Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

DEFISIENSI VITAMIN A

Yulinar Firdaus Yustisiawandana


G4A016042

Pembimbing:
dr. Yulia Fitriani, Sp. M

SMF ILMU KESEHATAN MATA


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
PENDAHULUAN
• Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan
masalah yang tersebar di seluruh dunia terutama
di negara berkembang dan dapat terjadi pada
semua umur terutama pada masa pertumbuhan.
• KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai
jenis penyakit yang merupakan “Nutrition
Related Diseases” yang dapat mengenai
berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ
tubuh.
• Salah satu dampak kurang vitamin A adalah
kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada
anak usia 6 bulan - 4 tahun
TINJAUAN PUSTAKA
• Anatomi Mata
Xerofthalmia
• Suatu keadaan dimana terjadi keratinisasi
pada epitel di konjungtiva dan kornea
bersama-sama akibat defisiensi vitamin A.
Etiologi
• kekurangan intake vitamin A.
• absorpsi yang tidak adekuat (akibat
malfungsi dari sistem gastrointestinal
tubuh)
• pembuangan yang berlebihan (diare,
muntah)
Fisiologi Penglihatan yang
Berhubungan dengan Vitamin A
• Salah satu fungsi dari vitamin A adalah berperan
dalam proses penglihatan, dimana retina merupakan
salah satu target sel dari retinol.
• Retinol yang telah berikatan dengan RBP akan
ditangkap oleh reseptor pada sel pigmen epitel retina,
yang akan dibawa ke sel-sel fotoreseptor untuk
pembentukan rodopsin.
• Rodopsin ini sangat berperan terutama untuk
penglihatan pada cahaya redup. Karena itu tanda dini
dari defisiensi vitamin A adalah rabun senja.
• Selain itu, vitamin A berperan penting untuk
membentuk dan mempertahankan fungsi sel epitel
konjungtiva dan kornea
Patofisiologi
• sumber vitamin A didapatkan dari hewani
dalam bentuk pro-vitamin A dan dari
tumbuhan dalam bentuk beta karoten.
• Absorbsi pro-vitamin A dan karoten di
dinding usus halus, kemudian diubah
menjadi retinol
• Intake kurang, absorbsi tidak adekuat 
retinol tidak terbentuk
Klasifikasi dan Gambaran Klinis
1. Buta senja (XN)
– Penglihatan penderita buta senja menurun
pada senja hari, bahkan tidak dapat melihat di
lingkungan yang kurang cahaya
– Buta senja terjadi karena sel-sel batang pada
retina membutuhkan vitamin A untuk
menjalankan fungsinya melihat pada waktu
malam
• Xerosis Konjungtiva (X1A)

– Xerosis konjungtiva adalah kelainan berupa


selaput lendir atau bagian bola mata yang
tampak kering, berkeriput, dan berpigmentasi
dengan permukaan yang terlihat kasar dan
kusam. Bila mata digerakkan maka akan terlihat
lipatan yang timbul pada konjungtiva bulbi
– Xerosis akan terjadi karena adanya perubahan
dalam sel penghasil mukus pada sel penghasil
epitel menjadi sel penghasil keratin pada
defisiensi vitamin A
– Gejala yang sering timbul pada xerosis
konjungtiva adalah keluhan mata yang tampak
kering atau berubah warna menjadi kecoklatan
Xerosis Konjungtiva (X1A)
Bercak Bitot (X1B)

• Bercak bitot merupakan bercak putih dengan


bentuk segitiga yang terletak pada celah
kelopak temporal maupun nasal. Diatas bercak
ini terdapat bentuk busa yang diakibatkan
terlepasnya epitel konjungtiva yang tertimbun di
daerah fornix konjungtiva bawah. Di sekitar
bercak bitot terdapat pigmen.
• Pada kerokan konjungtiva pada bercak bitot
didapatkan banyak hasil xerosis saprofitik
(Corynebacterium xerosis) dan sel-sel epitel
berkeratin.
• Gejala yang paling sering timbul pada bercak
bitot adalah mata yang tampak bersisik atau
timbul busa. Gejala bercak bitot dalam keadaan
berat adalah :
– Tampak kekeringan meliputi seluruh
permukaan konjungtiva
– Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat
dan berkerut-kerut
• Pada kasus xeroftalmia dengan gejala bercak
bitot harus segera diberikan vitamin A karena
penderita bisa menjadi buta dalam waktu yang
sangat cepat
Bercak Bitot (X1B)
• Xerosis kornea (X2)

