Disusun Oleh:
Rio Taruna Jati G4A017050
Preseptor Fakultas :
dr. Lily Kusumasita, MKK.
Preseptor Lapangan :
dr. Nurul Eka Santi
Disusun Oleh:
Rio Taruna Jati G4A017050
Kesimpulan dari demografi keluarga diatas adalah bentuk keluarga dari An.
A berbentuk Nuclear Family, dengan Tn. R sebagai ayah dan kepala keluarga yang
bekerja sebagai Buruh Harian Lepas. An. A memiliki seorang ibu, yaitu Ny. S (38)
dan memiliki satu orang kakak An. N (13) yang tinggal bersama di rumahnya,
namun saat ini sedang berada di pesantren. An. A merupakan seorang penderita
scabies dengan infeksi sekunder yang datang berobat ke Polikliik Puskesmas 1
Cilongok diantar oleh ayahnya. Dalam hal ini An. A mendapatkan perhatian dari
seluruh anggota keluarga karena menderita scabies dengan infeksi sekunder serta
dengan gejala-gejala yang cukup mengganggu kualitas hidupnya.
BAB II
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang anak
perempuan berusia 10 tahun yang datang ke Poliklinik Puskesmas I Cilongok.
Pasien ini datang dengan keluhan gatal serta muncul lenting pada kaki kiri yang
pecah saat bermain dan tidak sengaja terinjak oleh temannya.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. A
Usia : 10 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SD (Kelas 5)
Penghasilan/bulan : Rp 1.000.000 - Rp 1.500.000 (Penghasilan total kelarga)
Alamat : Desa Panembangan RT 003 / RW 002
Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas
Pengantar (Pasien) : Ayah pasien
Tanggal Periksa : 20 September 2019
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. KU/ Kes
Sedang, kesadaran compos mentis
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 110/70 mmHg
b. Nadi : 85 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
c. Pernafasan : 18 x/menit, reguler
d. Suhu : 36,7 oC
3. Status gizi
a. BB : 38 kg
b. TB : 135 cm
c. IMT : 20.85 kg/m2
d. Kesan status gizi : Normal
4. Kulit : Dalam batas normal
5. Kepala : Dalam batas normal
6. Mata : Konjungtiva anaemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
7. Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
8. Mulut : Dalam batas normal
9. Telinga : Dalam batas normal
10. Tenggorokan : Tonsil T1/T1 dan pharing dalam batas normal
11. Leher : Trakea ditengah, pembesaran kelenjar limfe (-)
12. Thoraks : Simetris, retraksi (-/-)
a. Cor : Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II LPSS
batas kiri bawah : SIC V 1 jari lateral LMCS
batas kanan atas : SIC II LPSD
batas kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi : S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-)
b. Pulmo :
1) Statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan = kiri
Pal : fremitus raba kanan = kiri
Per : sonor/sonor
A : suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan rhonki (-/-), wheezing (-/-)
2) Dinamis (depan dan belakang)
I : pergerakan dada kanan = kiri
Pal : fremitus raba kanan = kiri
Per : sonor/sonor
A : suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBH (-/-), wheezing (-/-)
13. Abdomen
I : dinding perut cembung
A : bising usus (+) normal
Per : timpani
Pal : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
14. Sistem Collumna Vertebralis
I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
Pal : nyeri tekan (-)
15. Ektremitas: palmar eritema (-/-)
bengkak - -
- -
Sistem genetalia: dalam batas normal
Sistem integumen: Canaliculi dengan skar multiple at region interdigitalis
ekstremitas superior et inferior, Makula hipopigmentasi diatas kulit eritem
dengan tepi tidak rata dan disertai krusta berwarna kekuningan at regio
interdigitalis pedis sinistra, scar et pustule dengan vulnus ekskoriatum
warna kemerahan at regio dorsum pedis sinistra
16. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi Motorik :
K 5 5 T N N RF + + RP - -
5 5 N N + + - -
17. Pemeriksaan Psikiatrik
Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis
Afek : appropriate
Psikomotor : normoaktif
Insight : baik
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Usulan pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan kerokan kulit (KOH 10%)
F. RESUME
Pasien permepuan, usia 10 tahun, datang ke Poliklinik Puskesmas I
Cilongok karena mengeluh rasa panas pada bekas lenting pada sela-sela jari
kaki kiri yang pecah karena tidak sengaja terinjak teman serta gatal pada sela-
sela jari tangan dan kaki. Pasien mengaku keluhan baru pertama kali dirasakan.
