Anda di halaman 1dari 22

PAPER NAMA : RIZKY CYNTIA

SIMAMORA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131149
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

PAPER

Katarak Kongenital

Disusun oleh :

RIZKY CYNTIA SIMAMORA


190131149

Supervisor :
Prof. Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI


DOKTER DEPARTEMEN ILMU
KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
PAPER NAMA : RIZKY CYNTIA
SIMAMORA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131149
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Katarak Kongenital”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Prof.Dr.dr.Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K) selaku pembimbing
yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 04 Agustus 2021

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 2
2.1 Struktur Lensa……………....................................................................... 2
2.2 Katarak Kongenital……………………… ……..………………………. 4
2.2.1 Definisi…..……….……………............................................................ 4
2.2.2 Epidemiologi…………………………………….. ………...……….… 5
2.2.3 Etiologi………………………………………………………………… 5
2.2.4 Patofisiologi……………………………………………………………. 6
2.2.5 Klasifikasi……………………………………………………………… 7
2.2.6 Diagnosa……………………………………………………………….. 11
2.2.7 Tatalaksana…………………………………………………………….. 12
2.2.8 Komplikasi…………………………………………………………….. 13
2.2.9 Prognosis……………………………………………………………… 13
BAB III KESIMPULAN............................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 16
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Lensa Kristalina bergantung pada Serat Zonula….………. 2
Gambar 2.2 Struktur Normal Lensa pada Manusia…………………….. 3
Gambar 2.3 Struktur Lensa yang terdiri dari Kapsul, Epitel, Korteks 4
dan Nukleus………..…………………………..…………..
Gambar 2.4 Katarak Kongenital yang disebabkan Infeksi Virus Rubella 6
Gambar 2.5 Etiologi Katarak Kongenital...…………………………….. 6
Gambar 2.6 Katarak Lamelar with slit-lamp and retroillumination 8
views…..……………………………………………………
Gambar 2.7 Katarak Polar Anterior dan Posterior……………………… 9
Gambar 2.8 Katarak Sutura…………………………………………….. 9
Gambar 2.9 Katarak Cerulean………………………………………….. 10
Gambar 2.10 Katarak Nuklear……………………………………………. 10
Gambar 2.11 Katarak Membranosa………………………………………. 11
Gambar 2.12 Katarak Rubela…………………………………………….. 11
PAPER NAMA : RIZKY CYNTIA
SIMAMORA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 190131149
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lensa membantu objek/gambar difokuskan tepat di retina dan memiliki
struktur yang transparan. Lensa tumbuh terus menerus selama hidup dengan
pertumbuhan progresif serat lensa baru pada permukaan luar. Lensa berada
memiliki kapsul (anterior dan posterior) dan inti nucleus dengan sekitarnya
terdapat bagian kortikal. Hilangnya transparansi lensa atau terjadinya keburaman
lensa disebut sebagai katarak.1

Katarak didefinisikan sebagai hilangnya transparansi lensa sehingga


pandangan menjadi kabur, menyebabkan perubahan dari indeks biasnya. Katarak
berasal dari kata “katarraktes” dalam bahasa Yunani dan diubah menjadi katarak
dalam bahasa Latin. Katarak dapat dialami oleh anak-anak atau atau dan dikatakan
sebagai katarak kongenital jika dijumpai pada tahun pertama kehidupan. 2

Katarak kongenital merupakan kelainan pada mata yang jarang dijumpai


dengan prevalensi 0,6-9,3 per 10.000 kelahiran hidup dan berhubungan dengan
27% kasus abnormalitas ocular serta 22% dari kasus abnormalitas sistemik.
Katarak kongenital menjadi salah satu penyebab utama hilangnya penglihatan
pada anak-anak di dunia. Katarak kongenital bersifat herediter dengan 75% kasus
diwariskan secara autosomal dominan dan sisanya resesif. Katarak kongenital
terjadi dialami oleh 10% dari kasus anak-anak dengan trisomy 13 dan 18 dan lebih
banyak lagi pada trisomy 21.3,4

