Anda di halaman 1dari 28

CASE REPORT

LASERASI KORNEA

Penulis
Firsta Wahono Febrianto 011723143030
Zahila Firdaus Zain 011723143031
Achmad Januar Er Putra 011723143032
Veikha Fakhriya Arfiputri 011723143160
Renata Violia 011723143161

Pembimbing Diskusi :
dr. Rozalina Loebis, Sp.M (K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RSUD DR SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020

i
DAFTAR ISI

COVER..........................................................................................................
........................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................iii
DAFTAR TABEL...........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................1
1.2 TUJUAN...................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................2
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA................................................2
2.2 LASERASI KORNEA.............................................................................3
2.2.1 Definisi..................................................................................................3
2.2.2 Klasifikasi..............................................................................................4
2.2.3 Diagnosis Banding................................................................................6
2.2.4 Tatalaksana............................................................................................6
2.2.5 Monitoring, Prognosis...........................................................................11
2.2.6 Edukasi..................................................................................................12
BAB III LAPORAN KASUS.........................................................................16
3.1 IDENTITAS PASIEN...............................................................................16
3.2 ANAMNESIS...........................................................................................16
3.3 PEMERIKSAAN FISIK...........................................................................17
3.4 FOTO KLINIS..........................................................................................18
3.5 PROBLEM LIST......................................................................................18
3.6 ASSESMENT...........................................................................................19
3.7 PLANNING..............................................................................................19
BAB IV PENUTUP........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................23

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi kornea.......................................................................3


Gambar 3.1 Okuli sinistra pasien pada pemeriksaan slit Lamp..................18

iii
DAFTAR TABEL

Gambar 2.1 Anatomi kornea.......................................................................3


Gambar 3.1 Okuli sinistra pasien pada pemeriksaan slit Lamp..................18

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kornea merupakan bagian anterior mata yang dilalui cahaya sebelum
membentuk bayangan di retina. Biasan cahaya terjadi di permukaan anterior dari
kornea. Perubahan bentuk dan kejernihan kornea akan mengganggu pembentukan
bayangan yang di retina. Oleh karena itu, kelainan di kornea dapat menimbulkan
gangguan penglihatan (Termote et al, 2018).
Kornea adalah jendela depan mata yang jernih. Laserasi kornea adalah luka
pada kornea. Biasanya disebabkan oleh sesuatu yang tajam melayang ke mata. Ini
juga bisa disebabkan oleh sesuatu yang mencolok mata dengan kekuatan yang
signifikan, seperti alat berbahan logam. Laserasi kornea lebih dalam daripada
abrasi kornea, memotong sebagian atau seluruh kornea. Jika laserasi kornea cukup
dalam dapat menyebabkan laserasi dengan ketebalan penuh. Ini adalah saat
laserasi memotong kornea dan menyebabkan bola mata pecah, dan membuat
sobekan pada bola mata itu sendiri (AAO, 2019).
Mengingat terbatasnya jumlah dokter spesialis mata di Indonesia, peran
dokter umum menjadi sangat penting dalam diagnosis dini laserasi kornea,
memberikan penatalaksanaan awal, serta melakukan rujukan sehingga diharapkan
mampu mengurangi morbiditas yang diakibatkan oleh laserasi kornea.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memahami, melakukan diagnosa


dan penatalaksanaan kasus laserasi kornea dengan benar.

v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kornea
2.1.1 Anatomi kornea

Gambar 2. 1 Anatomi kornea

Kornea merupakan jaringan transparan yang berada pada bagian


terluar bola mata dan menutupi iris, pupil, serta bilik mata depan. Batas
antara kornea dengan sklera adalah limbus. Pada kondisi normal, kornea
tidak memiliki pembuluh darah (avaskular). Nutrisinya didapat dari
limbus, humor aquos, lapisan air mata, dan oksigen atmosfer. Kornea
merupakan jaringan yang memiliki banyak inervasi saraf, sehingga sangat
peka terhadap rangsang nyeri, cahaya, dan refleks lakrimasi. Saraf sensorik
kornea merupakan cabang pertama nervus Trigeminus yaitu Optalmikus
(Kanski, 2016).
Kekuatan refraksi kornea pada manusia sebesar 43 dioptri. Pada
manusia, kornea berbentuk elips, memiliki rata-rata diameter horizontal
yaitu sekitar 12 mm dan 1 mm secara vertikal. Ketebalan kornea bagian
sentral rata-rata sebesar 0,54 mm dan akan menebal pada bagian perifer
yaitu 0,65 mm (Sjamsu, et al., 2013).
Secara histologis kornea memiliki 5 lapisan (Bowling, 2016):

