Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA

LONG CASE STUDY


PUSKESMAS I CILONGOK
Skabies dengan Infeksi Sekunder

Disusun Oleh:
Rio Taruna Jati G4A017050

Preseptor Fakultas :
dr. Lily Kusumasita, MKK.

Preseptor Lapangan :
dr. Nurul Eka Santi

KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA


JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN LONG CASE STUDY


KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA
“SKABIES DENGAN INFEKSI SEKUNDER”

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari


Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Keluarga
Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran
Universitas Jendral Soedirman

Disusun Oleh:
Rio Taruna Jati G4A017050

Telah dipresentasikan dan disetujui :


Tanggal, September 2019
Preseptor Lapangan Preseptor Fakultas

dr. Nurul Eka Santi dr. Lily Kusumasita, M.KK


NIP. 1901110.200801.2026
BAB I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga : An. R


Alamat lengkap : Desa Panembangan RT 003 / RW 002
Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas
Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Tabel 1.1.Daftar anggota keluarga


No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Terakhir Pekerjaan
1. Tn. R KK L 42 tahun Tamat SD/ Sederajat Buruh
2. Ny. S Istri P 38 tahun Tamat SD/ Sederajat Ibu Rumah

3. An. F Anak P 13 tahun SMP/ Sederajat Pelajar


(Pesantren setara
SMP Kelas 2)

4. An. A Anak P 10 tahun SD/ Sederajat Tangga


Pelajar (SD
Kelas 5)

Sumber : Data Primer, September 2019

Kesimpulan dari demografi keluarga diatas adalah bentuk keluarga dari An.
A berbentuk Nuclear Family, dengan Tn. R sebagai ayah dan kepala keluarga yang
bekerja sebagai Buruh Harian Lepas. An. A memiliki seorang ibu, yaitu Ny. S (38)
dan memiliki satu orang kakak An. N (13) yang tinggal bersama di rumahnya,
namun saat ini sedang berada di pesantren. An. A merupakan seorang penderita
scabies dengan infeksi sekunder yang datang berobat ke Polikliik Puskesmas 1
Cilongok diantar oleh ayahnya. Dalam hal ini An. A mendapatkan perhatian dari
seluruh anggota keluarga karena menderita scabies dengan infeksi sekunder serta
dengan gejala-gejala yang cukup mengganggu kualitas hidupnya.
BAB II
STATUS PENDERITA

A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang anak
perempuan berusia 10 tahun yang datang ke Poliklinik Puskesmas I Cilongok.
Pasien ini datang dengan keluhan gatal serta muncul lenting pada kaki kiri yang
pecah saat bermain dan tidak sengaja terinjak oleh temannya.

B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. A
Usia : 10 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SD (Kelas 5)
Penghasilan/bulan : Rp 1.000.000 - Rp 1.500.000 (Penghasilan total kelarga)
Alamat : Desa Panembangan RT 003 / RW 002
Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas
Pengantar (Pasien) : Ayah pasien
Tanggal Periksa : 20 September 2019

C. ANAMNESIS (diambil melalui autoanamnesis)


1. Keluhan Utama : Rasa panas pada bekas lenting pada sela-
sela jari kaki kiri yang pecah karena tidak sengaja terinjak teman
2. Keluhan Tambahan : Gatal pada sela-sela jari yang memburuk
saat malam hari namun sudah sedikit membaik.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien perempuan usia 10 tahun datang ke Poliklinik Puskesmas I
Cilongok dengan keluhan rasa panas pada lenting pada sela-sela jari kaki
kiri yang pecah karena tidak sengaja terinjak teman sekitar 1 hari sebelum
periksa ke Poliklinik. Pasien menyebutkan keluhan baru pertama kali
dirasakan. Keluhan disertai dengan nyeri dan terasa pegal dan panas sekitar
lenting yang pecah. Lenting yang pecah disebutkan berisi cairan berwarna
bening sedikit kekuning-kuningan.
Pasien menyebutkan awalnya keluhan dimulai dengan rasa gatal
pada sela-sela jari tangan dan kaki sekitar 2 minggu sebelum periksa ke
Poliklinik. Gatal dirasakan sangat mengganggu terutama saat malam hari
dan menyebabkan sulit tidur. Pasien kemudian sering menggaruk-garuk
tempat yang dirasa gatal. Pasien kemudian sempat memeriksakan diri ke
dokter dekat rumah dan keluhan membaik, namun pada bekas luka garukan
di kaki kemudaian terasa pegal dan memerah yang kemudian diikuti dengan
munculnya lenting pada sela-sela jari kaki kiri. Kemudian pasien
menyebutkan lenting tersebut pecah karena tidak semhaja terinjak oleh
temannya dan mengeluarkan cairan bening kekuningan dan saat diperiksa
timbul kerak kekuningan sekitar bekas lenting dan sela-sela jari. Luka
tersbut disebutkan pasien terasa panas dan nyeri.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat mengalami keluhan yang sama : disangkal
- Riwayat mondok : disangkal
- Riwayat darah tinggi : disangkal
- Riwayat kolesterol : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat jantung : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat alergi makanan/obat : disangkal
- Riwayat Operasi : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat mengalami keluhan yang sama : diakui pasien dan keluarga
terkait gatal di sela-sela jari yang dialami kakak perempuan dan ibu
pasien. Kakak pasien disebutkan mengalami gatal-gatal sepulang dari
pesantren sebelum akhirnya pasien serta ibu pasien tertular.
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat darah tinggi : disangkal
- Riwayat jantung : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
6. Riwayat Sosial dan Exposure :
- Community : Pasien tinggal di daerah pemukiman penduduk
pedesaan. Lingkungan sekitar tempat tinggal pasien
cukup bersih.
- Home : Luas rumah sekitar 5x8 m, memiliki ventilasi udara,
cahaya matahari yang masuk ke rumah cukup baik,
lantai rumah terbuat dari keramik namun sebagian di
kamar pasien dan orang tua pasien masih bercampur
plester dan keramik, dinding sebagian dapur bagian
dapur kayu masih plesteran namun untuk kamar mandi
sudah keramik. Jendela terdapat di masing-masing
ruangan namun jendela pada kamar jarang dibuka.
Kebersihan rumah terjaga dengan baik. Atap rumah
terbuat dari genting dan kayu. Tingkat kelembapan
rumah baik namun terkesan sedikit lembab di dapur.
Rumah terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, 3 kamar
tidur (1 kamar untuk ruangg tamu sekaligus ruang
sholat), 2 ruang dapur (dapur dengan kompor gas untuk
memasak dan dapur dengan kompor kayu untuk merebus
air), dan 1 kamar mandi lengkap dengan kloset. Istri
pasien memasak dengan menggunakan kompor gas
namun menggunakan kayu untuk merebus air. Sumber
air bersih berasal dari air sumur. Keluarga pasien
menyebutkan belum terdapat septic tank untuk
pembuangan feses dan hanya dialirkan ke sungai
terdekat. Antara rumah pasien dan rumah tetangga saling
berdempetan. Jarak antar rumah kurang dari 1 meter.
Lingkungan tempat tinggal An. A berada di jalan yang
hanya dapat dilalui oleh satu motor. Tempat sampah
keluarga diletakkan di halaman samping rumah dan
terbuka.
- Hobby : Pasien menyebutkan tidak memiliki hobi tertentu.
Pasien sering bermain bersama teman saat sore hari
atau sepulang sekolah.
- Occupational : Keseharian pasien adalah pelajar kelas 5 SD.
- Diet : Pola makan pasien tidak teratur, rata-rata pasien makan
2-3 kali sehari dengan nasi, lauk tahu tempe atau
gorengan kadang ayam, dan sayur. Pasien jarang
mengkonsumsi buah.
- Drug : Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan.
7. Riwayat Psikologi
Pasien merupakan seorang yang pemalu berdasarkan hasil komunikasi
pemeriksa dengan pasien namun saat ini tidak mengeluhkan adanya
gangguan ataupun beban pikiran.
8. Riwayat Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah kebawah. Orang tua
pasien bekerja sebagai buruh serabutan. Istri pasien tidak bekerja sedangkan
anak pertama pasien masih bersekolah berikut juga dengan pasien. Pasien
dan keluarganya merupakan pengguna layanan BPJS untuk mengakses
pelayanan kesehatan.
9. Riwayat Demografi
Hubungan antara pasien dengan keluarganya cukup harmonis.
10. Riwayat Sosial
Pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien masih aktif
mengikuti kegiatan berkumpul dan berkomunikasi dengan anak-anak lain
dan tetangga-tetangga sekitar.
11. Anamnesis Sistemik
a. Keluhan Utama : Rasa panas pada bekas lenting pada sela-
sela jari kaki kiri yang pecah karena tidak
sengaja terinjak teman
b. Kulit : Bekas lenting pada sela-sela jari kaki kiri
yang pecah karena tidak sengaja terinjak
teman, gatal pada sela-sela jari tangan dan
kaki.
c. Kepala : tidak ada keluhan
d. Leher : tidak ada keluhan
e. Mata : tidak ada keluhan
f. Hidung : tidak ada keluhan
g. Telinga : tidak ada keluhan
h. Mulut : tidak ada keluhan
i. Tenggorokan : tidak ada keluhan
j. Pernafasan : tidak ada keluhan
k. Sistem Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
l. Sistem Gastrointestinal : mual dan muntah
m. Sistem Saraf : tidak ada keluhan
n. Sistem Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
o. Sistem Genitourinaria : tidak ada keluhan
p. Ekstremitas Atas : tidak ada keluhan
Bawah : tidak ada keluhan

