“DEFISIENSI VITAMIN A”
Disusun Oleh:
Yulinar Firdaus Yustisiawandana
Pembimbing :
dr. Yulia Fitriani, Sp. M
G4A016042
REFERAT
“DEFISIENSI VITAMIN A”
Disusun Oleh :
Yulinar Firdaus Yustisiawandana
G4A016042
Pembimbing
1. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva berbatasan dengan
kulit pada tepi palpebral dan dengan epitel kornea di limbus.
2. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang lentur dan memberikan bentuk pada
mata. Jaringan ini merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar
masuk ke dalam bola mata.
3. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya
dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan.15 Kornea
ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini
disebut sulcus scleralis.
Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm di pusatnya (terdapat
variasi menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6
mm.19Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan, yaitu:
1) Epitel
Tebal dari epitel ini adalah 50 μm. Epitel kornea mempunyai lima lapis sel
epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng.
2) Membran Bowman
Membran Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersususn tidak teratur seperti stroma dan berasal
dari bagian depan stroma.
3) Stroma
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma terdiri atas
lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya.
Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serta
kolagen ini bercabang.
4) Membran Descemet
Membran Descemet merupakan membran aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea.
5) Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, dan
tebalnya 20-40 μm. Lapisan ini berperan dalam mempertahankan deturgesensi
stroma kornea.
4. Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh kornea
dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Iris
Iris merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai permukaan
yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di tengahnya, yang
disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk mengatur banyaknya cahaya
yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan mengecilkan (miosis)
atau melebarkan (midriasis) pupil.
2) Badan siliar
Badan siliar merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi mengubah
tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat fokus untuk objek dekat maupun
jauh dalam lapang pandang.15 Badan siliar terdiri atas zona anterior yang
berombak-ombak, pars plicata (2 mm) yang merupakan pembentuk aqueous
humor, dan zona posterior yang datar, pars plana (4 mm).
3) Koroid
Koroid merupakan segmen posterior uvea terletak di antara retina dan
sklerayang berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah besar, berfungsi
untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak di bawahnya.
5. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di sebelah
anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya terdapat vitreous humor.
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel
subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamela konsentris yang panjang.
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal
sebagai zonula Zinii, yang tersusun dari banyak fibril yang berasal dari permukaan
badan siliar dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
6. Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian ke
perifer menuju sudut bilik mata depan.
7. Vitreous Humor
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous humor
normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsul lensa posterior, serat-
serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi optici. Basis vitreous
mempertahankan penempelan yang kuat seumur hidup ke lapisan epitel pars plana
dan retina tepat di belakang ora serrata.
Vitreous humor mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua
komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip
gel karena kemampuannya mengikat banyak air.
8. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya. Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar yang
berbatas dengan koroid adalah sebagai berikut:
1) Epitel pigmen retina (Membran Bruch)
2) Fotoreseptor
Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang dan sel kerucut.
3) Membran limitan eksterna
4) Lapisan nukleus luar
Lapisan nukleus luar merupakan susunan nukleus sel kerucut dan sel batang.
Keempat lapisan di atas avaskuler dan mendapat nutrisi dari kapiler koroid.
5) Lapisan pleksiform luar
Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinapsis sel fotoreseptor
dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6) Lapisan nukleus dalam
Lapisan ini terdiri dari tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller serta
didarahi oleh arteri retina sentral.
7) Lapisan pleksiform dalam
Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinaps sel bipolar dan sel
amakrin dengan sel ganglion.
8) Lapisan sel ganglion
Lapisan ini merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9) Serabut saraf
Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion yang menuju ke arah saraf
optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah
retina.
10) Membran Limitan Interna
Membran limitan interna berupa membran hialin antara retina dan vitreous
humor (Ilyas, et.al 2005).
2.2 Xeroftalmia
Definisi
Suatu keadaan dimana terjadi keratinisasi pada epitel di konjungtiva dan
kornea bersama-sama akibat defisiensi vitamin A. Kata xeroftalmia berarti “mata
kering“, karena terjadi kekeringan pada selaput lendir (konjungtiva ) dan selaput
bening ( kornea ) mata.