Diperkirakan 200.000 anak-anak buta bilateral dikarenakan katarak dan


masih banyak lagi yang menderita katarak parsial yang berkembang dan
menyebabkan peningatkan kesulitan melihat seiring bertambahnya usia. Katarak
kongenital cenderung mengubah kualitas informasi sensorik anak selama periode
perkembangan sistem visual dan menyebabkan defek visual ireversibel.5 Maka
dari itu penting untuk mengetahui apa itu katarak kongenital dan bagaimana cara
penanganannya.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Lensa


Lensa kristalina adalah struktur bikonveks transparan yang terletak di
posterior iris dan anterior dari badan vitreous. Lensa bergantung pada banyak
serat yang disebut zonula. Secara kolektif, cincin serat (zonule of Zin) menempel
pada lensa ke badan siliaris dan dianggap sebagai ligament. Komponen lensa
termasuk: kapsul, epitel, serat, korteks dan nucleus. Lensa adalah sistem khsusu
yang sangat terorganisir yang merupakan komponen penting dari sistem optik
mata dan memenuhi fungsi untuk mengubah indeks bias cahaya yang masuk ke
mata dan difokuskan ke retina. Meskipun memiliki daya refraksi yang lebih kecil
dari (15 D) dibandingkan kornea, lensa memiliki kemampuan untuk berubah
bentuk dibawah pengaruh otot siliaris dan dengan demikian mengubah daya
refraksinya. Kisaran kekuatan dioptric berkurang seiring bertambahnya usia.
Transparansi lensa adalah hasil dari bentuk, susunan, struktur internal dan
biokimia dari sel penyusun lensa atau serat lensa. Penurunan transparansi lensa
disebut katarak. Pada usia 40-50 tahun akan terjadi penurunan elastisitas dari
lensa yang terkait dengan atrofi serat otot siliaris, akibatknya akan gagal dalam
berubah bentuk selama akomodasi. Hal ini terlihat dari menurunnya kemampuan
membaca pada seseorang yang dikenal sebagai presbiopi.6,7,8

Gambar 2.1 Lensa kristalina bergantung pada serat zonula.6


a. Kapsul lensa
Merupakan lapisan membrane hialin tipis, transparan yang mengelilingi
lensa. Pada bagian anterior, kapsul lensa lebih tebal dibandingkan pada bagian
posterior. Kapsul lensa paling tebal di daerah pra-ekuator dan paling tipis di kutub
posterior. Kapsul mengandung substansi lensa dan mampu membentuk lensa
selama perubahan akomodatif. Lapisan luar kapsul lensa yaitu lamella zonula
berfungsi sebagai titik perlekatan serat zonula.

Gambar 2.2 Struktur Normal Lensa pada Manusia.6


b. Epitel anterior
Merupakan lapisan tunggal sel berbentuk kubus yang terletak jauh ke
kapsul anterior. Di daerah ekuator sel-sel ini menjadi kolumnar secara aktif
membelah dan memanjang untuk membentuk serat lensa baru. Tidak ada epitel
posterior, karena sel-sel ini digunakan untuk mengisi rongga sentral vesikel lensa
selama perkembangan lensa.
c. Serat lensa
Sel-sel epitel memanjang untuk membentuk serat lensa yang memiliki
bentuk struktural yang rumit. Serat lensa matur merupakan sel-sel yang
kehilangan nukleusnya. Karena serat lensa terbentuk sepanjang kehidupan, serat-
serat ini disusun secara kompak sebagai inti dan korteks lensa.
d. Nukleus
Merupakan bagian tengah yang mengandung serat tertua. Terdiri dari zona
yang berbeda. Dalam sorotan slit lamp, tampak sebagai zona diskontinuitas
e. Korteks
Merupakan bagian peripheral yang terdiri dari serat lensa termuda.9,10

