologi lensa mempunyai sifat tertentu yaitu kenyal atau lentur
karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung,
jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, dan terletak di
tempatnya.8 Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa
lensanya lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian
sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara
perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana
nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa
menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan
tampak sebagai grey reflex atau senile reflex, yang sering disangka sebagai katarak.
Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya
pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang Indonesia dimulai pada
umur 40 tahun.5
2.4 Katarak Kongenital
2.4.1 Defenisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan
cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akbiat keduanya. Katarak
kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah kelahiran
dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun.8 Sebuah katarak disebut kongenital

11
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

bila ada saat lahir, atau dikenal juga sebagai “infantile cataract” jika berkembang
pada usia 6 bulan setelah lahir.9
2.4.2 Etiologi
Katarak terbentuk saat protein di dalam lensa menggumpal bersama-sama
membentuk sebuah clouding atau bentuk yang menyerupai permukaan. Ada banyak
alasan yang menyebabkan katarak kongenital, yaitu antara lain.10
1) Herediter (isolated – tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau
sistemik) seperti autosomal dominant inheritance.
2) Herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom
multisistem.
• Kromosom seperti Down’s syndrome (trisomy 21), Turner’s syndrome.
• Penyakit otot skelet atau kelainan otot seperti Stickler syndrome,
Myotonicdystrophy.
• Kelainan sistem saraf pusat seperti Norrie’s disease.
• Kelainan ginjal seperti Lowe’s syndrome, Alport’s syndrome.
• Kelainan mandibulo-fasial seperti Nance-Horan cataract-dental
syndrome.
• Kelainan kulit seperti Congenital icthyosis, incontinentia pigmenti.
3) Infeksi seperti toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simplex, sifilis,
poliomielitis, influenza, Epstein-Barr virus saat hamil.
4) Obat-obatan prenatal (intra-uterine) seperti kortikosteroid dan vitamin A
5) Radiasi ion prenatal (intra-uterine) seperti X-rays
6) Kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan dan galaktosemia.
7) Tapi penyebab terbanyak pada kasus katarak adalah idiopatik, yaitu tidak
diketahui penyebabnya.
2.4.3 Epidemiologi10
• Frekuensi
Di Indonesia belum data mengenai insiden katarak kongenital, namun di
Amerika Serikat insiden katarak kongenital adalah 1,2-6 kasus per 10.000
kelahiran. Insiden katarak secara internasional belum diketahui. Meskipun
WHO dan organisasi kesehatan yang lain membuat resolusi yang luar biasa

12
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

dalam vaksinasi dan pencegahan penyakit, angka rata-rata katarak


kongenital mungkin lebih tinggi di bawah negara berkembang.5,10
• Mortalitas/Morbiditas10
Mordibitas penglihatan mungkin berasal dari ambliopia deprivasi,
ambliopia refaksi, glaukoma (sebanyak 10% setelah operasi pengangkatan),
danretinal detachment. Penyakit metabolik dan sistemik ditemukan
sebanyak 60% pada katarak bilateral. Katarak kongenital umumnya
menyertai pada retardasi mental, tuli, penyakit ginjal, penyakit jantung dan
gejala sistemik.
• Umur10
Katarak kongenital biasanya didiagnosa pada bayi yang baru lahir.
2.4.4 Patofisiologi11
• Pembentukan lensa selama invaginasi dari lapisan ektoderm overlying the
optic vesicle. Nukleus embrionik berkembang dari minggu ke enam gestasi.
Nucleus fetal yang mengelilingi nukleus emrionik. Saat lahir, nukleus
embrionik dan fetal membentuk lensa paling banyak. Setelah lahir, fiber
kortikal lensa dilapisi dari konversi epitel lensa anterior ke dalam fiber
kortikal lensa.
• The Y sutures adalah sebuah pertanda penting karena mengidentifikasi luas
dari nukleus fetal. Bahan tepi lensa ke sutura Y adalah bagian korte lensa,
sebaliknya bahan lensa dan meliputi sutura Y adalah inti. Pada stit lamp,
sutura Y bagian anterior terorientasi tegak lurus dan sutura Y bagian
posterior terbalik.
• Beberapa hal yang merusak (seperti infeksi, trauma, metabolik) terhadap
nukleus atau serabut lensa mungkin menghasilkan sebuah opacity (katarak)
dari media lenticular yg bersih. Lokasi dan bentuk dari kekeruhan berwarna
putih(lekokoria) biasa digunakna untuk menentukan waktu kerusakan dan
etiologi.

