Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA

LONG CASE

DIARE AKUT DISENTRIFORM

Oleh:
Ronaa Alief Fauziyyah
G4A016034

Pembimbing:
Dr. dr. Nendyah Roestijawati, MKK
dr. Hendro Harjito

KEPANITERAAN KLINIK STASE KOMPREHENSIF


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kepaniteraan Kedokteran Keluarga


Long Case
Diare Akut Disentriform

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat


Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman

Oleh:
Ronaa Alief Fauziyyah
G4A016034

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan:


Hari :
Tanggal : Oktober 2018

Preseptor Lapangan Preseptor Fakultas

dr. Hendro Harjito Dr. dr. Nendyah Roestijawati, MKK


NIP. 197009142002121002 NIP. 197011102008012026
I. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga : Sdr. BK


Alamat lengkap : Desa Tambaknegara RT 03 RW 04
Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas
Bentuk Keluarga : Nuclear family
Tabel 1. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
1. Tn. KAS Kepala L 59 SMP Pegawai
keluarga Honorer/Pegawai
(Ayah) Tidak Tetap
2. Ny. K Ibu P 48 SMP Ibu Rumah Tangga
3. Sdr. BK Anak L 20 SMA Mahasiswa
Sumber : Data Primer, Oktober 2018
Kesimpulan dari karakteristik demografi di atas adalah bentuk keluarga
Sdr. BK adalah nuclear family dengan Tn. KAS (59 tahun) sebagai kepala
keluarga dan Ny. K (48 tahun) adalah istri dari Tn. KAS sekaligus ibu dari Sdr.
BK yang hidup bersama dalam satu rumah.
II. STATUS PENDERITA

A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang laki-laki
berusia 20 tahun yang datang ke Balai Pengobatan Puskesmas Rawalo. Pasien
ini datang dengan keluhan buang air besar (BAB) cair.

B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Sdr. BK
Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan Akhir : SMA
Penghasilan/bulan :-
Alamat : Desa Tambaknegara RT 03 RW 04
Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas
Pengantar (Pasien) : Pasien datang diantar oleh ayah dan ibu pasien
Tanggal Periksa : Selasa, 2 Oktober 2018

C. ANAMNESIS (diambil melalui autoanamnesis)


1. Keluhan Utama
Buang air besar (BAB) cair
2. Keluhan Tambahan
Sakit perut, mual, muntah, sakit kepala, lemas, dan demam.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke balai pengobatan Puskesmas Rawalo hari Selasa
tanggal 2 Oktober 2018 dengan keluhan buang air besar (BAB) cair sejak
1 hari sebelum berobat ke Puskesmas Rawalo. Dalam sehari BAB lebih
dari sepuluh kali. Konsentrasi BAB cair, sedikit ampas dengan volume 1/5
gelas blimbing setiap BAB, berwarna kuning, disertai lendir dan darah.
Keluhan ini mengganggu aktivitas pasien karena sudah 1 hari tidak kuliah.
Pasien belum mengonsumsi obat-obatan. Selain keluhan BAB cair, pasien
juga mengeluhkan sakit perut yang datang tiap kali pasien akan BAB,
mual, muntah, sakit kepala, badan terasa lemas, dan demam nglemeng.
Pasien tidak berkeinginan untuk makan karena khawatir setiap kali
makan akan kembali BAB. Konsumsi minum pasien normal. Menurut
pasien sehari sebelum mengalami keluhan tersebut, pasien mengkonsumsi
makanan di pinggir jalan bersama teman kuliahnya. Tidak ada anggota
keluarganya yang mengalami keluhan sama, tetapi teman kuliahnya yang
sama-sama mengkonsumsi makanan di pinggir jalan mengalami keluhan
BAB cair berlendir namun tidak bercampur darah.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat diare : diakui (1 bulan yang lalu, tanpa
lendir dan darah)
- Riwayat demam tifoid : diakui (dirawat di Puskesmas
Rawalo awal tahun 2016)
- Riwayat darah tinggi : disangkal
- Riwayat jantung : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat alergi makanan/obat : disangkal
- Riwayat operasi : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat diare : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat darah tinggi : disangkal
- Riwayat jantung : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat alergi makanan/obat : disangkal

6. Riwayat Sosial dan Exposure


a. Community : Pasien dalam kesehariannya tinggal bersama dengan
ayah dan ibunya. Rumah pasien berada di pedesaan
yang padat penduduk.
b. Home : Rumah Sdr. BK luasnya berukuran 60 m2, ventilasi
dan pencahayaan yang cukup pada masing-masing
ruangan untuk menerangi rumah. Dinding rumah
dari tembok. Lantai rumah terpasang keramik dan
sebagian dengan plester semen. Dalam rumah
terdapat 2 kamar tidur berukuran 3x3 meter, 1 ruang
tamu yang berfungsi juga sebagai ruang keluarga, 1
ruang makan, 1 kamar mandi dan 1 dapur. Dalam
kamar mandi sudah memiliki jamban, sehingga
untuk BAB pasien tidak perlu ke luar rumah.
Ventilasi yang terdapat di dalam rumah dapat
dikatakan cukup, namun jendela rumah jarang
dibuka sehingga menghambat pertukaran udara
rumah dan mengakibatkan kelembapan di dalam
rumah terbilang tinggi ditambah lagi dengan
banyaknya jumlah barang-barang rumah tangga
yang menumpuk tidak beraturan di tiap sudut rumah.
Sumber air bersih yang digunakan pasien untuk
kebutuhan sehari-hari berasal dari sumur yang
posisinya di depan rumah. Jarak septic tank dari
sumber air sekitar 10 meter sudah sesuai dengan
syarat minimal sumber air bersih dengan septic tank
yaitu 10 meter. Keluarga pasien memasak dengan
menggunakan kompor gas dan tungku. Tempat
sampah keluarga diletakkan dibelakang rumah, dan
ditumpuk saja di perkebunan pisang belakang
rumah. Di halaman depan rumah terdapat kandang
burung, baik yang di letakan di bawah maupun yang
digantung. Lingkungan tempat tinggal Sdr. BK
merupakan lingkungan pemukiman, jarak antar
rumah saling berdekatan sekitar 2-3 meter.
c. Hobby : Pasien mengisi waktu luangnya dengan bermain
bersama teman kuliahnya di Purwokerto dan teman
sebaya di lingkungan rumah.
d. Occupational : Pasien adalah seorang mahasiswa yang setiap 4 hari
dalam seminggu datang ke Purwokerto untuk kuliah.
e. Personal Habit: Pasien memiliki kebiasaan makan di pinggir jalan
dengan teman-temannya setelah jam kuliah berakhir.
Lebih sering makan di tempat yang tidak
menyediakan tempat cuci tangan.
f. Diet : Pasien makan dua kali dalam sehari. Pasien tidak
pernah sarapan. Makan siang tidak di rumah. Makan
malam di rumah dengan lauk pauk yang biasa
dikonsumsi yaitu tempe dan telur. Pasien tidak
menyukai ikan dan daging. Pasien gemar makan
sayuran, namun jarang mengkonsumsi buah-buahan.
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan
tertentu.
g. Drug : Pasien sebelumnya tidak mengonsumsi obat-obatan
apapun untuk mengurangi diare.
7. Riwayat Psikologi
Pasien merupakan ke dua dari dua bersaudara. Kakak pasien sejak
5 tahun yang lalu sudah berkeluarga, sehingga tidak tinggal bersama
dengan pasien. Sejak lahir pasien diasuh dan tinggal bersama kedua orang
tuanya. Menurut keluarga, pasien cenderung merupakan sosok yang riang,
senang bergaul, dan mempunyai banyak teman. Pasien tidak sungkan
bercerita dan berdiskusi pada kedua orang tua jika mempunyai masalah.

