Anda di halaman 1dari 34

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UMI LAPORAN KASUS


RSUD ANDI MAKKASAU PARE-PARE Maret 2019

KERATITIS PUNGTATA SUPERFISIAL

Oleh:
Mutawaffika Mahir
111 2017 2103

Supervisor :
dr. H. Abdul. Salam, Sp. M, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Mutawaffika Mahir


NIM : 111 2017 2103
Judul Laporan Kasus : Keratitis Pungtata Superfisial

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Maret 2019


Supervisor

dr. H. Abdul. Salam, Sp. M, M.Kes


BAB I

PENDAHULUAN

Kornea adalah bagian anterior mata yang merupakan selaput bening

mata yang tembus cahaya dan merupakan jaringan yang menutup bola mata

depan. Kornea juga berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang

dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea terdiri atas lima lapisan yaitu

epitel, membran Bowman, stroma, membran Descement, dan endotel.1,2

Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh

bakteri, virus, dan jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapisan

kornea yang terkena, seperti keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan

epitel atau membran Bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (disebut

juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.1,3

Keratitis juga dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu

keratitis karena berkurangnya sekresi air mata, keratitis karena keracunan

obat, keratitis karena reaksi alergi, infeksi kekebalan dan reaksi terhadap

konjungtivitis menahun.1-3

Pada keratitis sering timbul rasa sakit yang berat oleh karena kornea

bergesekan dengan palpebra. Keratitis akan memberikan gejala seperti mata

merah, rasa silau, dan merasa kelilipan.1,2


Manajemen yang tepat dapat mengurangi insidensi kehilangan

penglihatan dan membatasi kerusakan kornea. Keterlambatan diagnosis

infeksi adalah salah satu faktor yang berperan terhadap terapi awal yang tidak

tepat.1,4

Dalam laporan kasus ini akan dilaporkan kasus keratitis pungtata

superfisial pada seorang pasien perempuan, berumur 19 tahun yang berobat ke

Poliklinik Mata RSUD. A. Makkasau Pare-pare.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI KORNEA

Kornea (latinCornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,

bagian mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan jaringan yang avaskular,

bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal,

serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau

setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata

manusia. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari

aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.Sebagai

tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah

salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak

dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva (

AAO, 2008). Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm, diameter

horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm.4

2.2 HISTOLOGI KORNEA

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:1

1. Epitel

Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis

sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel
gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5% (0,05 mm) dari total seluruh

lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan

dari media penglihatan.Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel

muda ini terdorong kedepan menjadi lapisan sel sayap dan semakin maju

kedepan menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel basal

disampingnya dan sel poligonal disampingnya melalui desmosom dan

makula okluden.Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan

glukosa melalui barier. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi

rekuren. Epitel memiliki daya regenerasi.

2. Membran Bowman

Membran Bowman adalah membrane yang jernih dan aseluler

yang terletak dibawah membran basal dari epitel. Merupakan lapisan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari epitel

bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma

Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea.

Merupakan lapisan tengah kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril

kolagen dengan lebar sekitar 1 µm yang saling menjalin yang hampir

mencakup seluruh diameter kornea. Pada permukaan terlihat anyaman

yang teratur sedangkan dibagian perifer serta kolagen terlihat bercabang.

Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang-

kadang sampai 15 bulan.


4. Membran Descement

Merupakan membrane aseluler dan merupakan batas belakang

stroma kornea yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastic dan

jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop electron,

membrane ini berkembang terus menerus seumur hidup dan mempunyai

tebal sekitar 40 µm.

