Anda di halaman 1dari 22

Clinical Science Session

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ANISOMETROPIA

Oleh :

Dio Jainata 2140312076


Nur Fatimah Maharani 2130312142

Pembimbing :
Dr. dr. Fitratul Ilahi, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUP DR. M. DJAMIL PADANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah Clinical Science Session berjudul ‘Diagnosis dan
Penatalaksanaan Anisometropia’ yang disusun untuk memenuhi tugas dalam
kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Fitratul Ilahi, Sp.M (K) yang telah
membimbing penulis dalam proses pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
karena itu penulis sangat terbuka dalam menerima saran dan kritik demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah yang telah penulis susun ini dapat
berguna bagi kita semua.

Padang, 14 Februari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………….. ii

Daftar Isi ………………………………………………………….…….… iii

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………….…. 1

1.1. Latar Belakang ………………………………………………. 1

1.2. Batasan Masalah ……………………………………..……. 2

1.3. Tujuan Penulisan …………………………………………….. 2

1.4. Metoda Penulisan …………………………………………….. 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………. 3

2.1.Anatomi Segmen Anterior Mata……………………………….. 3

2.2. Akomodasi ……………………………………………………. 7

2.3 Fisiologi Refraksi……………………………………………… 8

2.4 Definisi Anisometropia……………………………………….. 10

2.5 Etiologi ……………………………………………………….. 10

2.6 Klasifikasi ……………….……………………………………. 11

2.7 Patofisiologi………………………..…….…………………….. 11

2.8 Manifestasi Klinis …………………….……………………….. 12

2.9 Diagnosis……….……………………………………………………. 12

2.10 Tatalaksana ………….……………..………………………… 14

2.11 Komplikasi ……………………..…………………………….. 16

2.12 Prognosis ………………..…………...……………………….. 16

BAB 3 KESIMPULAN …………………………………………………. 17

Daftar Pustaka ……………………………………………………………… 18

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Anisometropia adalah perbedaan kekuatan refraksi lensa sferis atau
silinder lebih dari 1.00 D antara mata kanan dan kiri. Anisometropia
merupakan gangguan penglihatan akibat adanya perbedaan kekuatan
refraksi lensa sferis atau silinder antara mata kanan dan mata kiri. 1 Adanya
perbedaan tajam penglihatan antara mata kanan dan kiri lebih sensitif
mempengaruhi penglihatan binokular. 2 Anisometropia didefinisikan sebagai
suatu kondisi dimana terdapat perbedaan refraksi antara kedua mata sebesar
0,5-2 Dioptri.3
Prevalensi anisometropia pada responden usia 6 bulan, yaitu sebesar
1%-2%, sedangkan pada responden berusia 15 tahun sebesar 5,8%.
Penelitian di Brazil terhadap 1024 responden di Department of
Ophthalmology of the Federal University of Rio Grande de Norte (UFRN)
memberikan hasil bahwa 2% responden mengalami anisometropia, 9,5%
kasus anisometropia disertai strabismus eksotropia kedua mata, dan 47,6%
kasus anisometropia disertai ambliopia.4 Gangguan penglihatan pada anak
dapat memberikan dampak negatif performa akademik anak di sekolah. 4
Beberapa studi sebelumnya menyebutkan bahwa perbedaan kekuatan
refraksi yang dianggap signifikan yaitu sebesar 1.00 D. Perbedaan kekuatan
refraksi dihitung dengan cara perhitungan matematika yaitu kekuatan
refraksi mata kanan dikurangi kekuatan refraksi mata kiri. Sebagai contoh,
pada kasus miopia apabila kekuatan refraksi mata kanan S -2.50 D dan mata
kiri S -4.50 D, maka perbedaan kekuatan refraksi antara mata kanan dan
mata kiri adalah 2.00 D. Pada kasus hipermetropia, apabila kekuatan
refraksi mata kanan S +4.50 D dan mata kiri + 5.50 D, maka perbedaan
kekuatan refraksi antara mata kanan dan mata kiri adalah 1.00 D. Sedangkan
pada mata yang memiliki perbedaan lensa sferis seperti mata kanan S -3.00
D dan mata kiri S +1.00 D, perbedaan kekuatan sebanyak 4.00 D. 1