– Xerosis kornea adalah kekeringan pada


konjungtiva yang berlanjut sampai pada
derah kornea (merupakan kelanjutan
dari xerosis konjungtiva)
– Gejala yang sering timbul adalah kornea
yang tampak menjadi suram dan kering
dan permukaan kornea tampak kasar.
Keadaan umum penderita biasanya
buruk
Xerosis Kornea (X2)
• Keratomalacia (X3A/X3B)

– Menurut klasifikasi WHO, xeroftalmia dibagi


menjadi 2 bagian menurut luasnya daerah
kornea yang terkena
• tahap X3A, yaitu bila kelainan mengenai <
1/3 permukaan kornea
• tahap X3B, yaitu bila kelainan mengenai >
1/3 permukaan kornea
- Keratomalacia merupakan kekeruhan pada
kornea yang disertai dengan infiltrasi ke
dalam stroma kornea sehingga terlihat kornea
menjadi nekrosis dan melunak (seperti bubur)
sehingga dapat terjadi perlukaan dan ulkus
kornea. Pada keadaan ini biasanya tidak
tampak tanda-tanda peradangan dan
umumnya mengenai kedua mata
- Bila ditemukan keratomalacia maka akan
terjadi kebutaan yang tidak dapat
disembuhkan
- Pada tahap keratomalacia dapat terjadi
perforasi kornea (kornea pecah)
Keratomalacia (X3A/X3B)
• Sikatriks kornea (XS)