8. Riwayat Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah. Ayah
pasien bekerja sebagai pegawai honorer di Desa Tambaknegara dengan
penghasilan Rp 2.700.000,00/bulan. Pendapatan perkapita pada keluarga
ini adalah Rp 900.000,00.

9. Riwayat Demografi
Hubungan antara pasien dengan keluarganya dapat dikatakan
harmonis. Hal tersebut dapat terlihat dari cara berkomunikasi antara ayah,
Ibu, dan anak yang tampak. Orang tua pasien juga tampak menemani
pasien saat berobat ke Puskesmas Rawalo.

10. Riwayat Sosial


Pasien memiliki banyak teman, baik di lingkungan kuliah maupun di
lingkungan tempat tinggal. Di kampus pasien aktif berorganisasi dengan
mengikuti organisasi bidang jurnalistik. Sedangkan di lingkungan rumah,
pasien aktif mengikuti kegiatan remaja.

11. Anamnesis Sistemik


a. Keluhan Utama : BAB cair
b. Kulit : tidak ada keluhan
c. Kepala : sakit kepala
d. Mata : tidak ada keluhan
e. Hidung : tidak ada keluhan
f. Telinga : tidak ada keluhan
g. Mulut : tidak ada keluhan
h. Tenggorokan : tidak ada keluhan
i. Pernafasan : tidak ada keluhan
j. Sistem Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
k. Sistem Gastrointestinal : BAB cair >10x/hari, sakit perut, mual,
muntah, lemas
l. Sistem Saraf : demam
m. Sistem Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
n. Sistem Genitourinaria : tidak ada keluhan
o. Ekstremitas Atas : tidak ada keluhan
Bawah : tidak ada keluhan

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum dan Kesadaran
Tampak lemas, kesadaran compos mentis.
2. Tanda Vital
a. Nadi : 76x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
b. Pernafasan : 20x/menit, reguler
c. Suhu : 37,1 oC
d. TD : 110/70 mmHg
3. Status Gizi
a. BB : 52 kg
b. TB : 161 cm
c. IMT : 19,33
d. Kesan status gizi : baik
4. Kepala
Bentuk mesosefal, rambut tidak mudah dicabut
5. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), air mata normal, mata cekung
(-)
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
massa (-)
7. Mulut
Mukosa bukal basah (+), bibir sianosis (-), lidah kotor (-)
8. Telinga
Bentuk dan ukuran normal, sekret (-/-)
9. Tenggorokan
Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1
10. Leher
Trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe
(-).
11. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
a. Pulmo :
Inspeksi : pergerakan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) suara tambahan RBH (-/-)
RBK (-/-) wheezing (-/-)
b. Cor :
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II LPSS
batas kiri bawah : SIC V LMCS
batas kanan atas : SIC II LPSD
batas kanan bawah : SIC IV LPSD
batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-)
12. Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Perkusi : timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio iliaka sinistra dan hipogastrik
13. Sistem Collumna Vertebralis
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)

14. Ektremitas :
Akral dingin - - Oedem - -
- - - -

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini.

F. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Untuk menegakkan diagnosis diare akut e.c disentriform dan mengetahui
kondisi pasien secara lengkap, pasien dianjurkan untuk melakukan beberapa
pemeriksaan laboratorium yaitu:
1. Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, LED, leukosit, eritrosit, trombosit) untuk
mengetahui profil darah dan tanda infeksi.
2. Pemeriksaan feses lengkap (makroskopis, mikroskopis, biokimiawi)

G. RESUME
Pasien datang ke balai pengobatan Puskesmas Rawalo hari selasa tanggal
2 Oktober 2018 dengan keluhan buang air besar (BAB) cair sejak 1 hari
sebelum berobat ke Puskesmas Rawalo. Dalam sehari BAB lebih dari sepuluh
kali. Konsentrasi BAB cair, sedikit ampas dengan volume 1/5 gelas blimbing
setiap BAB, berwarna kuning, disertai lendir dan darah. Keluhan ini
mengganggu aktivitas pasien karena sudah 1 hari tidak kuliah. Selain keluhan
BAB cair, pasien juga mengeluhkan sakit perut, mual, muntah, sakit kepala,
lemas, dan demam nglemeng. Pasien belum mengonsumsi obat antidiare.
Pasien tidak berkeinginan untuk makan karena khawatir setiap kali
makan akan kembali BAB. Konsumsi minum pasien normal. Menurut pasien
sehari sebelum mengalami keluhan tersebut, pasien mengkonsumsi makanan di
pinggir jalan bersama teman kuliahnya. Tidak ada anggota keluarganya yang
mengalami keluhan sama, tetapi teman kuliahnya yang sama-sama
mengkonsumsi makanan di pinggir jalan mengalami keluhan BAB cair
berlendir namun tidak bercampur darah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70mmHg, nadi
76x/menit, laju pernafasan 20x/menit, suhu 37.10C. air mata normal, mata
cekung tidak ada, mukosa bukal basah, turgor kulit kembali kurang dari 1 detik,
bising usus positif meningkat, nyeri tekan regio iliaka sinistra dan hipogastrik,
capilarry refill kurang dari 1 detik, sedangkan pemeriksaan lain dalam batas
normal.

H. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Aspek Personal
Keluhan Utama : BAB cair
Keluhan Tambahan : Sakit perut, mual, muntah, sakit kepala, lemas, dan
demam
Idea : Pasien berobat ke Puskesmas karena keluhan BAB
cair lebih dari 10 kali berledir dan berdarah, keluhan
lain sakit perut, mual, muntah, sakit kepala, lemas,
dan demam.
Concern : Pasien mengatakan BAB cair menyebabkan badan
semakin lemas, tidak berkeinginan makan karena
pasien berpikir dengan makan akan semakin sering
BAB cair. Kedua orang tua pasien membujuk dan
mengantar pasien berobat ke puskesmas setelah
melihat anak pasien BAB cair lebih dari 10 kali dan
tidak pergi kuliah.
Expectacy : Pasien dan keluarga berharap agar penyakit pasien
dapat segera sembuh sehingga pasien dapat
beraktivitas seperti semula.
Anxiety : Pasien dan keluarga khawatir penyakit pasien tidak
segera sembuh bahkan hingga jatuh ke kondisi
kekurangan cairan (dehidrasi).