1
Data Optometry in Practice tahun 2003, menyebutkan bahwa batas
perbedaan kekuatan refraksi pada mata miopia, hipermetropia, dan
astigmatisma yang dapat menimbulkan ambliopia adalah masingmasing
lebih dari 2.00 D, 1.00 D, dan 1.50 D. Sedangkan menurut buku Ilmu
Penyakit Mata, disebutkan bahwa batas perbedaan refraksi untuk menjadi
ambliopia adalah lebih dari 2.50 D.1

1.2. Batasan Masalah


Makalah ini membahas tentang definisi, klasifikasi diagnosis dan
penatalaksanaan pada anisometropia.

1.3. Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang definisi,
klasifikasi, diagnosis dan penatalaksanaan pada anisometropia.

1.4. Metoda Penulisan


Makalah ini disusun berdasarkan tinjauan pustaka yang merujuk kepada
berbagai literatur.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Media Refraksi


Refraksi mata adalah perubahan jalannya cahaya yang diakibatkan
oleh media refraksi mata. Media refraksi mata dari bagian anterior hingga
posterior terdiri dari kornea, cairan aqueous humor, lensa kristalin, dan
badan kaca (corpus vitreum).5,6

Gambar 2.1 Struktur bola mata5

a. Kornea
Kornea merupakan suatu jaringan transparan yang ukuran dan
strukturnya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini
disisipkan ke sklera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini
disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm
di tengah, dengan diameter horizontal 11,7mm mm di tepi, dan diameter
vertikal 10,6mm mm. Dari anterior ke posterior, kornea memiliki lima
lapisan, yaitu: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel

3
konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan
lapisan endotel.7
Lapisan kornea terdiri atas.5
1.Epitel
a) Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng.
b) Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan
glukosa yang merupakan barrier.
c) Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
d) Epitel berasal dari ektoderm permukaan
2.Membran Bowman
a) Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
b) Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
3.Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai
15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio
atau sesudah trauma.

4
4.Membran Descement
a) Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
b) Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5.Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-
40 µm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi
desmosom dan zonula okluden. Sumber nutrisi untuk kornea berasal dari
pembuluh darah limbus, aqueous humor, dan air mata. Kornea
superfisialis juga mendapatkan oksigen dari atmosfer. Saraf-saraf
sensorik kornea didapat dari percabangan pertama dari nervus cranialis V
(trigeminus).7 Kornea bersifat transparan karena strukturnya yang
avaskular, dan deturgesensi (keadaan dehidrasi relatif). Transparansi
kornea menjadikannya sebagai bagian mata yang tembus cahaya dengan
pembiasan sinar terkuat diantara media refraksi lainnya, dimana 40
sampai 50 dioptri pembiasan sinar dapat masuk melalui kornea. 1

b. Humor Aqueous
Aqueous humor merupakan suatu cairan jernih yang mengisi
segmen anterior (COA) dan segmen posterior (COP) yang diproduksi
oleh badan siliaris. Setelah memasuki camera oculi posterior, aqueous
humor mengalir melalui di sekitar lensa dan melewati pupil ke ruang
anterior. Sebagian air keluar mata melalui lorong- lorong dari trabecular
meshwork. Trabecular meshwork adalah saluran seperti saringan yang
mengelilingi tepi luar dari iris dalam sudut ruang anterior, yang nantinya
akan mendrainase cairan aqueous humor. Kemudian cairan akan menuju
kanal schlemm dan akhirnya berdifusi ke dalam vena episkleral.6,7

c. Kamera okuli anterior


Segmen anterior mata atau camera oculi anterior (COA), adalah
ruang di antara iris dan kornea dengan kedalaman sekitar 2,5mm dan