vi
1. Epitelium
Sel epitel merupakan bagian terluar yang terdiri dari sel kubus
dibagian tengah dan semakin ke tepi semakin pipih, terdiri dari 5-6
lapis sel yang akan beregenerasi dalam waktu 5-7 hari(Bowling,
2016).
2. Membran Bowman
Membran aseluler, jernih dan dianggap sebagai modifikasi stroma dan
mulai muncul saat usia 4 bulan (Bowling, 2016).
3. Stroma
Terdiri dari selaput kolagen yang tersusun rapi, diameter serabut
kornea 1 mikro meter terletak antara proteoglikan dan sel keratosit.
Stroma menyusun 90% dari kornea. Sel keratosit akan memproduksi
kolagen dan bahan dasar mukopolisakarida serta glikosaminoglikan
(Bowling, 2016).
4. Membran descement
Membran jernih, elastis dan merupakan membran yang berasal dari
endotelium. Membran ini relatif tahan terhadap infeksi dan trauma
(Bowling, 2016).
5. Endotelium

3
Lapisan yang hanya memiliki satu lapisan sel yang tidak mempunyai

Gambar 2. 2 Lapisan kornea


kemampuan regenerasi sehingga akan rusak jika terkena trauma
(Bowling, 2016).
2.1.2 Fisiologi kornea
Kornea memiliki fungsi sebagai pelindung mata dan sebagai jendela
bagi sinar yang masuk ke dalam mata. Fungsi tembus cahaya yang dimiliki
kornea disebabkan oleh sifat kornea yang transparan. Sifat transparan
kornea dipertahankan oleh adanya struktur histologis yang teratur,
avaskuler, dan desturgensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif
jaringan kornea terjadi karena pompa aktif bikarbonat oleh endotelium,
penguapan oleh epitelium, dan barier oleh epitelium dan endotelium
(Sjamsu, et al., 2013).
Dalam mekanisme dehidrasi, endotel jauh lebih penting daripada
epitel. Kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih
parah karena tidak adanya sifat regenerasi. Kerusakan sel-sel endotel
menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparansi dari kornea.
Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma
kornea lokal yang dapat meghilang bila sel epitel telah beregenerasi.
(Crick dan Khaw, 2003).
Nutrisi kornea didapat dari limbus, humor aquos, lapisan air mata,
dan oksigen atmosfer. Kornea merupakan jaringan yang avaskular dan
sebagai nutrisinya bergantung dengan proses difusi akuos dari limbus.
Bentuk dari kornea dipertahankan oleh adanya kekakuan struktur dan
tekanan intraokuli (Tsai, et al., 2011).
Penggunaan obat pada kornea juga membutuhkan teknik tertentu.
Epitel kornea bersifat fat-soluble dan stroma bersifat water-soluble. Oleh
sebab itu jika ingin menembus kornea obat harus memiliki kemampuan
larut air maupun lemak (Sjamsu, et al., 2013).

2.2.1
Definisi
Laserasi kornea merupakan cedera sebagian atau seluruh ketebalan
kornea. Cedera sebagian ketebalan tidak menyebabkan abrasi pada bola
mata. Sedangkan cedera seluruh ketebalan kornea atau cedera yang
menembus seluruh lapisan kornea menyebabkan bola mata pecah (Kiire,
2010).