13
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

2.4.5 Klasifikasi
Klasifikasi katarak kongenital berdasarkan morfologi penting, karena dapat
menunjukkan etiologi kemungkinan, diwariskan dan efek pada penglihatan.
Adapun klasifikasi berdasarkan morfologi adalah sebagai berikut:12
a. Katarak nuclear adalah katarak yang terbatas pada nukleus lensa embrio atau
janin. Katarak bisa padat atau halus dengan kekeruhan berbentuk serbuk/seperti
debu (Gambar 6A). Berhubungan dengan mikrophthalmos.
b. Katarak lamellar, mempengaruhi lamella tertentu dari lensa baik anterior dan
posterior (Gambar 6B) dan dalam beberapa kasus dikaitkan dengan ekstensi
radial (Gambar 6C). Katarak lamellar mungkin AD, terjadi pada bayi dengan
gangguan metabolik dan infeksi intrauterin.
c. Katarak koroner (supranuclear), katarak terletak di korteks dalam dan
mengelilingi inti seperti mahkota (Gambar 6D). Biasanya sporadis dan hanya
sesekali yang bersifat herediter.
d. Katarak blue dot (cataracta punctata caerulea - Gambar 6E) yang umum dan
tidak berbahaya, dan dapat bersamaan dengan katarak jenis lain.
e. Katarak sutura, di mana kekeruhan mengikuti sutura Y anterior atau posterior.
(Gambar 6F).
f. Katarak polaris anterior (Gambar 7A), bisa flat atau kerucut ke ruang anterior
(katarak piramidal - Gambar 7B). Katarak piramidal sering dikelilingi oleh
daerah katarak kortikal dan dapat mempengaruhi penglihatan. Berhubungan
dengan katarak polaris anterior termasuk membran pupil persisten (Gambar
7C), aniridia, anomali Peters dan lenticonus anterior.
g. Katarak polaris posterior (Gambar 7D) kadang-kadang berhubungan dengan
sisa-sisa hyaloid persisten (Mittendorf dot), lenticonus posterior dan vitreous
primer hiperplastik persisten.
h. Katarak central oil droplet (Gambar 7E), khas pada galaktosemia.
i. Katarak membranosa, jarang dan mungkin terkait dengan Hallermann-Streiff-
François sindrom. Terjadi ketika bahan lentikular sebagian atau seluruhnya
menyerap kembali meninggalkan sisa kapur putih-materi lensa yang terjepit di
antara kapsul anterior dan posterior (Gambar 7F).

14
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

Gambar 9. Morfologi katarak kongenital12

15
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

Gambar 10. Morfologi katarak kongenital12


2.4.6 Gejala Klinis13
Setiap bayi sebaiknya pertama diskrining sejak 24-48 jam setelah kelahiran
sebagai bagian dari the National Screening procedure. Bayi-bayi normalnya
kembali diperiksa oleh seorang petugas kesehatan sekitar umur 6 bulan. Jika
seorang orang tua melihat sesuatu yang tidak normal pada setiap tingkat
pertumbuhan dari bayi mereka, mereka seharusnya mendiskusikannya dengan
dokter keluarga mereka.

