Oleh:
Camila Mutiara Safitri 011713143027
Ambarini Isa Pratiwi 011723143132
Perthdyatama Syifaq Budiono 011723143070
Fauza Fitriyah Lubis 011723143199
Pembimbing :
2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan
bahkan kehilangan mata. Trauma mata merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada
anak dan dewasa muda, kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang
parah. Dewasa muda terutama pria merupakan kelompok yang paling mungkin mengalami
trauma tembus mata (Vaughan & Asbury, 2014).
2
Salah satu penyebab trauma pada mata adalah masuknya benda asing pada mata. Benda
asing atau corpus alienum adalah salah satu penyebab cedera mata yang paling sering
mengenai konjungtiva mata dan kornea. Masuknya benda asing dapat mengakibatkan
kelainan pada mata. Meskipun kebanyakan bersifat ringan, tetapi beberapa cedera yang
diakibatkan masuknya benda asing pada mata bisa berakibat serius. Apabila suatu benda
asing masuk ke dalam bola mata, dapat terjadi reaksi infeksi yang hebat dan kerusakan pada
mata. Karena itu perlu cepat mengenali benda asing tersebut dan menentukan lokasinya di
dalam bola mata untuk kemudian mengeluarkannya.
1.2. TUJUAN
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk melakukan diagnosis dan penatalaksanaan
kasus benda asing pada mata dengan benar.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan
dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan
dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran
ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi.
Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
4
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan epitel
silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus, di atas karunkula dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi
kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial
mengandung sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus
mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata
secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
(Vaughan et al, 2010).
2.1.1.
5
tebal 550 μm, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm
(Riordan & Eva, 2012).
Sel kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan epitel, lapisan Bowman,
stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel (Riordan & Eva, 2012).
Permukaan anterior kornea ditutupi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk
dan tanpa papil. Di bawah epitel kornea terdapat membran limitans anterior
(membran Bowman) yang berasal dari stroma kornea (substansi propia). Stroma
kornea terdiri atas berkas serat kolagen paralel yang membentuk lamella tipis dan
lapisan-lapisan fibroblas gepeng dan bercabang. Permukaan posterior kornea
ditutupi epitel kuboid rendah dan epitel posterior yang juga merupakan endotel
kornea. Membran Descemet merupakan membran basal epitel kornea yang
berkonsistensi tipis tetapi memiliki resistensi yang tinggi (Eroschenko, 2003).
6
2.1.4. Fisiologi Kornea
1. Dry eye
7
2. Defisiensi vitamin A
4. Distrofi kornea
8
5. Trauma kornea
Trauma kornea bisa disebabkan oleh trauma tumpul, luka penetrasi atau
perforasi benda asing. Kemungkinan kontaminasi jamur atau bakteri harus diingat
dengan kultur untuk bakteri dan jamur diambil pada saat pemeriksaan pertama
jika memungkinkan. Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan aberasi, edema,
robeknya membran Descemet dan laserasi korneoskleral di limbus (Bangun,
2009). Trauma penetrasi merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata karena
pada keadaan ini kuman akan mudah masuk ke dalam bola mata selain dapat
mengakibatkan kerusakan susunan anatomik dan fungsional jaringan intraokular.
Perforasi benda asing yang terdapat pada kornea dapat menimbulkan gejala
berupa rasa pedas dan sakit pada mata. Keluhan ini mungkin terjadi akibat sudah
terdapatnya keratitis atau tukak pada mata tersebut (Ilyas, 2008).
Benda asing pada mata merupakan benda yang dalam keadaan normal
tidak berada di daerah mata, biasanya berupa logam (contoh, gram atau serpihan
metal), serpihan kaca, atau material organik. Benda asing pada mata termasuk
dalam trauma okuli mekanik. Kasus ini sering terjadi di tempat kerja
perindustrian dimana tidak dilengkapi dengan proteksi mata. Sebagian besar
merupakan logam dan menembus kornea yang cukup dalam sehingga dapat tetap
tertanam. Jika korpus alienum tersebut hanya menembus perifer kornea, maka
perubahan visual permanen biasanya tidak terjadi. Akan tetapi, apabila
menembus central kornea, pasien bisa mengalami penurunan visual permanen
yang disebabkan oleh bekas luka (Bashour, 2009).