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. KU/ Kes
Sedang, kesadaran compos mentis
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 110/70 mmHg
b. Nadi : 85 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
c. Pernafasan : 18 x/menit, reguler
d. Suhu : 36,7 oC
3. Status gizi
a. BB : 38 kg
b. TB : 135 cm
c. IMT : 20.85 kg/m2
d. Kesan status gizi : Normal
4. Kulit : Dalam batas normal
5. Kepala : Dalam batas normal
6. Mata : Konjungtiva anaemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
7. Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
8. Mulut : Dalam batas normal
9. Telinga : Dalam batas normal
10. Tenggorokan : Tonsil T1/T1 dan pharing dalam batas normal
11. Leher : Trakea ditengah, pembesaran kelenjar limfe (-)
12. Thoraks : Simetris, retraksi (-/-)
a. Cor : Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II LPSS
batas kiri bawah : SIC V 1 jari lateral LMCS
batas kanan atas : SIC II LPSD
batas kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi : S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-)
b. Pulmo :
1) Statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan = kiri
Pal : fremitus raba kanan = kiri
Per : sonor/sonor
A : suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan rhonki (-/-), wheezing (-/-)
2) Dinamis (depan dan belakang)
I : pergerakan dada kanan = kiri
Pal : fremitus raba kanan = kiri
Per : sonor/sonor
A : suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBH (-/-), wheezing (-/-)
13. Abdomen
I : dinding perut cembung
A : bising usus (+) normal
Per : timpani
Pal : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
14. Sistem Collumna Vertebralis
I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
Pal : nyeri tekan (-)
15. Ektremitas: palmar eritema (-/-)
bengkak - -
- -
Sistem genetalia: dalam batas normal
Sistem integumen: Canaliculi dengan skar multiple at region interdigitalis
ekstremitas superior et inferior, Makula hipopigmentasi diatas kulit eritem
dengan tepi tidak rata dan disertai krusta berwarna kekuningan at regio
interdigitalis pedis sinistra, scar et pustule dengan vulnus ekskoriatum
warna kemerahan at regio dorsum pedis sinistra
16. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi Motorik :
K 5 5 T N N RF + + RP - -
5 5 N N + + - -
17. Pemeriksaan Psikiatrik
Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis
Afek : appropriate
Psikomotor : normoaktif
Insight : baik

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Usulan pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan kerokan kulit (KOH 10%)

F. RESUME
Pasien permepuan, usia 10 tahun, datang ke Poliklinik Puskesmas I
Cilongok karena mengeluh rasa panas pada bekas lenting pada sela-sela jari
kaki kiri yang pecah karena tidak sengaja terinjak teman serta gatal pada sela-
sela jari tangan dan kaki. Pasien mengaku keluhan baru pertama kali dirasakan.
Keluhan terasa memberat saat malam hari dan membaik ketika siang hari.
Keluhan gatal juga dirasakan oleh kakak pasien sepulang dari pesantren dan
juga oleh ibu pasien.
Pasien memiliki kebiasaan jarang mandi dan juga sering bermain dengan
teman-teman sekitar rumah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sedang, compos
mentis, status gizi normal. TD : 110/70 mmHg, N : 85 x/menit, irama
regular, RR : 18 x/menit, S : 36,7oC. Pemeriksaan fisik lainnya pada bagian
kulit ditemukan canaliculi dengan skar multiple at region interdigitalis
ekstremitas superior et inferior, makula hipopigmentasi diatas kulit eritem
dengan tepi tidak rata dan disertai krusta berwarna kekuningan at regio
interdigitalis pedis sinistra, scar et pustule dengan vulnus ekskoriatum
warna kemerahan at regio dorsum pedis sinistra

G. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Aspek Personal
KU : Rasa panas pada bekas lenting yang pecah pada sela-sela
jari kaki kiri
KT : Rasa gatal pada sela-sela jari
Idea : Pasien ingin memeriksakan dirinya dengan Rasa panas pada
bekas lenting dan gatal pada sela-sela jari
Concern : Pasien merasakan penyakitnya mengganggu aktivitas
sehari-hari dan pekerjaannya
Expectacy : Pasien mempunyai harapan agar keluhannya menghilang
Anxiety : Pasien khawatir jika keluhannya dapat menimbulkan
penyakit lain dan terus-menerus mengganggu kegiatan
keseharian serta tidur pasien.

2. Aspek Klinis
Diagnosa : Skabies dengan infeksi sekunder
Gejala klinis yang muncul : Rasa panas pada bekas lenting yang pecah
pada sela-sela jari kaki kiri serta gatal pada sela-sela jari
Diagnosis Banding : Pyoderma, impetigo bullosa
Diagnosis Penyerta :-
3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
i. Usia pasien 10 tahun
b. Faktor resiko yang dapat diubah
i. Pasien jarang mandi
4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
a. Pendidikan An. A masih ditingkat SD
b. Keadaan ekonomi menengah ke bawah
c. Penggunaan baju dan kasur bersama
d. Kakak pasien yang mendapatkan penyakit dari pesantren serta ibu
pasien yang mengalami keluhan gatal serupa.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 2, karena pasien mulai terganggu
dalam melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari.
H. PENATALAKSANAAN
1. Personal Care
a. Aspek kuratif
a) Initial Plan
Pemeriksaan UKK
b) Medikamentosa
PO Chlorpenhiramine Maleat tab 4 mg 1x1 saat malam hari
Salep Permethrin 5% oleskan 1 kali seminggu diulangi seminggu
berikutnya
Salep Gentamycin 0.1% oleskan 3 kali sehari pada lokasi bekas
lenting
c) Non Medikamentosa
Bersihkan luka bekas lenting berkala
Hindari garukan
d) KIE (konseling, informasi dan edukasi)
Edukasi pasien tentang penyebab dan komplikasi scabies dengan
infeksi sekunder
Edukasi bahwa hipertensi penyakit yang tidak dapat disembuhkan
namun dapat dikontrol
Edukasi untuk melanjutkan diet pengaturan pola makan
b. Aspek Preventif
a) Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai scabies dengan
infeksi sekunder
b) Pola hidup bersih (mandi sehari 2 kali)
c) Pola hidup sehat (olah raga) 3 kali seminggu durasi 30 menit.
c. Aspek Promotif
a) Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai scabies dengan
infeksi sekunder
b) Pola hidup bersih dan sehat (rajin mandi dan membersihkan serta
mengganti alas kasur dan mencucui sofa atau tempat duduk bersama
lainnya)
d. Aspek Rehabilitatif
Monitoring terhadap keadaan umum serta keluhan gatal pasien.
Menghimbau pasien untuk menghindari garukan agar infeksi sekunder
tidak bertambah parah.
2. Family Care
a. Memberikan edukasi pengetahuan kepada keluarga mengenai definisi
scabies dengan infeksi sekunder, etiologi, faktor resiko, tanda dan
gejala, penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi, prognosis.
b. Melakukan skrining terhadap anggota keluarga tentang penyakit scabies
dengan infeksi sekunder.
c. Melakukan pola hidup bersih dan sehat.
d. Memberikan edukasi kepada keluarga untuk mengawasi dan melatih
pasien dalam menjaga kebersihan.
e. Dukungan moral dari keluarga dalam pengendalian penyakit yang
pasien alami.
3. Community Care
a. Memberikan edukasi pengetahuan kepada keluarga mengenai definisi
scabies dengan infeksi sekunder, etiologi, faktor resiko, tanda dan
gejala, penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi, prognosis.
b. Melakukan pola hidup sehat dan bersih.
I. FLOW SHEET
No Tgl Subjektif Objektif Plan Target
1. 20-09- Panas dan TD: 110/70 PO Cetirizine tab 10 Keluhan
2019 nyeri pada mmHg mg 1x1 saat malam gatal
bekas N : 85 x/menit hari membaik,
lenting, RR: 18 x/ Salep Permethrin 5% bekas luka
gatal pada menit oleskan 1 kali mongering
sela-sela jari S : 36,7o C seminggu diulangi dan
seminggu berikutnya membaik
Salep Gentamycin
0.13x1 pada lokasi
bekas lenting
2. 22-09- Panas dan TD: 110/80 PO Cetirizine tab 10 Bekas luka
2019 nyeri pada mmHg mg 1x1 malam hari makin
bekas N : 88 x/menit Salep Permethrin 5% 1 mengering
lenting RR: 16 x/ kali Sue per minggu
membaik, menit Salep Gentamycin
gatal pada S : 36,7o C 0.1% 3x1 Sue
sela-sela jari
dirasa
semakin
membaik

3. 22-09- Panas dan TD: 100/70 PO Cetirizine tab 10 Keluhan


2019 nyeri pada mmHg mg 1x1 malam hari dirasa
bekas N : 81 x/menit Salep Permethrin 5% 1 semakin
lenting RR: 17 x/ kali Sue per minggu membaik
dirasa menit Salep Gentamycin
membaik, S : 36,8o C 0.1% 3x1 Sue
rasa gatal
sudah
menghilang
BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari pasien (An. A, 10 tahun), ayah pasien (tn. R,
42 tahun), ibu pasien (Ny. S, 38 tahun), dan kakak pasien berusia 13
tahun. Pasien tinggal serumah dengan ayah dan ibunya sedangkan
kakaknya sedang tinggal di Pesantren Al-Fakhroh Karanglewas dan
pulang sebulan sekali. Komunikasi dengan ayah dan ibu serta pasien
relatif baik.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan pasien dan keluarga secara umum terjalin baik.
3. Fungsi Sosial
Pasien merupakan pelajar tingkat SD kelas 5. Pasien aktif menjalani
kegiatan di sekolah serta aktif mengikuti kegiatan di luar rumah seperti
pengajian.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga disokong oleh Tn. R yang bekerja sebagai buruh
serabutan yaitu sebesar <Rp. 1.500.000 dan termasuk golongan ekonomi
menengah kebawah.

B. Fungsi Fisiologis (A.P.G.A.R Score)


ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah selama ini penderita mendapatkan
dukungan berupa nasehat dari keluarganya. Jika penderita menghadapi suatu
masalah pasien menceritakan kepada kedua orang tua pasien dan kakaknya.
PARTNERSHIP
Komunikasi terjalin satu sama lain. Setiap ada permasalahan
didiskusikan bersama dengan anggota keluarga lainnya, komunikasi dengan
orang tua dan kakaknya berjalan dengan baik.
GROWTH
Pasien merasa bersyukur masih dapat memenuhi kebutuhan rumah
tangganya. Antar anggota keluarga selalu mendukung pasien.
AFFECTION
Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan kedua orang
tua dan kakaknya berjalan baik. Pasien merasa kakak serta orangtua menaruh
perhatian terhadap penyakit yang diderita.
Pasien cenderung bercerita jika ada sesuatu yang mengganjal dihati.
Pasien selalu menyampaikan keluhan yang dirasakannnya selama ini kepada
kedua orangtua dan terutama kakak pasien.
RESOLVE
Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien relatif baik, baik dari
keluarga maupun dari saudara-saudara.
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R Score
dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0. A.P.G.A.R
Skoring dilakukan pada masing-masing anggota keluarga dan kemudian dirata-
rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara keseluruhan. Nilai rata-
rata 1-4 = jelek, 4-6 = sedang, 7-10 = baik. Penilaian A.P.G.A.R.

Tabel 3.1. Nilai APGAR dari An. A (Pasien)


A.P.G.A.R Hampir Kadang- Hampir
selalu kadang tidak pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke 
keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya 
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya 
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya 
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan √
saya membagi waktu bersama-sama
Total nilai skor APGAR An. A adalah 9

Tabel 3.2. Nilai APGAR dari Ny. S (Ibu Pasien)


A.P.G.A.R Hampir Kadang- Hampir
selalu kadang tidak pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke 
keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya 
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya 
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya 
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan 
saya membagi waktu bersama-sama
Total nilai skor APGAR Ny. SR adalah 8
Tabel 3.2. Nilai APGAR dari Tn. R (Ayah Pasien)
A.P.G.A.R Hampir Kadang- Hampir
selalu kadang tidak pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke 
keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya 
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya 
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya 
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan 
saya membagi waktu bersama-sama
Total nilai skor APGAR Ny. SR adalah 8

A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien = (9+8+8)/3


= 8.3
Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga pasien baik

Dalam komunikasi sehari-hari, pasien dan kedua orang tua serta kakak
pasien termasuk suka berkomunikasi yang disempatkan sepulang dari sekolah.
Jika ada masalah, pasien mendiskusikannya dengan orang tua dan kakak pasien
(jika pulang dari pesantrem).
Secara keseluruhan total poin dari skor APGAR keluarga pasien adalah
25 (tanpa kakak karena tidak ada ditempat), sehingga rata-rata skor APGAR
dari keluarga pasien adalah 8.3. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi fisiologis
yang dimiliki keluarga pasien berada dalam keadaan baik.
C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)
Fungsi patologis dari keluarga An. A dinilai dengan menggunakan
S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
Tabel 3.4. Nilai SCREEM dari keluarga pasien
Sumber Patologi Ket
Social Interaksi yang baik antara anggota keluarga serta -
masyarakat sekitar. Keluarga pasien sering mengikuti
kegiatan di lingkungan tempat tinggalnya
Cultural Dalam sehari-hari keluarga ini menggunakan budaya jawa, -
hal ini terlihat pada pergaulan mereka sehari – hari yang
menggunakan bahasa Jawa, tata krama Jawa dan kesopanan.
Religion Pemahaman agama baik. Penerapan ajaran juga baik, hal ini -
dapat dilihat dari pasien dan keluarga rutin menjalankan sholat
lima waktu dan sering mengikuti pengajian.
Economic Ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawah, untuk +
kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi, meski belum mampu
mencukupi kebutuhan sekunder, diperlukan skala prioritas
untuk pemenuhan kebutuhan hidup
Education Pendidikan anggota keluarga kurang. Latar belakang
pendidikan pasien adalah SD, kakak pasien SMP atau +
sederajat, kedua orang tua pasien SD. Pasien dan keluarga
kurang mengetahui tentang scabies dengan infeksi sekunder
Medical Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga menggunakan -
pelayanan puskesmas dengan jenis pembiayaannya
menggunakan BPJS

Keterangan :
1. Education (+) artinya bahwa keluarga pasien kurang memiliki edukasi
yang cukup terutama terhadap penyakit yang dideritanya.
2. Economic (+) artinya bahwa keluarga pasien kurang memilki
penghasilan yang cukup sehingga berpengaruh terhadap penyakit pasien
Kesimpulan :
Dalam keluarga An. A dengan kepala keluarga Tn. R, fungsi patologis yang
positif adalah fungsi edukasi dan ekonomi.

D. Family Genogram

500 46 42 40 49 444 39

38 42

13 10

Keterangan :
: Tinggal satu : Laki-laki
rumah
: Meninggal : Perempuan

: Pasien

E. Pola Interaksi Keluarga

Tn. S Ny.S

An. A An. F

Gambar 3.2. Pola Interaksi Keluarga Tn. S


Keterangan : hubungan
Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga baik
BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN

A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga


1. Faktor Perilaku
Perilaku dalam keluarga An. A dipengaruhi oleh pengetahuan,
pendidikan, dan ekonomi, terutama perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan. Keluarga ini menyadari arti penting kesehatan. Mereka tidak
mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit. Keluarga An.
A lebih percaya pada pemeriksaan atau pengobatannya pada dokter praktik
di dekat rumah atau ke Puskesmas.
Pasien memiliki perilaku jarang mandi dan kurang menjaga
higienisitas. Pasien kesehariannya adalah seorang pelajar tingkat SD kelas 5.
Pasien tidak memiliki aktivitas olahraga rutin namun sering bermain bersama
teman-teman dilingkungan rumah sepulang sekolah. Aktivitas sehari-hari
pasien biasanya menghabiskan separuh waktunya di sekolah dan mengikuti
kegiatan di lingkungan sekitar rumah seperti mengaji.

2. Faktor Non Perilaku


Pasien termasuk orang dengan latar belakang pendidikan SD dan masih
tergolong anak-anak. Pengetahuan pasien mengenai scabies dengan infeksi
sekunder kurang. Pengetahuan keluarga mengenai penyakit ini juga
tergolong kurang. Kakak pasien sudah berulang kali mengalami keluhan
serupa terutama sepulang dari pesantren dan kemudian anggota keluarga
lain mengalami keluhan serupa ketika kakak pasien pulang ke rumah.
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga pasien termasuk keluarga kelas
menengah ke bawah. Keluarga ini memiliki sumber penghasilan dari ayah
pasien yang bekerja sebagai buruh serabutan. Keluarga ini dapat memenuhi
kebutuhan primernya. Keluarga ini mengakses pelayanan kesehatan
menggunakan biaya BPJS kesehatan.
Ekonomi :
Faktor ekonomi
didapatkan ekonomi
keluarga pasien
Lingkungan: menengah kebawah
Faktor lingkungan
didapatkan keadaan dan
kebersihan lingkungan
rumah sudah cukup
memenuhi kriteria
\ rumah sehat Keluarga An. A

Pendidikan :
Sikap Latar pendidikan
Pasien mengaku jarang pasien masih di tingkat
mandi dan kurang SD kelas 5
menjaga higienisitas

Keluhan serupa di
Tindakan: keluarga:
Pasien sering bermain Terdapat beberapa
diluar rumah sepulang anggota keluarga
sekolah pasien yang mengalami
keluhan serupa

Gambar 4.1. Diagram Faktor Perilaku dan Non-perilaku Keluarga


Keterangan :
= Faktor Perilaku
= Faktor Non-Perilaku
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran Lingkungan
Luas rumah sekitar 5x8 m, memiliki ventilasi udara, cahaya matahari yang
masuk ke rumah cukup baik, lantai rumah terbuat dari keramik namun
sebagian di kamar pasien dan orang tua pasien masih bercampur plester
dan keramik, dinding sebagian dapur bagian dapur kayu masih plesteran
namun untuk kamar mandi sudah keramik. Jendela terdapat di masing-
masing ruangan namun jendela pada kamar jarang dibuka. Kebersihan
rumah terjaga dengan baik. Atap rumah terbuat dari genting dan kayu.
Tingkat kelembapan rumah baik namun terkesan sedikit lembab di dapur.
Rumah terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, 3 kamar tidur (1 kamar
untuk ruangg tamu sekaligus ruang sholat), 2 ruang dapur (dapur dengan
kompor gas untuk memasak dan dapur dengan kompor kayu untuk
merebus air), dan 1 kamar mandi lengkap dengan kloset. Istri pasien
memasak dengan menggunakan kompor gas namun menggunakan kayu
untuk merebus air. Sumber air bersih berasal dari air sumur. Keluarga
pasien menyebutkan belum terdapat septic tank untuk pembuangan feses
dan hanya dialirkan ke sungai terdekat. Antara rumah pasien dan rumah
tetangga saling berdempetan. Jarak antar rumah kurang dari 1 meter.
Lingkungan tempat tinggal An. A berada di jalan yang hanya dapat dilalui
oleh satu motor. Tempat sampah keluarga diletakkan di halaman samping
rumah dan terbuka.
Kesan: Kebersihan rumah dan lingkungannya baik.
2. Denah Rumah

1 5 6 7 8 1

3 4 5
Keterangan
1. Teras

2 4 2. Ruang Tamu
3. Kamar tidur
2 4. Ruang Keluarga
3 5. Kamr tamu /
ruang sholat
6. Kamar mandi
7. Dapur gas
8. Dapur kayu
1

Gambar 4.2. Denah rumah keluarga An. A


BAB V
DAFTAR MASALAH DAN PEMBINAAN KELUARGA

A. Masalah medis :
Skabies dengan infeksi sekunder

B. Masalah nonmedis :
1. Pasien jarang mandi dan kurang menjaga kebersihan.
2. Pengetahuan pasien tentang penyakit scabies dan infeksi sekunder masih
kurang.
3. Pendidikan SD kelas 5.
4. Ekonomi keluarga pasien menengah kebawah.
5. Anggota keluarga lain yang menderita keluhan serupa (ibu pasien dan
kakak pasien yang menderita scabies karena tertular di pesantren)

C. Diagram Permasalahan Pasien

Kurang menjaga
kebersihan

Pengetahuan kurang

An. A, 10 tahun
Kakak pasien yang
dengan Skabies dan
tertular di pesantren
infeksi sekunder

Pendidikan SD

Ekonomi menengah ke
bawah

Gambar 5.1. Diagram Hubungan Penyakit dengan Faktor Risiko

D. Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks.
Tabel 5.1. Matrikulasi Masalah
No Daftar Masalah I T R Jumlah
P S SB Mn Mo Ma IxTxR
1. Anggota keluarga lain 3 5 4 4 4 4 4 15.360
yang menderita keluhan
serupa (ibu pasien dan
kakak pasien yang
menderita scabies karena
tertular di pesantren)

2. Pengetahuan pasien 5 5 4 4 4 3 4 19.200


tentang penyakit scabies
dengan infeksi sekunder
kurang.
3 Kurang menjaga 4 4 4 3 4 2 2 3.072
kebersihan dan higienisitas
4. Pendidikan pasien SD 4 4 4 3 2 1 1 0.648
5. Ekonomi keluarga pasien 4 4 4 1 1 1 1 0.16
menengah kebawah.