16
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

Jika seorang dokter kandungan atau dokter rumah sakit mencurigai seorang
anak mempunyai katarak kongenital, mereka akan merencanakan sebuah
pemeriksaan lengkap terhadap mata dan lensa. Seorang spesialis mata akan
melakukan pemeriksaan tersebut di rumah sakit. Jika seorang anak katarak atau
katarak tampak mempunyai efek yang signifikan terhadap penglihatan anak,
pembedahan mungkin dipertimbangkan pada usia dibawah 3 bulan. Dalam kasus
seperti ini sangatlah penting untuk segera merujuk ke dokter spesialis mata secepat
mungkin sesuai diagnosis.
Seorang dokter mata biasanya menggunakan sebuah alat yang disebut
oftalmoskop yang dapat memeriksa bagian dalam mata seoarang anak.
Oftalmoskop dipegang mendekati mata tapi tidak sampai menyentuh mata.
Kadang-kadang seorang anak diberikan anastesi umum agar dokter spesialis
mata dapat memeriksa mata anak tersebut secara keseluruhan tanpa menyebabkan
kesukaran. Jika katarak berkembang pada masa anak nanti, mereka mungkin
menyadari secara nyata jika hal tersebut mempengaruhi penglihatan mereka.
Contohnya kadang seorang anak mempunyai kesulitan dalam memfokuskan objek
secara pasti atau harus mendekatkan kepala mereka ke suatu objek atau bisa
menimbulkan strabismus. Dalam kasus seperti ini seorang dokter umum hendaknya
segera merujuk ke dokter spesialis mata.
Dalam sedikit kasus sebuah katarak dapat mengubah bentuk mata. Sebuah
katarak yang berat dapat menyebabkan pupil anak terlihat berwarna putih, as the
cloudy cataract can be seen through it. Namun demikian, ada banyak penyebab lain
yang menyebabkan pupil berwarna putih yang sebaiknya diperiksa sebagai sesuatu
yang emergensi, karena hal tersebut dapat menjadi sesuatu yang serius.
2.4.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan :
• Anamnesis14
Gejala klinis pada katarak kongenital adalah silau, bercak putih pada pupil
disebut leukokoria, penglihatan berkurang, cahaya tidak dapat melalui lensa,
karena tidak lagi transparan. Pada anak yang lebih tua mata bisa berubah. Ini
disebut strabismus, atau dikenal dengan juling. Terjadi karena mata tidak bisa

17
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

fokus dengan baik.12 Pemeriksaan mata secara menyeluruh dapat menegakkan


diagnosis dini katarak kongenital. Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan
alat khusus dan tampak sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya
berwarna hitam. Bayi gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan
di sekitarnya dan kadang terdapat nistagmus.
• Pemeriksaan Fisik15
➢ Pupil berwarna abu-abu atau putih seperti awan(normal berwarna hitam)
➢ Sebuah lensa berwarna putih disebut katarak. Tidak semua katarak
tampak secara nyata. Lekokoria atau reflek putih dapat muncul sebagai
pertanda katarak. Faktanya, pada studi tahun 2008, 60% pasien yang ada
dengan lekokoria mempunyai katarak kongenital (18% unilateral dan
42% bilateral).
➢ Deskripsi dari sebuah katarak kongenital harus meliputi lokasi, warna,
densitas, dan bentuk, sebagai tujuan dari identifikasi.
➢ Cahaya "Red eye" dari pupil menghilang pada foto atau berbeda pada
kedua mata.
➢ Sebuah reflex merah yang irreguler adalah sebuah pertanda dari masalah
penglihatan. Jika terdeteksi sebuah sebuah reflex saat skrining awal, hal
ini biasanya mengindikasikan terdapatnya sebuah katarak kongenital
dan disarankan untuk konsultasi ke spesialis mata
➢ Pergerakan bola mata yang cepat dan tidak biasa (nistagmus).
➢ Pemeriksaan slit lamp pada kedua mata (yang sudah didilatasikan
terlebih dahulu) tidak hanya mengkonfirmasikan keberadaan katarak
tetapi juga mungkin dapat mengidentifikasikan waktu terbentuknya di
dalam kandungan dan jika terdapat keterlibatan sistemik atau metabolik
yang lain.
➢ Pemeriksaan fundus yang sebelumnya telah didilatasikan
direkomendasikan sebagai bagian dari pemeriksaan mata untuk kasus
katarak unilateral dan katarak bilateral.

18
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

2.4.8 Diagnosa Banding18


• Retinoblastoma
Retinoblastoma adalah kanker mata pada anak. Kanker mata ini terjadi saat
sel-sel retina mata tumbuh cepat, tidak terkendali, dan merusak jaringan
disekitarnya. Salah satu tanda retinoblastoma adalah mata terlihat seperti
“mata kucing” saat terkena sinar.

Gambar 11. Retinoblasma18


• Ablasio retina
Ablasio retina adalah salah satu penyakit mata yang kerap menjadi
kekhawatiran banyak orang. Sebab, kondisi berupa terlepasnya retina atau
selaput jala dari posisi aslinya ini bisa membuat mata buta secara permanen.

Gambar 12. Ablasio retina


2.4.9 Penatalaksanaan
• Non Farmakologi19
Pertimbangan waktu sangat penting dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Katarak total bilateral memerlukan operasi awal ketika usia anak 4-6
minggu untuk mencegah penurunan perkembangan stimulus ambliopia. Jika

19
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

kelainan asimetris yang sudah berat, mata dengan katarak harus ditangani
terlebih dahulu.
2. Katarak parsial bilateral mungkin tidak memerlukan pembedahan. Dalam
kasus yang meragukan, mungkin lebih bijaksana untuk menunda operasi,
kekeruhan lensa dan fungsi visual dimonitor dan dilakukan intervensi nanti
jika penglihatan memburuk.
3. Katarak total unilateral harus dioperasi segera (mungkin dalam hitungan
hari) diikuti oleh terapi anti-amblyopia agresif, meskipun yang hasilnya
sering minimal. Waktu intervensi harus seimbang dengan saran bahwa
intervensi dini (<4 minggu) dapat menyebabkan peningkatan risiko
glaukoma sekunder berikutnya. Jika katarak terdeteksi setelah usia 16
minggu maka prognosis penglihatan sangat minimal.
4. Katarak parsial unilateral biasanya dapat diamati atau diperlakukan secara
non-pembedahan dengan dilatasi pupil dan mungkin oklusi kontralateral
untuk mencegah ambliopia.
5. Pembedahan yang melibatkan capsulorhexis anterior, aspirasi materi lensa,
capsulorhexis dari kapsul posterior, terbatas pada anterior vitrektomi dan
implantasi IOL, jika sesuai. Hal ini penting untuk memperbaiki kesalahan
bias terkait.
• Rehabilitasi optikal setelah operasi
Pemilihan optical device untuk koreksi aphakia tergantung pada
beberapa faktor. Kacamata merupakan metoda yang paling aman, mudah
diatur sesuai pertumbuhan tetapi tidak ideal pada kasus aphakia monokular.
1. Lensa kontak merupakan metode yang paling popular pada kasus aphakia
monokular tetapi mempunyai resiko tinggi untuk mengalami infeksi mata
dan ulkus kornea. Meskipun kesulitan teknis melakukan operasi katarak
pada bayi dan anak-anak sebagian besar telah diselesaikan, hasil visual yang
terhambat oleh amblyopia. Sehubungan dengan koreksi optik untuk anak
aphakic, dua pertimbangan utama adalah usia dan laterality dari aphakia.
Kacamata berguna untuk anak-anak dengan aphakia bilateral.