2. Aspek Klinis
Diagnosis : Diare akut disentriform tanpa dehidrasi
Gejala klinis yang muncul : BAB cair >10x/hari dengan konsistensi
sedikit ampas bercampur lendir dan darah, sakit perut, mual, muntah, sakit
kepala, lemas.
Diagnosa banding : Shigellosis, amoebiasis, E.coli

3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu


a. Kebiasaan makan di sembarang tempat.
b. Kebiasaan pasien tidak mencuci tangan
sebelum dan setelah makan.

4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu


a. Kondisi hunian tidak memenuhi kriteria rumah sehat dan buruknya
lingkungan, antara lain jendela yang jarang dibuka, banyaknya
barang-barang di sudut rumah, kebersihan dan keadaan lingkungan
rumah secara umum yang kurang sehat.
b. Kandang burung yang diletakan di depan rumah dan berdekatan
dengan kamar pasien memudahkan tercemarnya lingkungan rumah
oleh kotoran burung.

5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial


Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 3, karena pasien mulai
terganggu dalam melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari seperti
biasanya, antara lain kuliah dan berkativitas di lingkungan sekitar tempat
tinggalnnya.

I. PENATALAKSANAAN
1. Personal Care
a. Aspek Kuratif
1) Medikamentosa
a) PO Metronidazol 500 mg 3x1 tablet
b) PO Zinc 20 mg 1x1 tablet
c) PO Paracetamol 500 mg 3x1 tablet

2) Non Medika mentosa


a) Diet lunak tinggi kalori tinggi protein
3) KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
Pasien dan keluarganya perlu diedukasi mengenai:
a) Memberi informasi mengenai penyebab dan cara penularan
mikroorganisme penyebab diare serta pencegahan dan
penanganan diare akut secara mudah dan komprehensif.
b) Selalu mencuci tangan dengan sabun setelah dari kamar mandi,
sebelum dan sesudah makan.
c) Hanya makan dan minum yang terjamin kebersihan dan
kematangannya, hindari beli makanan/jajanan yang tidak
terjamin kebersihan bahan dan proses pengolahannya.
d) Sayuran dan buah yang dikonsumsi harus dicuci dengan
bersih.
e) Harus menjaga kesehatan peralatan makanan dan minuman
dengan cara mencucinya menggunakan air bersih dan sabun
cuci piring antibakteri.
f) Menjelaskan mengenai syarat-syarat rumah sehat secara
lengkap, beberapa contohnya antara lain mengenai adanya
kandang burung di dekat kamar pasien.
g) Menjelaskan pentingnya menjaga nutrisi melalui makanan
yang sehat dan bergizi, memenuhi kebutuhan karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, dan mineral.
h) Menjelaskan cara membuang sampah yang baik
b. Aspek Preventif
1) Menjelaskan mengenai higienitas makanan dan minuman
2) Menjelaskan mengenai kriteria rumah sehat serta memberi saran-
saran yang dapat diterapkan dan tepat guna
3) Memberikan anjuran pola hidup bersih dan sehat
c. Aspek Promotif
1) Memberi informasi mengenai penyebab dan cara penularan
mikroorganisme penyebab diare akut, serta pencegahan dan
penanganan diare akut secara mudah dan komprehensif.
2) Memberi informasi mengenai dehidrasi sebagai komplikasi diare
akut serta pentingnya penanganan tepat dan dini dalam kasus diare
akut.
d. Aspek Rehabilitatif
Monitoring terhadap keluhan pasien, keadaan umum, tanda vital, serta
tanda dehidrasi pada pasien diare akut.

2. Family Care
a. Memotivasi keluarga untuk menjaga lingkungan yang sehat dan bersih.
b. Memberikan edukasi pengetahuan kepada keluarga mengenai
perjalanan penyakit diare akut, pencegahan penularan dan pemantauan
diare akut berkelanjutan, sehingga mendukung kontrol dan pengobatan
pasien.
c. Dukungan moral dari keluarga dalam pengendalian dan penyembuhan
penyakit pasien, pemantauan diare akut secara berkelanjutan.
d. Memberikan anjuran kepada anggorta keluarga lain yang berisiko
tinggi untuk pola hidup sehat.

3. Community Care
a. Memotivasi lingkungan untuk menjaga lingkungan yang sehat dan
bersih, karena lingkungan yang tidak sehat akan memicu faktor risiko
terjadinya diare akut.
b. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai penyakit
diare akut, baik tanda gejala penyakit tersebut dan perjalanan
alamiahnya melalui penyuluhan.
c. Memotivasi komunitas untuk memberikan dukungan psikologis
terhadap pasien mengenai penyakitnya.
d. Memberikan anjuran kepada teman di lingkungan kuliah dan tempat
tinggal supaya menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

J. Flow Sheet
Tabel 2. Flow Sheet Sdr. BK (20 tahun)
No Tanggal Problem Tanda Vital Planning Target
1 Selasa Diare >20x/hari, N:80 x/menit Rehidrasi plan C : Diare
6/12/2016 mual, muntah, RR:20 x/menit IVFD RL 13 tpm berhenti,
14.30 pusing, lemas, S:380 C (rehidrasi) dan status hidrasi
nafsu makan TD:90/60 peroral tetap baik,
turun, perut 1010cc/hari asupan
terasa melilit Diet lunak tinggi nutrisi dan
terutama saat kalori tinggi cairan
BAB,tanda protein teratasi
dehidrasi (-) PO Zinc 20 mg
1x1tablet
PO paracetamol
500mg 3x1 tablet
PO metronidazol
500mg 3x1 tablet
2 Rabu Diare 8x N:76x/menit IVFD RL 13 tpm Diare
7/12/2016 semalam, mual RR :16 x/menit (rumatan) berhenti,
07.00 dan muntah S:37,40 C Diet lunak tinggi asupan
berkurang, TD: 110/70 kalori tinggi nutrisi dan
pusing protein cairan
berkurang, masih PO Zinc 20 mg membaik
lemas, nafsu 1x1tablet
makan PO paracetamol
meningkat,nafsu 500mg 3x1 tablet
minumbaik, perut PO metronidazol
melilitber kurang 500mg 3x1tablet
3 Rabu Diare 4x hari ini, N:82 x/menit IVFD RL 13 tpm Diare
7/12/2016 perut melilit RR :20 x/menit (rumatan) berhenti,
15.00 sudah berkurang, S:37,10 C Diet lunak tinggi asupan
sudah tidak mual TD: 110/60 kalori tinggi nutrisi dan
dan muntah protein cairan
maupun pusing PO Zinc 20 mg teratasi
berkurang, masih 1x1tablet
sedikit lemas, PO paracetamol
nafsu makan dan 500mg 3x1 tablet
minumbaik PO metronidazol
500mg 3x1 tablet