5
mengandung 0,25ml aqueous humor. Kedalaman COA bervariasi, pada
keadaan hipermetropia, COA cenderung lebih dangkal, sedangkan pada
myopia, COA lebih dalam. Segmen anterior mata (COA) terletak diantara
kornea dan iris. Bagian anatomis utama COA terdiri dari garis Schwalbe,
anyaman trabekular (trabecular meshwork), dan scleral spur. 6,7

d. Lensa
Lensa merupakan suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak
berwarna, dan hampir sepenuhnya transparan, memiliki tebal sekitar 4 mm
dan diameter 9 mm.7 Lensa memiliki dua permukaan, yaitu permukaan
anterior dan posterior. Permukaan posterior lebih cembung daripada
permukaan anterior. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma
optikal yang memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata. Lensa
tidak memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. 8 Bagian
anterior lensa berisi cairan aqueous; dan bagian posteriornya berisi cairan
vitreous.
Lensa digantung pada posisinya oleh ligamentum suspensori yang
dikenal sebagai Zonula Zinn, suatu serat halus kuat, yang
menempelkannya ke badan silia (Gambar 2.1). 5,9 Komponen lensa terdiri
atas kapsul, epitel, korteks, dan nucleus. Kapsul lensa adalah suatu
membran semipermeabel yang dapat menyerap air dan elektrolit. Epitel
subkapsular terletak di bagian anterior. Seiring pertambahan usia, lensa
menjadi lebih besar dan kurang elastis karena produksi terus menerus dari
serat lamelar subepitel.7 Nukleus merupakan serat massa lensa yang
terbentuk sejak lahir sedangkan korteks merupakan serat yang terbentuk
setelah lahir. Nukleus lensa lebih keras daripada korteks.

e. Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi
ruangan yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan
luar vitreus membran hialois- normalnya berkontak dengan struktur-

6
struktur berikut: kapsula lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana
lapisan epitel, retina dan caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan
penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan epitel pars plana dan
retina tepat di belakang ora serrata. Perlekatan ke kapsul lensa dan nervus
optikus kuat pada awal kehidupan tetapi segera hilang. Vitreus berisi air
sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam
hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada
vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air.5

2.2 Akomodasi
Akomodasi adalah suatu mekanisme dimana mata merubah
kekuatan refraksinya dengan merubah ketajaman lensa kristalin. Ada
banyak teori yang telah dikemukan tentang bagaimana proses akomodasi
dapat terjadi pada mata. Teori yang paling tua dikenal yaitu teori vitreus
oleh Cramers, lalu dikembangkan juga teori akomodasi relaksasi oleh
Helmholtz, teori kontraksi zonula oleh Tscherning, dan masih banyak teori
akomodasi lainnya. Sementara itu untuk memfokuskan benda yang
berjarak dekat otot siliaris melakukan kontraksi sehingga membuat lensa
mata menjadi tebal. Daya akomodasi mata dibatasi oleh dua titik yaitu titik
dekat (punctum proximum), yaitu titik terdekat yang masih dapat dilihat
dengan jelas oleh mata.
Titik jauh (punctum remotum), yaitu titik terjauh yang masih dapat
dilihat dengan jelas oleh mataKebanyakan dari masalah penglihatan
berhubungan dengan kemampuan akomodasi, seperti akomodasi yang
terlalu besar, terlalu kecil ataupun terlalu lambat. Untuk dapat menilai
kemampuan akomodasi seseorang maka dapat dilakukan pemeriksaan
akomodasi baik monocular maupun binocular dengan menggunakan
metode Push Up ataupun metode Lensa Sferis. Yang dinilai yaitu
akomodasi jarak dekat, amplitudo akomodasi dan range akomodasi
sehingga dapat diidentifikasi kemampuan akomodasi mata. 10
Pada keadaan normal cahaya tidak terhingga akan terfokus pada
retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya

7
daya akomodasi benda dapat difokuskan pada retina atau macula lutea.
Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan
terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk
mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliari.Akomodasi, daya
pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat
sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus
berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh reflex
akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan
pada waktu konvergensi atau melihat dekat.11
Mekanisme Akomodasi ada 2 teori: 10,11
1) Teori Helmholzt : Jika mm. siliaris berkontraksi, maka iris dan badan
siliare, digerakkan kedepan bawah, sehingga zonulla zinii jadi kendor,
lensa menjadi lebih cembung, karena elastisitasnya sendiri. Banyak
yang mengikuti teori ini.
2) Teori Tschering : Jika mm. siliaris berkontraksi, maka iris dan badan
siliaris digerakkan kebelakang atas sehingga zonula zinii menjadi
tegang, juga bagian perifer lensa menjadi tegang sedang bagian
tengahnya didorong ke senteral dan menjadi cembung.

2.3 Fisiologi Refraksi


Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah
dalam untuk difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar
dihasilkan suatu bayangan yang akurat. Pembelokan suatu berkas cahaya
(refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan
kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media
transparan lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk
ke medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat
(sebaliknya juga berlaku).12 Jika kecepatan suatu berkas cahaya berubah
akibat perubahan medium optis, akan terjadi pula pembiasan/refraksi
berkas cahaya tersebut. Efek suatu bahan optis terhadap kecepatan cahaya

8
dinyatakan oleh indeks refraksinya (indeks bias=n). Semakin tinggi indeks,
semakin lambat kecepatan, dan semakin besar efek pembiasannya. 13
Mata dapat dianggap sebagai kamera, yang terdiri dari media
refrakta dengan retina sebagai filmnya. Media refrakta pada mata dari
depan ke belakang terdiri atas kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreus
humor. Semua media refrakta ini bersifat jernih, memiliki permukaannya
sendiri-sendiri, memiliki kurvatura dan indeks bias berlainan, serta
melekat satu sama lain sehingga membentuk satu kesatuan. Kornea
(n=1,33), merupakan permukaan cembung sistem lensa sehingga dapat
mengumpulkan cahaya. Aquous humor (n=1,33) dengan indeks bias sama
dengan kornea, sehingga cahaya dari kornea diteruskan begitu saja. Lensa
(n=1,42) menyebabkan cahaya lebih difokuskan lagi. Badan kaca,
memiliki indeks bias lebih kecil daripada lensa sehingga cahaya kembali
sedikit disebarkan. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kekuatan
refraksi mata dapat diwakili oleh kornea yang bersifat lensa cembung
dengan kekuatan 42 dioptri.13
Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu
masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam reftraktif total karena
perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada
perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya.
Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan
kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat
disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk
melihat dekat/jauh.12
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan
cahaya terfokus diretina agar penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah
terfokus sebelum mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai
retina, bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang
berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada
berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak
lebih dari 6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata. Sumber
cahaya dekat memerlukan jarak yang lebih besar di belakang lensa agar

