LASERASI KORNEA
Penulis
Firsta Wahono Febrianto 011723143030
Zahila Firdaus Zain 011723143031
Achmad Januar Er Putra 011723143032
Veikha Fakhriya Arfiputri 011723143160
Renata Violia 011723143161
Pembimbing Diskusi :
dr. Rozalina Loebis, Sp.M (K)
i
DAFTAR ISI
COVER..........................................................................................................
........................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................iii
DAFTAR TABEL...........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................1
1.2 TUJUAN...................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................2
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA................................................2
2.2 LASERASI KORNEA.............................................................................3
2.2.1 Definisi..................................................................................................3
2.2.2 Klasifikasi..............................................................................................4
2.2.3 Diagnosis Banding................................................................................6
2.2.4 Tatalaksana............................................................................................6
2.2.5 Monitoring, Prognosis...........................................................................11
2.2.6 Edukasi..................................................................................................12
BAB III LAPORAN KASUS.........................................................................16
3.1 IDENTITAS PASIEN...............................................................................16
3.2 ANAMNESIS...........................................................................................16
3.3 PEMERIKSAAN FISIK...........................................................................17
3.4 FOTO KLINIS..........................................................................................18
3.5 PROBLEM LIST......................................................................................18
3.6 ASSESMENT...........................................................................................19
3.7 PLANNING..............................................................................................19
BAB IV PENUTUP........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................23
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kornea
2.1.1 Anatomi kornea
vi
1. Epitelium
Sel epitel merupakan bagian terluar yang terdiri dari sel kubus
dibagian tengah dan semakin ke tepi semakin pipih, terdiri dari 5-6
lapis sel yang akan beregenerasi dalam waktu 5-7 hari(Bowling,
2016).
2. Membran Bowman
Membran aseluler, jernih dan dianggap sebagai modifikasi stroma dan
mulai muncul saat usia 4 bulan (Bowling, 2016).
3. Stroma
Terdiri dari selaput kolagen yang tersusun rapi, diameter serabut
kornea 1 mikro meter terletak antara proteoglikan dan sel keratosit.
Stroma menyusun 90% dari kornea. Sel keratosit akan memproduksi
kolagen dan bahan dasar mukopolisakarida serta glikosaminoglikan
(Bowling, 2016).
4. Membran descement
Membran jernih, elastis dan merupakan membran yang berasal dari
endotelium. Membran ini relatif tahan terhadap infeksi dan trauma
(Bowling, 2016).
5. Endotelium
3
Lapisan yang hanya memiliki satu lapisan sel yang tidak mempunyai
2.2.1
Definisi
Laserasi kornea merupakan cedera sebagian atau seluruh ketebalan
kornea. Cedera sebagian ketebalan tidak menyebabkan abrasi pada bola
mata. Sedangkan cedera seluruh ketebalan kornea atau cedera yang
menembus seluruh lapisan kornea menyebabkan bola mata pecah (Kiire,
2010).
Riwayat pengobatan
• Diagnosis
• Obat – obat yang sedang dikonsumsi
• Alergi obat
• Faktor resiko HIV/hepatitis
• Riwayat operasi
Yang termasuk terjadinya trauma mata perforating (perforating mechanical
trauma), antara lain:
Tabel 2.2 Diagnostik Tanda-tanda Trauma Mata (Kuhn, et. al., 2004)
Tanda – tanda Diagnostik
Laserasi palpebra yang luas Uvea,vitreous,retina terekspos dengan
dunia luar
Kemosis orbital Seidel tes positive
Laserasi konjungtival/ hemorrhage Ada tampak intraocular foreign body
(benda asing intraokuli)
Adhesi focal iris-kornea Tampak intraocular foreign body pada
pemeriksaan radiologi X-ray atau
ultrasonografi
Defek iris
Hipotoni
Defek kapsul lensa
Lens opacity
Retinal detachment/hemorrhage
Trauma jenis ini lebih sering tiga kali terjadi pada pria dibandingkan
perempuan, tipikalnya pada kelompok usia muda (50 %) 15 – 34 tahun.
Penyebab terseringnya kekerasan,kecelakaan kerja dan olahraga. (Kanski,
2015)
Luasnya jaringan yang terkena di sesuaikan dengan ukuran benda
(objek) yang menyebabkannya.(Kanski, 2015.)
Trauma ini merupakan trauma tembus yang termasuk emergensi medis
yang akan mengancam visus karena terbukanya dinding bola mata merupakan
pintu masuk infeksi.Penanganan yang cepat dan tepat dapat mengurangi
komplikasi yang mungkin terjadi.