Tabel 5.1 Matrikulasi Masalah (Azrul, 1996).

Keterangan
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria Penilaian
1 : Tidak penting
2 : Agak penting
3 : Cukup penting
4 : Penting
5 : Sangat penting
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga Tn.
S adalah sebagai berikut :
1. Anggota keluarga lain yang menderita keluhan serupa (ibu pasien dan
kakak pasien yang menderita scabies karena tertular di pesantren)
2. Pengetahuan pasien tentang penyakit scabies dengan infeksi sekunder
kurang.
3. Kurang menjaga kebersihan dan higienisitas
4. Pendidikan pasien SD
5. Ekonomi keluarga pasien menengah kebawah.

Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil adalah pengetahuan pasien tentang
penyakit hipertensi kurang.
BAB VI
RENCANA PEMBINAAN KELUARGA

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah


Metode pemecahan masalah yang pada An. A dapat dibuat beberapa
alternatif. Metode yang digunakan adalah metode RINKE. Metode ini
menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,
pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan
biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.
1. Kriteria efektifitas jalan keluar
a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :
1) Masalah yang dapat diatasi sangat kecil
2) Masalah yang dapat diatasi kecil
3) Masalah yang dapat diatasi cukup besar
4) Masalah yang diatasi besar
5) Masalah yang diatasi dapat sangat besar
b. I (pentingnya jalan keluar yang dikaitkan dengan kelanggengan
selesainya masalah):
1) Sangat tidak langgeng
2) Tidak langgeng
3) Cukup langgeng
4) Langgeng
5) Sangat langgeng
c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan
penyelesaian masalah):
1) Penyelesaian masalah sangat lambat
2) Penyelesaian masalah lambat
3) Penyelesaian cukup cepat
4) Penyelesaian masalah cepat
5) Penyelesaian masalah sangat cepat
2. Kriteria efisiensi jalan keluar (yang dikaitkan dengan biaya yang
dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah)
a. Biaya sangat murah
b. Biaya murah
c. Biaya cukup murah
d. Biaya mahal
e. Biaya sangat mahal
Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode RINKE
untuk penyakit An. A di Desa Panembangan Kecamatan Cilongok adalah
sebagai berikut :

Tabel 5.2 Kriteria dan Skoring Efektivitas dan Efisiensi Jalan Keluar

Efektivitas Efisiensi Urutan


MxIxV
No Daftar Alternatif Jalan Keluar M I V C Prioritas
C
Masalah
1 Pembinaan Keluarga meliputi penyakit 4 3 3 2 18 1
scabies dengan infeksi sekunder dan faktor
risikonya, tata cara penatalaksanaan,
mencegah terjadinya komplikasi sedini
mungkin, serta mencegah pengulangan
penyakit tersebut
2 Pembagian leaflet mengenai skabies untuk 4 2 2 3 5,3 2
keluarga
3 Pembagian leaflet mengenai skabies untuk 3 2 2 3 4 3
Pesantren kakak pasien

Berdasarkan hasil perhitungan penentuan alternatif terpilih menggunakan


metode Rinke, didapatkan alternatif terpilih yaitu pembinaan Keluarga meliputi
penyakit scabies dengan infeksi sekunder dan faktor risikonya, tata cara
penatalaksanaan, mencegah terjadinya komplikasi sedini mungkin, serta
mencegah pengulangan penyakit tersebut skor 18.
B. Rencana Pembinaan Keluarga
1. Tujuan
Tujuan dari pembinaan keluarga ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan pasien dan keluarga mengenai penyakit scabies dengan
infeksi sekunder.
2. Materi
Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit hipertensi
dan misalnya:
a. Penjelasan mengenai definisi skabies.
b. Penjelasan mengenai gejala-gejala dan komplikasi dari penyakit
tersebut.
c. Menjelaskan kepada pasien bahwa skabies adalah penyakit menular
yang dapat dicegah dan diatasi sedini mungkin,
d. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya
menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
e. Menganjurkan untuk rajin mencuci dan menjemur tidak hanya pakaian,
namun juga sprei dan kursi sofá yang digunakan bersama.
f. Memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga untuk menjaga dan
meningkatkan fungsi keluarga.
3. Cara Pembinaan
Pembinaan dilakukan di rumah pasien dalam waktu yang telah
ditentukan bersama. Pembinaan dilakukan dengan cara memberikan
konseling kepada pasien dan keluarga, dalam suatu pembicaraan santai
sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima oleh pasien dan keluarga.
4. Sasaran
Sasaran dari pembinaan keluarga ini adalah pasien dan keluarganya.
5. Rencana Evaluasi
a. Input : terdiri dari 1 orang pemberi (pembina) materi pembinaan
keluarga
b. Proses : proses pembinaan diikuti dari awal sampai dengan akhir
oleh anggota keluarga di rumah (An. A, An. F, Ny. S, dan Tn. R)
c. Output : Perubahan perilaku dan penambahan pengetahuan tentang
skabies yang diukur melalui pertanyaan yang diberikan oleh pelaksana
pembinaan keluarga di akhir proses pembinaan keluarga.
d. Angka keberhasilan:
>80% : baik
60%-80% : cukup
<60% : kurang
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan memberikan 5 pertanyaan berdasarkan materi
yang disampaikan kepada pasien dan anggota keluarga lain yang hadir.
Apabila setiap anggota keluarga dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan, maka dapat disimpulkan sudah mengetahui dan memahami
materi. An. A menjawab 5 pertanyaan dan Ny. S menjawab 4 dapat
menjawab 4 pertanyaan. Tingkat keberhasilan An. A 100% sedangakan
untuk Ny. S 80%.