9
dapat difokuskan daripada sumber cahaya jauh, karena berkas dari sumber
cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata. Untuk
membawa sumber cahaya dekat terfokus di retina, harus dipergunakan
lensa yang lebih kuat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses
akomodasi.12
2.4 Definisi Anisometropia
Anisometropia merupakan gangguan penglihatan akibat adanya
perbedaan kekuatan refraksi lensa sferis atau silinder antara mata kanan
dan mata kiri. Beberapa studi sebelumnya menyebutkan bahwa
perbedaan kekuatan refraksi yang dianggap signifikan yaitu sebesar 1.00
D.14,15,16 Perbedaan kekuatan refraksi dihitung dengan cara perhitungan
matematika yaitu kekuatan refraksi mata kanan dikurangi kekuatan
refraksi mata kiri.14 Sebagai contoh, pada kasus miopia apabila kekuatan
refraksi mata kanan S -2.50 D dan mata kiri S -4.50 D, maka perbedaan
kekuatan refraksi antara mata kanan dan mata kiri adalah 2.00 D. Pada
kasus hipermetropia, apabila kekuatan refraksi mata kanan S +4.50 D
dan mata kiri + 5.50 D, maka perbedaan kekuatan refraksi antara mata
kanan dan mata kiri adalah 1.00 D. Sedangkan pada mata yang memiliki
perbedaan lensa sferis seperti mata kanan S -3.00 D dan mata kiri S
+1.00 D, perbedaan kekuatan sebanyak 4.00 D.14
Data Optometry in Practice tahun 2003, menyebutkan bahwa
batas perbedaan kekuatan refraksi pada mata miopia, hipermetropia, dan
astigmatisma yang dapat menimbulkan ambliopia adalah masing- masing
lebih dari 2.00 D, 1.00 D, dan 1.50 D.5,14 Sedangkan menurut buku Ilmu
Penyakit Mata, disebutkan bahwa batas perbedaan refraksi untuk
menjadi ambliopia adalah lebih dari 2.50 D.5
2.5 Etiologi
a) Kongenital, akibat pertumbuhan sumbu bola mata terlalu panjang atau
pendek, serta adanya faktor genetik.
b) Didapat, biasanya karena trauma atau pasca-ekstraksi lensa saat
menjalani operasi katarak.4

10
2.6 Klasifikasi
Anisometropia berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua yaitu:
a) Anisometropia aksial, akibat pertumbuhan sumbu bola mata antero-
posterior yang lebih panjang atau pendek.
b) Anisometropia refraktif, akibat perbedaan kekuatan refraksi pada
mata kanan dan mata kiri.

Berdasarkan kekuatan refraksinya, anisometropia dibedakan menjadi:


a) Anisometropia absolut terjadi karena adanya perbedaan kekuatan
refraksi antara mata kanan dan mata kiri. Anisometropia absolut
dibagi lagi menjadi:
1) Simple, apabila salah satu mata emetropia dan mata lainnya
miopia atau hipermetropia.
2) Compound, apabila kedua mata mengalami miopia atau
hipermetropia.
3) Mixed, apabila salah satu mata mengalami miopia dan mata
lainnya mengalami hipermetropia.
b) Anisometropia relatif terjadi akibat perbedaan aksis antara mata
kanan dan kiri. Pada anisometropia relatif, kekuatan refraksi mata
kanan dan kiri sama. Kelainan ini biasanya terjadi pada miopia dan
hipermetropia yang disertai dengan mata astigmatisma.
Anisometropia relatif dibagi lagi menjadi:
1) Simple astigmatism, apabila salah satu mata emetropia dan mata
lainnya miopia atau hipermetropia dengan astigmatisma.
2) Compound astigmatism, apabila kedua mata mengalami
astigmatisma dengan aksis berbeda.4
2.7 Patofisiologi
Anisometropia terjadi akibat adanya perbedaan kekuatan refraksi
lensa sferis atau silinder mata kanan dan mata kiri. 14,15,16 Permasalahan
yang umum timbul akibat anisometropia adalah perbedaan efek
prismatik mata kanan dan mata kiri yang akan mengganggu penglihatan
binokuler. Pada anisometropia, efek prismatik akan menyebabkan