Keluhan terasa memberat saat malam hari dan membaik ketika siang hari.
Keluhan gatal juga dirasakan oleh kakak pasien sepulang dari pesantren dan
juga oleh ibu pasien.
Pasien memiliki kebiasaan jarang mandi dan juga sering bermain dengan
teman-teman sekitar rumah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sedang, compos
mentis, status gizi normal. TD : 110/70 mmHg, N : 85 x/menit, irama
regular, RR : 18 x/menit, S : 36,7oC. Pemeriksaan fisik lainnya pada bagian
kulit ditemukan canaliculi dengan skar multiple at region interdigitalis
ekstremitas superior et inferior, makula hipopigmentasi diatas kulit eritem
dengan tepi tidak rata dan disertai krusta berwarna kekuningan at regio
interdigitalis pedis sinistra, scar et pustule dengan vulnus ekskoriatum
warna kemerahan at regio dorsum pedis sinistra
G. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Aspek Personal
KU : Rasa panas pada bekas lenting yang pecah pada sela-sela
jari kaki kiri
KT : Rasa gatal pada sela-sela jari
Idea : Pasien ingin memeriksakan dirinya dengan Rasa panas pada
bekas lenting dan gatal pada sela-sela jari
Concern : Pasien merasakan penyakitnya mengganggu aktivitas
sehari-hari dan pekerjaannya
Expectacy : Pasien mempunyai harapan agar keluhannya menghilang
Anxiety : Pasien khawatir jika keluhannya dapat menimbulkan
penyakit lain dan terus-menerus mengganggu kegiatan
keseharian serta tidur pasien.
2. Aspek Klinis
Diagnosa : Skabies dengan infeksi sekunder
Gejala klinis yang muncul : Rasa panas pada bekas lenting yang pecah
pada sela-sela jari kaki kiri serta gatal pada sela-sela jari
Diagnosis Banding : Pyoderma, impetigo bullosa
Diagnosis Penyerta :-
3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
i. Usia pasien 10 tahun
b. Faktor resiko yang dapat diubah
i. Pasien jarang mandi
4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
a. Pendidikan An. A masih ditingkat SD
b. Keadaan ekonomi menengah ke bawah
c. Penggunaan baju dan kasur bersama
d. Kakak pasien yang mendapatkan penyakit dari pesantren serta ibu
pasien yang mengalami keluhan gatal serupa.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 2, karena pasien mulai terganggu
dalam melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari.
H. PENATALAKSANAAN
1. Personal Care
a. Aspek kuratif
a) Initial Plan
Pemeriksaan UKK
b) Medikamentosa
PO Chlorpenhiramine Maleat tab 4 mg 1x1 saat malam hari
Salep Permethrin 5% oleskan 1 kali seminggu diulangi seminggu
berikutnya
Salep Gentamycin 0.1% oleskan 3 kali sehari pada lokasi bekas
lenting
c) Non Medikamentosa
Bersihkan luka bekas lenting berkala
Hindari garukan
d) KIE (konseling, informasi dan edukasi)
Edukasi pasien tentang penyebab dan komplikasi scabies dengan
infeksi sekunder
Edukasi bahwa hipertensi penyakit yang tidak dapat disembuhkan
namun dapat dikontrol
Edukasi untuk melanjutkan diet pengaturan pola makan
b. Aspek Preventif
a) Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai scabies dengan
infeksi sekunder
b) Pola hidup bersih (mandi sehari 2 kali)
c) Pola hidup sehat (olah raga) 3 kali seminggu durasi 30 menit.
c. Aspek Promotif
a) Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai scabies dengan
infeksi sekunder
b) Pola hidup bersih dan sehat (rajin mandi dan membersihkan serta
mengganti alas kasur dan mencucui sofa atau tempat duduk bersama
lainnya)
d. Aspek Rehabilitatif
Monitoring terhadap keadaan umum serta keluhan gatal pasien.