Gambar 2.3 Strukur Lensa yang terdiri dari kapsul, epithelia,


korteks dan nukelus.11
2.2 Katarak Kongenital
2.2.1 Definisi
Katarak adalah salah satu penyebab utama gangguan penglihatan pada
anak-anak yang dapat diobati. Diperkirakan bahwa katarak kongenital
bertanggungjawab 5% sampai 20% kebutaan anak-anak secara global dengan
kejadian 1 dari 250 kelahiran hidup. Katarak kongenital dapat unilateral atau
bilateral. Opasitas dapat bervariasi bergantung dari ukuran, lokasi dan kekeruhan.
Opasitas juga memiliki derajat keparahan dari titik putih kecil sampai melibatkan
keseluruhan lensa. Katarak yang menyumbat aksis optik dan menghalangi
penglihatan harus segera ditangani untuk perkembangan visual yang normal pada
anak.12
Katarak kongenitak atau infantile muncul pada tahun pertama kehidupan,
katarak juvenile muncul pada decade pertama kehidupan. Sekitar 8,3% sampai
25% katarak kongenital merupakan keturunan, kebanyakan secara autosomal
dominan dimana ada sekitar 39 lokus genetic yang telah dipetakan.13
2.2.2 Epidemiologi
Katarak pediatric adalah penyebab utama kebutaan pada anak dengan
menyumbang 7,4%-15,% kebutaan pediatrik. Insidennya berkisar antara 1,8
hingga 3,6 per 10.000 per tahun dan prevalensi rata-rata s1,03 per 10.000 anak-
anak. Prevalensi katarak anak lebih tinggi pada negara berpenghasilan rendah
(0,63-13,6 per 10.000) dibandingkan dengan negara berpenghasilan tinggi (0,42-
2,05 per 10.000). Tidak ada perbedaan dalam prevalensi berdasarkan jenis
kelamin. Melalui sebuah penelitian diketahui bahwa selama kehamilan, 67% ibu
memiliki riwayat penyakit dan 22% pernah mengonsumsi obat selama kehamilan,
Katarak kongenital dikaitkan dengan kelainan mata pada 27% kasus dan
dengan kelainan sistemik 22% kasus. Gejala yang tampak 24% didapati
mengalami leukocoria dan 19% kasus dengan strabismus.3 Prevalensi katarak
kongenital dilaporkan dari 1 hingga 15 per 10.000 anak di seluruh dunia
sedangkan pada negara berkembang antara 1 hingga 3 per 10.000 kelahiran.
Jumlah anak yang mengalami kebutaan mencapai 200.000 secara global dan
133.000 pada negara berkembang.14
2.2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya katarak kongenital bermacam-macam seperti infeksi
intrauterine, iradiasi pada ibu hamil, obat-obatan yang dikonsumsi selama
kehamilan, genetik seperti trisomy (Sinrom Down) atau gangguan metabolik
(Lowe syndrome dan galaktosemia). Dalam sejumlah besar kasus, etiologi katarak
kongenital masih belum diketahui (idiopatik). Penelitian menunjukkan bahwa
30% hingga 50% katarak kongenital disebabkan oleh mutasi genetic pada gen
yang mengkode protein penyusun struktur lensa.15
Salah satu penyebab katarak kongenital adalah infeksi virus Rubella yang
mmepengaruhi perkembangan awal lensa. Lensa rentan terhadap virus Rubella
pada minggu keempat sampai ketujuh kehamilan disaat serat lensa primer sedang
dibentuk. Katarak kongenital akibat infeksi virus Rubella dapat dicegah
sepenuhnya pada wanita usia reproduksi dengan vaksinasi virus Rubella.16