2.2.2 Klasifikasi dan Diagnosis Trauma


1. Evaluasi menyeluruh pada bola mata dan adnexa mata
Tujuan utama pada evaluasi ini untuk mencari informasi apakah pasien
mengalami keadaan sistemik darurat yang membutuhkan penanganan
segera atau keadaan darurat mata yang juga menentukan tindakan yang
akan dilakukan pada matanya. (AAO, 2015)
2. Evaluasi sistemik
Pemeriksa mengevaluasi pada pasien apakah ada tanda – tanda cedera
kepala seperti: kesadaran menurun, muntah yang proyektil dan nyeri
kepala hebat. Anamnesis yang lengkap mengenai penyakit penyerta
seperti diabetes melitus, hipertensi, asma bronkial dapat mempengaruhi
penanganan trauma mata. Riwayat alergi obat sebelumnya, keterangan
sudah mendapat penanganan di tempat lain sebelumnya ( pemberian anti
tetanus ), waktu terakhir makan dan minum alkohol juga perlu ditanyakan
kepada pasien. (AAO, 2015).
Klasifikasi trauma mata berdasarkan American Academy of
Ophthalmology(AAO):
2.2.2.1 Trauma tertutup
2.2.2.1.1 Contussive trauma( trauma tumpul)
Trauma tumpul adalah trauma tertutup yang berasal dari benda tumpul seperti
pukulan,bola tenis dan bola kriket. Trauma tertutup adalah luka pada salah
satu dinding bola mata (sklera atau kornea) dan tidak merusak bagian
intraokular. Trauma tumpul itu sendiri juga dapat menyebabkan kerusakan
pada kornea seperti abrasi,edema,laserasi korneoskleral dan robekan pada
membran descement.gambaran lingkaran putih karena sel – sel endotel yang
edema akan muncul setelah beberapa jam akibat trauma dan menghilang
setelah beberapa hari.
Yang termasuk trauma tumpul, antara lain :
 Konjungtival hemorrhage
 Kelainan kornea ( abrasi , edema, robekan membran descement, laserasi
korneoskleral)
 Midriasis dan miosis traumatik
 Iritis traumatikIridodyalisis dan cyclodialisis
 Hifema traumatik
Traumatik midriasis dan miosis yang terjadi setelah trauma tumpul sering
diakibatkan robekan pada sfingter iris yang dapat menyebabkan perubahan
bentuk pupil yang permanen. Siklopegia penting diberikan untuk mencegah
sinekia posterior. (AAO, 2015; Kuhn, et. al., 2004; Kanski, 2015)

2.2.2.1.2 Nonperforating mechanical trauma


Trauma jenis ini sering disebabkan oleh benda – benda asing pada kornea
ataupun konjungtiva. Benda asing pada konjungtiva memerlukan pemeriksaan
dengan slitlamp . Evaluasi dengan mengeversikan palpebra superior dan
irigasi untuk membersihkan daerah fornik. Bila ada benda asing pada kornea,
jika dicurigai anterior chamber terlibat, evakuasi benda tersebut harus dikamar
operasi yang steril dan dilengkapi dengan mikroskop. Bila terjadi laserasi
konjungtiva harus dipastikan bahwa struktur bola mata lain tidak ada yang
terlibat dan tidak ada benda asing yang tertinggal. (AAO, 2015; Kuhn, et. al.,
2004; Kanski, 2015)

Tabel 2.1 Pemeriksaan trauma mata tembus (AAO, 2015)


Pemeriksaan trauma mata penetrating / perforating
Riwayat trauma mata
• Apakah Trauma yang mengancam nyawa
• Waktu terkenanya trauma
• Kecurigaan adanya benda asing intraokuli (intraocular foreign body)
seperti : besi, timah,tumbuh- tumbuhan, kontaminasi minyak
• Apakah menggunakan pelindung mata
• Penanganan sebelumnya saat terjadinya trauma

Pemeriksaan setelah terjadinya trauma mata


• Status refraksi
• Penyakit mata
• Obat – obatan yang digunakan
• Riwayat operasi sebelumnya

Riwayat pengobatan
• Diagnosis
• Obat – obat yang sedang dikonsumsi
• Alergi obat
• Faktor resiko HIV/hepatitis
• Riwayat operasi
Yang termasuk terjadinya trauma mata perforating (perforating mechanical
trauma), antara lain:

Tabel 2.2 Diagnostik Tanda-tanda Trauma Mata (Kuhn, et. al., 2004)
Tanda – tanda Diagnostik
Laserasi palpebra yang luas Uvea,vitreous,retina terekspos dengan
dunia luar
Kemosis orbital Seidel tes positive
Laserasi konjungtival/ hemorrhage Ada tampak intraocular foreign body
(benda asing intraokuli)
Adhesi focal iris-kornea Tampak intraocular foreign body pada
pemeriksaan radiologi X-ray atau
ultrasonografi
Defek iris
Hipotoni
Defek kapsul lensa
Lens opacity
Retinal detachment/hemorrhage
Trauma jenis ini lebih sering tiga kali terjadi pada pria dibandingkan
perempuan, tipikalnya pada kelompok usia muda (50 %) 15 – 34 tahun.
Penyebab terseringnya kekerasan,kecelakaan kerja dan olahraga. (Kanski,
2015)
Luasnya jaringan yang terkena di sesuaikan dengan ukuran benda
(objek) yang menyebabkannya.(Kanski, 2015.)
Trauma ini merupakan trauma tembus yang termasuk emergensi medis
yang akan mengancam visus karena terbukanya dinding bola mata merupakan
pintu masuk infeksi.Penanganan yang cepat dan tepat dapat mengurangi
komplikasi yang mungkin terjadi.
Klasifikasi lain trauma mata terbuka berdasarkan BETT (Birmingham
Eye Trauma Terminology):

Tabel 2.3 Klasifikasi BETT (Kuhn, et. al., 2004)

a. Ruptur
Tipe atau jenis
b. Penetrating
mekanisme
c. IOFB
trauma
d. Campuran

1. ≥20/40
Tingkatan trauma
2. 20/50 sampai 20/100
berdasarkan hasil
3. 19/100 sampai 5/200
tajam
4. 4/200 sampai light perception
penglihatan
5. NLP

a. Positif, Relative Afferent Pupillary Defect


Pupil
b. Negatif Relative Afferent Pupillary Defect

I. Kornea dan limbus


II. Sklera posterior dari limbus ke pars plana kira – kira 5
Zona mm posterior limbus
III. Melibatkan ketebalan seluruh sklera pada daerah > 5
mm ke arah posterior limbus
Yang termasuk nonperforating trauma, antara lain:
- Laserasi konjungtival
- Benda asing konjungtiva ( conjuntival foreign body)
- Benda asing kornea (corneal foreign body)
- Abrasi kornea
- Posttraumatic recurrent corneal erosion
(AAO, 2015; Kuhn, et. al., 2004; Kanski, 2015)
2.2.2.2 Trauma Terbuka
2.2.2.2.1 Perforating mechanical trauma
Trauma terbuka adalah trauma yang menyebabkan luka dan mengenai
seluruh dinding bola mata (sklera dan kornea). Penting untuk dibedakan
trauma penetrating dengan trauma perforating. Trauma penetrating jika cedera
melukai kedalam jaringan bola mata, sedangkan trauma perforating menembus
melewati jaringan bola mata. Untuk mendiagnosis trauma perforating harus
diketahui riwayat trauma dengan jelas dan jenis benda yang mengenainya
karena akan berpengaruh terhadap tindakan yang akan dilakukan (AAO, 2015)
Evaluasi pada penderita trauma mata yang dicurigai mengalami cedera
perforating meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan ophthalmikus
(status mata). (AAO, 2015; Kuhn, et. al., 2004; Kanski, 2015)

2.2.3 Diagnosis Banding


 Endoftalmitis Bakteri
 Keratitis Bakteri
 Corpus Alienum Kornea
 Ulkus Kornea
 Keratitis Ulseratif
 Abrasi Kornea
 Endoftalmitis Jamur
 Keratitis Jamur
 Glaukoma Akut Sudut Tertutup
 Herpes Simplex Virus (HSV) Keratitis
 Skleritis
(Adesina, 2018)