Menghimbau pasien untuk menghindari garukan agar infeksi sekunder
tidak bertambah parah.
2. Family Care
a. Memberikan edukasi pengetahuan kepada keluarga mengenai definisi
scabies dengan infeksi sekunder, etiologi, faktor resiko, tanda dan
gejala, penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi, prognosis.
b. Melakukan skrining terhadap anggota keluarga tentang penyakit scabies
dengan infeksi sekunder.
c. Melakukan pola hidup bersih dan sehat.
d. Memberikan edukasi kepada keluarga untuk mengawasi dan melatih
pasien dalam menjaga kebersihan.
e. Dukungan moral dari keluarga dalam pengendalian penyakit yang
pasien alami.
3. Community Care
a. Memberikan edukasi pengetahuan kepada keluarga mengenai definisi
scabies dengan infeksi sekunder, etiologi, faktor resiko, tanda dan
gejala, penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi, prognosis.
b. Melakukan pola hidup sehat dan bersih.
I. FLOW SHEET
No Tgl Subjektif Objektif Plan Target
1. 20-09- Panas dan TD: 110/70 PO Cetirizine tab 10 Keluhan
2019 nyeri pada mmHg mg 1x1 saat malam gatal
bekas N : 85 x/menit hari membaik,
lenting, RR: 18 x/ Salep Permethrin 5% bekas luka
gatal pada menit oleskan 1 kali mongering
sela-sela jari S : 36,7o C seminggu diulangi dan
seminggu berikutnya membaik
Salep Gentamycin
0.13x1 pada lokasi
bekas lenting
2. 22-09- Panas dan TD: 110/80 PO Cetirizine tab 10 Bekas luka
2019 nyeri pada mmHg mg 1x1 malam hari makin
bekas N : 88 x/menit Salep Permethrin 5% 1 mengering
lenting RR: 16 x/ kali Sue per minggu
membaik, menit Salep Gentamycin
gatal pada S : 36,7o C 0.1% 3x1 Sue
sela-sela jari
dirasa
semakin
membaik
A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari pasien (An. A, 10 tahun), ayah pasien (tn. R,
42 tahun), ibu pasien (Ny. S, 38 tahun), dan kakak pasien berusia 13
tahun. Pasien tinggal serumah dengan ayah dan ibunya sedangkan
kakaknya sedang tinggal di Pesantren Al-Fakhroh Karanglewas dan
pulang sebulan sekali. Komunikasi dengan ayah dan ibu serta pasien
relatif baik.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan pasien dan keluarga secara umum terjalin baik.
3. Fungsi Sosial
Pasien merupakan pelajar tingkat SD kelas 5. Pasien aktif menjalani
kegiatan di sekolah serta aktif mengikuti kegiatan di luar rumah seperti
pengajian.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga disokong oleh Tn. R yang bekerja sebagai buruh
serabutan yaitu sebesar <Rp. 1.500.000 dan termasuk golongan ekonomi
menengah kebawah.
Dalam komunikasi sehari-hari, pasien dan kedua orang tua serta kakak
pasien termasuk suka berkomunikasi yang disempatkan sepulang dari sekolah.
Jika ada masalah, pasien mendiskusikannya dengan orang tua dan kakak pasien
(jika pulang dari pesantrem).
Secara keseluruhan total poin dari skor APGAR keluarga pasien adalah
25 (tanpa kakak karena tidak ada ditempat), sehingga rata-rata skor APGAR
dari keluarga pasien adalah 8.3. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi fisiologis
yang dimiliki keluarga pasien berada dalam keadaan baik.
C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)
Fungsi patologis dari keluarga An. A dinilai dengan menggunakan
S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
Tabel 3.4. Nilai SCREEM dari keluarga pasien
Sumber Patologi Ket
Social Interaksi yang baik antara anggota keluarga serta -
masyarakat sekitar. Keluarga pasien sering mengikuti
kegiatan di lingkungan tempat tinggalnya
Cultural Dalam sehari-hari keluarga ini menggunakan budaya jawa, -
hal ini terlihat pada pergaulan mereka sehari – hari yang
menggunakan bahasa Jawa, tata krama Jawa dan kesopanan.
