Pendahuluan
Gejala yang timbul pada keratitis adalah rasa sakit yang berat, karena kornea
memiliki serat sakit yang banyak. Rasa sakit juga diperparah oleh gerakan kelopak mata
sebab terjadinya gesekan antara kornea dan palpebral. Rasa silau (fotofobia) juga dan
penglihatan yang menurun terutama bila letak lesi di sentral kornea juga dirasakan
penderita. Keratitis juga menyebabkan mata merah dan rasa mengganjal atau kelilipan. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Makroskopik kornea
Kornea merupakan stuktur avaskular yang bening menutupi iris dan berbentuk
lengkungan yang membantu memfokuskan cahaya. Permukaan luar dilapisi oleh epitel
berlapis gepeng dengan permukaan rata yang berkesinambungan dengan epitel
konjungtiva bulbi. Kornea sangat kaya dengan persarafan. 1 Kornea merupakan bagian
dari tunika fibrosa lapisan bola mata. Kornea merupakan suatu lensa cembung jernih
dengan kekuatan reflaksi (bias) +43 dioptri. Faktor-faktor yang menyebabkan kornea
jernih adalah letak epitel kornea yang tersusun rapi, letak serabut kolagen yang sangat
rapi dan padat, kadar air yang konstan dan tidak terdapat pembuluh darah. Kornea
melanjutkan diri sebagai sclera kea rah belakang, perbatasan antara kornea dan sklera
disebut dengan limbus, lengkungan melingkar pada sambungan ini disebut dengan sulcus
slearis. Kornea orang dewasa rata-rata mempunyai tebal 550um dipusatnya (terdapat
variasi menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm,
tebal kornea bagian pusat 0,6mm dan tebal bagian tepi 1mm. Sepertiga radius tengah
disebut zona optikdan lebih cembung, sedangkan tepiannya lebih datar. Jika kornea
mengalami sembab karena satu dan lain hal, maka kornea berubah sifat menjadi seperti
prisma yang dapat menguraikan cahaya sehingga penderita akan melihat halo. 2
Fungsi penting dari kornea pada mata termasuk sebagai fungsi proteksi terhadap
struktur internal mata, berkontribusi terhadap kekuatan refraksi mata dan memfokuskan
cahaya kepada retina dengan pecahan dan degradasi optik yang minimal. Kornea dan
sklera bergabung sebagai satu kesatuan pelindung isi dari bola mata bersamaan dengan
film air mata.4
Mikroskopik kornea
Berbeda dengan sklera yang berwarna putih, kornea ini jernih. Faktor-faktor yang
menyebabkan kejernihakn kornea adalah letak epitel kornea yang tertata sangat rapi, letak
serabut kolagen yang tertata sangat rapi dan padat, serta kadar airnya yang konstan. 1 Dari
anterior ke posterior, kornea mempunyai 5 lapisan yang berbeda-beda, yaitu:
- Lapisan endotel
Lapisan endotel merupakan lapisan yang terluar, terdiri atas 6 lapis. Lapisan ini sangat
halus dan tidak mengandung lapisan tanduk sehingga sangat peka terhadap trauma
walaupun kecil.1 lapisan endotel berperan sebagai barrier terhadap air, bakteri dan
mikroba. Menyediakan permukaan optic yang lembut sebagai bagian internal dari film air
mata. Kornea juga berkontribusi terhadap kemampuan refraksi mata. Serta fungsi
imunologis (langerhans cell).2
Membran bowman merupakan selaput tipis yang terbentuk dari jaringan ikat fibrosa.
Berfungsi untuk membantu mempertahankan bentuk kornea.
- Lapisan stoma
Lapisan ini terletak disebelah dalam membrane bowman. Lapisan ini merupakan
lapisan yang paling tebal, yang terdiri atas serabut kolagen yang susunannya amat teratur
dan padat. Susunan kolagen ini menyebabkan kornea avaskular dan jernih.1 Lapisan
stroma berfungsi sebagai sumber kekuatan mekanik kornea, memberikan kesan
transparansi pada korneadan sebagai lensa refraksi utama pada kornea.
- Lapisan endotel
Lapisan endotel merupakan lapisan terdalam kornea. Lapisan ini terdiri atas satu lapis
endotel yang sel-selnya tidak bias membelah. Jika terdapat endotel yang rusak, maka
endotel disekitarnya akan mengalami hipertofi untuk menutup defek yang ditinggalkan
oleh endotel yang rusak.1 Defek epitel kornea yang cepat menutup dengan cara migrasi
dan mitosis sel, kegagalan pada fungsi endotel akan menyebabkan edema kornea. Endotel
beperan penting dalam mengatur kadar air kornea dengan cara mengeluarkan air dari
kornea ke kamera okuli anterior dengan enzim Na +-K+ ATP-ase atau yang disebut dengan
deturgesensi stroma kornea. Endotel kornea cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan
sel-selnya seiring dengan penuaan.
Fisiologis kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan
kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada
kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya sifat transparan.4 Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema
stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi.
Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan
air mata tersebut, yang mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma
kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi. 5
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat
melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya
agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epitel adalah
sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali
kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan membran bowman mudah terkena infeksi
oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur. 4
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya
tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan
anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di
kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil.2
Lesi biasanya muncul di area kontak langsung antara kornea perifer dan margin
kelopak mata, yang memperkuat hubungan antara keratitis dan kolonisasi S. aureus.