C. Hasil Pembinaan Keluarga


Tabel 6.1 Hasil Pembinaan Keluarga
Anggota
keluarga Hasil
No Tanggal Kegiatan yang dilakukan
yang kegiatan
terlibat
1. 22/09/ a. Menggali pengetahuan dan Pasien dan Pasien dan
2019 pemahaman pasien tentang keluarga keluarga
scabies dan infeksi sekunder memahami
b. Memberi penjelasan mengenai tentang
scabies dan infeksi sekunder scabies dan
c. Menggali pengetahuan dan infeksi
pemahaman pasien faktor resiko sekunder
pada pasien dan bagamana
menghindarinya
1. Hasil Evaluasi
a. Evaluasi Formatif
Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada tiga orang yang terdiri dari,
pasien An. A, ibu Ny. S dan ayah Tn. R. Metode yang digunakan berupa
pembinaan edukasi tentang penyakit scabies dengan infeksi sekunder
mulai dari pengertian, faktor resiko, pencegahan, dan pengobatan,
komplikasi.
b. Evaluasi Promotif
Sasaran pembinaan sebanyak empat orang yaitu, pasien dan
keluarga pasien, namun saat pelaksaan hanya ada An. A dan Ny. S.
Kemudian pembinaan dilakukan dilain hari dan dapat dihadiri oleh Tn.
R. Waktu pelaksanaan kegiatan pada Minggu, 22 September 2019 dan
Rabu, 25 Septembr 2019 di rumah pasien. Pembinaan berjalan dengan
lancar dan pasien merasa puas karena merasa lebih diperhatikan dengan
adanya kunjungan ke rumahnya untuk memberikan edukasi tentang
penyakit yang sedang diderita An. A.
c. Evaluasi Sumatif
Sebelum dilakukan konseling, pasien dan keluarga mengaku
belum memahami dengan baik penyakit yang diderita An. A sehingga
dengan adanya konseling pasien merasa puas dan senang karena menjadi
lebih memahami penyakit yang diderita pasien dan keluarganya
sebelumnya. Sebelum konseling, dilakukan tanya jawab dengan lima
pertanyaan. Pasien mampu menjawab 1 pertanyaan dengan cukup benar
yaitu mengenai gejala. Materi yang diberikan berupa edukasi terkait
penyakit yang dialami serta apa yang dapat dilakukan pasien dan
keluarga dalam rangka mengobati dan mencegah terulangnya kejadian
serupa. Penggunaan obat pun juga dibahas lebih mendalami terkait tata
cara pemakaian yang benar terutama salep Permethrine karena keluarga
pasien mengenakannya setap hari. Kemudian pentingnya kebersihan juga
ditekankan secara lebih mendalam.
Setelah konseling dilakukan tanya jawab, narasumber
memberikan 5 pertanyaan yang sama, pasien dapat menjawab 5
pertanyaan dan ibu pasien dapat menjawab empat pertanyaan. Walaupun
jawaban yang diberikan belum maksimal namun sudah mampu
menjelaskan poin penting dari masing-masing materi, sehingga tingkat
pengetahuan pasien cukup meningkat menjadi 100% dari yang
sebelumnya hanya 20% serta menjadi 80% dari 20% untuk ibu pasien.
BAB VII
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Scabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan oleh
kutu Sarcoptes scabiei var hominis.(3) Infeksi ini terjadi akibat kontak langsung
dari kulit ke kulit maupun kontak tidak langsung (melalui benda misalnya
pakaian handuk, sprei, bantal dan lain - lain).(5)

B. Epidemiologi
Scabies dapat menyerang semua ras dan semua kelas sosial di seluruh dunia,
tetapi gambaran yang akurat mengenai prevalensinya sulit didapatkan. Studi
yang dilakukan oleh Downs et al. dengan data-data yang dikumpulkan di Inggris
antar tahun 1967 dan 1996 menunjukkan insiden yang tinggi pada akhir tahun
1960-an dan 1970-an, kemudian menurun pada tahun 1980-an, dan kembali
meningkat pada tahun 1990-an, dimana prevalensi yang lebih tinggi ditemukan
pada area urban, di sebelah utara Inggris, lebih banyak pada wanita dan anak-
anak, dan frekuensi yang lebih banyak pada musim dingin dibandingkan dengan
pada musim panas. Beberapa penelitian lain juga menemukan adanya variasi
musim ini.(6) Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain:
kebersihan yang buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik
serta ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat
Hubungan Seksual).(7)
Scabies paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda, tetapi
dapat menyerang semua umur, dan di Inggris dalam beberapa tahun terakhir ini
lebih sering ditemukan pada lansia di tempat-tempat perawatan. Insiden seks
secara keseluruhan mungkin sama sedangkan pada ras terdapat beberapa
kelompok ras yang rentan, yang mungkin lebih berhubungan dengan kebiasaan
dan faktor sosial daripada faktor kerentanan yang melekat. Populasi yang padat,
yang umum terjadi di negara-negara terbelakang dan hampir selalu terkait
dengan kemiskinan dan faktor kebersihan yang buruk, juga ikut mendorong
penyebaran scabies.(6)

C. Etiologi
Scabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Kutu
scabies memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3 mm, yang tidak dapat dilihat
dengan menggunakan mata telanjang.(1) Secara morfologik merupakan tungau
kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau
ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina
berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan
lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang didepan sebagai alat untuk melekat dan 2
pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan
pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat dengan alat
perekat.(7)

Gambar 1 : Gambaran morfologi Sarcoptes scabiei (dikutip dari kepustakaan 5)

D. Patogenesis
Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum corneum dengan
kecepatan 2 mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3 telur-telurnya setiap harinya.
Telur-telur ini akan menetas setelah 3 hari dan menjadi larva, yang akan
membentuk kantung dangkal di stratum corneum dimana larva-larva ini akan
bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu. Kutu ini kawin di
dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati tetapi kutu betina yang telah
dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan siklus hidupnya. Setelah invasi
pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6 minggu untuk timbul reaksi
hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini.(2)

Gambar 2 : siklus hidup Sarcoptes scabiei (dikutip dar kepustakaan 8)


Siklus hidup ini menjelaskan mengapa pasien mengalami gejala selama
bulan pertama setelah kontak dengan individu yang terinfeksi. Setelah sejumlah
kutu (biasanya kurang dari 20) telah dewasa dan telah menyebar dengan cara
bermigrasi atau karena garukan pasien, hal ini akan berkembang dari rasa gatal
awal yang terlokalisir menjadi pruritus generalisata.(9)
Selama siklus hidup kutu ini, terowongan yang terbentuk meluas dari
beberapa milimeter menjadi beberapa centimeter. Terowongan ini tidak meluas
ke lapisan bawah epidermis, kecuali pada kasus hiperkeratosis scabies
Norwegia, kondisi dimana terdapat kulit yang bersisik, menebal, terjadi
imunosupresan, atau pada orang-orang tua dengan jumlah ribuan kutu yang
menginfeksi. Telur-telur kutu ini akan dikeluarkan dengan kecepatan 2-3 telur
perharinya dan massa feses (skibala) terdeposit pada terowongan. Skibala ini
dapat menjadi iritan dan menimbulkan rasa gatal.(9
Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat
terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel
pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di
tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih
dari sejuta tungau. Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan pasien
dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita
Norwegian scabies.(1,6)
Reaksi hipersensitivitas akibat adanya benda asing mungkin menjadi
penyebab lesi. peningkatan titer IgE dapat terjadi pada beberapa pasien scabies,
bersama dengan eosinofilia, dan reaksi hipersensitivitas tipe langsung akibat
reaksi dari kutu betina ini. Kadar IgE menurun dalam satu tahun setelah
terinfeksi. Eosinofil kembali normal segera setelah dilakukannya perawatan.
Fakta bahwa gejala yang timbul jauh lebih cepat ketika terjadi reinfeksi
mendukung pendapat bahwa gejala dan lesi scabies adalah hasil dari reaksi
hipersensitivitas.(9)
Jalur utama dari transmisi penularan yaitu kontak langsung antara kulit-
ke-kulit. Namun transmisi dengan cara pakaian bersama atau metode tidak
langsung lainnya sangat langka tetapi mungkin terjadi pada Norwegian scabies
(misalnya, dalam host immunocompromised). Transmisi antara anggota
keluarga. Transmisi seksual juga terjadi.(5)

E. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei
sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran
klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4
tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu :(7,10)
 Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit
seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang
berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam
beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari.(3,6) Hal ini
disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang
lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali
mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.(10)
 Menyerang manusia secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu
pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat
menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin
akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi
oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi
menjadi pembawa/carier bagi individu lain.(10)
 Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum
korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang
memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis. (10)

Gambar 3 : terowongan pada penderita scabies (dikutip dari


kepustakaan 11)

 Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul
yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan
bagian depan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis,
labia dan pada areola wanita.(3) Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya
menjadi polimorfik (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).(10)
Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi
hipersensitivitas pada antigen tungau. Lesi yang patognomonis adalah
terowongan yang tipis dan kecil seperti benang, berstruktur linear
kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung
terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari
pergerakan tungau di dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat
jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan dan daerah siku.
Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena
aktivitas menggaruk pasien yang hebat.(1)

 Menemukan Sarcoptes scabiei


Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh
kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa
maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan
tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir
sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat
variatif dan tidak spesifik.(10) Diagnosa positif hanya didapatkan bila
menemukan tungau dengan menggunakan mikroskop, biasanya posisi
tungau determined dalam liang, dapat menggunakan pisau untuk teknik
irisan ataupun denggan menggunakan jarum steril, tungau ini mayoritas
dapat ditemukan pada tangan, pergelangan tangan dan lebih kurang
pada daerah genitalia, siku, bokong dan aksila. Pada anak – anak tungau
banyak ditemukan dibawah kuku karena kebiasaan menggaruk,
pengambilan tungau ini dengan menggunakan kuret.(12)
Gambar 7 : Telur, nimfa, dan skibala Sarcoptes scabiei (dikutip
dari kepustakaan 13)

2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang
tidak khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan
kesalahan diagnostik yang dapat berakibat gagalnya pengobatan.. Beberapa
bentuk skabies antara lain :
 Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan
jumlah yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi
secara teratur. (10)
 Skabies pada bayi dan anak
Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah
dan kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Nodul
pruritis eritematous keunguan dapat ditemukan pada aksila dan
daerah lateral badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul
berminggu-minggu setelah eradikasi infeksi tungau dilakukan.
Vesikel dan bula bisa timbul terutama pada telapak tangan dan jari.
(1)
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk
seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi
infeksi sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga terowongan
jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di wajah.(10) Lesi yang
timbul dalam bentuk vesikel, pustul, dan nodul, tetapi distribusi lesi
tersebut atipikal. Eksematisasi dan impetigo sering didapatkan, dan
dapat dikaburkan dengan dermatits atopik atau acropustulosis. Rasa
gatal bisa sangat hebat, sehingga anak yang terserang dapat iritabel
dan kurang nafsu makan.(5)
 Skabies nodular
Skabies nodular adalah varian klinik yang terjadi sekitar 7% dari
kasus skabies dimana lesi berupa nodul merah kecoklatan
berukuran 2-20 mm yang sangat gatal. Umumnya terdapat pada
daerah yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal dan aksila.
Pada nodul yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap
selama beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun telah
mendapat pengobatan anti skabies.(13)
 Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan
gejala dan tanda pada penderita apabila penderita mengalami
skabies. Akan tetapi dengan penggunaan steroid, keluhan gatal tidak
hilang dan dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan
steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan lebih buruk. Hal ini
mungkin disebabkan oleh karena penurunan respon imun seluler.(10)
 Norwegian scabies (Skabies berkrusta)
Merupakan skabies berat ditandai dengan lesi klinis generalisata
berupa krusta dan hiperkeratosis dengan tempat predileksi pada
kulit kepala berambut, telinga, bokong, telapak tangan, kaki, siku,
lutut dapat pula disertai kuku distrofik bentuk ini sangat menular
tetapi gatalnya sangat sedikit. Dapat ditemukan lebih dari satu juta
populasi tungau dikulit. Bentuk ini ditemukan pada penderita yang
mengalami gangguan fungsi imun misalnya AIDS, penderita
gangguan neurologik dan retardasi mental.(1,10)
Gambar 10 : Norwegian scabies yang bermanifestasi sebagai
kulit yang terekskoriasi, likenifikasi, hiperkeratosis

Tabel 1 : Jenis-jenis scabies


F. Pemeriksaan Penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi
penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit
ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari
empat cardinal sign. (10) Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan
tungau dan produknya yaitu :
1. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau
KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan skalpel steril
yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan
pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca
penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.(10)
2. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan
kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke
ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada
ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini
mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.(10)
3. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30
menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan
tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya
karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan positif
bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai
bentuk S.(10)
4. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk
kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak
berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi
dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah
mikroskop.(10) Biopsi irisan dengan pewarnaan Hematoksilin and
Eosin

5. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam
kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar
ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan
efluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.(10)
6. Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang
berguna untuk membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma.
Dermoskopi juga dapat menjadi alat yang berguna dalam
mendiagnosis scabies secara in vivo. Alat ini dapat mengidentifikasi
struktur bentuk triangular atau bentuk-V yang diidentifikasi sebagai
bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala dan kaki. Banyak laporan
kasus yang didapatkan mengenai pengalaman dalam mendiagnosis
scabies dengan menggunakan Dermoskopi. Dermoskopi sangat
berguna, terutama dalam kasus-kasus tertentu, termasuk kasus scabies
pada pasien dengan terapi steroid lama, pasien imunokompromais dan
scabies nodular.(14)
Gambar 12 : Scabies yang teridentifikasi dengan Dermoskopi
(dikutip dari kepustakaan 14)

G. Diagnosis Banding
1. Insect bite (gigitan serangga) :
Karakteristik lesi berupa urtikaria papul eritematous 1-4 mm
berkelompok dan tersebar di seluruh tubuh, sedangkan tungau skabies
lebih suka memilih area tertentu yaitu menghindari area yang memiliki
banyak folikel pilosebaseus.(6,15)
Pada umumnya popular urtikaria terjadi akibat gigitan dan
sengatan serangga tetapi area lesinya hanya terbatas pada daerah gigitan
dan sengatan serangga saja sedangkan skabies ditemukan lesi berupa
terowongan yang tipis dan kecil seperti benang berwarna putih abu-abu,
pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel.(1,15)
Gigitan serangga biasanya hanya mengenai satu anggota keluarga
saja, sedangkan skabies menyerang manusia secara kelompok,
sehingga dalam sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota
keluarga.(10,15)
Gambar 13 : Tampak gigitan serangga berupa bulla (dikutip dari
kepustakaan 15)

2. Prurigo nodularis
Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara
histologi ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke bawah
epidermis. Sedangkan pada skabies ditemukan Sarcoptes scabiei di
bagian teratas epidermis yang mengalami akantosis. Pada prurigo,
penyebabnya belum diketahui. Namun dalam beberapa kasus, faktor
stress emosional menjadi salah satu pemicu sehingga sulit untuk
ditentukan apakah ini adalah penyebab atau akibat dari prurigo
sedangkan pada skabies disebabkan oleh adanya tungau Sarcoptes
scabiei melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (H.E).(6,16)