11
bayangan masing-masing mata tidak dapat menjadi gambaran tunggal,
sehingga menimbulkan efek penglihatan ganda atau diplopia. Perbedaan
efek prismatik antara mata kanan dan mata kiri yang lebih dari 1∆,
terutama pada meridian vertikal akan menyebabkan intoleransi. Akibat
intoleransi ini, penderita biasanya akan mengeluhkan adanya penglihatan
ganda dan pusing.14,15,17
Besar kekuatan prisma dapat dihitung berdasarkan hukum
Prentice yang menyatakan bahwa:14,18
Kekuatan prisma (∆ atau dioptri prisma) = Daya dioptri lensa (Dioptri) x
Jarak dari pusat optik (cm)
Selain perbedaan efek prismatik, hal lain yang juga umum terjadi
pada anisometropia adalah perbedaan ukuran bayangan yang terbentuk di
retina atau aniseikonia. Aniseikonia adalah gangguan penglihatan
binokuler yang ditandai dengan adanya perbedaan ukuran dan bentuk
bayangan yang diterima oleh kedua mata. Kelainan ini dapat
menimbulkan terjadinya efek penglihatan ganda atau diplopia,
menyebabkan supresi mata dengan kekuatan refraksi lebih besar
sehingga menimbulkan efek ambliopia.14
2.8 Manifestasi Klinis
Gejala yang umum timbul pada anisometropia adalah penglihatan
kabur akibat kelainan refraksi. Selain itu, pasien juga biasanya
mengeluhkan mata terasa lelah disertai nyeri kepala tanpa diketahui
penyebabnya. Penglihatan ganda atau diplopia dan terganggunya
penglihatan binokuler sering terjadi pada penderita anisometropia.
Keluhan ini terkait dengan perbedaan efek prismatik dan aniseikonia. 17
2.9 Diagnosis
Pada umumnya, anisometropia terdiagnosis saat melakukan
pemeriksaan tajam penglihatan atau visus. Pemeriksaan visus dilakukan
dalam keadaan istirahat atau tidak akomodasi. Media yang dibutuhkan
adalah Snellen chart. Tajam penglihatan dikatakan normal apabila skor
tajam penglihatan 6/6 atau 100%.5,11

12
Gambar 2.9.1 Snellen Chart
Pemeriksaan penunjang lain untuk melihat gejala serta komplikasi
anisometropia adalah uji aniseikonia, worth four dots test, Hirschberg test,
dan cover and uncover test.
Uji aniseikonia adalah pemeriksaan tajam penglihatan yang biasa
dilakukan pada pasien yang mengeluh penglihatan terganggu meskipun
sudah dikoreksi. Dalam pemeriksaan ini, pasien diminta berdiri 2-3 m di
depan pemeriksa. Kemudian pemeriksa akan membentangkan tangannya
ke arah lateral dan pasien diminta untuk membandingkan panjang tangan
pemeriksa. Pemeriksa kembali memajukan tangannya ke depan dengan
jari terbuka dan meminta pasien kembali membandingkan panjang tangan
pemeriksa. Dalam keadaan normal, pasien akan melihat tangan pemeriksa
pada posisi pertama dan kedua sama panjang. Sedangkan pada keadaan
aniseikonia horizontal, pasien akan melihat tangan pemeriksa pada posisi
pertama terlihat lebih pendek dan pada posisi kedua terlihat lebih
panjang.5
Worth four dots test adalah pemeriksaan keseimbangan otot mata
untuk mendiagnosis ambliopia. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat
penglihatan binokuler, adanya fusi, abnormalitas retina, supresi satu mata
dan strabismus. Pasien memakai kacamata dengan filter warna merah di
mata kanan dan filter warna hijau di mata kiri. Kemudian pasien diminta

13
melihat sebuah kotak hitam dengan 4 titik (2 titik berwarna hijau, 1 titik
berwarna merah, dan 1 titik berwarna putih) pada jarak 6 m atau 30 cm. 19

Gambar 2.9.2 Worth four dots test (a) kacamata filter (b) 4 titik pemeriksaan
Hirschberg test adalah pemeriksaan refleks kornea untuk menilai
pergerakan bola mata abnormal. Sedangkan cover uncover test adalah
pemeriksaan keseimbangan otot mata untuk melihat adanya heterotropia
pada salah satu mata. Kedua teknik pemeriksaan ini bertujuan untuk
melihat adanya strabismus.5,11,19
2.10 Tatalaksana
1) Terapi Oklusi
Terapi oklusi merupakan sebuah teknik terapi dengan menggunakan
penutup mata atau patch pada mata sehat. Tujuan penutupan ini
berkaitan dengan upaya mencegah ambliopia akibat supresi mata yang
sakit. Mekanisme kerja terapi oklusi adalah merangsang mata yang sakit
untuk meningkatkan kemampuan fungsi penglihatannya melalui
stimulasi yang diberikan ke otak.
Beberapa jenis penutup mata yang dapat digunakan adalah
bandage, lensa kontak, kaca mata, dan terapi farmakologi. 20