Selain hubungan spasial, dihipotesiskan bahwa keratitis marginal adalah produk
dari variasi anatomis dan kimiawi antara kornea sentral dan perifer. Jarak antara kornea
sentral dan pembuluh darah limbal memperlambat difusi protein dengan berat molekul
tinggi, seperti protein IgM dan C1, yang terjadi pada konsentrasi yang lebih tinggi di
kornea perifer. Kornea perifer juga memiliki konsentrasi Sel Langerhans yang lebih
tinggi. Oleh karena itu, telah dihipotesiskan bahwa zona melingkar kornea yang berjarak
1 sampai 2 mm dari limbus mungkin memiliki rasio antigen-antibodi yang kondusif untuk
kompleks imun yang lebih besar dan lebih inflamasi. Jarak antara kornea sentral dan
limbus juga berarti berkurangnya kontak antara antigen kornea sentral dan lengan aferen
dari sistem imun, yang dapat melindungi kornea sentral dari cedera yang diperantarai
imun.3,7
Diagnosis
Pada pemeriksaan mata pasien biasanya dapat ditemukan tanda khas pada penyakit
ini yaitu blefaritis kronik. Infiltrat subepitel marginal dipisahkan dari limbus oleh zona
bening kornea, hal ini sering diasosiasikan dengan hiperemia konjungtiva.
Karakteristiknya, setiap kelainan epitel akan sangat lebih kecil dibandingkan dengan area
infiltrate. Pada derajat berat dapat terjadi peleburan infiltrate dan menyebar secara
melingkar. Selain itu tidak terdapat reaksi pada bilik depan mata walaupun dengan
banyak infiltrate. Tanpa terapi atau pengobatan biasanya akan timbul pada minggu 1-4
tergantung pada derajat keberatan penyakitnya. Kadang-kadang dapat timbul jaringan
parut dan pannus.7
Faktor resiko mayor pada penyakit ini yaitu adanya blefaritis, konjungtivitis dan
meibomitis dalam jangka waktu yang panjang. Pada kebanyakan kasus, adanya infiltrate
diasosiasikan dengan staphylococcal blepharitis. Terapi pada blefaritis merupakan
pencegahan utama pada penyakit ini.7
Diagnosis Banding
Tatalaksana pada penyakit ini yaitu dapat diberikan steroid topical yang sering
dikombinasikan dengan antivirus oral untuk mencegah terjadinya replikasi virus. Jika
sudah terjadi kelainan visual yang berat, dapat dilakukan keratoplasti transplantasi kornea
untuk memperbaiki kejernihan kornea.8
Merupakan sebuah grup dari penyakit inflamasi yang pada akhirnya terjadi
penipisan korneal perifer. Biasanya diasosiasikan dengan banyak kelainan autoimun
seperti : rheumatoid arthritis, polyarthritis nodosa, inflammatory bowel disease, collagen
vascular disorder dan juga ANCA vasculitides. Pada pasien biasanya dapat merasakan
nyeri mata, mata merah, fotofobia dan juga pengurangan visus mata, biasanya juga
memiliki riwayat penyakit autoimun di atas.9
Terapi pada keratitis ini dengan cara mengurangi inflamasi, mencegah infeksi
lebih lanjut, penyembuhan ulkus dan mencegah perforasi. Siklosporin topical dapat
diberikan untuk mengurangi inflamasi, doksisiklin oral dapat diberikan untuk
memperbaiki kolagen. Selain itu juga dapat diberikan antibiotic topical untuk mencegah
infeksi lebih lanjut.9
Pada keratitis ulseratif perifer yang berasosiasi dengan collagen vascular disorder
dapat meniru keratitis marginal, tetapi pada keratitis ulseratif perifer sering disertai
dengan skleritis dan juga biasanya lebih berat dan lebih tidak responsive terhadap steroid
topical.7
Terapi
Dalam kasus ini, tujuan utama pada terapi adalah untuk mengurangi inflamasi lokal dan
mengurangi resiko pada kedepannya dengan mengurangi antigen staphylococcal pada
batas kelopak mata. Pengobatan yang dapat diberikan antara lain: 3,7
Berikan tetracycline oral pada penyakit yang berulang (pada anak-anak, ibu menyusui,
dan hamil dapat diberikan eritromisin)
Prognosis
Daftar Pustaka
1. Dahl AA. Anatomy and physiology of the eye; 2021. Diunduh dari
https://www.emedicinehealth.com
2. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008: 4-6.
3. Kanski JJ. Clinical ophthalmology. A systematic approach. 8th edition. In:
Elsevier Health Sciences. 2016 ; 8:207-9.
4. Narmawala W, Jani HC. Exposure Keratopathy: Prophylaxis and Impact of Eye
Care Education Programme in ICU Patients. Journal of Clinical & Diagnostic
Research. 2017 Oct 1;11(10).
5. Jamshidian-Tehrani M, Kasaee A, Ghadimi H, Nekoozadeh S, Yadegari S,
Nowroozzadeh MH. Improved function of orbicularis oculi by dynamic transfer of
contralateral orbicularis oculi muscle in patients with facial palsy. Middle East
African Journal of Ophthalmology. 2020 Jul;27(3):160.
6. Rajak S, Rajak J, Selva D. Emergency management: exposure keratopathy. Eye
Health. 2018;31(103):69.
7. Garrido J, Figueiredo R, Karakus S. Marginal Keratitis. Article dari American
Academy of Opthalmology. 2022.
8. Knickelbein JE, Weissbart SB. Herpes Simplex Virus Stromal Keratitis and
Endothelitis. Article dari American Academy of Opthalmology. 2021
9. Stens JM, Feldman BH, Bunya VY, Woodward MA. Pheriperal Ulcerative
Keratitis. Article dari American Academy of Opthalmology. 2022
10. Koyama A, Miyazaki D, Nakagawa Y, Ayatsuka J, etc. Determination of
probability of causative pathogen in infectious keratitis using deep learning
algorithm of slit-lamp images. Published 22 Nov 2021. PMCID: PMC8608802.