Religion Pemahaman agama baik. Penerapan ajaran juga baik, hal ini -
dapat dilihat dari pasien dan keluarga rutin menjalankan sholat
lima waktu dan sering mengikuti pengajian.
Economic Ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawah, untuk +
kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi, meski belum mampu
mencukupi kebutuhan sekunder, diperlukan skala prioritas
untuk pemenuhan kebutuhan hidup
Education Pendidikan anggota keluarga kurang. Latar belakang
pendidikan pasien adalah SD, kakak pasien SMP atau +
sederajat, kedua orang tua pasien SD. Pasien dan keluarga
kurang mengetahui tentang scabies dengan infeksi sekunder
Medical Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga menggunakan -
pelayanan puskesmas dengan jenis pembiayaannya
menggunakan BPJS
Keterangan :
1. Education (+) artinya bahwa keluarga pasien kurang memiliki edukasi
yang cukup terutama terhadap penyakit yang dideritanya.
2. Economic (+) artinya bahwa keluarga pasien kurang memilki
penghasilan yang cukup sehingga berpengaruh terhadap penyakit pasien
Kesimpulan :
Dalam keluarga An. A dengan kepala keluarga Tn. R, fungsi patologis yang
positif adalah fungsi edukasi dan ekonomi.
D. Family Genogram
500 46 42 40 49 444 39
38 42
13 10
Keterangan :
: Tinggal satu : Laki-laki
rumah
: Meninggal : Perempuan
: Pasien
Tn. S Ny.S
An. A An. F
Pendidikan :
Sikap Latar pendidikan
Pasien mengaku jarang pasien masih di tingkat
mandi dan kurang SD kelas 5
menjaga higienisitas
Keluhan serupa di
Tindakan: keluarga:
Pasien sering bermain Terdapat beberapa
diluar rumah sepulang anggota keluarga
sekolah pasien yang mengalami
keluhan serupa
1 5 6 7 8 1
3 4 5
Keterangan
1. Teras
2 4 2. Ruang Tamu
3. Kamar tidur
2 4. Ruang Keluarga
3 5. Kamr tamu /
ruang sholat
6. Kamar mandi
7. Dapur gas
8. Dapur kayu
1
A. Masalah medis :
Skabies dengan infeksi sekunder
B. Masalah nonmedis :
1. Pasien jarang mandi dan kurang menjaga kebersihan.
2. Pengetahuan pasien tentang penyakit scabies dan infeksi sekunder masih
kurang.
3. Pendidikan SD kelas 5.
4. Ekonomi keluarga pasien menengah kebawah.
5. Anggota keluarga lain yang menderita keluhan serupa (ibu pasien dan
kakak pasien yang menderita scabies karena tertular di pesantren)
Kurang menjaga
kebersihan
Pengetahuan kurang
An. A, 10 tahun
Kakak pasien yang
dengan Skabies dan
tertular di pesantren
infeksi sekunder
Pendidikan SD
Ekonomi menengah ke
bawah
D. Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks.
Tabel 5.1. Matrikulasi Masalah
No Daftar Masalah I T R Jumlah
P S SB Mn Mo Ma IxTxR
1. Anggota keluarga lain 3 5 4 4 4 4 4 15.360
yang menderita keluhan
serupa (ibu pasien dan
kakak pasien yang
menderita scabies karena
tertular di pesantren)
Keterangan
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria Penilaian
1 : Tidak penting
2 : Agak penting
3 : Cukup penting
4 : Penting
5 : Sangat penting
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga Tn.
S adalah sebagai berikut :
1. Anggota keluarga lain yang menderita keluhan serupa (ibu pasien dan
kakak pasien yang menderita scabies karena tertular di pesantren)
2. Pengetahuan pasien tentang penyakit scabies dengan infeksi sekunder
kurang.
3. Kurang menjaga kebersihan dan higienisitas
4. Pendidikan pasien SD
5. Ekonomi keluarga pasien menengah kebawah.
Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil adalah pengetahuan pasien tentang
penyakit hipertensi kurang.