Gambar 2.4 Katarak kongenital yang disebabkan infeksi virus rubella16

Gambar 2.5 Etiologi Katarak Kongenital.4


2.2.4 Patofisiologi
Transparansi lensa dihasilkan dari struktur sel lensa dan protein yang
saling terikat sehingga menghasilkan refraksi yang konstan dengan indeks jarak
yang mendekati panjang gelombang cahaya. Secara struktural, lensa terdiri dari
organel pada lapisan anterior yang kaya akan sel epitel kuboidal yang menutupi
serat sel dan membentuk sebagian besar lensa. Lapisan sel serat kortikal berinti
membentuk cangkang konsentris di sekitar sel-sel tanpa nucleus dan pada
dasarnya terdapat organel yang membentuk nucleus sel lensa. Arsitektur seluler
dan susunan serta sel sangat penting dalam transmisi cahaya dan transparansi
lensa. Selain itu, stabilitas dan susunan kristalin lensa yang membentuk 80-90%
protein larut air dalam lensa sangat pentig dalam transparansi lensa. Kandungan
protein yang tinggi dari lensa terutama dijumpai pada inti lensa yang penting
dalam pembiasan dan pemfokusan cahaya.
Katarak terjadi akibat kekeruhan pada lensa yang disebabkan oleh
berbagai kondisi (infeksi, mutasi genetic, obat-obatan), sering juga dikaitkan
dengan kerusakan struktur mikro lensa seperti saat pembentukan vakuola dan
disarray pada sel-sel lensa sehingga menyebabkan fluktuasi dalam densitas lensa
yang berpengaruh pada fungsi lensa. Selain itu, hamburan cahaya dan opasitas
terjadi jika ada jumlah yang signifikan dari agregat protein dengan berat molekul
tinggi lebih dari 1000A. Untuk transparansi, lensa harus berada pada fase
homogen dengan rentang spasial jarak pendek yang signifikan. Kondisi ini
dihambat oleh adanya agregat dari sebagian protein yang terdenaturasi.
Ketika mutasi pada lensa (kristalin) cukup untuk agregasi, inilah yang
akan menyebabkan katarak kongenital. Mutasi juga dapat menyebabkan
kerusakan pada lensa dan mengganggu homeostasis sel dan diperburuk oleh
kondisi stress, waktu dan faktor lingkungan lainnya. Katarak kongenital
cenderung diturunkan pada mode Mendelian sementara katarak terkait usia
cenderung multifactorial.13
2.2.5 Klasifikasi
Katarak kongenital bisa terjadi unilateral atau bilateral. Klasifikasi
berdasarkan morfologi, etiologi dan adanya gangguan metabolism tertentu.
Berdasarkan morfologi, katarak kongenital dibagi menjadi lamellar, polar, suture,
coronary, cerulean, nuclear, capsular, complete, membranous dan rubella.
1. Lamellar
Salah satu klasifikasi katarak kongenital adalah lamellar atau
zonular, merupakan jenis yang paling umum. Khas karena terjadi bilateral
dan simetris dengan efek pada penglihatan bervariasi tergantung ukuran
dan opasitasnya. Katarak lamellar diturunkan secara autosomal dominan
namun beberapa dapaty disebabkan oleh toksin selama perkembangan
lensa pada fase embrionik. Katarak terlihat sebagai lapisan buram yang
mengelilingi bagian tengah yang jernih dan dikelilingi lapisan korteks
yang jernih. Dilihat dari depan, katarak lamellar memiliki konfigurasi
berbentuk cakram.6

Gambar 2.6 Katarak lamellar (A) slit-lamp (B) retroillumination views6


2. Polar
Katarak polar merupakan kekeruhan lensa yang melibatkan korteks
subkapsular dan kapsula polar anterior dan posterior lensa. Katarak polar
anterior biasanya kceil, bilateral, simetris, kekeruhan nonprogresif yang
tidak mengganggu penglihatan. Biasanya tidak memerlukan pengobatan
namun sering menyebabkan anisometropia.
Katarak polar posterior umumnya berhubungan dengan penurunan
penglihatan karena cenderung lebih besar dan lebih dekat ke titik nodal
mata. Katarak polar posterior familial biasanya bilateral dan diturunkan
secara autosomal dominan sedangkan sporadic lebih sering unilateral.17
Gambar 2.7 Katarak polar anterior dan posterior.17
3. Sutur
e
Katarak sutura atau stellate adalah opasifikasi sutura Y pada
nucleus fetus. Biasanya tidak mengganggu penglihatan. Bersifat bilateral
dan simetris dan sering diwariskan secara autosomal dominan.

Gambar 2.8 Katarak Sutura.6


4. Koroner
Katarak coroner dinamakan demikan karena terdiri dari opasitas
sekolompok kortikal berbentuk gada dan tersusun di sekitar ekuator lensa
seperti mahkota atau korona. Hanya dapat dilihat jika pupil melbar dan
biasanya tidak memengaruhi ketajaman visual. Katarak coroner
diturunkan secara autosomal dominan.
5. Cerulean
Dikenal juga sebagai katarak blue-dot dimana terdapat kekeruhan
berwarna kebiruan kecil yang terletak di korteks lensa. Tidak progresif
dan biasanya tidak menyebabkan gejala visual.
Gambar 2.9 Katarak Cerulean.16
6. Nuclear/nukleus
Katarak nucleus merupakan kekeruhan lensa embrionik atau fetal
saja. Biasanya bilateral dengan spektrum keparahan yang luas. Kekeruhan
lensa mungkin melibatkan seluruh nucleus atau hanya terbatas pada
lapisan diskrit di dalam nucleus. Mata dengan katarak nuclear cenderung
mikroftalmik dan dapat mengembangkan resiko glaucoma afakia.

Gambar 2.10 Katarak Nuklear.16


7. Capsular
Katarak kapsular adalah kekeruhan kecil pada epitel dan kapsul
anterior lensa dan terpisah dari korteks. Katarak ini dibedakan dari
katarak polar anterior karena penonjolannya ke dalam bilik mata anterior
(anterior chamber).
8. Membranous
Katarak membranosa terbentuk ketika protein lensa diresorbsi baik
dari lensa yang masih utuh karena karena trauma sebelumnya yang
memungkinkan kapsul lensa anterior dan posterior menyatu menjadi
membrane putih. Keburaman yang dihasilkan dan distorsi lensa
umumnya menyebabkan kelainan visual yang signifikan.

Gambar 2.11 Katarak Membranosa.16


9. Rubella
Katarak rubella ditandai dengan kekeruhan pada inti seperti
mutiara putih. Terkadang seluruh lensa buram (seperti katarak lengkap)
dan korteks dapat mencair. Pada pemeriksaan histologis, inti serat lensa
dipertahankan jauh di dalam lensa.

Gambar 2.12 Katarak Rubela.16


2.2.6 Diagnosa
Gejala klinis katarak biasanya dijumpai pasien mengeluhkan penurunan
penglihatan atau kekaburan yang bertahap dan tidak nyeri dan dapat bersifat
unilateral atau bilateral. Pasien juga mengeluhkan penglihatan ganda atau lebih
pada satu atau kedua mata karena beberapa refraksi yang melalui area jernih
disekitar area keruh. Kepekaan terhadapa sinar terutama pada lampu depan mobil
atau sinar matahari.18
Pada kasus katarak kongenital, orangtua biasanya melaporkan satu atau
dua mata anak tampak keputihan atau leukokoria. Orangtua mungkin
mmeperhatikan kurangnya koordinasi mata-tangan si anak, kelainan gerakan mata
yang tidak biasa juga sering dilaporkan yang merupakan tanda akhir dari katarak
kongenital.
Pada pemeriksaan dengen Snellen Chart pasien mengalami penurunan
ketajaman visual kecuali pada jika kataraknya masih fase awal. Anak-anak
preverbal dengan penglihatan normal jika anak dapat terpaku pada suatu objek
atau dapat meraihnya. Perubahan Red reflex (asimetris atau hilang) terjadi pada
kasus yang lebih lanjut. Kekeruhan lensa (dengan iluminasi eksternal difus atau
pemeriksaan slitlamp). Pada katarak kongenital, bayi yang baru lahir akan tampak
leukokoria. Strabismus atau nistagmus juga dijumpai pada pasien katarak. Jika
sudah terjadi amblyopia, pasien sudah masuk ke dalam tahap akhir katarak.19
2.2.7 Tata laksana
Periode kritis perkembangan mata berkisar usia 2 hingga 6 bulan dan
emetropisasi mata umumnya dicapai pada usia 9 tahun. Pembedahan disarankan
pada opasitas yang signifikan secara visual yaitu opasitas sentral yang lebih dari 3
mm. Katarak unilateral harus dioperasi sedini mungkin sebekum usia 6 minggu
dan katarak bilateral sebelum usia 8 minggu. Pada katarak simetris, kedua mata
dioperasi dalam waktu 1 minggu pertama. Pada kekeruhan yang tidak signifikan
secara visual (katarak blue-dot dan katarak polar posterior berukuran kecil, anak
harus diobservasi secara berkala.20
Diagnosis dini sangat penting pada katarak kongenital karena waktu
operasi menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi hasil visual. Skrining
awal untuk katarak kongenital telah dikembangkan di seluruh dunia untuk
mengoptimalkan manajemen penderita. Sebelum melahirkan, diagnosis dengan
pencitraan ultrasound dan jika diperluka juga disertakan dengan pengujian genetic
terutama pada tahap awal kehamilan. Untuk katarak yang signifikan secara visual
mengarah ke resiko amblyopia, intervensi bedah dianjurkan pada usia 6 minggu
untuk kasus unilateral dan sebelum 8 minggu untuk kasus bilateral. Aspirasi
mikro insisi dikombinasikan dengan kapsulotomi posterior, anterior vitrektomi
dan implantasi lensa intraokuler primer (IOL) telah diakui sebagai pilihan bedah
yang optimal untuk pengelolaan sebagian besar katarak pediatric. Kapsulotomi
posterior dan vitrektomi anterior sangat penting untuk mengurangi opasitas dari
kapsul posterior dan direkomendasikan pada usia 4-8 tahun. Implantasi IOL
primer biasanya dilakukan pada anak-anak dengan usia diatas 2 tahun. Implantasi
IOL yang dilakukan pada usia dibawah 2 tahun dapat menyebabkan komplikasi
seperti peradangan dan glaucoma terutama pada kasus bilateral.18
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi katarak kongenital dapat berhubungan dengan penyakit
ataupun pasca operasi. Komplikasi terkait penyakit mencakup ulkus kornea,
perforasi kornea (katarak kapsular anterior didapat) sampai kebutaan. Sedangkan
komplikasi terkait pembedahan seperti uveitis, penebalan kapsul posterior, afakia,
perubahan refraksi, galukoa hingga ablasia retina.18
Glaucoma yang terjadi pasca operasi katarak diamati pada 10% sampai
25% anak-anak. Usia yang lebih muda dan adanya mikroftalmia merupakan faktor
resiko tinggi terjadinya komplikasi glaucoma. Tekanan intraocular dapat dikontrol
dengan obat-obatan atau mungkin memerlukan intervensi bedah. Opasitas aksis
visual (PAO) adalah komplikasi yang paling umum pasca operasi katarak
pediatric dengan atau tanpa operasi IOL dan dapat menyebabkan amblyopia
deprivasi visual. Perbaikan dalan teknik bedah, penggunaan steroid topikal dan
siklopegik pada periode pesca operasi telah terbukti secara signifikan menurunkan
komplikasi.3
2.2.9 Prognosis
Kongenital katarak memiliki prognosis yang baik jika diidentifikasi secara
dini dan pembedahan segera dilakukan sebelum usia 6 minggu. Keterlambatan
diagnosis atau penanganan pasien setelah dewasa akan menimbulkan kondisi yang
lebih buruk sampai kepada kebutaan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
hasil pembedahan seperti adanya nistagmus, strabismus atau kelainan mata seperti
mikroftalmus dan persistent fetal vasculature (PFV).3
Hasil visual setelah operasi katarak dipengaruhi oleh berbagai faktor
termasuk onset, jenis katarak, waktu operasi dan pengobatan amblyopia. Jika
terjadi keterlambatan deteksi katarak kongenital (setelah usia lebih dari 4 bulan),
pengangkatan katarak dikombinasikan dengan program rehabilitasi pasca operasi
akan memberikan hasil dimana penglihatan membaik.20
BAB III
KESIMPULAN