Epidemiologi
Berdasarkan hasil survey WHO tahun 1994 jumlah penderita xeroftalmia di
seluruh dunia pada anak-anak usia 0-4 tahun sebesar 2,8 juta dan angka kejadian
subklinis mencapai 251 juta. Angka kejadian xeroftalmia akibat defisiensi vitamin A
diperkirakan sekitar 20.000 – 100.000 kasus baru di seluruh dunia per tahunnya.
Menurut survey nasional xeroftalmia tahun 1992, prevalensi xeroftalmia nasional
adalah 0,33%.
Hasil penelitian yang dilakukan Survei Pemantauan Status Gizi dan Kesehatan
(Nutrition and Health Surveilance System) selama tahun 1998-2002 menunjukkan,
sekitar 10 juta anak balita yang berusia 6 bulan hingga 5 tahun (setengah dari
populasi anak balita di Indonesia) menderita KVA, sehingga ini menjadi masalah
utama karena akibat dari KVA adalah terganggunya kesehatan mata, kemampuan
penglihatan, maupun kekebalan tubuhnya. Dan yang memprihatinkan, kebutaan yang
disebabkan KVA tidak dapat disembuhkan (Lang et.al, 2010).
Angka kejadian ini semakin meningkat sejalan dengan ditemukannya berbagai
faktor yang dapat mencetuskan terjadinya xeroftalmia. Faktor-faktor tersebut
diantaranya:
1. Umur
Xeroftalmia paling sering ditemukan pada anak-anak usia pra-sekolah, hal ini
berhubungan dengan kebutuhan vitamin A yang tinggi untuk pertumbuhan. Di
samping itu, anak-anak usia ini sangat rentan oleh infeksi parasit dan bakteri
usus yang dapat mengganggu penyerapan vitamin A di usus.
2. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menyatakan bahwa laki-laki 1,2 – 10 kali lebih rentan
untuk menderita xeroftalmia.
3. Status Fisiologis
Wanita hamil dan wanita menyusui cenderung menderita buta senja atau
Bitot’s Spots karena meningkatnya kebutuhan akan vitamin A. Anak-anak usia
sekolah juga memiliki kecenderungan ini karena tingginya kebutuhan vitamin
A untuk pertumbuhan (adolescent growth spurt).
4. Status Gizi
Xeroftalmia sering kali berhubungan atau didapatkan bersama-sama dengan
kondisi malnutrisi (Kurang Energi Protein).
5. Penyakit Infeksi
Penyakit-penyakit yang mengganggu pencernaan, pengangkutan,
penyimpanan, pengikatan metabolisme vitamin A, dapat menimbulkan
manifestasi defisiensi vitamin A. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk
menerangkan penurunan kadar vitamin A selama demam dan infeksi, yaitu:
- Asupan yang rendah karena sakit (anoreksia)
- Gangguan absorpsi karena infeksi pada usus
- Supresi síntesis albumin dan RBP (retinol binding protein) oleh
hepatosit
- Peningkatan katabolisma protein, termasuk RBP
6. Faktor-faktor yang lain
Keadaan yang kurang menguntungkan adalah jumlah keluarga yang besar,
rendahnya pendidikan kepala keluarga, sanitasi yang buruk, serta sosial
ekonomi yang rendah (Olver et.al, 2005).
Etiologi
Dulu xeroftalmia dikatakan sebagai penyakit akibat kekurangan intake
vitamin A. Akan tetapi banyak faktor yang mempengaruhi tubuh menjadi kekurangan
vitamin A. Selain disebabkan oleh kekurangan intake vitamin A, xeroftalmia bisa juga
disebabkan oleh absorpsi yang tidak adekuat ( akibat malfungsi dari sistem
gastrointestinal tubuh ) dan pembuangan yang berlebihan ( dikeluarkan melalui
infeksi dan diare ) (Voughan et.al, 2006).
Faktor Resiko
1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Berat lahir <2,5 kg.).
2. Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2
tahun.
3. Anak tidak mendapat MP-ASI yang cukup, baik mutu maupun jumlahnya.
4. Anak kurang gizi atau di bawah garis merah (BGM) pada KMS.
5. Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, TBC, pnemonia) dan
cacingan.
6. Anak dari keluarga miskin.
7. Anak yang tinggal di daerah pengungsian.
8. Anak yang tinggal di daerah dengan sumber vitamin A yang kurang, dan
adanya pantangan terhadap makanan sumber vitamin A.
9. Anak yang tidak pernah mendapat kapsul vitamin A dan imunisasi di
Posyandu maupun Puskesmas.
10. Anak yang kurang atau jarang makan makanan sumber vitamin A.
11. Anak yang tidak diasuh oleh ibunya sendiri (Nema HV, et.al, 2002).
Patofisiologi
1. Metabolisme Vitamin A
Vitamin A dalam bentuk aktif berupa asam retinoat. Sedangkan secara alami
sumber vitamin A didapatkan dari hewani dalam bentuk pro-vitamin A dan dari
tumbuhan dalam bentuk beta karoten. Dikenal tiga macam karoten yaitu α, β, dan
γ-karoten. β-karoten memilki aktivitas yang paling tinggi. Proses pembentukan
vitamin A dari sumber hewani dan tumbuhan menjadi bentuk aktif (asam retinoat)
dapat diuraikan sebagai berikut :
Absorbsi pro-vitamin A dan karoten di dinding usus halus, kemudian diubah
menjadi retinol
Retinol diangkut ke dalam hepar oleh kilomikron, kemudian di dalam
parenkim hati sebagian dari retinol akan diesterifikasi menjadi retinil-palmitat
dan disimpan dalam sel stelat. Sebagian lagi akan berikatan dengan Retinol
Binding Protein (RBP) dan protein lain yang disebut trasthyretin untuk
dibawa ke target sel
Pada target sel, retinol akan berikatan dengan reseptor yang terdapat pada
membran sel (RBP receptor) kemudian di dalam sel berikatan dengan retinol
binding protein intraseluler, yang akan diubah menjadi asam retinoat oleh
enzim spesifik
Asam retinoat selanjutnya akan memasuki inti sel dan berikatan dengan
reseptor pada inti. Asam retinoat ini berperan dalam transkripsi gen.
Fungsi vitamin A antara lain :
a. Penglihatan
b. Integritas sel melawan infeksi
c. Respon imun
d. Hemopoiesis
e. Fertilitas
f. Embriogenesis
Kadar vitamin A dan retina binding protein (RBP) dalam darah dapat
ditentukan dengan menggunakan metode kromatografi cair tekanan tinggi (high
pressure liquid chromatography/ HLPC). Metode ini cukup akurat dan cepat. Nilai
Vitamin A dalam plasma adalah 0,7 μmol/l (50 μg/l) sering didapatkan pada orang
dewasa yang sehat, tidak ada batasan yang jelas tentang berapa nilai yang
mengidentifikasikan seseorang mengalami hipervitaminosis, tetapi kemungkinan
diatas 3,5 μmol/l (100 μg/l). Pembagian tingkat status vitamin A berdasarkan kadar
vitamin A darah adalah :
- < 10 μg/l indikasi kekurangan vitamin A
- 10-19 μg/l disebut rendah
- 20-50 μg/l disebut cukup
- > 50 μg/l disebut tinggi (James, et.al., 2006).
Xerosis Konjungtiva
Pemeriksaan
Pemerikasaan yang dapat dilakukan dalam membantu penegakkan diagnosa
buta senja adalah :
1. Dark adaptometri (tes adaptasi gelap)
2. Rod scotometri
3. Elektroretinografi
4. Conjunctival impression citology (CIC)
5. Pemerikasaan kadar serum retinol atau Serum Retinol Binding Protein
Penatalaksanaan
Keterangan:
Pencegahan
Pencegahan secara umum yang harus dilakukan adalah :
1. Modifikasi diet
Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin A seperti sayur
yang berwarna hijau, buah-buahan yang berwarna orange
2. Suplementasi
Bayi berumur 6-11 bulan Tiap 3-6 bulan diberikan
vitamin A secara oral dengan dosis
100.000 IU
Anak 1-6 tahun Tiap 3-6 bulan diberikan
vitamin A secara oral dengan dosis
200.000 IU
Wanita menyusui Diberikan secara oral dosis tunggal
sebanyak 200.000 IU dengan waktu
pemberian :
Saat bersalin
8 minggu pertama setelah
persalinan pada wanita yang
menyusui
6 minggu pertama setelah
persalinan pada wanita yang tidak
menyusui
3. Fortifikasi
- Penambahan vitamin A pada beberapa jenis makanan yang
secara alami kandungan vitamin A-nya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh per harinya contohnya gandum, beras, teh, margarin
- Ditambahkan juga mikronutrien seperti preparat besi dan
seng yang membantu absorbsi vitamin A
DAFTAR PUSTAKA