BAB VI
RENCANA PEMBINAAN KELUARGA
Tabel 5.2 Kriteria dan Skoring Efektivitas dan Efisiensi Jalan Keluar
A. Definisi
Scabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan oleh
kutu Sarcoptes scabiei var hominis.(3) Infeksi ini terjadi akibat kontak langsung
dari kulit ke kulit maupun kontak tidak langsung (melalui benda misalnya
pakaian handuk, sprei, bantal dan lain - lain).(5)
B. Epidemiologi
Scabies dapat menyerang semua ras dan semua kelas sosial di seluruh dunia,
tetapi gambaran yang akurat mengenai prevalensinya sulit didapatkan. Studi
yang dilakukan oleh Downs et al. dengan data-data yang dikumpulkan di Inggris
antar tahun 1967 dan 1996 menunjukkan insiden yang tinggi pada akhir tahun
1960-an dan 1970-an, kemudian menurun pada tahun 1980-an, dan kembali
meningkat pada tahun 1990-an, dimana prevalensi yang lebih tinggi ditemukan
pada area urban, di sebelah utara Inggris, lebih banyak pada wanita dan anak-
anak, dan frekuensi yang lebih banyak pada musim dingin dibandingkan dengan
pada musim panas. Beberapa penelitian lain juga menemukan adanya variasi
musim ini.(6) Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain:
kebersihan yang buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik
serta ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat
Hubungan Seksual).(7)
Scabies paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda, tetapi
dapat menyerang semua umur, dan di Inggris dalam beberapa tahun terakhir ini
lebih sering ditemukan pada lansia di tempat-tempat perawatan. Insiden seks
secara keseluruhan mungkin sama sedangkan pada ras terdapat beberapa
kelompok ras yang rentan, yang mungkin lebih berhubungan dengan kebiasaan
dan faktor sosial daripada faktor kerentanan yang melekat. Populasi yang padat,
yang umum terjadi di negara-negara terbelakang dan hampir selalu terkait
dengan kemiskinan dan faktor kebersihan yang buruk, juga ikut mendorong
penyebaran scabies.(6)
C. Etiologi
Scabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Kutu
scabies memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3 mm, yang tidak dapat dilihat
dengan menggunakan mata telanjang.(1) Secara morfologik merupakan tungau
kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau
ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina
berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan
lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang didepan sebagai alat untuk melekat dan 2
pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan
pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat dengan alat
perekat.(7)
D. Patogenesis
Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum corneum dengan
kecepatan 2 mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3 telur-telurnya setiap harinya.
Telur-telur ini akan menetas setelah 3 hari dan menjadi larva, yang akan
membentuk kantung dangkal di stratum corneum dimana larva-larva ini akan
bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu. Kutu ini kawin di
dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati tetapi kutu betina yang telah
dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan siklus hidupnya. Setelah invasi
pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6 minggu untuk timbul reaksi
hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini.(2)
E. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei
sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran
klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4
tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu :(7,10)
Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit
seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang
berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam
beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari.(3,6) Hal ini
disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang
lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali
mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.(10)
Menyerang manusia secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu
pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat
menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin
akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi
oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi
menjadi pembawa/carier bagi individu lain.(10)
Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum
korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang
memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis. (10)
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul
yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan
bagian depan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis,
labia dan pada areola wanita.(3) Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya
menjadi polimorfik (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).(10)
Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi
hipersensitivitas pada antigen tungau. Lesi yang patognomonis adalah
terowongan yang tipis dan kecil seperti benang, berstruktur linear
kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung
terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari
pergerakan tungau di dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat
jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan dan daerah siku.
Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena
aktivitas menggaruk pasien yang hebat.(1)
2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang
tidak khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan
kesalahan diagnostik yang dapat berakibat gagalnya pengobatan.. Beberapa
bentuk skabies antara lain :
Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan
jumlah yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi
secara teratur. (10)
Skabies pada bayi dan anak
Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah
dan kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Nodul
pruritis eritematous keunguan dapat ditemukan pada aksila dan
daerah lateral badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul
berminggu-minggu setelah eradikasi infeksi tungau dilakukan.