2.2.4 Tatalaksana
Penatalaksanaan
Jika penanganan dengan teknik pembedahan diperlukan, maka
waktu untuk melakukannya sangat penting. Meskipun beberapa
studi belum bisa mencatat beberapa kerugian apabila dilakukan
penundaan untuk perbaikan pada trauma terbuka sampai 36 jam
setelah kejadian, intervensi yang ideal sesegera mungkin dilakukan
pada pasien. Perbaikan segera dapat menolong untuk
meminimalisir sejumlah komplikasi termasuk:
- nyeri
- prolapsus struktur intraokular
- perdarahan suprakoroidal
- kontaminasi mikroba pada jaringan
- proliferasi mikroba ke dalam mata
- migrasi epitel ke dalam jaringan
- inflamasi intraokular
- ketidakmampuan lensa ditembus cahaya
 Hal-hal berikut ini sementara dapat dilakukan selama periode
preoperatif :
- Menggunakan pelindung pada mata
- Hindari penggunaan obat topikal atau intervensi lainnya yang
membuat kelopak mata harus dibuka
- Pasien dipuasakan untuk persiapan operasi
 Sediakan medikasi yang sesuai untuk sedasi dan kontrol nyeri
- Mulailah pemberian antibiotik IV
- Profilaksis tetanus
- Konsul bagian anestesi
Trauma berhubungan dengan kontaminasi hal-hal yang kotor dan
atau benda asing intraokular yang tertahan membutuhkan perhatian
khusus akan resiko Bacillus endophtalmitis. Karena organisme ini dapat
menghancurkan jaringan mata dalam 24 jam, terapi antibiotik yang
efektif terhadap Bacillus diberikan intravena maupun intravitreal,
biasanya golongan fluoroquinolone (seperti levofloxacin, moxifloxacin),
clindamycin atau vancomycin dapat dipertimbangkan. Pembedahan untuk
perbaikan harus dilakukan sesegera mungkin pada kasus beresiko
terinfeksi organisme ini (Lubis, 2014).
Terapi non pembedahan
Beberapa kasus laserasi kornea ada yang sangat minimal yang
didapatkan dari pemeriksaan fisik awal dengan tidak ada kerusakan
intraokular, prolapsus, atau perlekatan. Kasus seperti ini mungkin hanya
membutuhkan terapi antibiotik sistemik maupun topikal selama
pengawasan ketat. Jika terdapat kebocoran di jaringan komea, tetapi
ruang anterior tetap utuh, klinisi bisa mencoba untuk menghentikan
kebocoran dengan farmakologi menekan produksi aqueous (misal dengan
β-blocker sistemik atau topikal), penutup yang dilekatkan ke mata, dan
atau suatu kontak lensa terapeutik. Umumnya, apabila tindakan ini gagal
untuk menutup luka dalam 2-3 hari, pembedahan untuk penutupan
dengan jahitan direkomendasikan (Lubis, 2014).
Pembedahan
Mata dapat bertahan dari terjadinya kerusakan internal yang berat
bahkan dengan luka yang nampaknya kecil. Pada kasus laserasi
korneaskleral dengan prolapsus uvea biasanya membutuhkan
pembedahan. Tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan keutuhan
dari bola mata. Tujuan sekunder untuk memenuhi perbaikan primer yaitu
mengembalikan penglihatan melalui perbaikan kerusakan internal dan
eksternal mata (Lubis, 2014).
Apabila prognosis penglihatan mata yang terpajan trauma sangat
tidak ada harapan dan pasien beresiko untuk terjadi simpatetik oftalmia,
tindakan enukleasi dapat dipertimbangkan. Enukleasi primer seharusnya
dikerjakan pada trauma yang benar-benar menghancurkan jaringan mata
sehingga untuk mengembalikan anatominya menjadi sangat tidak
mungkin (Lubis, 2014).
Pada beberapa kasus, penundaan enukleasi dalam beberapa hari
memberi keuntungan lebih daripada enukleasi primer.Penundaan ini
(yang tidak boleh lebih dari 12-14 hari karena bisa mencetuskan
simpatetik oftalmia) diikuti dengan evaluasi fungsi penglihatan
postoperatif, konsultasi vitreoretina atau bedah plastik oftahnia dan
stabilisasi kondisi umum pasien. Lebih penting lagi, penundaan enukleasi
mengikuti perbaikan yang gagal dan hilangnya persepsi terhadap cahaya
memberikan pasien waktu untuk mengetahui kehilangan ini dan
pertimbangan untuk melakukan enukleasi dalam keadaan non-emergensi
(Lubis, 2014).
Tindakan anastesi umum hampir selalu perlu untuk perbaikan dari
trauma terbuka karena injeksi anestesi lokal di retrobulbar maupun
peribulbar meningkatkan tekanan orbita, yang bisa mengakibatkan
eksaserbasi atau ekstrusi dari isi intraokular. Setelah pembedahan selesai,
injeksi anestesi periokular dapat digunakan untuk kontrol nyeri paska
operasi (Lubis, 2014).
Pada penutupan luka segmen anterior, sebaiknya digunakan
teknik -teknik bedah mikro. Laserasi komea diperbaiki dengan jahitan
nylon 10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau
corpus ciliare yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari 24
jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik atau
dengan memasukkan suatu spatula siklodialisis melalui insisi tusuk di
limbus dan menyapu jaringan dari bibir luka. Bila hal ini tidak dapat
dilakukan, bila jaringan telah terpajan lebih dari 24 jam, atau bila
jaringan tersebut mengalami iskemia dan kerusakan berat, jaringan yang
prolaps haras dieksisi setinggi bibir luka (Lubis, 2014).
Sampel untuk kultur diambil bila terdapat kecurigaan adanya
superinfeksi bakteri atau jamur, contohnya yang terjadi (terutama) pada
benda asing organik dan cedera pada pekerja perkebunan. Benda asing
logam-berkecepatan tinggi sendiri biasanya steril.Sisa-sisa lensa dan
darah dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau dengan
peralatan vitrektomi. Pembentukan kembali bilik mata depan selama
tindakan perbaikan dicapai dengan cairan intraokular fisiologik, udara
atau viskoelastik (Lubis, 2014).
Vitrektomi merupakan tindakan terapi yang efektif, tetapi masih
diperdebatkan kapan sebaiknya tindakan ini dilakukan.Vitrektomi dini
dengan antibiotik intravitreal diindikasikan pada endoftalmitis. Pada
kasus-kasus non-infeksi, penundaan pembedahan selama 10-14 hari dapat
menurunkan resiko perdarahan intraoperasi dan memungkinkan
terjadinya perlepasan vitreous posterior sehingga teknik bedah menjadi
lebih mudah (Riordan et al, 2010).
Bedah vitreoretina pada luka kornea yang besar dapat dilakukan
melalui keratoprostesis Landers-Foulke temporer sebelum melakukan
tandur kornea (corned grafting). Enukleasi maupun eviserasi primer
dipertimbangkan hanya bila bola mata mengalami kerusakan total. Mata
sebelahnya rentan terhadap oftalmia simpatika bila terjadi trauma tembus
mata, terutama bila ada kerusakan di jaringan uvea walaupun hal ini
sangat jarang terjadi (Riordan et al, 2010).