– Gejala klinis sikatriks kornea berupa parut pada


bagian bawah kornea (kornea mata tampak
menjadi putih atau bola mata tampak
mengempis) dan biasanya pada posisi pukul 6
– Diagnosis sikatriks kornea dapat ditegakkan bila
terbentuk sikatriks yang berhubungan dengan
keadaan malnutrisi
– Bila ditemukan sikatriks kornea maka akan terjadi
kebutaan yang tidak dapat disembuhkan
Sikatriks Kornea (XS)
• Xeroftalmia Fundus (XF)
– Xeroftalmia fundus disebabkan adanya
defisiensi vitamin A yang berkepanjangan
dimana terjadi gangguan fungsi sel batang
karena rusaknya struktur retina
– Bila ditemukan xeroftalmia fundus maka akan
terjadi kebutaan yang tidak dapat
disembuhkan
Xeroftalmia Fundus (XF)
ANAMNESIS
Faktor risiko
1. Anak dengan BBLR
2. Anak yang tidak mendapatkan ASI ekslusif
dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun
3. Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang
cukup baik kualitas maupun kuantitas
4. Anak yang kurang gizi
5. Anak yang menderita penyakit infeksi
6. Frekuensi kunjungan ke posyandu,
puskesmas/ paskes
ANAMNESIS
• Keluhan utama dan keluhan tambahan
Tidak bisa melihat pada sore hari (buta
senja) atau ada kelainan dengan matanya.
Kelainan pada kulit berupa kulit bersisik
yang dikenal sebagai “kulit katak” atau
phrynodema yang merupakan hiperkeratosis
folikularis.
PEMERIKSAAN FISIK
• Antropometri: Pengukuran berat badan dan tinggi
badan
• Penilaian Status gizi
• Pemeriksaan tanda-tanda xeroftalmia :
– Kekeringan pada konjungtiva (X1A)
– Bercak bitot (X1B)
– Tanda-tanda xerosis kornea (X2)
– Tanda-tanda ulkus kornea dan keratomalasia (X3A/X3B)
– Tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia (XS)
– Gambaran seperti cendol pada fundus oculi dengan
opthalmoscope (XF).
• Pemeriksaan kelainan pada kulit : kering, bersisik
PEMERIKSAAN KHUSUS
• Tes adaptasi gelap
– Jika pasien menabrak sesuatu ketika cahaya diremangkan
tiba-tiba, kemungkinan pasien mengalami buta senja.
Derajat gelap yang dijadikan patokan berdasarkan kondisi
seseorang yang berada di dalam ruang gelap tersebut
tidak dapat melihat huruf berukuran tinggi 10 sentimeter
dan tebal 1,5 sentimeter dengan tinta hitam pada kertas
putih.
• Sitologi impresi konjungtiva
– Keberadaan sel goblet dan sel-sel epitel abnormal yang
mengalami keratinisasi.
• Uji Schirmer
– Untuk menilai kuantitas air mata, menilai kecepatan
sekresi air mata
PEMERIKSAAN KHUSUS MATA
• Pemeriksaan Stabilitas film air mata (Tear Film Break Up Time)
– Pada tes ini akan positif didapatkan sel epitel yang rusak dilepaskan
dari kornea sehingga meninggalkan daerah-daerah yang kecil yang
dapat dipulas dan daerah tersebut akan tampak jika dibasahi
flourescein.
– Pada mata normal, TBUT sekitar > 15 detik. Pasien dengan TBUT
kurang dari 3 detik dklasifikasikan dalam mata kering.
• Pemeriksaan kornea
– Pemulasan Fluorescein
• Positif daerah-daerah erosi dan terluka epitel kornea.
– Pemulasan Bengal Rose
• Pulasan bengal rose 1% didapatkan sel-sel epitel konjungtiva dan
kornea yang mati yang tidak dilapisi oleh musin secara adekuat dari
daerah kornea.
– Pemulasan Lissamine hijau
• Fungsi yang sama dengan bengal rose. Didapatkan hasil positif sel-
sel epitel yang mati pada penderita xeroftalmia.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan serum retinol dengan kromatografi pada
keadaan defisiensi protein maupun infeksi
didapatkan kadar serum vitamin A umumnya akan
menurun dengan nilai serum retinol < 20 ug/dl.
• Total retinol binding protein (RBP). Pemeriksaan
dilakukan dengan imunologik assay. RBP merupakan
komponen yang lebih stabil dari retinol namun nilainya
kurang akurat karena dipengaruhi oleh serum protein.
• Kadar albumin < 2.5 mcg/dl pada penderita
xeroftalmia.
• Pemeriksaan darah rutin untuk menilai kemungkinan
anemia dan infeksi.
PENATALAKSANAAN
1. Pemberian kapsul vitamin A
• Pada penderita rabun senja, bercak bitot
hingga xerosis konjungtiva perlu diberikan
vitamin A dengan dosis 100.000 IU secara
oral setiap harinya selama 2 minggu.
• Sedangkan pada penderita dengan
gangguan pada korneanya diberikan dosis
vitamin A sesuai dengan dosis pada anak
diatas 1 tahun (Depkes RI, 2003).
Pemberian Obat Mata
– Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata,
kecuali ada infeksi yang menyertainya. Obat tetes/salep
mata antibiotik tanpa kortikosteroid (tetrasiklin 1%,
Kloramfenikol 0.25-1% dan gentamisin 0.3%) diberikan
pada penderita X2, X3A, X3B dengan dosis 4 x 1
tetes/hari dan berikan juga tetes mata atropin 1% 3 x 1
tetes/hari (Depkes RI, 2003).
– Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7 hari sampai
semua gejala pada mata menghilang. Mata yang
terganggu harus ditutup dengan kasa selama 3-5 hari
hingga peradangan dan iritasi mereda (Depkes RI, 2003).
– Kasus defisiensi vitamin A pada stadium irreversible dapat
dilakukan transplantasi kornea (keratoplasti). Keratoplasti
diindikasikan pada sejumlah kondisi kornea yang serius,
misalnya parut, edem, penipisan dan distorsi (Depkes RI,
2003).
Dosis IVAGa Rekomendasi Vitamin
A untuk Terapi dan Preventif
PENCEGAHAN
Pencegahan secara umum yang harus
dilakukan adalah :
• Modifikasi diet
Mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung vitamin A seperti sayur yang
berwarna hijau, buah-buahan yang berwarna
orange
• Suplementasi
• Fortifikasi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai