Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Oktober 2020


UNIVERSITAS HASANUDDIN

ULKUS KORNEA

Oleh:
Ririn H H Worumi
C014182202

RESIDEN PEMBIMBING:

SUPERVISOR PEMBIMBING
Supervisor: dr. Hasnah B, Sp.M(K), M. Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa refarat dengan judul
ULKUS KORNEA, yang disusun oleh:
Nama : Ririn H H Worumi
NIM : C014182202
Asal institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Telah diperiksa dan dikoreksi, untuk selanjutnya dibawakan sebagai tugas pada
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada waktu yang
telah ditentukan.

Makassar, oktober 2020

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Hasnah B, Sp.M(K), M. Kes dr. Rasmiati Rahim

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI 3
2. ULKUS KORNEA 5
2.1. DEFINISI ULKUS KORNEA 5
2.2. EPIDEMIOLOGI 5
2.3. ETIOLOGI 6
2.4. PATOFISIOLOGI 8
2.5. KLASIFIKASI 10
2.5.1 ULKUS KORNEA SENTRAL 12
2.5.2 ULKUS KORNEA PERIFER 15
2.6. MANIFESTASI KLINIS 19
2.7. DIAGNOSIS 20
2.8. DIAGNOSIS BANDING 21
2.9. PENGOBATAN 24
2.10. PENCEGAHAN 29
2.11. KOMPLIKASI 29
2.12. PROGNOSIS 30
BAB III KESIMPULAN 31
DAFTAR PUSTAKA 34

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan
ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat
dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati
secara memadai.1,3

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan
kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi
sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme
dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera
pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat
stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan
air dari film air mata prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu
dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea
superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.1,2,3

Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan
dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke
dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea
merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan
kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.4

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat
terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan
yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi
berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang
sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan
nomor dua di Indonesia.4

1
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat
akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.4

Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena
trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal


sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5

2
mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbedabeda:
lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman,
stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea
disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi
sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga
bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan
melihat halo.3

Kornea terdiri dari 6 lapisan dari luar kedalam:


1. Lapisan epitel
 Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal
didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
 Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.

Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.


Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2. Membran Bowman

 Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen


yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.

 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Jaringan Stroma

 Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15
bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast
terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan
dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

3
4. Lapisan dua’s
 tahun 2013 oleh harminder s.Dua dan rekan-rekannya di university of
Nottingham.merupakan sebuah lapisan di kornea manusia.dengan tebalnya
hanya 15 mikron dan terletak antara stroma dan membrane Descement .meski
tipis lapisan ini sangat kuat dan kedap suara.

5. Membran Descement

 Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea


dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.

 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal
40 µm.

6. Endotel

 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden.1,2

Dua’s Layer

Gambar 1. Lapisan Kornea

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam

4
stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.
Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf
sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.6

Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour


aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari
atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,

avaskularitasnya dan deturgensinya.3

II.2 ULKUS KORNEA

II.2.1.DEFINISI 1,4,

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian


jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma.

II.2.2. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya yaitu apakah


mikroorganisme, asupan makanan, trauma, kelainan yang disebabkan kongenital.
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun
infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode
1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka
kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal,
penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5
tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas
tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi,
neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih
banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian
yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan

5
karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea.5

II.2.3 ETIOLOGI 1,2,3,4,

1. Radang

2. Infeksi:

a Bakteri

b Virus

c Jamur

d Protozoa

3. Devisiensi vitamin A

4. Lagoftalmos akibat parese saraf ke VIII

5. Lesi saraf ke III (neurotrofik)

6. Ulkus Mooren

7. Trauma

Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, achantamoeba dan herpes simpleks.
bakteri :

• streptokokus alfa hemolitik,

• stafilokokus aureus,

• moraxela likuefasiens

• psedomonas aeruginosa,

• nocardia asteroides,

• alcaligenes sp.,
• streptokokkus anaerobik,

• streptokokkus betahemolitik,

• enterobakter hanifae,

• proteus sp,

6
• stafilokkokus epidermidis infeksi campuran :

o erogenes dan stafilokokus aureus o moraxella sp dan


staf.ilokokus aureus o streptokokus alfa hemolitik dan
stafilokokus aureus.

Infeksi

Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies


Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk
sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar
bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.

 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,


Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.

 Infeksi virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel
yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada
bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus
lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).

 Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air


yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal
pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan
garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan
pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.

Noninfeksi

 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.

Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,


organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka
akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila

7
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain
amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida
dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.

 Radiasi atau suhu


Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.

 Sindrom Sjorgen

Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca


yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan
permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya
bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat
timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.

 Defisiensi vitamin A

Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan


vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh.

 Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;


kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan
imunosupresif.

 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

 Pajanan (exposure)

 Neurotropik

Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

 Granulomatosa wagener

 Rheumathoid arthritis

 Sjogren syndrome

8
II.2.4. PATOFISIOLOGI

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,
segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya
kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang
hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 7

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak


segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan
tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea. 8
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit
juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada
kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang
meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung
saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi
pada pembuluh iris. 3

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua
arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka
akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika
lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan
ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.7

9
Patologi ulkus kornea yang terlokalisir 1:

1. Stadium infiltrasi progresif

Karakteristik yang menonjol adalah infiltrasi dari polimorphonuklear dan/atau limfosit


ke epithelium dari suplementasi sirkulasi perifer melalui stroma jika jaringan ini juga
terkena. Nekrosis pada jaringan juga dapat terjadi, tergantung pada virulensi agen dan
ketahanan daya tahan tubuh pasien.

2. stadium ulkus aktif

Ulkus aktif adalah suatu hasil dari nekrosis dan pelepasan epithelium. Lapisan
Bowman dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamella dengan
menginhibisi cairan dan sel-sel leukosit yang ada diantara lapisan bowman dan
stroma. Zona infiltrasi memberikan jarak antara jaringan sekitar dan tepi ulkus. Pada
stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan dan pengelupasan.
Pada stadium ini, akan menimbulkan hiperemia pada pembuluh darah jaringan

10
circumcorneal yang menimbulkan eksudat purulen pada kornea. Muncul juga kongesti
vaskular pada iris dan badan silier dan beberapa derajat iritis yang disebabkan oleh
absorbsi toksin dari ulkus. Eksudasi menuju kamera okuli anterior melalui pembuluh
darah iris dan badan silier dapat menimbulkan hipopion. Ulserasi mungkin terjadi
kemajuan dengan penyebaran ke lateral yang ditunjukkan pada ulkus superfisial difus
atau kemajuan itu lebih ke arah dalam dan dapat menyebabkan pembentukan
desmetocele dan dapat menyebabkan perforasi. Bila agen infeksius sangat virulen
dan/atau daya tahan tubuh menurun maka dapat penetrasi ke tempat yang lebih dalam
pada stadium ulkus aktif. 7
3. Stadium Regresi

Regresi dipicu oleh daya tahan tubuh natural (produksi antibodi dan immune selular)
dan terapi yang dapat respon yang baik. Garis demarkasi terbentuk disekeliling ulkus,
yang terdiri dari leukosit yang menetralisir dan phagosit yang menghambat organisme
dandebris sel nekrotik. Proses ini didukung oleh vaskularisasi superfisial yang
meningkatkan respon imun humoral dan sesuler. Ulkus pada stadium ini mulai
membaik dan epithelium mulai tumbuh pada sekeliling ulkus.

11
4. Stadium sikatrik

Stadium ini, proses penyembuhan berlanjut dengan semakin progresifnya epithelisasi


yang membentuk lapisan terluar secara permanen. Selain epithelium, jaringan fibrous
juga mengambil bagian dengan membentuk fibroblast pada kornea dan sebagian sel
endotelial untuk membentuk pembuluh darah baru. Stroma yang menebal dan mengisi
lapisan bawah epithelium, mendorong epithel 8

ke anterior. Derajat jaringan parut (scar) pada penyembuhan bervariasi. Jika ulkus
sangat superfisial dan hanya merusak epithelium saja, maka akan sembuh tanpa ada
kekaburan pada kornea pada ulkus tersebut. Bila ulkus mencapai lapisan Bowman dan
sebagian lamella stroma, jaringan parut yang terbentuk disebut dengan nebula. Makula
dan leukoma adalah hasil dari proses penyembuhan pada ulkus yang lebih dari 1/3
stroma kornea.

PERJALANAN PENYAKIT

Perjalanan penyakit ulkus kornea dapat progresif, regresi atau membentuk jaringan parut.

1. Pada proses yang progresif : dapat terlihat infiltrasi sel leukosit dan limfosit yang
memakan bakteri atau jaringan nekrotik yang terbentuk.