2.2.5 Monitoring dan Prognosis


Trauma tembus pada mata merupakan trauma yang serius dan mengancam
penglihatan, prognosisnya seringkali sangat buruk. Ada beberapa faktor prediktor
berkaitan dengan prognosis yang buruk misalnya akuisi visual yang menurun
bahkan hilang penglihatan, seperti defek pupil aferen, laserasi di kelopak,
kerusakan lensa, perdarahan vitreous dan adanya benda asing intraocular (Sue et
al., 2011).
Pada trauma kornea yang harus kita monitor adalah keluahan pasien yang
memberat, tanda-tanda infeksi, visual acuity, dan evaluasi post-operatif (Amit,
2010).

2.2.6 Edukasi
Beberapa hal perlu diberitahu kepada pasien untuk memastikan pasien sembuh
semaksimal mungkin dari kondisinya (Amit, 2010):
 Edukasi dasar: penjelasan penyakit, rencana penanganan, kemungkinan
komplikasi, efek samping obat, prognosis.
 Penanganan dan Tindakan Operasi: termasuk apa yang ditemukan saat
operasi, bagaimana jalannya operasi, dan prognosis post-operasi

 Edukasi regimen obat post-operasi dan jadwal kontrol: penting untuk


jadwal pengangkatan sutur dan monitoring penyembuhan luka, serta
mencegah inflamasi dan infeksi.
 Kewajiban penggunaan penutup mata: untuk mengurangi kemungkinan
mata terganggu dan terkena trauma lagi.
 Larangan eksersi berlebihan / kewajiban tirah baring: untuk mencegah
luka terbuka kembali.
BAB III
KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. N.A.
Usia : 18tahun
Alamat : Rungkut, Surabaya
Pekerjaan : Kuli Bangunan
Tanggal Pemeriksaan : 26 Januari 2020
Tempat Pemeriksaan : VK Mata
No Rekam Medis : 12.80.45.89

3.2 Anamnesis (Autoanamnesis)


3.2.1 Keluhan utama:
Mata kanan tertusuk paku

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan keluhan mata kanan tertusuk paku berukuran 5 cm 1
jam SMRS (pukul 11.00 WIB), paku sempat menancap dan dicabut oleh pasien
sendiri, setelah tertusuk ada sedikit darah yang keluar dari bola mata pasien.
Penglihatan mata kanan pasien kabur sejak awal kejadian disertai mata
kemerahan, perih dan nyeri dimata kanan (+), keluar air mata berlebih (+),
pandangan silau (+). Pasien hanya mengucek dan membilas matanya dengan air
sebelum ke rumah sakit.
Keluhan mata belekan, melihat tirai, kilat-kilatan cahaya, cahaya pelangi
dan mata terasa cekot-cekot disangkal.