Klasifikasi lain trauma mata terbuka berdasarkan BETT (Birmingham
Eye Trauma Terminology):
a. Ruptur
Tipe atau jenis
b. Penetrating
mekanisme
c. IOFB
trauma
d. Campuran
1. ≥20/40
Tingkatan trauma
2. 20/50 sampai 20/100
berdasarkan hasil
3. 19/100 sampai 5/200
tajam
4. 4/200 sampai light perception
penglihatan
5. NLP
2.2.4 Tatalaksana
Penatalaksanaan
Jika penanganan dengan teknik pembedahan diperlukan, maka
waktu untuk melakukannya sangat penting. Meskipun beberapa
studi belum bisa mencatat beberapa kerugian apabila dilakukan
penundaan untuk perbaikan pada trauma terbuka sampai 36 jam
setelah kejadian, intervensi yang ideal sesegera mungkin dilakukan
pada pasien. Perbaikan segera dapat menolong untuk
meminimalisir sejumlah komplikasi termasuk:
- nyeri
- prolapsus struktur intraokular
- perdarahan suprakoroidal
- kontaminasi mikroba pada jaringan
- proliferasi mikroba ke dalam mata
- migrasi epitel ke dalam jaringan
- inflamasi intraokular
- ketidakmampuan lensa ditembus cahaya
Hal-hal berikut ini sementara dapat dilakukan selama periode
preoperatif :
- Menggunakan pelindung pada mata
- Hindari penggunaan obat topikal atau intervensi lainnya yang
membuat kelopak mata harus dibuka
- Pasien dipuasakan untuk persiapan operasi
Sediakan medikasi yang sesuai untuk sedasi dan kontrol nyeri
- Mulailah pemberian antibiotik IV
- Profilaksis tetanus
- Konsul bagian anestesi
Trauma berhubungan dengan kontaminasi hal-hal yang kotor dan
atau benda asing intraokular yang tertahan membutuhkan perhatian
khusus akan resiko Bacillus endophtalmitis. Karena organisme ini dapat
menghancurkan jaringan mata dalam 24 jam, terapi antibiotik yang
efektif terhadap Bacillus diberikan intravena maupun intravitreal,
biasanya golongan fluoroquinolone (seperti levofloxacin, moxifloxacin),
clindamycin atau vancomycin dapat dipertimbangkan. Pembedahan untuk
perbaikan harus dilakukan sesegera mungkin pada kasus beresiko
terinfeksi organisme ini (Lubis, 2014).
Terapi non pembedahan
Beberapa kasus laserasi kornea ada yang sangat minimal yang
didapatkan dari pemeriksaan fisik awal dengan tidak ada kerusakan
intraokular, prolapsus, atau perlekatan. Kasus seperti ini mungkin hanya
membutuhkan terapi antibiotik sistemik maupun topikal selama
pengawasan ketat. Jika terdapat kebocoran di jaringan komea, tetapi
ruang anterior tetap utuh, klinisi bisa mencoba untuk menghentikan
kebocoran dengan farmakologi menekan produksi aqueous (misal dengan
β-blocker sistemik atau topikal), penutup yang dilekatkan ke mata, dan
atau suatu kontak lensa terapeutik. Umumnya, apabila tindakan ini gagal
untuk menutup luka dalam 2-3 hari, pembedahan untuk penutupan
dengan jahitan direkomendasikan (Lubis, 2014).
Pembedahan
Mata dapat bertahan dari terjadinya kerusakan internal yang berat
bahkan dengan luka yang nampaknya kecil. Pada kasus laserasi
korneaskleral dengan prolapsus uvea biasanya membutuhkan
pembedahan. Tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan keutuhan
dari bola mata. Tujuan sekunder untuk memenuhi perbaikan primer yaitu
mengembalikan penglihatan melalui perbaikan kerusakan internal dan
eksternal mata (Lubis, 2014).
Apabila prognosis penglihatan mata yang terpajan trauma sangat
tidak ada harapan dan pasien beresiko untuk terjadi simpatetik oftalmia,
tindakan enukleasi dapat dipertimbangkan. Enukleasi primer seharusnya
dikerjakan pada trauma yang benar-benar menghancurkan jaringan mata
sehingga untuk mengembalikan anatominya menjadi sangat tidak
mungkin (Lubis, 2014).
Pada beberapa kasus, penundaan enukleasi dalam beberapa hari
memberi keuntungan lebih daripada enukleasi primer.Penundaan ini
(yang tidak boleh lebih dari 12-14 hari karena bisa mencetuskan
simpatetik oftalmia) diikuti dengan evaluasi fungsi penglihatan
postoperatif, konsultasi vitreoretina atau bedah plastik oftahnia dan
stabilisasi kondisi umum pasien. Lebih penting lagi, penundaan enukleasi
mengikuti perbaikan yang gagal dan hilangnya persepsi terhadap cahaya
memberikan pasien waktu untuk mengetahui kehilangan ini dan
pertimbangan untuk melakukan enukleasi dalam keadaan non-emergensi
(Lubis, 2014).