2. Pada pembentukan jaringan parut akan terdapat epitel, jaringan baru dan fibroblas.

12
II.2.5. KLASIFIKASI 1,2

Klasifikasi ulkus kornea dapat dibagi berdasarkan 5 klasifikasi, yaitu

1. Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis

b. Ulkus kornea fungi

c. Ulkus kornea virus

d. Ulkus kornea acanthamoeba

2. Ulkus kornea perifer

a. Ulkus marginal

b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

c. Ulkus cincin (ring ulcer)

2. Berdasarkan purulent

1. Suppurative corneal ulcer (infeksi bakteri/jamur/protozoa)


2. Non-purulent corneal ulcer

3. Berdasarkan adanya hypopion

1. Simple corneal ulcer


2. Hypopyon corneal ulcer

4. Berdasarkan kedalaman ulkus

1. Superficial corneal ulcer


Kerusakan hanya terjadi pada lapisan epitel
2. Deep corneal ulcer
Kerusakan terjadi hingga lapisan stroma
3. Corneal ulcer with impending perforation
Kerusakan terjadi mencapai descemet’s membrane, namun belum terjadi perforasi
4. Perforated corneal ulcer
Lapisan descemet’s membrane yang merupakan lapisan terkuat ikut robek,
biasanya dikarenakan peningkatan TIO yang mendadak (batuk, bersin) sehingga
kerusakan menembus seluruh lapisan kornea dan menyebabkan ruang anterior mata
terekspos dengan bagian luar mata.

13
5. berdasarkan slough formation

1. Sloughing colnear ulcer


2. Non-sloughing corneal ulcer

Gambar 2. Sloughing corneal ucler

II.2.5.1 ULKUS KORNEA SENTRAL

Etiologi

Ulkus kornea sentral biasanya bakteri ( pseudomonas, pneumokok, moraxela


liquifaciens, streptokok beta hemolitik, klebsiela pneumoni, e,coli, proteous), virus
(herpes simpleks, herpes zoster), jamur (candida albikan, fusarium solani, spesies
nokardia, sefalosporium, dan aspergilus).

Mikroorganisme ini tidak mudah masuk ke dalam kornea dengan epitel yang sehat.
Terdapat factor predisposisi untuk terjadinya ulkus kornea seperti erosi pada kornea,

14
keratitis neurotrofik, pemakai kortikosteroid atau imunosupresif, pemakai obat
anestetika, pemakai I.D.U, pasien diabetes mellitus dan ketuaan.

A. Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan
perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.

Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik


kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak
diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan
infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi
radangnya minimal.

Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.

ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke
dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa

Gambar 6. Ulkus Marginal

ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan.
Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat
hipopion yang banyak.
Gambar 2.a Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 2.b Ulkus Kornea Pseudomonas

15
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.
Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel
yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan
sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus
ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus
yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.

B. Ulkus Kornea Fungi

Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa minggu
sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.

Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada
bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral
sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Ulkus kadang-kadang dalam, seperti
ulkus yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk ulkus lonjong dengan
permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat
injeksi siliar disertai hipopion.

Gambar 3. Ulkus Kornea Fungi

C. Ulkus Kornea Virus

Ulkus KorneaHerpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan
lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata
ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh
akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang

16
bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna
abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit
keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.

Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes
simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda
injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel
kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada
kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel.
Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan
benjolan diujungnya

Gambar 4.a Ulkus Kornea Dendritik Gambar 4.b Ulkus Kornea Herpetik

D. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan dan
fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat
perineural.

Gambar 5. Ulkus kornea acanthamoeba

17
II.5.2 ULKUS KORNEA PERIFER

A. ulkus marginal definisi : merupakan peradangan kornea bagian perifer


berbentuk khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea
dengan tempat kelianannya.Dasar kelainannya : suatu rx. Hipersensitivitas
terhadap eksotoksin stafilokokus. (blefarokonjungtivitis stafilokokus) .

Etiologi:

• alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen vascular.

• Pada infeksi local dapat mengakibatkan keratitis kataral marginal, yang


biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya
blefarokonjungtivitis.

• Dapat juga terjadi bersama-sama dengan radang konjungtiva yang


disebabkan Moraxella (disebut konjungtivitis angular), basil Koch
weeks atau proteus vulgaris.