3.2.3 Riwayat penyakit dahulu:


Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat DM (-), HT (-), Trauma (-). Riwayat operasi (-) riwayat operasi mata (-)
riwayat penyakit mata (-) riwayat radiasi (-)
3.2.4 Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

3.2.5 Riwayat penyakit keluarga:


Riwayat HT, DM dan penyakit kardiovaskular pada keluarga (-).

3.2.6 Riwayat Psikososial:


Pasien merupakan kuli bangunan di Surabaya. Pasien merokok tetapi tidak
mengkonsumsi Alkohol. Setiap hari pasien sering terpapar dengan debu dan sinar
matahari. Pasien tidak pernah menggunakan pengaman mata saat bekerja.

3.2.7 Riwayat kacamata:


Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan kacamata. Pasien tidak pernah
memakai kontak lensa.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalis
Tekanan Darah: 125/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Suhu : 36,5o

3.3.2 Status Lokalis

Occulo Dextra Pemeriksaan Occulo Sinistra

1/300 Visus Naturalis 6/6


Tidak dievaluasi TIO N palpasi
Bisa semua arah Gerak Bola Mata Bisa Semua arah
Segmen Anterior
edema (-) , hematome (-), Palpebra Edema (-),
spasme (-), Lagophtalmus (-) Spasme (-),
Benjolan (-)

Hiperemi (+) Konjungtiva Hiperemi (-)


Jernih, laserasi arah jam 3
sampai jam 5 ukuran 1mm x 5 Jernih,
Kornea
mm full thickness, seidel test neovaskluar (-)
(+)
Dalam, hifema( +) diameter 1
Bilik Mata Depan Dalam
mm x 2 mm, koagulum (+)
iradier, iridodialisis arah jam 3
Iris Radier
sampai jam 4
tidak bulat, ukuran sde, Reflek Bulat, 3mm,
Pupil
cahaya sde RC (+)
Jernih Lensa Jernih
Fundus reflex
Sulit dievaluasi Fundoskopi
(+)

Pemeriksaan Segmen Posterior dengan Funduskopi


Occulo Dextra Pemeriksaan Occulo Sinistra
- Fundus Refleks +
Sulit dievaluasi Papil N. II Batas tegas, warna normal
Sulit dievaluasi Retina Perdarahan (-)
Sulit dievaluasi Macular Refleks Positif

3.4 Foto Klinis


OD OS

Gambar 3.3 Oculi dextra (kanan) dengan Seidel test (+)

3.5 Problem List


1. Mata kanan tertusuk paku 1 jam SMRS
2. Ada sedikit darah yang keluar dari bola mata kanan
3. Penglihatan mata kanan kabur
4. Mata kanan kemerahan, perih dan nyeri
5. Epifora dan fotofobia pada mata kanan
6. VOD 1/300
7. SAOD: konjungtiva hiperemi (+), kornea laserasi arah jam 3 sampai jam 5
ukuran 1mm x 5 mm full thickness, seidel test (+); BMD hifema( +)
diameter 1 mm x 2 mm, koagulum (+), Iris : iradier, iridodialisis arah jam
3 sampai jam 4, Pupil : tidak bulat, ukuran sde, Reflek cahaya sde
8. FdOD: Fundus reflex negatif

3.6 Assesment
OD laserasi kornea full thicness +OD Hifema + OD Iridodialysis

3.7 PLANNING
3.7.1 Diagnosis: DL, Kimia klinik, HBsAg, SE, CT-Scan kepala fokus orbita
tanpa kontras, Foto thorax PA
3.7.2 Terapi
❖ Pro OD jahit laserasi kornea full thickness dengan general anastesi