III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Bentuk keluarga Ny.K adalah extended family dengan Tn. S (65
tahun) sebagai kepala keluarga yang bekerja sebagai petani. An. AD (9
tahun) adalah anak dari Tn. S dan Ny. DPada keluarga ini terdapat ayah,
ibu dan 2 anak yang hidup bersama.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan antara pasien dengan keluarganya harmonis. Kadang-
kadang ia bertengkar wajar dengan suaminya.
3. Fungsi Sosial
Saat sakit ini, pasien sulit melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien
biasanya pergi ke sawah untukbekerja. Hubungan pasien dengan tetangga
sekitarnya cukup baik.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah kebawah.
Suami pasien dan pasien bekerja sebagai petani dengan penghasilan
rendah dan tidak tetap (Rp650.000,00/bulan).Pasien dan keluarga pasien
hidup sedehana dalam mencukupi keperluan hidup sehari-hari. Biaya
pengobatan di sarana pelayanan kesehatan menggunakan Jamkesmas.
Dapat disimpulkan bahwa bentuk keluarga Ny.K adalah Extended
family. Keluarga Ny.K adalah keluarga yang cukup harmonis, dan merupakan
keluarga dengan perekonomian kelas menengah kebawah.
B. Fungsi Fisiologis (A.P.G.A.R Score)
ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah selama ini penderita mendapatkan
dukungan berupa nasehat dari keluarganya.J ika penderita menghadapi suatu
masalah pasien menceritakan kepada orangtuanya.
PARTNERSHIP
Komunikasi terjalin satu sama lain. Setiap ada permasalahan didiskusikan
bersama dengan anggota keluarga lainnya, komunikasi dengan anggota keluarga
berjalan dengan baik.
GROWTH
Antar anggota keluarga selalu mendukung pasien. Anggota keluarga
selalu mendukung pola makan, dan pengobatan yang dianjurkan demi
kesehatan An. AD.
AFFECTION
Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan ayah, ibu, dan
adiknya berjalan dengan lancar. Pasien juga sangat menyayangi keluarganya, begitu
pula sebaliknya.Dalam hal mengekspresikan perasaan atau emosi, antar anggota
keluarga berusaha untuk selalu jujur. Apabila ada hal yang tidak berkenan di
hati, maka anggota keluarga akan mencoba untuk segera menyampaikan tanpa
dipendam, sehingga permasalahan dapat segera selesai. Keluarga saling
menyayangi tampak dari percakapan mereka yang luwes dan sering bercanda
saat peneliti melakukan home visit.
RESOLVE
Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien cukup, baik dari keluarga
maupun dari saudara-saudara. Pasien merasa senang apabila ayah, ibu, dan adiknya
berkumpul di rumah walaupun hanya untuk menonton televisi atau makan bersama.
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R Score
dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0.
A.P.G.A.R Score dilakukan pada masing-masing anggota keluarga dan
kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara
keseluruhan. Nilai rata-rata 1-4 = jelek, 4-6 = sedang, 7-10 = baik. Penilaian
A.P.G.A.R.
Tabel 3. Nilai APGAR dari Keluarga An. AD
A.P.G.A.R Ny. K Tn.S Ny. R Tn. J An.A An. L An. G
A Saya puas bahwa saya dapat 2 2 2 2 1 1 2
kembali ke keluarga saya bila saya
menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga 2 1 2 1 2 2 2
saya membahas dan membagi
masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga 1 2 1 1 1 2 2
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup yang
baru
A Saya puas dengan cara keluarga 2 2 2 2 2 2 1
saya mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi
saya seperti kemarahan, perhatian
dll.
R Saya puas dengan cara keluarga 2 2 1 1 1 1 2
saya dan saya membagi waktu
bersama-sama
TOTAL 99 8 7 7 8 9
Rerata nilai skor APGAR keluarga Ny. K adalah (9+9+8+7+7+8+9)/7 = 8,14.
Secara keseluruhan total poin dari skor APGAR keluarga pasien adalah 57,
sehingga rata-rata skor APGAR dari keluarga pasien adalah 8,14. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien berada
dalam keadaan baik.

C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)


Fungsi patologis dari keluarga Nn. SN dinilai dengan menggunakan
S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
Tabel 7. Nilai SCREEM dari keluarga pasien
Sumber Patologi Ket
Social Interaksi yang baik antara anggota keluarga serta masyarakat -
sekitar.
Cultural Dalam sehari-hari keluarga ini menggunakan adat ketimuran, hal +
ini terlihat pada pergaulan mereka sehari – hari yang
menggunakan bahasa Jawa, walaupun dicampur dengan Bahasa
Jawa. Adanya mitos yang kurang baik adalah adanya anggapan
saat anak diare sebaiknya dipuasakan “agar tidak mencret dan
muntah-muntah”
Religion Pemahaman agama baik. Penerapan ajaran juga baik, hal ini dapat -
dilihat dari pasien dan keluarga rutin menjalankan sholat lima
waktu di rumahnya, walaupun pasien dan adiknya kadang masih
belum lengkap sholatnya.
Economic Ekonomi keluarga ini tergolong kelas menengah kebawah, untuk +
kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi, meski belum mampu
mencukupi kebutuhan sekunder, diperlukan skala prioritas untuk
pemenuhan kebutuhan hidup. Rumah pasien masih dalam tahap
pembangunan.
Education Pendidikan anggota keluarga kurang. Latar belakang pendidikan -
Suami pasien adalah SD dan pasien adalah SD. Pengetahuan
keluarga pasien tentang penyakit yang diderita pasien sebenarnya
cukup baik akibat sering menonton televisi dan mendapatkan
informasi dari tayangan edukatif.
Medical Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga menggunakan -
pelayanan puskesmas dengan jenis pembiayaannya menggunakan
asuransi kesehatan (jamkesda)

Keterangan :
1. Culture (+) artinya keluargaNy.K masih memiliki budaya yang kurang
mendukung kesehatan, khususnya mengenai permasalahan kesehatan dan
penyakit yang sedang dideritanya.
2. Economic (+) artinya keluarga Ny. K tergolong ekonomi menengah
kebawah dengan pendapatan total satu juta enam ratus ribu rupiah
perbulan (pendapatan perkapita Rp235.000,00).