Katarak didefinisikan sebagai hilangnya transparansi lensa sehingga


pandangan menjadi kabur, menyebabkan perubahan dari indeks biasnya. Katarak
kongenital merupakan kelainan pada mata yang jarang dijumpai dengan
prevalensi 0,6-9,3 per 10.000 kelahiran hidup. Penyebab terjadinya katarak
kongenital bermacam-macam seperti infeksi intrauterine, iradiasi pada ibu hamil,
obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, genetik dan gangguan metabolik
Dalam sejumlah besar kasus, etiologi katarak kongenital masih belum diketahui
(idiopatik). Penelitian menunjukkan bahwa 30% hingga 50% katarak kongenital
disebabkan oleh mutasi genetic pada gen yang mengkode protein penyusun
struktur lensa. Katarak kongenital bisa terjadi unilateral atau bilateral. Klasifikasi
berdasarkan morfologi, etiologi dan adanya gangguan metabolism tertentu.
Berdasarkan morfologi, katarak kongenital dibagi menjadi lamellar, polar, suture,
coronary, cerulean, nuclear, capsular, complete, membranous dan rubella. Pada
kasus katarak kongenital, orangtua biasanya melaporkan satu atau dua mata anak
tampak keputihan atau leukokoria. Kongenital katarak memiliki prognosis yang
baik jika diidentifikasi secara dini dan pembedahan segera dilakukan sebelum usia
6 minggu. Keterlambatan diagnosis atau penanganan pasien setelah dewasa akan
menimbulkan kondisi yang lebih buruk sampai kepada kebutaan.
DAFTAR PUSTAKA

