0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
54 tayangan33 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang defisiensi vitamin A yang dapat menyebabkan berbagai kelainan pada mata, seperti buta senja, xerosis konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea, keratomalasia, sikatriks kornea, dan xeroftalmia fundus. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain penilaian status gizi, pemeriksaan mata, tes dark adaption, sitologi konjungtiva, dan pemeriksaan laboratorium seperti
Dokumen tersebut membahas tentang defisiensi vitamin A yang dapat menyebabkan berbagai kelainan pada mata, seperti buta senja, xerosis konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea, keratomalasia, sikatriks kornea, dan xeroftalmia fundus. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain penilaian status gizi, pemeriksaan mata, tes dark adaption, sitologi konjungtiva, dan pemeriksaan laboratorium seperti
Dokumen tersebut membahas tentang defisiensi vitamin A yang dapat menyebabkan berbagai kelainan pada mata, seperti buta senja, xerosis konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea, keratomalasia, sikatriks kornea, dan xeroftalmia fundus. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain penilaian status gizi, pemeriksaan mata, tes dark adaption, sitologi konjungtiva, dan pemeriksaan laboratorium seperti
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO PENDAHULUAN • Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan. • KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan “Nutrition Related Diseases” yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh. • Salah satu dampak kurang vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan - 4 tahun TINJAUAN PUSTAKA • Anatomi Mata Xerofthalmia • Suatu keadaan dimana terjadi keratinisasi pada epitel di konjungtiva dan kornea bersama-sama akibat defisiensi vitamin A. Etiologi • kekurangan intake vitamin A. • absorpsi yang tidak adekuat (akibat malfungsi dari sistem gastrointestinal tubuh) • pembuangan yang berlebihan (diare, muntah) Fisiologi Penglihatan yang Berhubungan dengan Vitamin A • Salah satu fungsi dari vitamin A adalah berperan dalam proses penglihatan, dimana retina merupakan salah satu target sel dari retinol. • Retinol yang telah berikatan dengan RBP akan ditangkap oleh reseptor pada sel pigmen epitel retina, yang akan dibawa ke sel-sel fotoreseptor untuk pembentukan rodopsin. • Rodopsin ini sangat berperan terutama untuk penglihatan pada cahaya redup. Karena itu tanda dini dari defisiensi vitamin A adalah rabun senja. • Selain itu, vitamin A berperan penting untuk membentuk dan mempertahankan fungsi sel epitel konjungtiva dan kornea Patofisiologi • sumber vitamin A didapatkan dari hewani dalam bentuk pro-vitamin A dan dari tumbuhan dalam bentuk beta karoten. • Absorbsi pro-vitamin A dan karoten di dinding usus halus, kemudian diubah menjadi retinol • Intake kurang, absorbsi tidak adekuat retinol tidak terbentuk Klasifikasi dan Gambaran Klinis 1. Buta senja (XN) – Penglihatan penderita buta senja menurun pada senja hari, bahkan tidak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya – Buta senja terjadi karena sel-sel batang pada retina membutuhkan vitamin A untuk menjalankan fungsinya melihat pada waktu malam • Xerosis Konjungtiva (X1A)
– Xerosis konjungtiva adalah kelainan berupa
selaput lendir atau bagian bola mata yang tampak kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan yang terlihat kasar dan kusam. Bila mata digerakkan maka akan terlihat lipatan yang timbul pada konjungtiva bulbi – Xerosis akan terjadi karena adanya perubahan dalam sel penghasil mukus pada sel penghasil epitel menjadi sel penghasil keratin pada defisiensi vitamin A – Gejala yang sering timbul pada xerosis konjungtiva adalah keluhan mata yang tampak kering atau berubah warna menjadi kecoklatan Xerosis Konjungtiva (X1A) Bercak Bitot (X1B)