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk

heksagonal, tebal antara 20-40 µm melekat erat pada membran

Descement. Endotel dari kornea dibasahi oleh aqueous humor.Lapisan

endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya

regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan

mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada

regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan

yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena

kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi

(kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel

dan endotel yang merupakan membrane semipermiabel, kedua lapisan ini

mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada

lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.
Gambar 1. Anatomi dan histologi kornea

2.3 PERDARAHAN DAN PERSARAFAN KORNEA

Kornea dipersarafi oleh saraf sensoris yang terutama berasal dari n.

siliaris longus, cabang dari n. nasosiliaris. Kornea tidak mengandung

pembuluh darah oleh karena sebagai media refrakta, akan tetapi di limbus

kornea terdapat arteri ciliaris anterior yang membawa nutrisi untuk kornea.

Nutrisi yang lain didapat dari humor aqueous di camera oculi anterior dengan

cara difusi dari endotel.5

2.4 FISIOLOGI KORNEA

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang

dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh

strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau

keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa”

bikarbonat aktif pada endoteldan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.Dalam
mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting dari pada epitel.

Kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah

daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan

edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada

epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yangakan

menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan

air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan pada lapisan air mata

tersebut. Hal ini mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari

stroma kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan

dehidrasi.5,6

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak

dapat melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang

utuh. Agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air

sekaligus.5,6

Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme

ke dalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan

membran Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam

organisme,seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur.

2.5 DEFINISI KERATITIS6

Keratitis adalah kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada

kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis dapat terjadi

pada anak-anak maupun dewasa. Bakteri umumnya tidak dapat menyerang

kornea yang sehat, namun ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme

pertahanan kornea.

2.6 ETIOLOGI6

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor (Ilyas, 2004),

diantaranya:

1. Virus (Herpes simpleks, Herpes zoster, Adenovirus)

2. Bakteri (Diplococcus pneumonia, Streptococcus hemoliticus,

Pseudomonas aerogenosa, Moraxella liquefaciens, Klebsiela pneumonia)

3. Jamur (Candida, Aspergilus)

4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari

5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak

6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak

cukupnya pembentukan air mata

7. Adanya benda asing di mata

8. Defisiensi vitamin A

9. Reaksi terhadap obat seperti neomisin, tobramisin, polusi, atau partikel

udara seperti debu, serbuk sari.

2.7 KLASIFIKASI

Menurut lapisan kornea yang terkena, keratitis dapat dibagi menjadi

keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau membrane Bowman

dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis

parenkimatosa) apabila mengenai lapisan stroma.2


 Pungtata
 Herpes
EPITEL
Simplek
 Herpes
Zoster

SUPERFISIAL  Numularis
SUBEPITEL
IS  Disiformis

KERATITIS
 Neuroparaliti
STROMA
k
 Lagoptalmus

INTERSTISI
AL

PROFUNDA DISIFORMIS

SKLEROTIK
AN

2.7.1 Keratitis Superfisial

1. Keratitis Epithelial, tes fluoresin (+), diantaranya adalah:

a. Keratitis Pungtata

Keratitis yang terkumpul didaerah membrane Bowman

dengan infiltrate berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata

disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada

moluskum kontagiosum, acne rosasea, herpes simpleks, herpes

zoster, blefaritis, keratitis neuroparalitik, infeksi virus, vaksinia,

trakoma dan trauma radiasi, dry eyes, trauma, lagoftalmus,


keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahan pengawet

lain.

Pada keratitis pungtata superficial memberikan gambaran

seperti infiltrate halus berbintik-bintik pada permukaan kornea

terutama daerah pupil. Pasien akan mengeluhkan terasa nyeri,

berair, merah, rasa kelilipan, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan

penglihatan menjadi sedikit kabur.2

b. Keratitis Herpetik

Keratitis herpetic disebabkan oleh herpes simpleks dan

herpes zoster. Yang disebabkan herpes simpleks dibagi dalam 2

bentuk yaitu epithelial dan stroma. Hal yang murni epithelial

adalah dendritik dan stromal adalah disiformis.Biasanya infeksi

herpes simpleks ini berupa campuran epitel dan stroma. Perbedaan

ini akibat mekanisme kerusakannya berbeda. Pada yang epithelial

kerusakan yang terjadi akibat pembelahan virus didalam sel epitel

yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk ulcus

kornea superficial. Stromal diakibatkan reaksi imunologik tubuh

pasien sendiri terhadap virus yang menyerang.Antigen dan

antibody bereaksi didalam stroma kornea dan menarik sel leukosit

dan sel radang lainnya. Sel ini juga mengeluarkan bahan proteolitik

untuk merusak antigen yang juga akan merusak jaringan stromal

disekitarnya. Hal ini sangat berkaitan dengan pengobatan dimana


pada yang epithelial dilakukan terhadap virus dan pembelahan

dirinya sedang pada keratitis stromal dilakukan pengobatan

menyerang virus dan reaksi radangnya. Pasien akan mengeluhkan

gejala ringan seperti fotofobia, kelilipan, tajam penglihatan

menurun, konjungtiva hyperemia disertai dengan sensibilitas

kornea yang hipestesia.3

c. Infeksi Herpes Zoster

Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada

ganglion gaseri saraf trigeminus. Bila yang terkena ganglion

cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster

pada mata. Gejala ini tidak melampaui garis median kepala.2,3

Gejala yang terlihat pada mata adalah rasa sakit pada

daerah yang terkena dan badan terasa hangat.Penglihatan

berkurang dan merah.

Pada kelopak mata akan terlihat vesikel dan infiltrate pada

kornea. Vesikel tersebar sesuai dengan dermatom yang dipersarafi

saraf trigeminus yang dapat progresif dengan terbentuknya

jaringan parut. Bila telah terdapat vesikel diujung hidung, berarti n.

nasosiliaris terkena, maka biasanya akan timbul kelainan dikornea,

dimana sensibilitasnya menurun tetapi penderita menderita sakit.

Keadaan ini disebut anesthesia dolorosa. Pada kornea tampak

infiltrate yang bulat, letak subepitel, disertai injeksi perikornea.


Infiltrate ini dapat mengalami ulserasi yang sukar sembuh.

Kadang-kadang infiltrate ini dapat bersatu membentuk keratitis

disiformis. Kadang juga tampak edema kornea disertai lipatan-

lipatan dari membrane Descement.2

2. Keratitis Subepitelial, tes fluoresin (-), diantaranya adalah:

a. Keratitis Numularis (Keratitis Dimmer)

Keratitis numularis bentuk keratitis dengan infiltrate yang

bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas sehingga

memberikan gambaran halo. Keratitis ini berjalan lambat sering

terdapat unilateral pada petani sawah. Kelainan yang ditemukan

pada keratitis Dimmer sama dengan pada keratitis nummular.

3. Keratitis Stromal, tes flouresin (+), diantaranya adalah:

a. Keratitis Neuroparalitik

Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat kelainan

saraf trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak

sensitive disertai kekeringan kornea. Gangguan N. V dapat terjadi

akibat herpes zoster, tumor fosa posterior cranium, peradangan

atau keadaan lain sehingga kornea menjadi anestetis.

Pada keadaan anestetis dan tanpa persarafan, kornea

kehilangan daya pertahanannya terhadap iritasi dari luar, diduga

terjadi juga kemunduran metabolism kornea yang memudahkan


terjadinya peradangan kornea. Kornea mudah terjadi infeksi yang

mengakibatkan terbentuknya tukak kornea.

Pasien akan mengeluhkan tajam penglihatan menurun, silau

dan tidak nyeri. Mata akan memberikan gejala jarang berkedip,

karena hilangnya refleks mengedip, injeksi siliar, permukaan

kornea keruh, infiltrate dan vesikel pada kornea. Dapat terlihat

terbentuknya deskuamasi epitel seluruh permukaan kornea yang

dimulai pada bagian tengah dan meninggalkan sedikit lapisan

epitel kornea yang sehat didekat limbus.

b. Keratitis Lagoftalmus

Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana

kelopak tidak dapat menutup sempurna sehingga terdapat

kekeringan kornea. Lagoftalmus akan mengakibatkan mata

terpapar sehingga terjadi trauma pada konjungtiva dan kornea

menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat dalam bentuk

konjungtivitis atau keratitis.