1. H Faruk, Orge. Examination and Common Problems in the Neonatal Eye.


Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. ClinicalKey.
2020:1934-1969p

2. Bremond-Gignac D, Daruich A, Robert MP, Valleix S. Recent developments


in the management of congenital cataract. Ann Transl Med.
2020;8(22):1545. doi:10.21037/atm-20-3033

3. Khokhar SK, Pillay G, Dhull C, Agarwal E, Mahabir M, Aggarwal P.


Pediatric cataract. Indian J Ophthalmol. 2017;65(12):1340-1349p.
doi:10.4103/ijo.IJO_1023_17

4. Pina-Garza, J Eric, James, et al. disorder of the Visual System: Congenital


Blindness. ClinicalKey. 2019: 313-325p

5. Wu X, Long E, Lin H, Liu Y. Prevalence and epidemiological characteristics


of congenital cataract: a systematic review and meta-analysis. Sci Rep.
2016;6:285-64. doi:10.1038/srep28564

6. Tsai L, Afshari N, Brasington C, et al. 2020-2021. Lens and Cataract.


Section 11. San Fransisco: America Acadmy Opthalmology; 11-15p

7. Forrester, John V, Andrew D. Anatomy of the eye and orbit. ClinicalKey.


published January 1, 2021. Available from
https://www.clinicalkey.com/#!/content/book/3-s2.0-
B9780702079931000011?scrollTo=%23hl0002905

8. Diaz-Zapata J, Radhakrishnan, Charman WN, Lopez-Gil N. Accomodation


and age-dependent eye model based on in vivo measurement. Journal of
Optometri. 2019, 12(1):3-13.
9. Brar VS, Law S, Lindsey J, et al. 2020-2021. Fundamental and principles of
opthalmology. Section 2. San Fransisco: American Academy of
Opthalmology; 79-83p

10. Syed NA, Berry JL, Heegaard S, et al. 2020-2021. Ophthalmic Pathology
and Intraocular Tumors . Section 4. San Fransisco: American Academy of
Opthalmology; 137-139p

11. Shiels A, Hejtmancik J. Overview of the Lens. Prog Mol Transl SCI.
2015;134:119-127. doi 10.1016/bs.pmbts.2015.04.006 16. Sadiq MA,
Vanderveen D. Genetics of Ectopia Lentis. Semin Ophthalmol. 2013 Sep
1;28(5–6):313–20.

12. Seven E, Tekin S, Batur M, et al. Evaluation of Changes in Axial Length


after Congenital Cataract Surgery. ClinicalKey. 2016: 470-474p

13. Hejtmancik JF. Congenital cataracts and their molecular genetics. Semin Cell
Dev Biol. 2008;19(2):134-149. doi:10.1016/j.semcdb.2007.10.003

14. Rajavi Z, Sabbaghi H. Congenital Cataract Screening. J Ophthalmic Vis Res.


2016;11(3):310-312p.

15. Tataru C, Costache A, et al. Congenital Cataract- clinical and morphological


aspects. Rom J Morphol Embryol. 2020;61(1):105-112p.

16. Moore, Keith L, Mark G. Development of Eyes and Ears: Congenital


Cataract. ClinicalKey. [cited 04 August 2021]. Available from
https://www.clinicalkey.com/#!/content/book/3-s2.0-
B9780323611541000187?scrollTo=%23hl0000594

17. Yanoff, Myron, Sassani, Joseph W. Other Congenital Cataract. ClinicalKey.


2020: 380-406p
18. Nizami AA, Gulani AC. Cataract. [Updated 2021 Jul 10]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539699/

19. Vander Veen D: Congenital and childhood cataracts. In: Albert DM et al,
eds: Albert and Jakobiec's Principles and Practice of Ophthalmology. 3rd ed.
Saunders; 2000:4213-23 (ClinicalKey)

20. Hered R, Archer S, Breverman R et al. 2020-2021. Pediatric Ophthalmology


and Strabismus. Section 6. San Fransisco: American Academy of
Opthalmology; 293-305p

Anda mungkin juga menyukai