Tindakan anastesi umum hampir selalu perlu untuk perbaikan dari
trauma terbuka karena injeksi anestesi lokal di retrobulbar maupun
peribulbar meningkatkan tekanan orbita, yang bisa mengakibatkan
eksaserbasi atau ekstrusi dari isi intraokular. Setelah pembedahan selesai,
injeksi anestesi periokular dapat digunakan untuk kontrol nyeri paska
operasi (Lubis, 2014).
Pada penutupan luka segmen anterior, sebaiknya digunakan
teknik -teknik bedah mikro. Laserasi komea diperbaiki dengan jahitan
nylon 10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau
corpus ciliare yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari 24
jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik atau
dengan memasukkan suatu spatula siklodialisis melalui insisi tusuk di
limbus dan menyapu jaringan dari bibir luka. Bila hal ini tidak dapat
dilakukan, bila jaringan telah terpajan lebih dari 24 jam, atau bila
jaringan tersebut mengalami iskemia dan kerusakan berat, jaringan yang
prolaps haras dieksisi setinggi bibir luka (Lubis, 2014).
Sampel untuk kultur diambil bila terdapat kecurigaan adanya
superinfeksi bakteri atau jamur, contohnya yang terjadi (terutama) pada
benda asing organik dan cedera pada pekerja perkebunan. Benda asing
logam-berkecepatan tinggi sendiri biasanya steril.Sisa-sisa lensa dan
darah dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau dengan
peralatan vitrektomi. Pembentukan kembali bilik mata depan selama
tindakan perbaikan dicapai dengan cairan intraokular fisiologik, udara
atau viskoelastik (Lubis, 2014).
Vitrektomi merupakan tindakan terapi yang efektif, tetapi masih
diperdebatkan kapan sebaiknya tindakan ini dilakukan.Vitrektomi dini
dengan antibiotik intravitreal diindikasikan pada endoftalmitis. Pada
kasus-kasus non-infeksi, penundaan pembedahan selama 10-14 hari dapat
menurunkan resiko perdarahan intraoperasi dan memungkinkan
terjadinya perlepasan vitreous posterior sehingga teknik bedah menjadi
lebih mudah (Riordan et al, 2010).
Bedah vitreoretina pada luka kornea yang besar dapat dilakukan
melalui keratoprostesis Landers-Foulke temporer sebelum melakukan
tandur kornea (corned grafting). Enukleasi maupun eviserasi primer
dipertimbangkan hanya bila bola mata mengalami kerusakan total. Mata
sebelahnya rentan terhadap oftalmia simpatika bila terjadi trauma tembus
mata, terutama bila ada kerusakan di jaringan uvea walaupun hal ini
sangat jarang terjadi (Riordan et al, 2010).
2.2.6 Edukasi
Beberapa hal perlu diberitahu kepada pasien untuk memastikan pasien sembuh
semaksimal mungkin dari kondisinya (Amit, 2010):
Edukasi dasar: penjelasan penyakit, rencana penanganan, kemungkinan
komplikasi, efek samping obat, prognosis.
Penanganan dan Tindakan Operasi: termasuk apa yang ditemukan saat
operasi, bagaimana jalannya operasi, dan prognosis post-operasi
3.6 Assesment
OD laserasi kornea full thicness +OD Hifema + OD Iridodialysis
3.7 PLANNING
3.7.1 Diagnosis: DL, Kimia klinik, HBsAg, SE, CT-Scan kepala fokus orbita
tanpa kontras, Foto thorax PA
3.7.2 Terapi
❖ Pro OD jahit laserasi kornea full thickness dengan general anastesi
3.7.3 Monitoring
❖ Keluhan pasien
❖ Gejala-gejala penyakit serta gejala penyerta
❖ Visus dan hifema
3.7.4 Edukasi
❖ Edukasi ke pasien mengenai penyakit yang diaami serta perjalanan penyakit
❖ Edukasi ke pasien untuk mengikuti anjuran terapi
❖ Edukasi ke pasien untuk menjaga kebersihan agar dapat mencegah terjadinya
infeksi pada luka mata
❖ Edukasi ke pasien bahwa kemungkinan dilakukan tindakan penjahitan pada
mata kanan
❖ Hindari mengucek-ucek atau menekan mata kanan.
Tutup mata pada saat membersihkan kotoran di sekitar mata kanan
BAB IV
PENUTUP
Laserasi kornea merupakan cedera sebagian atau seluruh ketebalan kornea.
Cedera sebagian ketebalan tidak menyebabkan abrasi pada bola mata. Gejala
umum laserasi kornea adalah visus menurun, mata merah, dan rasa nyeri di
matanya. Gejala khususnya tergantung dari sejauh mana tingkat keparahan
laserasi kornea yang diderita oleh pasien. Jika laserasi kornea tidak segera
ditangani dengan benar maka penyakit ini akan menimbulkan komplikasi yang
dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan gangguan
penglihatan bahkan sampai menyebabkan kebutaan.
DAFTAR PUSTAKA