Perjalanan penyakit dapat berubah-ubah, dapat sembuh cepat dapat pula


timbul atau kambuh dalam waktu singkat.

Pathogenesis: Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri, antibodi


dari pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui
epitel kornea. Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linier atau
lonjong terpisah dari limbus oleh interval bening dan hanya pada akhirnya
menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi.

Proses ini sembuh sendiri umumnya setelah 7 sampai 10 hari.

Manifestasi klinis :

Biasanya bersifat recurrent dengan kemungkinan terdapatnya streptococcus


pneumonie, hemophillus aegepty, Moraxella Lacunata dan Esrichia. Gejala dan
tanda :

18
Subjektif (keluhan pasien) Objektif (tanda klinis)
1. Penglihatan / visus menurun 1. infiltrate dan ulkus yang

2. Rasa sakit pada mata diduga kompleks Ag dan Ab


secara histoptologik : terlihat
3. Fotofobia
sebagai ulkus/abses.
4. Lakrimasi
2. Terdapat satu mata
blefarospasme, injeksi
konjungtiva, infiltrate / ulkus
yang memanjang dan dangkal.

Dapat terbentuk neovaskularisasi


dari arah limbus.

3. Pada konjungtivitis angular yang


disebabkan oleh Moraxella
(diplobasil), menghasilkan bahan-

19
bahan proteoitik yang
mengakibatkan defek epitel.

Terapi:antibiotic dengan steroid local dapat diberikan sesudah kemungkinan


infeksi virus herpes simpleks disingkirkan. Pemberian steroid sebaiknya dalam
waktu yang singkat disertai dengan pemberian vitamin B dan C dosis tinggi.

B. ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

Albert Mooren adalah seorang dokter Jerman pada tahun 1828-1899 yang
menguraikan ulkus serpiginosa kronik yang terdapat pada lansia.

definisi : suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari tepi kornea,
dengan bagian tepinya bergaung dan berjalan progresif tanpa
kecenderungan perforasi. Lambat laun ulkus ini akan mengenai seluruh
kornea.

Merupakan ulkus kornea idiopatik unilateral ataupun bilateral. Pada usia


lanjut, sering disertai rasa sakit dan merah. Penyakit ini sering terdapat
pada wanita usia pertengahan. Pasien terlihat sakit berat dan 25%
mengalami billateral.

Gambar 7. Mooren's Ulcer

Dasar kelainan : rx. Hipersensitivitas terhadap protein tuberculosis, virus,


auto imun,dan alergi terhadap toksin ankilostoma. (ilyas ijo )

20
Pathogenesis : Ulkus ini menghancurkan membran Bowman dan stroma
kornea, tidak terdapat neovaskularisasi pada bagian yang sedang aktif,
bila kronik akan terlihat jaringan parut dan vaskularisasi. Jarang terjadi
perforasi ataupun hipopion.

Proses yang terjadi kemungkinan kematian sel yang disusul dengan


pengeluaran kolagenase.

Banyak pengobatan yang dicoba, namun belum ada yang memberikan hasil
yang memuaskan.

(internet)

gejala dan tanda

Subjektif Objektif
1. Sakit terlihat berat Pasien tua terutama laki-laki, 75%

2. 25% bilateral unilateral dengan rasa sakit yang tidak


berat, prognosis sedang dan jarang
3. proses yang terjadi : kematian
perforasi.
sel yang disusul dg
pengeluaran kolagenase. Pasien muda laki-laki, 75% binocular,
dengan rasa sakit dan berjalan
progesif. Prognosis buruk, 1/3 kasus
terjadi perforasi kornea.

Terapi : pengobatan yang dicoba seperti steroid, antibiotika, anti virus, anti
jamur, kolagenase inhibitor, heparin dan pembedahan keratektomi, lameler
keratoplasti dan eksisi konjungtiva. Semua cara pengobatan biasanya belum
memberi hasil yang memuaskan.

C. Ulkus cincin (ring ulcer)

Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang berbentuk
melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang
timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu

21
menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan
dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.

II.2.6. MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang diberikan (subjektif):

• mata merah

• Sakitmata ringan hingga berat

• Fotofobia, Penglihatan menurun

• Mata terkadang kotor.

Tanda:

 Kekeruhan berwarna putih (white spot) pada kornea dengan defek epitel yang bila
diberi pewarnaan flouresen akan berwarna hijau ditengahnya.

 Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang
pada kornea.

 Gejala penyerta: penipisan kornea, lipatan descement, reaksi jaringan uvea (akibat
gangguan vaskularisasi iris) berupa suar, hipopion, hifema dan sinekia posterior.

Pada ulkus kornea yang disebabkan :

Kokus gram (+), Pseudo monas jamur virus


staf aureus dan
treptokok pnemoni.

22
Ulkus yang terbatas, Ulkus akan melebar Infiltrat akan Bila ulkus
berbentuk bulat atau dengan cepat, bahan berwarna abu-abu berbentuk dendrit
lonjong, purulen berwarna dikelilingi infiltrat akan terdapat
kuning hijau terlihat halus disekitarnya hipestesi pada
melekat pada (fenomena satelit). kornea.
Berwarna putih
permukaan ulkus.
abu-abu pada anak
ulkus yang
supuratif.

jamur dan bakteri virus


akan terdapat defek epitel yang akan terlihat reaksi hipersensitivita
dikelilingi leukosit polimorfnuklear. disekitarnya. s

Bila proses pada ulkus berkurang maka akan terlihat berkurangnya rasa sakit,
fotofobia, berkurang infiltrat pada ulkus dan defek epitel kornea menjadi bertambah
kecil.

II.2.7.DIAGNOSIS

Diagnosis laboratorium ulkus kornea :

• keratomalasia dan

• infiltrat sisa karat benda asing.

Pemeriksaan laboratorium :

1. Untuk setiap ulkus kornea : pemeriksaan agar darah, sabouraud, triglikolat, dan
agar coklat.

23
2. Untuk ulkus yang disebabkan karena jamur : sediaan hapus yang memakai larutan
KOH.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea misalnya keratitis
akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan
riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan
predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga
mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS,
keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat
terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :

 Ketajaman penglihatan

 Tes refraksi

 Tes air mata

 Pemeriksaan slit-lamp

 Keratometri (pengukuran kornea)

 Respon reflek pupil

 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

24
Gambar 3. Kornea ulcer dengan fluoresensi

 Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)

Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura


dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH,
gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan
diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan
agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

Gambar 4. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Gambar 5 a.Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar 5 b.Pewarnaan gram ulkus kornea

herpes simplex herpes zoster

25
Gambar 6.a Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri Gambar 6.b Pewarnaan gram ulkus kornea

II 2.8.DIAGNOSIS BANDING 9

Tabel 1. Diagnosis banding ulkus kornea 9

II 2.9.PENGOBATAN 1,2,3

Tujuan pengobatan pada ulkus kornea adalah:

Menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika dan mengurangi reaksi radang


dengan steroid.

26
Pengobatan umum untuk ulkus kornea adalah

1. Siklopegik

2. Antibiotik yang sesuai topikal dan subkonjungtiva

3. Pasien dirawat bila mengancam perforasi,

4. Pasien tidak dapat memberi obat sendiri

5. Perlu obat sistemik.

6. Penanganannya:

o Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi
sebgai inkubator.

o Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari.

o Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.

o Debridement sangat membantu penyembuhan.

o Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali
keadaan berat.

Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epiteliasasi dan mata terlihat tenang kecuali
bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1 – 2
munggu.

Pada ulkus kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila :

• Dengan pengobatan tidak sembuh

• Terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar
tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea
tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti
virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengan steroid. Pasien
dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat
reaksi obat dan perlunya obat sistemik.

27
A . Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah

1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya

2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang

3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan


mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih

4. Berikan analgetik jika nyeri

b. Penatalaksanaan medis

1. Pengobatan konstitusi

Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang
kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan
makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian
roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C.
Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh
dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu
steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan
penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C.
Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi dalam
badan dan menjadi lekas sembuh.

2. Pengobatan lokal

Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :

• Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,

Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.

Efek kerja sulfas atropine :

- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

28
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M.
konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang
telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior
yang baru

• Skopolamin sebagai midriatika.

• Analgetik.

Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau


tetrakain tetapi jangan sering-sering.
• Antibiotik

Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang


berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap
mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.