9
Jenis benda asing pada mata yang umum ditemukan antara lain: (Khurana,
2007)
1. Pekerja di bidang industri: partikel partikel besi (terutama pada bagian
bubut dan palu-pahat), ampelas dan batu bara.
3. Benda asing umum lainnya antara lain partikel debu, pasir, baja, kaca,
kayu dan serangga kecil (nyamuk).
10
2.2.2. Klasifikasi Benda Asing pada Mata
2. Intra Ocular Foreign Body (IOFB): pada bilik mata depan, iris, lensa,
vitreous, retina, dan intraorbita
11
b. Mixed adnexal-adnexal (MAA)
Benda asing yang masuk pada mata dapat menimbulkan perasaan tidak
nyaman seperti perasaan ber-“pasir” atau ngeres pada benda asing di kornea,
12
keluar air mata secara terus menerus dan kemerahan pada mata. Nyeri dan
fotofobia lebih sering dijumpai pada benda asing di kornea dibandingkan benda
asing pada konjungtiva. Penurunan visus terjadi terutama saat benda asing berada
di tengah kornea, sedangkan tidak didapatkan saat benda asing berada di
konjungtiva (Khurana, 2007).
2.2.4. Pemeriksaan
Gambar 5. Lingkaran merah menunjukkan benda asing berupa logam pada kornea
(sumber gambar: Kanski Clinical Ophthalmology 6th edition)
13
Gambar 6. Lingkaran merah menunjukkan benda asing telah dibuang. Telah
membentuk lingkaran karat dan abrasi (sumber gambar: Kanski Clinical
Ophthalmology 6th edition)
2.2.5. Komplikasi
Pada bilik mata depan, benda asing akan berada di bagian bawah dan bila
kecil hanya dapat dilihat dengan gonioskop. Apabila benda asing merobek iris,
maka dapat didapatkan eksudasi darah, hifema, dan iritis traumatika. Pada badan
silier, reaksi ini akan lebih hebat dan menyebabkan iridocyclitis traumatika
(Pandey, 2017).
Pada lensa, benda asing akan menetap di nukleus. Hal ini akan
menyebabkan opasitas lokal maupun opasitas pada seluruh lensa (Pandey, 2017).
Pada segmen yang lebih posterior, komplikasi yang lebih berat akan terjadi.
Pada jalan masuk benda asing dapat terjadi infeksi. Apabila melewati vitreous,
dapat terbentuk fibrosis. Apabila mengenai diskus optikus, dapat terbentuk
skotoma (Pandey, 2017).
Pada IOFB, komplikasi yang dapat terjadi antara lain: (AAO, 2017)
1. Opasitas kornea
2. Katarak
3. Endophthalmitis
14
4. Retinal tear/detachment
5. Proliferative Vitreoretinopathy
6. Vitreous hemorrhage
7. Optic neuropathy
8. Siderosis
9. Chalcosis
10. Phthisis
1. Merkuri
2. Tembaga
b. Sunflower cataract
c. Iris kehijauan
15
Gambar 7. Kayser-Fleischer Ring: penumpukan tembaga pada
membran Descemet
3. Besi
4. Material tanaman
2.2.6. Tatalaksana
16
dilepaskan dengan bantuan jarum hipodermis setelah pemberian anestesi lokal
terlebih dahulu (Khurana, 2007).
Jika terdapat benda asing multipel pada epitel kornea, contoh seperti pada
ledakan, pengeluaran benda setiap benda asing dapat mengakibatkan
terbentukanya jaringan parut pada kornea. Biasanya dilakukan pelepasan pada
epitel kornea dengan pemberian anestesi topikal dan melepas seluruh lapisan
epitel hingga 1-2 mm dari limbus menggunakan aplikator dengan ujung kapas
yang dibasahi dengan alkohol. Membran Bowman ditinggalkan untuk
memungkinkan regenerasi epitel. Kemudian, benda asing yang berada pada
limbus dilepaskan satu per satu (Pavan & Langston, 2008).
17
pasien dengan abrasi kornea akut atau benda asing pada kornea karena pemberian
anestesi topikal dapat menghambat penyembuhan, menyebabkan penghancuran
epitel, edema stroma, dan nyeri hebat (Pavan & Langston, 2008).
Jika benda asing pada kornea tidak dilepaskan, terdapat risiko yang besar
terjadinya infeksi sekunder dan ulkus kornea. Setiap sekret, infiltrat, ataupun
uveitis wajib meningkatkan kecurigaan dokter akan adanya infeksi bakteri
sekunder, dan harus dilakukan manajemen yang tepat seperti pada keratitis
bakteri; Pertikel logam diasosiasikan dengan risiko infeksi yang rendah
dibandingkan benda asing tersebut berupa materi organik dan batu. Konjungtivitis
akut bakteri dapat terjadi pada benda asing yang tercemar atau kebiasaan
menggosok mata menggunakan tangan yang terinfeksi (Khurana, 2007).
IOFB harus diambil kecuali bila proses pengambilan benda asing justru
dapat merusak pengelihatan. Pada bilik mata depan dilakukan insisi pada kornea
3 mm dari tepi limbus, dilakukan langsung pada kuadran letak benda asing.
Benda asing dapat diambil dengan menggunakan magnet atau forceps. Pada iris
dilakukan sector iridectomy. Pada lensa dilakukan ECCE dan pemasangan IOL
(Pandey, 2017).
18
BAB III
RINGKASAN
Benda asing pada mata adalah terdapatnya benda asing yang dalam keadaan normal
tidak dijumpai di kornea atau konjungtiva. Keluhan yang ditemukan pada pasien dengan
benda asing yang masuk ke mata adalah perasaan tidak nyaman di mata, keluar air mata
secara terus menerus dan kemerahan pada mata. Apabila benda asing dijumpai di kornea,
dapat dirasakan juga keluhan nyeri, fotofobia, dan penurunan visus. Pemeriksaan yang bisa
dilakukan adalah dengan menggunakan lampu celah (slit-lamp) untuk menentukan posisi dan
kedalaman dari benda asing. Prinsip terapi untuk benda asing pada mata adalah pengeluaran
benda asing sesegera mungkin. Setelah pengeluaran benda asing, kasa dan perban dengan
salep antibiotik mata diberikan pada mata tersebut selama 24 hingga 48 jam. Tetes mata
antibiotik kemudian diberikan sebanyak 3-4 kali sehari selama 1 minggu.
19
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Opthamology. 2012. External Disease and Cornea. San Fransisco:
AAO MD Association.
Biswell, R., 2010. Kornea. In: Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta:
EGC.
Biradar, Somashekar P. 2011. A Study on Industrial Eye Injuries. Journal of Clinical and
Diagnostic Research. 5(5): 1076-1081.
Eroschenko, VP. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Edisi 9.
Jakarta: EGC.
Ilyas, S. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
20
Khurana A.K. 2007. Community Ophthalmologi, Fourth Edition. New Delhi: New Age
International Limited Publisher.
Ko, C., Chan, W., Tse, Raymond K.K. 2000. Ocular Tauma in Hong Kong: a prospective
survey of 1799 patients. Hong Kong: Journal of Ophthalmology. 6(1): p21-27.
Pandey, AN. 2017. Ocular Foreign Bodies: A Review. J Clin Exp Ophthalmol 8: 645.
Pavan PR, Langston D. 2008. Manual of ocular diagnosis and therapy, sixth edition.
Toronto: Little Brown and Company.
Riordan P, Eva. 2012. Optik dan Refraksi. Vaughan & Asbury’s General
Ophthalmology. McGraw-Hill Companies: New York. Chapter 20. P; 382-398
Robbins & Cotran. 2008. Buku saku Dasar Patologis Penyakit, edisi 7. Jakarta: EGC.
Vaughan, D. G., Asbury, T., Riordan-Eva, P. 2010. Oftalmologi Umum. Edisi ke-17,
cetakan ke-1. Jakarta: Widya Medika. p230-250.
Woo, Jyh-Haur., Sundar, Gangadhara. 2006. Eye Injuries in Singapore – Don’t Risk It.
Do More. A Prospective Study. Annals Academy of Medicine. 35: 706-718.
21