3.7.3 Monitoring
❖ Keluhan pasien
❖ Gejala-gejala penyakit serta gejala penyerta
❖ Visus dan hifema

3.7.4 Edukasi
❖ Edukasi ke pasien mengenai penyakit yang diaami serta perjalanan penyakit
❖ Edukasi ke pasien untuk mengikuti anjuran terapi
❖ Edukasi ke pasien untuk menjaga kebersihan agar dapat mencegah terjadinya
infeksi pada luka mata
❖ Edukasi ke pasien bahwa kemungkinan dilakukan tindakan penjahitan pada
mata kanan
❖ Hindari mengucek-ucek atau menekan mata kanan.
Tutup mata pada saat membersihkan kotoran di sekitar mata kanan

BAB IV
PENUTUP
Laserasi kornea merupakan cedera sebagian atau seluruh ketebalan kornea.
Cedera sebagian ketebalan tidak menyebabkan abrasi pada bola mata. Gejala
umum laserasi kornea adalah visus menurun, mata merah, dan rasa nyeri di
matanya. Gejala khususnya tergantung dari sejauh mana tingkat keparahan
laserasi kornea yang diderita oleh pasien. Jika laserasi kornea tidak segera
ditangani dengan benar maka penyakit ini akan menimbulkan komplikasi yang
dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan gangguan
penglihatan bahkan sampai menyebabkan kebutaan.
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology. 2019. ‘Corneal Ulcer’. Available at:


https://www.aao.org/eye-health/diseases/corneal-ulcer-diagnosis
American Academy of Ophthalmology. 2019. ‘Corneal Laceration. Available at:
https://www.aao.org/eye-health/diseases/what-is-corneal-laceration
AAO, 2015. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course.
USA: American Academy of Ophthalmology
Adesina, A. 2018. Corneal Laceration Treatment and Management. Department of
Emergency Medicine, Kings County Hospital Center, State University of
New York Downstate Medical Center.
American Academy of Ophtalmology. 2012. Clinical Aspects of Toxic and
Traumatic Injuries of The Anterior Segment. In: American Academy of
Ophtalmology. External Disease and Cornea, 373-376
Bowling, B. 2016. Kanski’s Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach,
8th ed. China: Elsevier.
Crick, Ronald Pitts, Khaw, Peng Tee. 2003. A Textbook of Clinical
Ophthalmology. London: World Scientific
Hung Kuo Hsuan, Yang Chang Sue.,et al. 2011. Management of Double-
Penetrating Ocular Injury with Retained Intraorbital Metallic Foreign
Body. Journal of The Chinese Medical Association 2011;74:525.
Available from: http://homepage.vghtpe.gov.tw/~jcma/74/11/523.pdf
Ilyas S. 2010. Anatomi dan Fisiologi Mata Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
IVO. 2016. ‘Corneal Anatomy’. Institute of Vision and Optics. Available at:
http://www.ivo.gr/en/patient/cornea-diseases/cornea-diseases.html
Katara, Somabhai et.al. 2013. ‘A Clinical Microbiological Study of Corneal Ulcer
Patients at Western Gujarat, India’. 51(6):399-403. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23852845
Kanski. 2015. Clinical Ophthalmology – A Systemic Approach. 8E Ed.
Khurana, A.K. 2015. Comprehensive Ophthalmology. New Delhi: Jaypee.
Kiire C, Srinivasan S, Stoddart MG. A novel use of fibrin glue in the treatment of
a partial thickness corneal laceration. Br J Ophthalmol. 2010 Jun. 94
(6):810-1.
Kuhn, Ferenc; Witherspoon, Clark Douglas; Morris, Robert E. 2004. Birmingham
Eye Trauma Terminology System (BETT). Journal Francais d
Ophtalmologie. 2004:(3); pp. 139-143.
Lubis, RR. 2014. Trauma Tembus pada Mata. Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.
Prakash Amit. 2010. Penetrating Ocular Trauma Study. Department of
Ophtalmology J.J.M Medical College Davangere, page 4-5,9,14-36.
Available from: http.7/14.139.159.4:8080/ispui/bitstream/123456789/l
722/1/CDMOPTHO 0050.pdf
Riordan, Eva P, Whitcher JP. 2010. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum edisi
ke-17. Jakarta: EGC, 375-376
Termote, Karolien et.al. 2018. ‘Epidemiology of Bacterial Corneal Ulcers at
Tertiary Centresin Vancouver’. Canadian Journal of Ophthalmology.
53(4): 330-336. Available at:
https://www.canadianjournalofophthalmology.ca/article/S0008-
4182(17)30523-9/fulltext

Anda mungkin juga menyukai