Antibiotik topical

Terapi utama sebelum hasil kultur dan hasil uji sensitifitas keluar harus
diberikan antibiotic spektrum luas. Dapat diberikan Gentamycin 14 mg/ml atau
Tobramycin 14 mg/ml dengan Cephazoline 50 mg/ml setiap 30 menit hingga 1
jam untuk beberapa hari pertama kemudian dikurangi menjadi per 2 jam.
Setelah respon yang diinginkan tercapai, tetes mata dapat diganti dengan
ciprofloxacin (0.3%), ofloxacin (0.3%), atau gatifloxacin (0.3%).

Antibiotic sistemik
Biasanya tidak diperlukan. Tetapi dapat dibutuhkan untuk kasus yang berat
dengan perforasi atau jika sclera ikut terkena dapat diberikan
cephalosphorine dan aminoglycoside atau oral ciprofloxacin (750 mg, 2
kali sehari).

• Anti jamur

29
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi :

1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin


B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml,
golongan Imidazole

2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin,


Imidazol

3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti
biotik

• Anti Viral

Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal


untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi
sekunder analgetik bila terdapat indikasi.

Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon


inducer.

Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada
ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :

1. Kauterisasi

a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat

b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore.


Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas
disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.

2. Pengerokan epitel yang sakit

30
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan
perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang
banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus
dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang
kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi
pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva
ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas
atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan
gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka
dapat dilakukan :

 Iridektomi dari iris yang prolaps

 Iris reposisi

 Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva

 Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat

Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati
seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh
menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

Gambar 7.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi
perforasi.

3. Keratoplasti

Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil.
Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan

31
kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa
kriteria yaitu :

1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita

2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.

3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Gambar 14. Keratoplasti

II.2.10. PENCEGAHAN 10

Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli
mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea
dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.

- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata

- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah

- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat
lensa tersebut.

II.2.11. KOMPLIKASI 10

Komplikasi yang paling sering timbul berupa:

 Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat

 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis

 Prolaps iris

 Sikatrik kornea

32
 Katarak

 Glaukoma sekunder

II.2.12. PROGNOSIS 5,9

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan
yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat
keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka
prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga
dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan
penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan
resistensi.

Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi
sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh
darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat
melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah
agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.

33
BAB III

KESIMPULAN

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi
dari epitel sampai stroma

Penyebabnya adalah

 Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies


Moraxella

 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,


Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.

 Infeksi virus

 Acanthamoeba

Noninfeksi

 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.

 Radiasi atau suhu

 Sindrom Sjorgen

 Defisiensi vitamin A

 Obat-obatan

 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

 Pajanan (exposure)

 Neurotropik

Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

 Granulomatosa wagener

 Rheumathoid arthritis

34
Gejala yang diberikan (subjektif):

• mata merah

• Sakitmata ringan hingga berat

• Fotofobia,  Penglihatan menurun,

• Mata terkadang kotor.

Tanda:

 Kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila diberi
pewarnaan flouresen akan berwarna hijau ditengahnya.

 Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang
pada kornea.
 Gejala penyerta: penipisan kornea, lipatan descement, reaksi jaringan uvea (akibat
gangguan vaskularisasi iris) berupa suar, hipopion, hifema dan sinekia posterior.

Pengobatan umum untuk ulkus kornea adalah

 Siklopegik

 Antibiotik yang sesuai topikal dan subkonjungtiva

 Pasien dirawat bila mengancam perforasi,

 Pasien tidak dapat memberi obat sendiri, Tidak terdapat reaksi obat Perlu obat
sistemik.

 Penanganannya:

o Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi
sebgai inkubator.

o Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari.

o Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.

35
o Debridement sangat membantu penyembuhan.

o Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali
keadaan berat.

Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epiteliasasi dan mata terlihat tenang kecuali
bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1 – 2
munggu.

Pada ulkus kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila :

• Dengan pengobatan tidak sembuh

• Terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan

36
DAFTAR PUSTAKA

1. A. K. Khurana. Comprehensive Ophthalmology. Fourth edition. New Age


International, New Delhi, 2007

2. Brad Bowling. Kanski’s Clinical Ophthalmology, a Systemic approach. Eight


edition. Elsevier, Sidney, 2016.
3. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2000
4. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito
Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier.
5. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004.
6. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke
2,Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002
7. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989
8. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea Section,
San Fransisco: MD Association, 2005-2006
9. Sidarta I, Y. SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.
10. James, Bruce., Chew, Chris., Bron Anthony. Lecture Notes Oftamologi.
Jakarta:Penerbit Erlangga, 2006.

37

Anda mungkin juga menyukai