• Bercak bitot merupakan bercak putih dengan
bentuk segitiga yang terletak pada celah kelopak temporal maupun nasal. Diatas bercak ini terdapat bentuk busa yang diakibatkan terlepasnya epitel konjungtiva yang tertimbun di daerah fornix konjungtiva bawah. Di sekitar bercak bitot terdapat pigmen. • Pada kerokan konjungtiva pada bercak bitot didapatkan banyak hasil xerosis saprofitik (Corynebacterium xerosis) dan sel-sel epitel berkeratin. • Gejala yang paling sering timbul pada bercak bitot adalah mata yang tampak bersisik atau timbul busa. Gejala bercak bitot dalam keadaan berat adalah : – Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva – Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut-kerut • Pada kasus xeroftalmia dengan gejala bercak bitot harus segera diberikan vitamin A karena penderita bisa menjadi buta dalam waktu yang sangat cepat Bercak Bitot (X1B) • Xerosis kornea (X2)
– Xerosis kornea adalah kekeringan pada
konjungtiva yang berlanjut sampai pada derah kornea (merupakan kelanjutan dari xerosis konjungtiva) – Gejala yang sering timbul adalah kornea yang tampak menjadi suram dan kering dan permukaan kornea tampak kasar. Keadaan umum penderita biasanya buruk Xerosis Kornea (X2) • Keratomalacia (X3A/X3B)
– Menurut klasifikasi WHO, xeroftalmia dibagi
menjadi 2 bagian menurut luasnya daerah kornea yang terkena • tahap X3A, yaitu bila kelainan mengenai < 1/3 permukaan kornea • tahap X3B, yaitu bila kelainan mengenai > 1/3 permukaan kornea - Keratomalacia merupakan kekeruhan pada kornea yang disertai dengan infiltrasi ke dalam stroma kornea sehingga terlihat kornea menjadi nekrosis dan melunak (seperti bubur) sehingga dapat terjadi perlukaan dan ulkus kornea. Pada keadaan ini biasanya tidak tampak tanda-tanda peradangan dan umumnya mengenai kedua mata - Bila ditemukan keratomalacia maka akan terjadi kebutaan yang tidak dapat disembuhkan - Pada tahap keratomalacia dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah) Keratomalacia (X3A/X3B) • Sikatriks kornea (XS)
– Gejala klinis sikatriks kornea berupa parut pada
bagian bawah kornea (kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengempis) dan biasanya pada posisi pukul 6 – Diagnosis sikatriks kornea dapat ditegakkan bila terbentuk sikatriks yang berhubungan dengan keadaan malnutrisi – Bila ditemukan sikatriks kornea maka akan terjadi kebutaan yang tidak dapat disembuhkan Sikatriks Kornea (XS) • Xeroftalmia Fundus (XF) – Xeroftalmia fundus disebabkan adanya defisiensi vitamin A yang berkepanjangan dimana terjadi gangguan fungsi sel batang karena rusaknya struktur retina – Bila ditemukan xeroftalmia fundus maka akan terjadi kebutaan yang tidak dapat disembuhkan Xeroftalmia Fundus (XF) ANAMNESIS Faktor risiko 1. Anak dengan BBLR 2. Anak yang tidak mendapatkan ASI ekslusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun 3. Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang cukup baik kualitas maupun kuantitas 4. Anak yang kurang gizi 5. Anak yang menderita penyakit infeksi 6. Frekuensi kunjungan ke posyandu, puskesmas/ paskes ANAMNESIS • Keluhan utama dan keluhan tambahan Tidak bisa melihat pada sore hari (buta senja) atau ada kelainan dengan matanya. Kelainan pada kulit berupa kulit bersisik yang dikenal sebagai “kulit katak” atau phrynodema yang merupakan hiperkeratosis folikularis. PEMERIKSAAN FISIK • Antropometri: Pengukuran berat badan dan tinggi badan • Penilaian Status gizi • Pemeriksaan tanda-tanda xeroftalmia : – Kekeringan pada konjungtiva (X1A) – Bercak bitot (X1B) – Tanda-tanda xerosis kornea (X2) – Tanda-tanda ulkus kornea dan keratomalasia (X3A/X3B) – Tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia (XS) – Gambaran seperti cendol pada fundus oculi dengan opthalmoscope (XF). • Pemeriksaan kelainan pada kulit : kering, bersisik PEMERIKSAAN KHUSUS • Tes adaptasi gelap – Jika pasien menabrak sesuatu ketika cahaya diremangkan tiba-tiba, kemungkinan pasien mengalami buta senja. Derajat gelap yang dijadikan patokan berdasarkan kondisi seseorang yang berada di dalam ruang gelap tersebut tidak dapat melihat huruf berukuran tinggi 10 sentimeter dan tebal 1,5 sentimeter dengan tinta hitam pada kertas putih. • Sitologi impresi konjungtiva – Keberadaan sel goblet dan sel-sel epitel abnormal yang mengalami keratinisasi. • Uji Schirmer – Untuk menilai kuantitas air mata, menilai kecepatan sekresi air mata PEMERIKSAAN KHUSUS MATA • Pemeriksaan Stabilitas film air mata (Tear Film Break Up Time) – Pada tes ini akan positif didapatkan sel epitel yang rusak dilepaskan dari kornea sehingga meninggalkan daerah-daerah yang kecil yang dapat dipulas dan daerah tersebut akan tampak jika dibasahi flourescein. – Pada mata normal, TBUT sekitar > 15 detik. Pasien dengan TBUT kurang dari 3 detik dklasifikasikan dalam mata kering. • Pemeriksaan kornea – Pemulasan Fluorescein • Positif daerah-daerah erosi dan terluka epitel kornea. – Pemulasan Bengal Rose • Pulasan bengal rose 1% didapatkan sel-sel epitel konjungtiva dan kornea yang mati yang tidak dilapisi oleh musin secara adekuat dari daerah kornea. – Pemulasan Lissamine hijau • Fungsi yang sama dengan bengal rose. Didapatkan hasil positif sel- sel epitel yang mati pada penderita xeroftalmia. PEMERIKSAAN PENUNJANG • Pemeriksaan serum retinol dengan kromatografi pada keadaan defisiensi protein maupun infeksi didapatkan kadar serum vitamin A umumnya akan menurun dengan nilai serum retinol < 20 ug/dl. • Total retinol binding protein (RBP). Pemeriksaan dilakukan dengan imunologik assay. RBP merupakan komponen yang lebih stabil dari retinol namun nilainya kurang akurat karena dipengaruhi oleh serum protein. • Kadar albumin < 2.5 mcg/dl pada penderita xeroftalmia. • Pemeriksaan darah rutin untuk menilai kemungkinan anemia dan infeksi. PENATALAKSANAAN 1. Pemberian kapsul vitamin A • Pada penderita rabun senja, bercak bitot hingga xerosis konjungtiva perlu diberikan vitamin A dengan dosis 100.000 IU secara oral setiap harinya selama 2 minggu. • Sedangkan pada penderita dengan gangguan pada korneanya diberikan dosis vitamin A sesuai dengan dosis pada anak diatas 1 tahun (Depkes RI, 2003). Pemberian Obat Mata – Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata, kecuali ada infeksi yang menyertainya. Obat tetes/salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid (tetrasiklin 1%, Kloramfenikol 0.25-1% dan gentamisin 0.3%) diberikan pada penderita X2, X3A, X3B dengan dosis 4 x 1 tetes/hari dan berikan juga tetes mata atropin 1% 3 x 1 tetes/hari (Depkes RI, 2003). – Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7 hari sampai semua gejala pada mata menghilang. Mata yang terganggu harus ditutup dengan kasa selama 3-5 hari hingga peradangan dan iritasi mereda (Depkes RI, 2003). – Kasus defisiensi vitamin A pada stadium irreversible dapat dilakukan transplantasi kornea (keratoplasti). Keratoplasti diindikasikan pada sejumlah kondisi kornea yang serius, misalnya parut, edem, penipisan dan distorsi (Depkes RI, 2003). Dosis IVAGa Rekomendasi Vitamin A untuk Terapi dan Preventif PENCEGAHAN Pencegahan secara umum yang harus dilakukan adalah : • Modifikasi diet Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin A seperti sayur yang berwarna hijau, buah-buahan yang berwarna orange • Suplementasi • Fortifikasi TERIMA KASIH