Kesimpulan :
Dalam keluarga Ny. K fungsi patologis yang positif adalah fungsi budaya
dan fungsi ekonomi.
D. Family Genogram

60 5
8

67 64 63 71 68 63 6
DM HT stroke
1

44 4 53 38 34
0 7

1 10 8
4

Gambar 1. Genogram keluarga Ny. K

Keterangan:

: Pasien

: Meninggal dunia
: Laki-laki

: Tinggal satu rumah


: Perempuan

E. Pola Interaksi Keluarga

Ny. R

An. A An. L

Tn. S Ny.K
An. G

Tn. J

Gambar 2 . Pola Interaksi KeluargaAn. AD


Keterangan : hubungan baik
Sumber : Data Primer

Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga di keluarga Ny. K dinilai harmonis
dan saling mendukung.
IV. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTORYANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN

A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga


1. Faktor Perilaku
Perilaku pada anggota keluarga secara umum baik, namun pasien,
memiliki kebiasaan untuk tidakmencuci tangan sebelum dan setelah
makan sehingga mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme penyebab
diare, selain itu pasien juga sering tidak menggunakan sendok dan lebih
memilih memakai tangan untuk makan.
Selain itu, terdapat kepercayaan bahwa jika orang dengan diare maka
sebaiknya dipuasakan agar mencret berhenti dan tidak mual-muntah.
Perilaku tersebut terkadang masih dilakukan oleh keluarga ini. Keluarga
ini juga kurang menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitarnya,
terutama dari lantai dan dinding rumah yang nampak berdebu. Mengenai
medis, keluarga percaya pada tenaga kesehatan yaitu dokter umum dan
puskesmas yang terletak di kecamatan Jatilawang, dengan menggunakan
jaminan kesehatan (jamkesda).
2. Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga kelas
menengah kebawah. Keluarga ini memiliki sumber penghasilan dari
suami, menantu, dan pasien yang bekerja sebagai petani dengan
penghasilan yang tidak menentu, berkisar Rp1.650.000,00 per bulan.
Rumah yang dihuni keluarga ini memiliki luas berkisar 68 m2, terdapat
jendela yang jarang dibuka, lantai plesteran semen yang kotor serta dapur
yang bersebelahan dengan kandang ayam. Kamar mandi di rumah ini. hanya
berdinding setengah, sehingga tidak menutup seluruh ruangan. Selain itu di
dalam kamar mandi terdapat kloset jongkok yang tepat berada di sebelah
sumur. Septic tank terletak sekitar 6 meter dari sumur.
Pasien termasuk keluarga dengan latar belakang pendidikan yang
kurang karena ke suami, pasien, serta anak-anak pasien berpendidikan hanya
SD sampai SMP. Hal tersebut mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman
pasien mengenai kesehatan.

Pengetahuan :
Kurangnya Lingkungan:
pengetahuan pada Kondisi rumah dan
pasien mengenai lingkungan yang
makanan bersih. tidak sehat.

Fungsi Fisiologis :
Sikap: Skor APGAR
Adanya mitos untuk keluarga
mempuasakan pasien pasienbaik
jika diare
Keluarga Ny. K
Pelayanan
Kesehatan:
Jika sakit berobat
ke dokter atau ke
Tindakan: puskesmas
Tidak membuka
jendela rumah, jarang
membersihkan rumah
dan halaman Penularan:
Keluarga pasien
mengetahui bahwa
kemungkinan sumber
penularan berasal dari
perilaku makan pasien

Gambar 3. Faktor Perilaku dan Nonperilaku Keluarga


Keterangan :
= Faktor Perilaku
= Faktor Non-Perilaku
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran Lingkungan
Pasien tinggal di Desa Gunung Wetan RT 03 RW 01, Kecamatan
Jatilawang, Kabupaten Banyumas. Pasien tinggal di sebuah rumah
dengan bangunan tidak permanen yang masih dalam tahap rehabilitasi.
Luas rumahnya yaitu 68m2. Jumlah penghuni rumah 7 orang. Lantai
rumah pasien seluruhnya masih menggunakan plesteran semen. Dinding
rumah menggunakan batu anyaman bambu dan papan triplek,sedangkan
atap sebagian menggunakan genting dan asbes tanpa langit-langit
(plafon). Rumah pasien memiliki 3 kamar tidur, 1 ruang tamu dan ruang
keluarga, dapur, serta disamping rumah terdapat kandang ayam dan
dibelakang rumah terdapat kamar mandi yang terpisah dari bangunan
utama. Kesan pencahayaankurang karena jendela jarang dibuka. Kamar
mandi memiliki dinding setengah tidak memenuhi seluruh ruangan
kamar mandi, 1 sumur dan 1 jamban kloset jongkok yang berbentuk leher
angsa. Sumber air yang didapat berasal dari sumur timba dengan tangan.
Tempat sampah rumah ini dibiarkan terbuka di depan rumah untuk
nantinya dibakar jika sudah penuh. Rumah yang dihuni keluarga ini
memiliki ventilasi cukup, sirkulasi udara cukup,tetapi pencahayaan dan
kebersihan dari rumah ini jugakurang terjaga.
Kesan: kebersihan rumah dan lingkungannya belum adekuat.
2. Denah Rumah

Kamar 3 Kamar 2 Ruang


Tamu

Dapur
Ruang keluarga
Dan ruang makan Kamar 1

Gambar 4. Denah Rumah Nn. SN

Keterangan:

: ruangan berpintu
V. DAFTAR MASALAH DAN PEMBINAAN KELUARGA

A. Masalah medis :
1. Diare akut disentriform

B. Masalah nonmedis :
1. Pendapatan perkapita yang relatif rendah (Rp235.000,00).
2. Pasien sering tidak mencuci tangan sebelum dan setelah makan, tidak
menggunakan sendok sebagai alat bantu makan, lebih memilih
menggunakan tangan secara langsung
3. Pasien belum mengetahui faktor resiko,pola penularan, dan pengobatan
Diare akut disentrifomr, begitupun dengan keluarga pasien. Masih adanya
kepercayaan mempuasakan pasien jika diare.
4. Keadaan dan kebersihan lingkungan rumah yang kurang sehat,berdebu
dan kamar mandi yang kotor serta adanya kandang ayam dekat rumah.
C. Diagram Permasalahan Pasien

Kurangnya
pengetahuan baik
pasien maupun
keluarga mengenai
diare akut

Ny. K, 61 tahun Pasien sering tidak


Ekonomi Diare akut disentriform mencuci tangan
menengah ke sebelumdan setelah makan,
bawah keluarga pasien memiliki
kepercayan mempuasakan
pasien jika diare

Belum mengetahui faktor Keadaan dan kebersihan


risiko, pola penularan, dan lingkungan rumah yang
pengobatan diare akut. kurang sehat

Gambar 5. Hubungan Penyakit dengan Faktor Risiko

D. Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks:
Tabel 8. Matrikulasi Masalah
I T R Jumlah
No. Daftar Masalah IxTxR
P S SB Mn Mo Ma
Pengetahuan tentang penyakit
1 5 5 5 4 5 4 5 93,33
rendah
2 Perilaku tidak mencuci tangan 5 5 4 3 4 5 5 65,38
Kondisi rumah dan lingkungan
3 5 5 4 3 2 1 1 18,67
sekitar yang tidak sehat
Kondisi ekonomi keluarga adalah
4. kelas menengah kebawah 4 5 5 1 1 1 1 4,67