Gambar 2.10.1 Penutup mata atau patch jenis bandage

14
Gambar 2.10.2 Contoh pemakaian penutup mata pada mata yang sehat
2) Lensa kacamata
Penggunaan lensa kacamata merupakan metode yang
paling aman, namun sulit untuk menentukan koreksi visus yang
terbaik. Pada kasus anisometropia, perbedaan kekuatan refraksi
sering menimbulkan keluhan seperti rasa tidak nyaman, pusing,
mata lelah, pandangan ganda akibat perbedaan efek prismatik dll.
Perbedaan kekuatan refraksi yang masih dapat ditolerir oleh
penggunanya adalah berkisar 3.00 D - 4.00 D.14
Kompensasi efek prismatik dapat berupa teknik slab-off
dan franklin split.14,17,18 Lensa prisma adalah bentuk lensa yang
terdiri dari apeks dan dasar. Teknik slab-off merupakan teknik
untuk mengatasi perbedaan efek prismatik, terutama pada
meridian vertikal. Teknik ini dapat digunakan baik pada lensa
monofokal maupun lensa bifokal. Lensa bifokal lebih umum
digunakan. Pada lensa bifokal akan tampak garis horizontal yang
merupakan apeks prisma yang membagi lensa menjadi dua
segmen.14,18,20
3) Lensa Kontak
Lensa kontak adalah salah satu terapi yang sangat
dianjurkan bagi penderita anisometropia. Beberapa tipe lensa
kontak adalah soft contact lenses, rigid gas permeable (RGP)
contact lenses, dan orthokeratology (Ortho K). Kontraindikasi
penggunaan lensa kontak adalah pasien dengan riwayat infeksi
mata berulang dan alergi, mata kering, bekerja di lingkungan
berdebu atau kotor, dan membutuhkan koreksi lensa prisma.14,17,18

15
4) Pembedahan
Photorefractive keratectomy (PRK) dan laser in situ
keratomileusis (LASIK) merupakan metode koreksi pembedahan
yang umum dilakukan. Kedua teknik pembedahan ini bertujuan
untuk memperbaiki kelengkungan kornea. 18
2.11 Komplikasi
Komplikasi anisometropia adalah ambliopia dan strabismus.
Ambliopia atau mata malas adalah keadaan tajam penglihatan tidak
dapat mencapai optimal sesuai usia. Ambliopia akibat anisometropia
terjadi karena perbedaan kekuatan refraksi > 2.50 D antara mata
kanan dan mata kiri yang akan menyebabkan perbedaan ukuran dan
bentuk bayangan atau aniseikonia serta titik focus berbeda. Perbedaan
titik fokus antara kedua mata akan merangsang mata yang sehat untuk
bekerja lebih keras dan menekan kerja mata yang sakit. Supresi mata
yang sakit akan menyebabkan terjadinya ambliopia. 5,14,18
Pada anisometropia, perbedaan kekuatan refraksi akan
membuat mata yang sehat bekerja lebih keras dibandingkan dengan
mata yang sakit. Hal ini akan menyebabkan melemahnya otot
penggerak bola mata pada mata yang sakit, pelemahan ini akan
membuat mata yang sakit lebih rentan mengalami strabismus.
Strabismus adalah ketidakseimbangan kedudukan bola mata sehingga
kedua mata tampak tidak searah.5,14,18
2.12 Prognosis
Anisometropia yang tidak dikoreksi dapat menyebabkan
kerusakan ireversibel dalam perkembangan visual, membawa pada
kondisi selanjutnya yang dikenal sebagai ambilopia anisometropik
dapat terjadi. Anisometropia harus dikoreksi dengan tepat pada usia
berapa pun untuk memperbaiki penglihatan binokular dan
peningkatan stereopsis. Bahkan anisometropia yang dikoreksi bisa
menjadi penyebab kerusakan fusi, asthenopia, sakit kepala, dan
fotofobia karena perbedaan ukuran bayangan dan efek prisma yang
diinduksi.21