Vesikel dan bula bisa timbul terutama pada telapak tangan dan jari.
(1)
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk
seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi
infeksi sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga terowongan
jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di wajah.(10) Lesi yang
timbul dalam bentuk vesikel, pustul, dan nodul, tetapi distribusi lesi
tersebut atipikal. Eksematisasi dan impetigo sering didapatkan, dan
dapat dikaburkan dengan dermatits atopik atau acropustulosis. Rasa
gatal bisa sangat hebat, sehingga anak yang terserang dapat iritabel
dan kurang nafsu makan.(5)
Skabies nodular
Skabies nodular adalah varian klinik yang terjadi sekitar 7% dari
kasus skabies dimana lesi berupa nodul merah kecoklatan
berukuran 2-20 mm yang sangat gatal. Umumnya terdapat pada
daerah yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal dan aksila.
Pada nodul yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap
selama beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun telah
mendapat pengobatan anti skabies.(13)
Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan
gejala dan tanda pada penderita apabila penderita mengalami
skabies. Akan tetapi dengan penggunaan steroid, keluhan gatal tidak
hilang dan dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan
steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan lebih buruk. Hal ini
mungkin disebabkan oleh karena penurunan respon imun seluler.(10)
Norwegian scabies (Skabies berkrusta)
Merupakan skabies berat ditandai dengan lesi klinis generalisata
berupa krusta dan hiperkeratosis dengan tempat predileksi pada
kulit kepala berambut, telinga, bokong, telapak tangan, kaki, siku,
lutut dapat pula disertai kuku distrofik bentuk ini sangat menular
tetapi gatalnya sangat sedikit. Dapat ditemukan lebih dari satu juta
populasi tungau dikulit. Bentuk ini ditemukan pada penderita yang
mengalami gangguan fungsi imun misalnya AIDS, penderita
gangguan neurologik dan retardasi mental.(1,10)
Gambar 10 : Norwegian scabies yang bermanifestasi sebagai
kulit yang terekskoriasi, likenifikasi, hiperkeratosis
5. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam
kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar
ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan
efluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.(10)
6. Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang
berguna untuk membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma.
Dermoskopi juga dapat menjadi alat yang berguna dalam
mendiagnosis scabies secara in vivo. Alat ini dapat mengidentifikasi
struktur bentuk triangular atau bentuk-V yang diidentifikasi sebagai
bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala dan kaki. Banyak laporan
kasus yang didapatkan mengenai pengalaman dalam mendiagnosis
scabies dengan menggunakan Dermoskopi. Dermoskopi sangat
berguna, terutama dalam kasus-kasus tertentu, termasuk kasus scabies
pada pasien dengan terapi steroid lama, pasien imunokompromais dan
scabies nodular.(14)
Gambar 12 : Scabies yang teridentifikasi dengan Dermoskopi
(dikutip dari kepustakaan 14)
G. Diagnosis Banding
1. Insect bite (gigitan serangga) :
Karakteristik lesi berupa urtikaria papul eritematous 1-4 mm
berkelompok dan tersebar di seluruh tubuh, sedangkan tungau skabies
lebih suka memilih area tertentu yaitu menghindari area yang memiliki
banyak folikel pilosebaseus.(6,15)
Pada umumnya popular urtikaria terjadi akibat gigitan dan
sengatan serangga tetapi area lesinya hanya terbatas pada daerah gigitan
dan sengatan serangga saja sedangkan skabies ditemukan lesi berupa
terowongan yang tipis dan kecil seperti benang berwarna putih abu-abu,
pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel.(1,15)
Gigitan serangga biasanya hanya mengenai satu anggota keluarga
saja, sedangkan skabies menyerang manusia secara kelompok,
sehingga dalam sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota
keluarga.(10,15)
Gambar 13 : Tampak gigitan serangga berupa bulla (dikutip dari
kepustakaan 15)
2. Prurigo nodularis
Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara
histologi ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke bawah
epidermis. Sedangkan pada skabies ditemukan Sarcoptes scabiei di
bagian teratas epidermis yang mengalami akantosis. Pada prurigo,
penyebabnya belum diketahui. Namun dalam beberapa kasus, faktor
stress emosional menjadi salah satu pemicu sehingga sulit untuk
ditentukan apakah ini adalah penyebab atau akibat dari prurigo
sedangkan pada skabies disebabkan oleh adanya tungau Sarcoptes
scabiei melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (H.E).(6,16)
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa An. A adalah seorang pasien yang
didiagnosis scabies dengan infeksi sekunder
1. Aspek Personal
Idea : Pasien ingin memeriksakan dirinya dengan keluhan kepaala
pusing senut senut, leher belakang terasa cengeng dan mual.