20
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

2. Lensa kontak memberikan solusi optik superior untuk aphakia baik


unilateral dan bilateral. Toleransi biasanya wajar sampai usia sekitar 2
tahun, meskipun setelah ini masalah periode dengan kepatuhan dapat
berkembang sebagai anak menjadi lebih aktif dan mandiri.
3. IOL implantasi semakin banyak dilakukan pada anak-anak muda dan
tampaknya efektif dan aman dalam kasus-kasus dipilih. Kesadaran laju
pergeseran rabun yang terjadi di mata berkembang, dikombinasikan dengan
biometri akurat, memungkinkan perhitungan kekuatan IOL ditargetkan
pada awal hypermetropia (diperbaiki dengan kacamata) yang idealnya akan
membusuk menuju emmetropia di kemudian hari. Namun, refraksi akhir
adalah variabel dan emetropia di masa dewasa tidak dapat dijamin.
4. Oklusi untuk mengobati atau mencegah ambliopia sangat penting. Atropin
hukuman juga dapat dipertimbangkan.
➢ Perawatan pasca operasi
• Terapi medis
Jika seluruh korteks dapat diangkat maka inflamasi setelah operasi
tanpa IOL, biasanya ringan sehingga dapat diberikan antibiotik topikal dan
steroid topikal sekitar 2 minggu. Pada kasus aphakia, pemberian midriasis
dilanjutkan beberapa minggu menggunakan atropin atau agen lainnya.
Steroid topikal diberikan lebih agresif pada pemasangan IOL dan steroid
oral diberikan bila heavy pigmented irides.
• Manajemen ambliopia
Terapi ambliopia penting dilakukan secepat mungkin setelah
operasi. Pada pasien aphakia, kacamata atau lensa kontak diberikan 1
minggu setelah operasi. Patching diindikasikan pada kasus katarak
unilateral atau katarak bilateral dimana ditutup mata yang lebih baik. Part
time occlusion pada neonatus untuk merangsang penglihatan binokular dan
menghambat strabismus. Regimen yang popular: jumlah jam mata ditutup
sesuai dengan usia anak dalam bulan. Misalnya mata ditutup 1 jam pada
usia 1 bulan setiap hari. Maksimal 8 jam pada usia 8 bulan.
• Komplikasi

21
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

Komplikasi yang dapat terjadi setelah operasi katarak berbeda antara


anak dan dewasa. Retina detachment, makular edema dan abnormalitas
kornea jarang pada anak-anak. Angka kejadian infeksi dan perdarahan sama
antara anak dan dewasa. Glaukoma pada anak-anak aphakia dapat terjadi
beberapa tahun kemudian.
2.4.10 Komplikasi20
Tanpa intervensi yang segera, katarak kongenital dapat memicu terjadinya
“mata malas” atau ambliopia. Keadaan ambliopia ini kemudian memicu masalah
lain seperti nistagmus, strabismus, dan ketidakmampuan untuk menyempurnakan
gambaran terhadap objek. Hal ini akan sangat mempengaruhi kemampuan belajar,
kepribadian, dan penampilan, lebih jauh lagi mempengaruhi seluruh kehidupan
anak Ambliopia yang terjadi dapat berupa ambliopia sensoris (ambliopia ex
anopsia) akibat makula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan dan ambliopia
eksanopia akibat kerusakan permanen pada saraf penglihatan. Operasi katarak pada
anak-anak memiliki komplikasi yang lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa.
Komplikasi pasca operasi adalah sebagai berikut:
1. Kekeruhan capsular posterior hampir menyeluruh jika kapsul posterior masih
dipertahankan pada anak di bawah usia 6 tahun. Hal ini juga lebih penting pada
anak-anak karena efek ambliogeniknya. Insiden kekeruhan berkurang saat
capsulorhexis posterior dikombinasikan dengan vitrektomi.
2. Membran sekunder dapat terbentuk di seluruh pupil, terutama di
microphthalmic mata atau dengan uveitis kronis. Pada uveitis pasca operasi
fibrinosa di mata dinyatakan normal, kecuali jika diobati dengan agresif, juga
dapat mengakibatkan pembentukan membran.
3. Proliferasi epitel lensa bersifat universal tetapi biasanya penglihatan tidak
konsekuen, karena tidak melibatkan sumbu visual. Dan dapat berupa sisa-sisa
kapsul anterior dan posterior dan disebut sebagai cincin Soemmerring.
4. Glaukoma akhirnya berkembang pada sekitar 20% dari mata.
• Closed-angle glaucoma dapat terjadi pada periode pasca operasi segera di
mata microphthalmic sekunder karena terdapat penyumbatan pupil.