16
BAB 3
KESIMPULAN

Anisometropia adalah gangguan penglihatan akibat adanya


perbedaan kekuatan refraksi >1.00 D antara mata kanan dan mata kiri.
Masalah yang banyak terjadi akibat anisometropia yaitu ambliopia dan
strabismus. Upaya yang dapat dilakukan untuk deteksi dini
anisometropia adalah pemeriksaan tajam penglihatan, uji aniseikonia,
worth four dots test, Hirschberg test, dan cover and uncover test.
Penanganan yang dapat dilakukan adalah penggunaan lensa kacamata,
lensa kontak, dan pembedahan.

17
DAFTAR PUSTAKA
1. Saputera MD. Anisometropia. Jurnal CDK Volume 43 Nomor 10. 2016.

2. Basyirz I, Arintawati P, Saktini F. Perbedaan Penglihatan Stereoskopis


Pada Penderita Anisometropia Ringan-Sedang Dan Berat. Jurnal
Kedokteran Diponegoro Volume 5 Nomor 4. 2016.

3. Yakar K, Kan E, Alan A et al. Retinal Nerve Fibre Layer and Mascular
Thickness in Adults with Hyperopic Aanisometric Ambylopia. Hindawi
Publising Corporation. Jurnal of ophtalmoogy. 2015.

4. Waline JJ, Carder EDJ. Vision problems of children with individualized


education programs. Journal of Behavioral Optometry. 2012;23(4):87-93.

5. Ilyas S, Yulianti S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;


2013.

6. Khurana A. Comprehensive Ophthalmology. New Delhi: New Age


International Publisher; 2007.

7. Vaughan D, T A, Riodan Eva P. General Ophthalmology. 19th ed. Utah:


Lange Medical Publications; 2018.

8. Gerhard K, Lang M., Amann J. Ophthalmology. A Short Textbook. New


York: Thieme; 2000. doi:10.1016/s0002-9394(14)75046-9

9. Sharon L, Jick M. 2018-2019 Basic and Clinical Science Course. Am


Acad Ophthalmol. 2018.

10. Wati R. Akomodasi dalam refraksi.Padang: Ilmu Penyakit Mata Fakultas


Kedokteran Universitas Andalas; 2018.

11. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Edisi ke tiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006.

12. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-6. Jakarta : Abaditegal. 1993.

13. Vaughan DG, Asbury T, Riordan P. Oftalmologi Umum. 17th Ed. Alih
bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: EGC. 2009.

18
14. McCarthy P. Anisometropia: What difference does it make? Optometry in
Practice. 2013;14(1):1-10.

15. Haegerstrom-Portnoy G, Schneck ME, Lott LA, Hewlett SE, Brabyn JA.
Longitudinal increase in anisometropia in older adults. Optometry and
Vision Science. 2014;91(1):60-7.

16. Deng Li, Gwiazda JE. Anisometropia in children from infancy to 15 years.
Investigative Ophtalmology & Visual Science. 2012;53(7):3782-7.

17. Lang, Gerhard K. Ophthalmology. 2nd ed. A pocket textbook atlas. New
York: Thieme Stuttgart; 2006.

18. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s general


ophthalmology. 17th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedoketran EGC; 2015.

19. Kanksi JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach.


7th ed. Elsevier; 2011

20. Tang E WH, Li B CY, Yeung Ian YL, Li Kenneth KW. Occlusion therapy
in amblyopia: An experience from Hong Kong. Hong Kong Med Journal.
2014;20(1):32-6-7.

21. Karimian et al. Stereoacuity after Waveffront-guided Photorefractive


Keratetomy in Anisomeetropia. Journal ophtalmic Vis Res. 2017

19

Anda mungkin juga menyukai