Concern : Pasien merasakan penyakitnya sekarang mengganggu
aktivitas sehari-hari dan pekerjaannya
Expectacy : Pasien mempunyai harapan agar tekanan darahnya normal.
Anxiety : Pasien khawatir jika tekanan darah tinggi dapat
menimbulkan penyakit lain seperti stroke dan penyakit
jantung.
2. Aspek Klinis
Diagnosa : Hipertensi urgensi
Gejala klinis yang muncul : kepala pusing senut-senut, leher belakang
cengeng, mual
3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
a. Ayah kandung pasien menderita hipertensi
b. Usia pasien 46 tahun
c. Jenis kelamin pasien laki-laki
d. Pasien senang mengkonsumsi makanan asin, gorengan, makanan ber
santan
e. Pasien jarang berolahraga
4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
a. Pendidikan Tn.S hanya sampai SD
b. Pasien stress karena ekonomi keluarganya pas-pasan.
c. Rumah pasien tidak memenuhi kriteria rumah sehat.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Pasien mempunyai aspek skala penilaian 2, pasien dapat merawat diri dan
melakukan pekerjaan ringan.
B. Saran
1. Memberikan informasi tentang penyakit scabies dan infeksi sekunder,
faktor resiko dan komplikasi dari penyakit tersebut
2. Menganjurkan pada pasien dan keluarga agar pasien meninngkatkan
higienisitas, serta untuk menggunakan obat secara teratur, baik, dan bernar.
3. Penatalaksaan komprehensif pasien ini yang terdiri dari:
a. Personal Care
1) Initial Plan
a) Pemeriksaan kerokan kulit (KOH 10%)
2) Aspek kuratif
a) Medikamentosa
b) Non Medikamentosa
c) KIE (konseling, informasi dan edukasi)
- Edukasi pasien tentang penyakit yang diderita terkait
penyebab, faktor resiko, serta komplikasinya
- Edukasi terkait tatalaksana yang dapat dilakukan pasine
- Edukasi terkait perbaikan perilaku terutama higienisitas
- Aspek Preventif
d) Aspek Promotif
e) Monitoring
b. Family Focused
c. Community Focused
DAFTAR PUSTAKA
1. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis
In: Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. United state of
America. McGraw-Hill; 2008. p. 2029-2032.
2. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ,
Tennenhouse JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care;
An Illustrated Guide: Humana Press; 2006. p. 105-11
3. Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010; 362: p. 718.
6. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In:
Rook’s textbook of dermatology. 8th ed. United kingdom. Willey-blackwell;
2010. p. 38.36 – 38.38.
10. Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit.
Ed 1. Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas kedokteran
universitas hasanuddin; 2003. p. 5-10.
11. Oakley A. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals. 2012; 19: p.
12-16.
12. William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Parasitic infestations, stings, and bites.
In: Sue Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews’ Disease of the skin:
Clinical Dermatology. 10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. p. 453
13. Hengge UR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a
Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006; 6: p. 771
14. Park JH, Kim CW, Kim SS. Scabies: The Diagnosis Accuracy of
Dermoscopy for Scabies. Ann Dermatology. 2012; 24: p. 194-99.
15. Elston DM. Bites and stings. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors.
Bolognia: Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier; 2008. p. 84
16. Jones JB. Eczema, lichenidentificatio, prurigo and erythroderma. In: Burns
T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s textbook of
dermatology. 8th ed. USA. Willey-blackwell; 2010. p. 23.42 – 22.43.