22
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

• Secondary open-angle galucoma dapat berkembang bertahun-tahun setelah


operasi awal, karena itu penting untuk memantau tekanan intraokular jangka
panjang.
5. Ablasio retina merupakan komplikasi yang jarang terjadi dan biasanya
terlambat.
2.4.11 Prognosis10
Prognosis visus tergantung dari age of onset, jenis katarak
(unilateral/bilateral, total/parsial), ada tidaknya kelainan mata yang menyertai
katarak, tindakan operasi (waktu, teknik, komplikasi) dan rehabilitasi visus pasca
operasi. Dengan menggunakan teknik-teknik bedah canggih saat ini, penyulit intra-
operasi dan pasca-operasi serupa dengan yang terjadi pada tindakan untuk katarak
dewasa. Dengan pengalaman, ahli bedah katarak anak-anak dapat mengharapkan
hasil teknik yang baik pada lebih dari 90 % kasus. Koreksi optik sangat penting
bagi bayi dan memerlukan usaha besar oleh ahli bedah dan orang tua pasien.
Koreksi tersebut dapat berupa kacamata untuk anak-anak harus diikuti dengan
koreksi lensa kontak. Epikeratofakia tampaknya memberi harapan untuk
mengkoreksi afakia pada pasien pediatrik yang tidak dapat mentoleransi lensa
kontak.
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien senilis. Adanya ambliopia dan
kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian
penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman
penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan
paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat.
Hasil pembedahan katarak kongenital biasanya kurang memuaskan, karena
banyak penyulit pembedahan atau adanya kelainan-kelainan kongenital lainnya di
mata yang menyertainya. Pada monokular katarak yang dibedah dini disertai
dengan pemberian lensa kontak segera akan menghindari gangguan perkembangan
penglihatan, maka sebaiknya katarak kongenital dilakukan pembedahan sebelum
bayi berusia 4 bulan. Pada bayi pemakaian lensa kontak masih merupakan masalah.
Pembedahan katarak kongenital sesudah berusia 4 bulan biasanya tidak efektif lagi.

23
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

Beberapa ahli mengatakan waktu yang optimum untuk pembedahan katarak adalah
antara enam minggu hingga tiga bulan sejak kelahiran bayi.

24
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

BAB III
KESIMPULAN
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan yaitu sklera/kornea, koroid/badan siliaris/iris, dan retina. Salah satu media
refraksi yang penting adalah lensa. Lensa mata merupakan struktur bikonveks,
avaskular, tidak berwarna dan tembus pandang. Tebalnya sekitar 5 mm dengan
diameter sekitar 9 mm terletak dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula yang
menghubungkannya dengan korpus siliare yang berfungsi sebagai media refraksi
dan alat akomodasi.
Kelainan pada lensa dapat berupa kekeruhan lensa yang disebut katarak,
katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun.
Penyebabnya katarak kongenital, antara lain idiopatik, herediter, infeksi
seperti toxoplasma, rubella (paling banyak), cytomegalovirus, herpes simplex,
sifilis, poliomielitis, influenza, Epstein-Barr virus saat hamil, obat-obatan prenatal
(intra-uterine) seperti kortikosteroid dan vitamin A, radiasi ion prenatal (intra-
uterine) seperti x-rays, kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan.
Gejala-gejala pada katarak kongenital dapat berupa silau, leukokoria,
penglihatan berkurang dan strabismus. Intervensi katarak kongenital meliputi bedah
dan non bedah., tergantung pada jenis katarak. Komplikasi berupa ambliopia,
nistagmus, strabismus. Prognosis visus tergantung dari age of onset, jenis katarak,
ada tidaknya kelainan mata yang menyertai katarak, tindakan operasi (waktu,
teknik, komplikasi) dan rehabilitasi visus pasca operasi.
Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan, ada 2 macam pembedahan yang
dikenal saat ini yaitu lensektomi dan EKEK. Penting untuk segera mengevaluasi
tajam penglihatan setelah dilakukan operasi dengan menggunakan IOL, kacamata
atau lensa kontak.
Prognosis katarak kongenital yang telah dioperasi adalah baik, hampir semua
anak dapat bersekolah dengan normal.

25
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

DAFTAR PUSTAKA
1. Katarak, Jakarta Eye Center, Thursday, 5 June 2004. Tersedia dalam:
www.infomedika.com
2. Kanski JJ Bowling B. Congenital Cataract in Clinical Ophthalmology A
Systematic Approach Seventh Edition. UK: Elsevier. 2011.303.
3. Jugnoo S. R., Carol D. and for the British Congenital Cataract Interest Group,
Measuring and Interpreting the Incidence of Congenital Ocular Anomalies:
Lessons from a National Study of Congenital Cataract in the UK (Investigative
Ophthalmology and Visual Science. 2001; 42:1444-1448.). Available from:
www.iovs.org/misc/terms.shtml
4. Katarak kongenital. Tersedia dalam:
http://www.perdami.or.id/?page=content.view&alias=custom_88
5. Vaughan DG, Asbury T, Riorda P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Idya Medika
Jakarta: 2000.175-184.
6. Wijana NSD. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Abadi Tegal. Jakarta: 1993.
190-196.
7. Aminah, Hamzah. Anatomi dan fisiologi lensa. Diunduh dari:
http://perdamisulsel.org/dokumen/Sari%20Pustaka%20%20Anatomi%20Lens
a,%20Aminah,%20Hamzah.pdf
8. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. FKUI. Jakarta : 2007. 201-204.
9. RNIB. 2012. Congenital cataract. Available
from:http://www.rnib.org.uk/eyehealth/eyeconditions/conditionsac/Pages/con
genital_cataracts.aspx
10. Boshour M, et al. 2012. Congenital cataract. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1210837-followup#showall
11. Fecoretta C, et al. 2012. Congenital cataract. Available
from:http://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/eye_defects_and
_conditions_in_children/congenital_cataract.html
12. Fact sheet congenital cataracts . Downloaded from:
http://kidshealth.schn.health.nsw.gov.au/sites/kidshealth.chw.edu.au/files/fact-
sheets/pdf/congenital-cataracts.pdf

26
PAPER NAMA : ANDINI ANASTASYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA HASIBUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 130100046

13. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-2. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2000.146.
14. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.Edisi ketiga. FKUI. Jakarta : 2007
15. Vaughan Daniel, Asbury Taylor : Oftalmologi Umum. Ed 14. Widya
Medika.Jakarta : 2000
16. Von Graefe A. Ueber Central Recidivierende Re-tinitis. Graefes Arch Clin Exp
Ophthalmol
17. Maria Wang, Inger Munch, Pascal W Hasler,Christian Prunte, Michael Larsen.
Acta Ophthalmol 2008;86; 126-45
18. Ross A, Ross AH, Mohammed Q. Review andUpdate of CurrOpin Ophthalmol
2011; 22 (3): 166-73
19. Wang MS, Sander B, Larsen M. Retinal Atro-phy in Idiopathic Am J
Ophthamol 2002; 133: 787-793
20. Piccolino FC, de la Longrais RR, Ravera G,Eandi CM, Ventre L, Abdollahi A.
The FovealPhotoreceptor Layer and Visual Acuity Loss. Am JOphthalmol
2005; 139: 87-99

27

Anda mungkin juga menyukai