Keterangan:
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (ketersediaan sarana)

Kriteria penilaian:
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting

E. Prioritas Masalah
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah
keluarga Ny.K adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan tentang penyakit rendah
2. Perilaku pasien tidakmencuci tangan
3. Kondisi rumah dan lingkungan sekitar yang tidak sehat
4. Kondisi ekonomi keluarga adalah kelas menengah kebawah
Prioritas masalah yang diambil adalah tingkat pengetahuan pasien dan
keluarga tentang penyakit yang diderita masih rendah.
VI. RENCANA PEMBINAAN KELUARGA

A. Rencana Pembinaan Keluarga


1. Tujuan
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit diare akut disentriform
terutama mengenai sumber penularan, tanda-gejala, serta penanganan dini
Tujuan Khusus
Mengubah perilaku pasien dan keluarga dalam menjaga kebersihan dan
kesehatan anggota keluarga
2. Cara Pembinaan
Pembinaan dilakukan di rumah pasien dalam waktu yang sudah ditentukan
bersama dengan cara memberikan penyuluhan dan edukasi pada pasien
dan keluarga. Penyuluhan dan edukasi dilakukan dalam suasana santai
sehingga materi yang disampaikan dapat diterima.
3. Materi Pembinaan
Materi utama pada penyuluhan dan edukasi yang diberikan kepada pasien
dan keluarga adalah mengenai pengertian, penyebab, cara penularan, tanda
dan gejala, serta penanganan dan pencegahan gastroenteritis. Materi
selanjutnya adalah mengenali tanda-tanda dehidrasi dan mengatasi gizi
kurang.
4. Sasaran Pembinaan
Sasaran dari pembinaan yang dilakukan adalah pasien beserta seluruh
anggota keluarga pasien yang tinggal di rumah tersebut sebanyak 7 orang.
5. Evaluasi Pembinaan
Evaluasi yang dilakukan adalah dengan memberikan beberapa pertanyaan
mengenai materi yang telah disampaikan sebelumnya kepada pasien dan
keluarga.Jika salah satu dari anggota keluarga ada yang bisa menjawab,
maka dianggap mereka sudah memahami materi yang telah disampaikan
sebelumnya dan dapat saling mengingatkan antar anggota keluarga.
F. Hasil Pembinaan Keluarga
Tabel 9. Hasil Pembinaan Keluarga

No Tanggal Kegiatan yang Anggota keluarga Hasil kegiatan


dilakukan yang terlibat
1 8 1. Pasien dan Pasien bersedia
DesemberMembina hubungan saling keluarga untuk dikunjungi
2016 percaya dengan pasien, lebih lanjut untuk
diantaranya perkenalan dipantau
dan bercerita mengenai perkembangannya.
kehidupan sehari-hari.
2.
Mendiskusikan dengan
pasien untuk
kedatangan berikutnya
2 13 Menggali pengetahuan Pasien dan Pasien dan keluarga
Desember dan pemahaman pasien keluarga memahami tentang
2016 tentang penyakitnya penyakit diare akut
disentriform serta
Memberikan penjelasan pentingnya perilaku
mengenai pengertian, sehat
penyebab, tanda dan
gejala, cara penularan
serta penatalaksanaan
Diare akut disentriform

G. Hasil Evaluasi
1. Evaluasi Formatif
Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada 7 orang yang terdiri dari,
pasien Ny. K, suami pasien Tn. S, anak pasien Ny.R, menantu pasien Tn. P
dan cucu pasien An. A,L,G. Metode yang digunakan berupa konseling
edukasi tentang penyakit diare akut disentriform mulai dari definisi,
etiologi, faktor resiko, cara minum obat, cara penularan, edukasi PHBS
serta pencegahan bagi orang yang berada di sekitar Ny.K terutama yang
tinggal serumah dengan pasien.
2. Evaluasi Promotif
Sasaran konseling sebanyak 7 orang yaitu, pasien, suami pasien,
anak pasien,menantu pasien,dan cucu pasien.Waktu pelaksanaan kegiatan
pada Kamis 8 Desember 2016 dan Rabu 14 Desember 2016 di rumah
pasien. Konseling berjalan dengan lancar dan pasien merasa puas karena
merasa lebih diperhatikan dengan adanya kunjungan ke rumahnya untuk
memberikan edukasi tentang penyakit yang sedang di derita Ny.K
3. Evaluasi Sumatif
Sebelum dilakukan konseling pasien dan keluarga mengaku belum
memahami penyakit yang diderita Ny.K sehingga dengan adanya
konseling pasien merasa puas dan senang karena menjadi lebih paham
tentang penyakitnya. Setelah konseling dilakukan tanya jawab,
narasumber memberikan 10 pertanyaan dan pasien beserta keluarga dapat
menjawab 8 pertanyaan dengan tepat sehingga tingkat pengetahuan pasien
meningkat menjadi 80% dari sebelumnya yang hanya 30%.
VII. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron

(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala

buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang

air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar

(tenesmus). (2)

Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan

sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang

bercampur lendir dan darah. (3)

Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang

menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang

disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai

dengan tenesmus, 2) berak-berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir. (4)

B. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang

dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di

Bagian Penyakit Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat di

catatan medis, dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang

disebabkan oleh disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di


beberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999,

dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5% shigella.

Prevalensi amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi

terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan

host dan reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan

minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau lewat

hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat

dan kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya.

C. Etiologi

Etiologi dari disentri ada 2, yaitu : (2)

1. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp.

Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili

enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri,

S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei

adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan

tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat

terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki

kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi

dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat

ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek

akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara klinis

mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja,

perut terasa sakit dan tenesmus.


2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica.

E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai

mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila

kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara

membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga

menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk

trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista.

Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran

< 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal

dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila

pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja.

Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding

usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat

mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit

komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di

dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit

(haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab

terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di

luar tubuh manusia.

Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa.

Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung

jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar

tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard
di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di

sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista. (6)

D. Patogenesis dan Patofisiologi

a. Disentri basiler

Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan

yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, disertai

eksudat inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah.

Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka

dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air,

makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung

dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang

biak didalamnya. (2)

Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum

terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah

sigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal

ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi

biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel

limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang

dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus

bergaung.

S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain

ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,

dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen


sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan

menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang

khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5

cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil.

Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum. (6)

b. Disentri Amuba

Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar

dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan

menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai

saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,

sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.

Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan

lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.

Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi

di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi

ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang

minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di

semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya

adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.(2)

E. Gejala Klinis

a. Disentri Basiler

Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari

sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare
disertai demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja

masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. (6)

Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai

yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti

pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang

berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya

timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan

lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi,

renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul

rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka

menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat

(hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti

gejala kolera atau keracunan makanan.

Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan

koma uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan

pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat

misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik

secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama.

Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya

lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan

pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda

dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara

menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik. (2)

b. Disentri Amuba
Carrier (Cyst Passer)

Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan

karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke

dinding usus.

Disentri amoeba ringan

Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya

mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat

timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja

bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang

nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya.

Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan

(subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.

Disentri amoeba sedang

Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan,

tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya

disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan

disertai hepatomegali yang nyeri ringan.

Disentri amoeba berat

Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare

disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (40 0C-40,50C)

disertai mual dan anemia.

Disentri amoeba kronik

Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare

diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala

neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam

atau makanan yang sulit dicerna. (6)

F. Pemeriksaan Penunjang

a. Disentri amoeba
1. Pemeriksaan tinja

Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat

penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk

pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan

pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan

sebelum pasien mendapat pengobatan.

Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari

bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan

langsung tampak kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya

terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul,

sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan

lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak.

Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode

konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng

sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin

kista akan mengendap.

Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan

tinja yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang

mengandung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang
masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang

seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di

dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin.
(2)

2. Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi

Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan

gejala disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba.

Akan tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini

akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat

kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. (2)

3. Foto rontgen kolon

Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali

ulkus tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon

dengan barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak

filling defect yang mirip karsinoma. (2)

4. Pemeriksaan uji serologi

Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati

amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan

(invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri

amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita

amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.(2)

b. Disentri basiler
1. Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman

penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk menemukan carrier


diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena basil

shigela mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang baru.

2. Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif,

tetapi belum dipakai secara luas.

3. Enzim immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada

sebagian besar penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin

yang dihasilkan E.coli.

4. Sigmoidoskopi. Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan

daerah sigmoid. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada stadium lanjut.

5. Aglutinasi. Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua,

maksimum pada hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan

positif pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri aglutinasi antibodi

sangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka jarang

dipakai.

6. Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas

dan ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi

berada di bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di segmen

proksimal usus besar. (2)

G. Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk disre darah adalah :

1. Disentri amuba

Timbulnya penyakit biasanya perlahan-lahan, diare awal tidak

ada/jarang. Toksemia ringan dapat terjadi, tenesmus jarang dan sakit


berbatas. Tinja biasanya besar, terus menerus, asam, berdarah, bila

berbentuk biasanya tercampur lendir. Lokasi tersering daerah sekum

dan kolon asendens, jarang mengenai ileum. Ulkus yang ditimbulkan

dengan gaung yang khas seperti botol.

2. Disentri basiler

Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanya

toksemia, tenesmus akan tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja

biasanya kecil-kecil, banyak, tak berbau, alkalis, berlendir, nanah dan

berdarah, bila tinja berbentuk dilapisi lendir. Daerah yang terserang

biasanya sigmoid dan dapat juga menyerang ileum. Biasanya daerah

yang terserang akan mengalami hiperemia superfisial ulseratif dan

selaput lendir akan menebal.

3. Eschericiae coli

a. Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)


Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan
menginvasi epitel usus sehingga menyebabkan kematian sel
dan respon radang cepat (secara klinis dikenal sebagai kolitis).
Serogroup ini menyebabkan lesi seperti disentri basiller,
ulserasi atau perdarahan dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear dengan khas edem mukosa dan submukosa.
Manifestasi klinis berupa demam, toksisitas sistemik, nyeri
kejang abdomen, tenesmus, dan diare cair atau darah.
b. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)

Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan


penyakit diare sendiri atau dengan nyeri abdomen. Diare pada
mulanya cair tapi beberapa hari menjadi berdarah (kolitis
hemoragik). Meskipun gambarannya sama dengan Shigelosis
yang membedakan adalah terjadinya demam yang merupakan
manifestasi yang tidak lazim. Beberapa infeksi disertai dengan
sindrom hemolitik uremik.

H. Diagnosis

a. Disentri basiler

Perlu dicurigai adanya Shigellosis pada pasien yang datang dengan

keluhan nyeri abdomen bawah, dan diare. Pemeriksaan mikroskopik tinja

menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit PMN. Untuk memastikan

diagnosis dilakukan kultur dari bahan tinja segar atau hapus rektal. Pada

fase akut infeksi Shigella, tes serologi tidak bermanfaat.

Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa dengan kolitis

ulserosa. Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang positif dan

perbaikan klinis yang bermakna setelah pengobatan dengan antibiotik

yang adekuat. (6)

b. Disentri amuba

Pemeriksaan tinja sangat penting di mana tinja penderita amebiasis

tidak banyak mengandung leukosit tetapi banyak mengandung bakteri.

Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila ditemukan amoeba (trofozoit).

Akan tetapi ditemukannya amoeba bukan berarti meyingkirkan

kemungkinan penyakit lain karena amebiasis dapat terjadi bersamaan

dengan penyakit lain. Oleh karena itu, apabila penderita amebiasis yang

telah menjalani pengobatan spesifik masih tetap mengeluh nyeri perut,

perlu dilakukan pemeriksaan lain, misalnya endoskopi, foto kolon dengan

barium enema atau biakan tinja.


Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik dan

neoplasma. Pemeriksaan ultrasonografi dapat membedakannya dengan

neoplasma, sedang ditemukannya echinococcus dapat membedakannya

dengan abses piogenik. Salah satu caranya yaitu dengan dilakukannya

pungsi abses. (2)

I. Komplikasi

a. Disentri amoeba

Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat maupun

ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi : (2)

Komplikasi intestinal

Perdarahan usus. Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus

besar dan merusak pembuluh darah.

Perforasi usus. Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular

dinding usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi.

Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.

Ameboma. Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi

terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum dan

rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau penyempitan usus.

Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan

tindakan operasi segera.

Penyempitan usus (striktura). Dapat terjadi pada disentri kronik akibat

terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.

Komplikasi ekstraintestinal
Amebiasis hati. Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling

sering terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah

infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi ameba dan

dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat pembuluh getah bening.

Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini abses hati

kemudian timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung

menjadi satu, membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah

vena porta, maka abses hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan.

Abses berisi nanah kental yang steril, tidak berbau, berwarna kecoklatan

(chocolate paste) yang terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur darah.

Kadang-kadang dapat berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan

cairan empedu.

Abses pleuropulmonal. Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati.

Kurang lebih 10-20% abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses

paru juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar.

Dapat pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial sehingga penderita batuk-batuk

dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati.

Abses otak, limpa dan organ lain. Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi

ameba langsung dari dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat

jarang terjadi.

Amebiasis kulit. Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar

dengan membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau dinding

perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang berasal

dari anus.
b. Disentri basiler

Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada pasien yang

berada di negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan

dengan infeksi S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada pasien dengan status gizi

buruk. Komplikasi lain akibat infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic

uremic syndrome (HUS). SHU diduga akibat adanya penyerapan enterotoksin

yang diproduksi oleh Shigella. Biasanya HUS ini timbul pada akhir minggu

pertama disentri basiler, yaitu pada saat disentri basiler mulai membaik. Tanda-

tanda HUS dapat berupa oliguria, penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24

jam) dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan

gagal jantung. Dapat pula terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari

50.000/mikro liter), trombositopenia (30.000-100.000/mikro liter), hiponatremia,

hipoglikemia berat bahkan gejala susunan saraf pusat seperti ensefalopati,

perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.

Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul pada

masa penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal ini dapat

terjadi pada kasus yang ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit

polimorfonuklear. Penyembuhan dapat sempurna, akan tetapi keluhan artsitis

dapat berlangsung selama berbulan-bulan. Bersamaan dengan artritis dapat pula

terjadi iritis atau iridosiklitis. Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada

usus menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini

jarang terjadi. Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae yang

toksik namun hal ini jarang sekali terjadi.


Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi

juga dapat muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang terjadi.

Kalaupun terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan berat.

Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin pula terjadi pada beberapa

tempat yang mempunyai angka kematian tinggi. Komplikasi lain yang dapat

timbul adalah bisul dan hemoroid. (2)

J. Pengobatan

a. Disentri basiler

Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat,

mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat

diberikan antibiotika.

Cairan dan elektrolit

Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan

rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan

terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan

cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi

jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau

pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu

tanpa gula mulai dapat diberikan.

Diet

Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5

kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.

Pengobatan spesifik
Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien

diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan

perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan,

antibiotika diganti dengan jenis yang lain.

Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan

tetrasiklin hampir universal terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten

terhadap ampisilin, namun apabila ternyata dalam uji resistensi kuman

terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan dosis

4 x 500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-

sulfametoksazol, dosis yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari.

Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler karena

tidak efektif.

Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon

seperti siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik

untuk pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai

adalah 2 x 500 mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1

gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian

siprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita

hamil.

Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman

S.dysentriae tipe 1 yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam

nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada

antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan stadium carrier disentri

basiler.
b. Disentri amuba
1. Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga

kali perhari selama 20 hari.


2. Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat

kali selama 5 hari.


3. Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750

mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali

selama 5 hari, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.


4. Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol 750 mg

tiga kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram perhari

selama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1

mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari. (6)

K. Prognosis

Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan

pengobatan dini yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan.

Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa

komplikasi. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak ameba.

Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan

pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian

rendah; bentuk dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun

dalam bentuk yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang

rendah. (2)

L. Pencegahan

a. Disentri amoeba
Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat

kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air

minum sebaiknya dimasak dahulu karena kista akan binasa bila air dipanaskan

500C selama 5 menit.

Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan carrier.

Carrier dilarang bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang

berhubungan dengan makanan. Sampai saat ini belum ada vaksin khusus untuk

pencegahan. Pemberian kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi

daerah endemis tidak dianjurkan. (2)

b. Disentri basiler

Belum ada rekomendasi pemakaian vaksin untuk Shigella. Penularan disentri

basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang

bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak

terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih. (2)

VII. PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Ny. K adalah seorang pasien yang
didiagnosis diare akut dsentriform
1. Aspek Personal
Idea : Pasien mengeluh diare disertai lendir darah, mual,
muntah, pusing, lemas, penurunan nafsu makan,perut terasa
melilit
Concern : Pasien merasa badannya tidak nyaman dan lemas, keluarga
pasien khawatir kondisi pasien semakin memburuk.
Expectacy : Pasien dan keluarga pasien mempunyai harapan agar
penyakit pasien dapat segera sembuh dan dapat segera
bersekolah kembali.
Anxiety :Pasien dan keluarga pasien khawatir penyakit pasien tidak
sembuh-sembuh dan jatuh ke kondisi dehidrasi.
2. Aspek Klinis
Diagnosis : - diare akut disentriform tanpa tanda
dehidrasi
Gejala klinis yang muncul : diare >20x/hari, disertai lendir dan darah,
mual, muntah, pusing, perut terasa melilit
lemas, penurunan nafsu makan,
Diagnosa banding : Shigellosis, cholera, amoebiasis.
3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
a. Kebiasaan pasien tidak mencuci tangan
sebelum dan setelah makan, dan lingkungan rumah yang tidak seha.
4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
a. Status sosial ekonomi keluarga pasien yang rendah, menyebabkan
kondisi hunian tidak memenuhi kriteria rumah sehat dan buruknya
lingkungan, antara lain pencahayaan, ventilasi, dinding dan plafon,
kebersihan dan keadaan lingkungan rumah secara umum yang kurang
sehat.
b. Adanya sumur yang tergabung dalam toilet sehingga memudahkan
kontaminasi air.
c. Rumah yang bersebelahan dengan kandang ayam juga memudahkan
tercemarnya lingkungan rumah
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 3, karena pasien mulai
terganggu dalam melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari seperti
biasanya, antara lain belajar dan bersekolah serta bermain bersama teman-
teman.

B. Saran
1. Pemberian penyuluhan dengan materi utama pada penyuluhan dan
edukasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga adalah mengenai
pengertian, penyebab, cara penularan, tanda dan gejala, serta penanganan
dan pencegahan diare akut.
2. Penyuluhan materi selanjutnya adalah mengenali tanda-tanda
dehidrasi.
3. Menyarankan untuk memindah kloset menjauhi sumur, kemudian
mengganti dinding dan lantai menjadi lebih layak serta menambah langit-
langit rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Davis K., 2007. Amebiasis. Diakses dari http://www.emedicine.com/


med/topic116.htm.

Hembing, 2006. Jangan Anggap Remeh Disentri. Diakses dari


http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybermed.

Kroser A. J., 2007. Shigellosis. Diakses dari http://www.emedicine.com/


med/topic2112.htm.

Oesman, Nizam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III. Fakultas
kedokteran UI.: Jakarta.

Simanjuntak C. H., 1991. Epidemiologi Disentri. Diakses dari


http://www.kalbe.co.id/files/cdk.

Sya’roni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit Dalam.
FKUI:Jakarta.
DOKUMENTASI KEGIATAN

Tampak muka rumah pasien

Kamar keluarga pasien untuk berempat

Dapur keluarga pasien


Kondisi langit-langit rumah tanpa plafon

Kandang ayam yang terletak di samping rumah

Kondisi kamar mandi dimana sumur terletak 1 meter dari kloset


Septic tank yang terletak di halaman belakang
Peneliti saat mewawancarai anak pasien Ny. R

Anda mungkin juga menyukai