2.7.2 Keratitis Profunda, tes fluoresin (-), diantaranya adalah:

1. Keratitis Interstisial

Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih

dalam. Pada keratitis interstisial akibat lues congenital didapatkan

neovaskularisasi dalam, yang terlihat pada usia 5-20 tahun pada 80%
pasien lues. Keratitis interstisial dapat terjadi akibat alergi atau infeksi

spiroket kedalam stroma kornea dan akibat tuberculosis.

Keratitis interstisial merupakan keratitis nonsupuratif profunda

disertai dengan neovaskularisasi. Keratitis ini juga disebut sebagai

keratitis parenkimatosa. Biasanya akan memberikan keluhan fotofobia,

lakrimasi dan menurunnya visus. Pada keratitis interstisial maka

keluhan bertahan seumur hidup.

Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat. Permukaan

kornea seperti permukaan kaca. Terdapat injeksi siliar disertai dengan

serbukan pembuluh ke dalam sehingga memberikan gambaran merah

kusam atau disebut “salmon patch”. Seluruh kornea dapat berwarna

merah cerah. Kelainan ini biasanya bilateral. Pada keadaan yang

disebabkan tuberculosis biasanya bilateral.

2. Keratitis Sklerotikans

Merupakan penyulit dari skleritis yang letaknya biasanya

dibagian temporal, berwarna merah sedikit menonjol disertai nyeri

tekan. Keluhan dari keratitis ini: mata sakit, fotofobia dan dimata

timbul skleritis. Dikornea kemudian timbul infiltrate berbentuk

segitiga distroma bagian dalam yang berhubungan dengan benjolan

yang terdapat disklera.


3. Keratitis Disiformis

Keratitis membentuk kekeruhan infiltrate yang bulat atau

lonjong didalam jaringan kornea. Biasanya merupakan keratitis

profunda superficial, terjadi akibat infeksi virus simpleks.Sering

diduga keratitis disiformis merupakan reaksi alergi ataupun

imunologik terhadap infeksi virus herpes simpleks pada permukaan

kornea.

Klasifikasi keratitis berdasarkan mikroorganisme penyebabnya dibagi

atas:

1. Keratitis Bakterialis

Setiap bakteri seperti Staphylococcus, streptococcus,

pseudomonas, dan enterobacteriacea dapat mengakibatkan keratitis

bacterial. Dengan faktor predisposisi; pemakaian kontak lens, trauma,

kontaminasi obat tetes.

2. Keratitis Jamur

Keratitis jamur lebih jarang dibandingkan keratitis bakterialis.

Dimana dengan suhu trauma pada kornea oleh ranting pohon, daun dan

bagian tumbuh-tumbuhan. Kebanyakan jamur disebabkan oleh candida,

fusarium, aspergillus, dan curvularia. Sulit membedakan cirri khas jamur

ini. Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah dengan pesat dan
dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotic dan

kortikosteroid yang tidak cepat.

Keluhan baru timbul setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu

kemudian. Pasien akan mengeluhkan sakit mata yang hebat, berair dan

silau. Pada mata akan terlihat infiltrate kelabu, disertai hipopion,

peradangan, ulserasi superficial dan satelit bila terletak didalam stroma.

Biasanya disertai dengan cincin endotel dengan plaque tampak bercabang-

cabang, dengan endothelium plaque, gambaran satelit pada kornea dan

lipatan Descement.

3. Keratitis Virus

Keratitis ini memberikan gambaran seperti infiltrate halus bertitik-

titik pada dataran depan kornea yang dapat terjadi pada penyakit seperti

herpes simpleks, herpes zoster, infeksi virus, vaksinia dan trakoma.

Keratitis yang terkumpul didaerah membrane Bowman. Pada keratitis ini

biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala

kelainan konjungtiva, ataupun tanda akut.

2.8 PATOFISIOLOGI

Permukaan mata secara regular terpajan lingkungan luar dan mudah

mengalami trauma, infesi, dan reaksi alergi yang merupakan sebagian besar

penyakit pada jaringan ini. Kelainan kornea sering menjadi penyebab

timbulnya gejala pada mata. Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya


infiltrate sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi

keruh.

Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf

siliar longus. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan

mengakibatkan system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi

endotel dan terjadi edema kornea. Kornea merupakan bagian mata yang

tembus cahaya dan menutup bola mata disebelah depan. Karena kornea

avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat segera dating.

Maka badan kornea, sel-sel yang terdapat didalam stroma segera nekerja

sebagai makrofag baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat

dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi

infiltrate, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh, dan permukaan

yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea

yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma.

Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris

dan badan siliar dengan melalui membrane descement dan endotel kornea.

Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbullah kekeruhan di

cairan COA, disusul dengan terbentuknya hipopion. Bila peradangan terus

mendalam, tetapi tidak mengenai membrane Descement dapat timbul tonjolan

membrane Descement yang disebut descementocele. Peradangan dipermukaan

dapat berlangsung sembuh tanpa pembentukan jaringan parut.Pada

peradangan dilapisan dalam penyembuhannya berakhir dengan terbentuknya

jaringan parut yang dapat berupa nebula, macula, atau leukoma. Bila ulkusnya
lebih mendalam lagi dapat timbul perforasi yang dapat mengakibatkan

endoftalmitis.

2.9 KERATITIS PUNGTATA SUPERFISIAL

Keratitis pungtata superficial adalah penyakit bilateral recurens

menahun yang jarang ditemukan, tanpa pandang jenis kelamin maupun umur.

Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan

jelas, yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan fluresin,

terutama didaerah pupil. Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang,

namun mudah dilihat dengan slit-lamp atau kaca pembesar.1,4

2.9.1 Gejala Klinik

Pasien dengan keratitis pungtata superficial biasanya datang

dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata berair,

penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia). Lesi pungtata pada

kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi

biasanya meninggi dan berisi titik-titik abu-abu yang kecil. Keratitis

epithelial sekunder terhadap blefarokonjungtivitis stafilococcus dapat

dibedakan dari keratitis pungtata superficial karena mengenai sepertiga

kornea bagian bawah. Keratitis epithelial pada trakoma dapat disingkirkan

karena lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas dan ada pannus.

Banyak diantara keratitis yang mengenai kornea bagian superficial bersifat

unilateral atau dapat disingkirkan berdasarkan riwayatnya.1


Penderita akan mengeluhkan sakit pada mata karena kornea

memiliki banyak serabut saraf nyeri, sehingga amat sensitive. Kebanyakan

lesi kornea superfisialis maupun profunda menimbulkan rasa sakit dan

fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan

palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan

merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi

pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila

lesi terletak sentral pada kornea.8

Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh

kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah

fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada

kornea. Pasien biasanya juga mengeluhkan mata berair namun tidak

disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada

ulkus kornea yang purulen. KPS ini juga akan memberikan gejala mata

merah, silau, merasa kelilipan dan penglihatan kabur.9

2.9.2 Diagnosis

Subjektif : Anamnesis

Dari anamnesis biasanya didapatkan gejala seperti:

 Mata merah yang sakit  injeksi perkorneal

 Fotofobia
 Blefarospasme  karena rasa sakit yang diperhebat oleh gesekan

palpebra superior

 Penglihatan menurun  karena kornea keruh akibat infiltrasi sel

radang dan mengganggu penglihatan apabila terletak disentral

 Mengganjal / terasa ada benda asing  dikornea banyak saraf sensible

 Reflek air mata meningkat akibat rangsangan nyeri

Gejala spesifik antara lain:

 Pada keratitis karena bakteri biasanya keluar eksudat purulent.

Sedangkan pada keratitis karena virus keluar eksudat serous.

 Keratitis pungtata superficial: letak infiltrate di superficial sentral atau

para sentral

 Keratitis bakteri: erosi kecil-kecil terutama pada sepertiga bawah

kornea

Gejala : mata merah (injeksi siliar), fotofobia, mata berair, gangguan

penglihatan

Tanda :

 Vesikulosa, bentuk awal dan sering sulit ditemukan

 Laminaris, bentuk seperti benang

 Dendritik, pola percabangan linier dengan tepian kabur


 Geografik, lesi dendritik lebih lebar

 Disiformis

Pemeriksaan Oftalmologi

a. Pemeriksaan dengan Slit Lamp

b. Tes Placido

Yang diperhatikan adalah gambaran sirkuler yang direfleksikan pada

permukaan kornea penderita.Bila bayangan dikornea gambaran

sirkulernya teratur, disebut Placido (-), pertanda permukaan kornea

baik. Kalau gambaran sirkulernya tidak teratur, placid (+) berarti

permukaan kornea tidak baik, mungkin ada infiltrat.

c. Tes Fluresence

Untuk melihat lebar dan dalamnya ulkus pada kornea, yaitu dengan

memasukkan kertas yang mengandung fluoresin steril kedalam sakus

konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu diberi anestesi local,

kemudian penderita disuruh mengedip beberapa waktu dan kertas

fluresinnya dicabut. Pemeriksaan ini dapat juga menggunakan

fluoresin tetes. Pada infiltrate akan tampak berwarna hijau.

d. Pemeriksaan Visus
e. Pemeriksaan Laboraturium

Harus dilakukan pemeriksaan hapusan langsung, pembiakan, dan tes

resistensi. Dari pemeriksaan hapusan langsung dapat diketahui jenis

kuman penyebabnya. Bila monosit meningkat diduga akibat virus, bila

leukosit meningkat diduga akibat bakteri, bila eosinofil meningkat

menunjukkan radang akibat alergi, dan bila limfosit meningkat

terdapat radang yang kronis.

2.9.3 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada ketratitis pungtata superfisial pada

prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat

diberikan idoxuridin, trifluridin atau asiklovir. Untuk bakteri gram positif

pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri

gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B.

Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat sekret mukopurulen

yang menunjukkan adanya infeksi campuran dengan bakteri. Untuk jamur

pilihan terapi yaitu natamisin, amfoterisin atau fluconazol.

Selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata

superfisial ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat

memberikan rasanyaman seperti air mata buatan, sikloplegik dan

kortikosteroid (Ilyas, 2003).


2.9.4 Komplikasi

Komplikasi yang paling ditakuti adalah perforasi kornea yang

dapat mengakibatkan endoftalmitis dan hilangnya penglihatan.

2.9.5 Prognosis

Prognosis bergantung pada virulensi organisme, lokasi dan

perluasan perforasi kornea, vaskularisasi dan deposit kolagen, diagnosis

awal dan terapi tepat dapat membantu mengurangi komplikasi.

Penyembuhan keratitis pungtata superficial biasanya berlangsung baik

meskipun tanpa pengobatan. Imunitas tubuh merupakan hal yang penting

dalam kasus ini karena reaksi imunologis tubuh pasien yang memberikan

respon terhadap virus ataupun bakteri.


BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS

Nama :Nn. Miranti

Umur : 19 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Pare-pare

No. Reg : 163817

3.2 ANAMNESA

Keluhan Utama :Pasien mengeluh kedua matanya merah

Keluhan Tambahan : kedua mata mengalami penglihatan kabur

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD A. Makkasau Pare-pare pada

hari rabu tanggal 13 april 2019 dengan keluhan kedua mata merah sejak ± 2

minggu yang lalu disertai dengan penglihatan kabur. Pasien juga merasa

mengganjal pada kedua mata, nyeri kadang dirasakan, air mata berlebih ada,

kotoran mata berlebih ada, mata sering berkelilipan dan silau ketika melihat

cahaya. Awalnya, saat bangun tidur pasien mengaku ada sesuatu yang masuk
ke dalam mata pasien kemudian menggosok-gosok kedua matanya. Riwayat

penggunaan kacamata tidak ada. Riwayat demam sebelumnya tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit keluarga :

Riwayat penyakit yang sama ada yaitu adiknya.

Riwayat Pengobatan :

Pasien sebelumnya sudah pernah berobat di Rs. Sumantri dan diberi

obat. Pasien mengaku pernah meminum obat dan menggunakan obat tetes

mata tetapi pasien tidak tahu nama obatnya. Setelah konsumsi obat keluhan

mata merah berkurang namun penglihatan masih kabur.

Riwayat Kebiasaan Sosial :

Pasien adalah seorang pelajar yang tiap hari ke sekolah.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

3.3.1 Status Generalisata

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Heart Rate : 78 x / menit

Respiratory Rate : 18 x / menit


Temperatur : 36,2oC

3.3.2 Status Oftalmologis

PEMERIKSAAN OD OS

Visus 20/80 20/80

TIO (Palpasi) 13,1 14,2

Kedudukan Bola Mata Orthoforia

Gerakan Bola Mata

Palpebra :
 Edema - -
 Hiperemis - -
 Trikiasis - -
 Ptosis - -
 Lagoftalmus - -
 Blefarospasme - -

Konjungtiva :
 Injeksi konjungtiva - -
 Injeksi siliar + +
 Hiperemis + +

Kornea :
 Kekeruhan - -
 Ulkus - -
 Infiltrate + +
 Sikatrik - -

COA (Camera Oculi


Anterior) :
 Kedalaman Sedang Sedang
 Hifema - -
 Hipopion - -

Iris dan Pupil :


 Warna iris Cokelat Cokelat
 Bentuk pupil Bulat dan Sentral Bulat dan Sentral
 Refleks cahaya + +

Lensa :
 Warna Jernih Jernih
 Dislokasi - -

Sistem Lakrimasi Epiforia Epiforia

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Uji fluoresensi
Mata ditetesi dengan fluoresens warna kuning kemudian dibilas dengan NaCl
akan berubah menjadi hijau. Untuk lebih jelas diamati dengan slitlamp
memakai warna biru atau digunakan kertas fluoresens yang diletakkan di
sakus lakrimal dan pasien disuruh berkedip-kedip kemudian diamati.
Sebelum ditetesi dengan fluoresens

Setelah ditetesi dengan fluoresen kemudian dibilas dan diamati menggunakan


slit-lamp. Didapatkan positif defek kornea akan terlihat berwarna hijau (+)

3.5 DIAGNOSA

 Keratitis Pungtata Superfisial

3.6 DIAGNOSA BANDING

 Glaucoma Akut

 Uveitis

3.7 TATALAKSANA

 Optiflox 4x1 tts ODS

 Polidemisin 4x1 tts ODS


 Cefixime 2x100 mg

 Na. diclofenat 20 mg 2x1

3.8 PROGNOSIS

OD OS

Quo ad visam ad bonam ad bonam

Quo ad sanactionam ad bonam ad bonam

Quo ad kosmetikam ad bonam ad bonam

Quo ad vitam ad bonam ad bonam


BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesa pada pasien didapatkan bahwa pasien adalah

seorang perempuan berusia 19 tahun dengan keluhan utama sejak ± 2 minggu

yang lalu disertai dengan penglihatan kabur. Pasien juga merasa mengganjal

pada kedua mata, nyeri kadang dirasakan, air mata berlebih ada, kotoran

mata berlebih ada, dan silau ketika melihat cahaya.

Dari anamnesa menunjukkan bahwa pasien mengalami suatu infeksi

didaerah mata.Dari gejala yang diutarakan pasien tersebut menunjukkan bahwa

diagnosis mengarah ke arah keratitis pungtata superfisial.

Mata berair terjadi karena air mata berfungsi sebagai proteksi imun untuk

mukosa permukaan mata.proteksi tersebut dinamakan MALT (Mucous Assosiated

Lymphoid Tissue) yang bertugas menciptakan kesimbangan antara imunitas dan

mencegah kerusakan jaringan mukosa akibat segala jenis pathogen yang

menimbulkan lesi di permukaan mata terutama di kornea.

Kornea memiliki banyak saraf sensoris yang sangat sensitif yang berasal

dari saraf siliar longus. Ketika terdapat lesi pada kornea, baik lesi disuperfisialis

dan di dalam akan memicu rasa sakit atau nyeri sebagai mekanisme peringatan

awal yang cepat terhadap trauma. Rasa sakit ini diperberat oleh gesekan palpebra

terutama palpebra superior pada kornea dan menetap sampai sembuh2.

Silau atau fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris yang

meradang.Iris dipersarafi saraf sensoris yaitu saraf nasosiliaris yang juga


mempersarafi kornea. Ketika kornea meradang maka iris juga meradang sehingga

ketika iris berkontraksi untuk mengatur cahaya yang masuk maka akan

menimbulkan rasa sakit sehingga menurunkan fungsi kerja iris mengatur cahaya

yang masuk dan timbullah rasa silau.

Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat

segera datang. Maka sel-sel yang terdapat didalam stroma segera bekerja sebagai

makrofag baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat dilimbus

sehingga muncullah injeksi perikornea atau injeksi siliar. Hal inilah yang

membuat pasien mengeluhkan mata merah.

Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD (visus okuli dextra) adalah

20/80 dan VOS (visus okuli sinitra) adalah 20/80. Pada pemeriksaan konjungtiva

ditemukan injeksi siliar (+) dan hiperemis, pada kornea ditemukan infiltrate (+),

dan terdapat epiforia pada sistem lakrimasi.

Sesudahnya baru terjadi infiltrate, yang tampak sebagai bercak berwarna

kelabu, keruh, dan permukaan yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel

dan timbul ulkus kornea yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma.
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D,Asbury T,Riordan-Eva P. general Ophthalmology. 17th


edition. Connecticut; Appleton &lange; 1999. p. 139
2. Riordan-Eva. Anatomy and embryology of The Eye. In : Vaughan
D,Asbury T,Riordan-Eva P. general Ophthalmology. 15th edition.
Connecticut; Appleton &lange; 1999. p. 1-26
3. Doggart JH. Superficial Punctate Keratitis [online]. 1933 [cited 2011
July]; [1screen].
4. Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Turun Mendadak. Dalam :
Ilyas S. IlmuPenyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI ; 2008. H 147-78
5. Khurana KA. Diseases of the Cornea. In:, Khurana KA, editors.
Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age
International. 2007. p. 51 - 82.
6. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook
Atlas. 2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 115-60
7. Pavan-Langston D. Cornea and External Desease. In: Pavan-Langston
D. Manualof Ocular Diagnosis and Theraphy. 5 th edition.
Philadelphia; Lippincott Williams &Wilkins; 2002. p. 67-129
8. The Eye M.D. Association. External Diseases and Cornea in Basic and
Clinical Science Course, American Academy of Opthalmology.
Lifelong Education for the Opthalmologist. 2011-2012. p.
9. Pflugfelder, Stephen C. Beuerman, Roger W. Stren, Michael S. Dry
Eye and Ocular Surface Disorder. Marcell Dekker. 2004. p. 285-95

Anda mungkin juga menyukai