Gambar 14 : Tampak prurigo nodularis di daerah lengan (dikutip dari


kepustakaan 16)
H. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektifitas
yang bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain
umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan faktor kegagalan terapi
yang pernah diberikan sebelumnya.(1
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan
tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-
sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang
telinga. Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga
harus dioleskan skabisid topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun
telah diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat
tetap menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan
beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan kemudian
akan menggunakan obat anti skabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti
histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk
menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah
pemberian terapi skabisid yang lengkap.(1)
1. Penatalaksanaan secara umum
 Edukasi pada pasien skabies :
 Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
 Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali
baik yang yang terkena oleh skabies ataupun bagian kulit yang
tidak terkena.
 Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya
dilakukan pada malam hari sebelum tidur.
 Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
 Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci
dengan teratur dan bila perlu direndam dengan air panas
 Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam
seminggu walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul
selama beberapa hari.
 Setiap orang di yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya
mendapatkan penanganan di waktu yang sama.
 Melapor ke dokter anda setelah satu minggu
2. Penatalaksanaan secara khusus
Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan
skabies dapat berupa topikal maupun oral antara lain :
 Permethrin
Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat
skabisidnya sangat baik. obat ini merupakan pilihan pertama
dalam pengobatan skabies karena efek toksisitasnya
terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan
keracunan akibat salah dalam penggunaannya sangat kecil.
Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorbsi
dan cepat dimetabolisme di kulit dan deksresikan di urin.
Tersedia dalam bentuk krim 5 % dosis tunggal digunakan
selama 8-12 jam, digunakan malam hari sekali dalam 1
minggu selama 2 minggu, apabila belum sembuh bisa
dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu.
Permethrin tidak dapat diberikan pada bayi yang kurang dari
2 bulan, wanita hamil, dan ibu menyusui. Efek samping
jarang ditemukan berupa rasa terbakar, perih, dan gatal.
Beberapa studi menunjukkan tingkat keberhasilan permetrin
lebih tinggi dari lindane dan crotamiton. Kelemahannya
merupakan obat topikal yang mahal.(11,18)
 Presipitat Sulfur 2-10%
Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama
digunakan, sejak 25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam
bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep konsentrasi 6%
lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni
mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh
selama 24 jam tiga hari berturut-turut. Keuntungan
penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan
mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang
membutuhkan terapi massal.(11,13)
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan
membentuk hidrogen sulfida dan pentathionic acid
(CH2S5O6) yang bersifat germisid dan fungisid. Secara
umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak,
wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi
2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau
tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang
menimbulkan iritasi.(11)
 Benzyl benzoate
Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol
benzil yang merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl
benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24
jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat
dikurangi menjadi 12,5%. Benzyl benzoate sangat efektif
bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik
bisa diterima. Efek samping dari benzyl benzoate dapat
menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum,
karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak
menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang
dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi,
dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl benzoate
lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di
negara-negara berkembang dimana sumber daya yang
terbatas, benzyl benzoate digunakan dalam pengelolaan
skabies sebagai alternatif yang lebih murah.(4)
 Lindane (Gamma benzene heksaklorida)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena,
adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf
pusat tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru,
mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian
tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang
kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi,
dan kematian tungau, lindane dimetabolisme dan
diekskresikan melalui urin dan feses.(4)
Lindane tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak
berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal
dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah
selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau losion.
Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan
lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-
larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan
sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan
lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak
mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak
menggunakan konsentrasi lain selain 1%.(10)
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas
sistem saraf pusat, kejang, dan bahkan kematian pada anak
atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis
toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala,
mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi,
kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan
pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti
menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan
fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik,
trombositopenia, dan pansitopenia.(4)
 Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai
krim 10% atau losion. Tingkat keberhasilan bervariasi
antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah diperoleh bila
diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut
setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah
selama 2 malam, kemudian dicuci setelah aplikasi kedua.
Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila
digunakan jangka panjang.(10)
Beberapa ahli beranggapan bahwa krim ini tidak
direkomendasikan terhadap skabies karena kurangnya
efikasi dan data penunjang tentang tingkat keracunan
terhadap obat tersebut. Crotamiton 10% dalam krim atau
losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan
pada wanita hamil, bayi dan anak kecil. (4)
 Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh
Streptomyces avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip
antibiotik makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas
sebagai antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan endo
parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan,
pada mamalia, pada manusia digunakan untuk pengobatan
penyakit filaria terutama oncocerciasis. Diberikan secara
oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif
untuk skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun.
Juga dilaporkan secara khusus tentang formulasi ivermectin
topikal efektif untuk mengobati skabies. Efek samping yang
sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal
necrolysis.(10)
 Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus
ditambahkan 2-3 bagian air dan digunakan setiap hari
selama 2-3 hari.(10)
 Malathion
Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama
24 jam, pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.(10)
Namun saat ini tidak lagi direkomendasikan karena
berpotensi memberikan efek samping yang sangat tinggi.(4)
3. Penatalaksanaan skabies berkrusta
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun
skabies berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya
membutuhkan beberapa pengobatan dengan skabisid. Kulit yang
diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut
dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan
penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali
dengan krim permethrin dan jika dibutuhkan diikuti dengan lindane
dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum terapi dengan
skabisid diobati dengan keratolitik.(10)
4. Penatalaksanaan skabies nodular
Skabies nodular merupakan salah satu karakteristik skabies yang
kronik mengenai beberapa bagian tubuh seperti genitalia pria dan
aksilla. Skabies seperti ini ditangani dengan anti skabitik disertai
dengan pemberian steroid. (4)
5. Pengobatan terhadap komplikasi
Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral
khususnya eritromisin.(10)
6. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi
gatal yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu
setelah terapi dengan anti skabies yang adekuat. Pada bayi, aplikasi
hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi
pelumas atau emolien pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat
membantu, dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon
0,1% untuk mengurangi keluhan.(10)

Setelah pengobatan berhasil untuk mematikan tungau, rasa gatal dapat


bertahan dan dirasakan selama 6 minggu sebagai reaksi eksematous. Pasien
dapat diobati dengan pengobatan eksema biasa dengan emolien dan
kortikosteroid topikal dengan atau tanpa antibiotik topikal tergantung adanya
infeksi sekunder Staphylocccus aureus. Antipruritus topikal crotamiton sering
membantu jika kulit gatal dengan hanya sedikit reaksi peradangan. Pasien harus
disarankan bahwa erupsi dari skabies membutuhkan waktu untuk proses
penyembuhan dan sebaiknya berhati-hati dengan penggunaan skabisid yang
berlebihan. (17)
I. KOMPLIKASI
Di utara Australia, dilaporkan angka kematian meningkat 50 % selama lebih
dari 5 tahun, dengan penyebab utamanya yaitu infeksi bakterial sekunder, yang
sering disebabkan oleh Streptococcus aureus, Streptococcus β-hemolitikus grup
A, atau peptostreptococci. Beberapa laporan kasus didapatkan vaskulitis
leukositoklastik akibat scabies, dan satu kasus tercatat adanya antikoagulan
lupus.(18) Impegtiginisasi sekunder adalah komplikasi umum ditemukan dan
berespon baik terhadap pemberian antibiotik topikal ataupun oral, tergantung
tingkat piodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi
terutama pada skabies Norwegian Scabies.(1) Glomerulonefritis juga pernah
dilaporkan sebagai komplikasi dari scabies.(18) Post-streptococcal
glomerulonephritis bisa terjadi karena scabies-induced pyodermas yang
disebabkan oleh Streptococcus pyogens.(1)
J. PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada
individu yang immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring
waktu.(1) Investasi skabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi
skabies, jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal
dan eksema akan sembuh.(1
K. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang
yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal
skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran
skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang
masih dalam periode inkubasi asimptomatik.(1
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal,
handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih
dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau skabies dapat hidup hingga
3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya juga harus dibersihkan
(vacuum cleaner).(1)
BAB VIII
RESUME

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah disusun, berdasarkan gejala dan


tanda sudah diadapatkan tanda-tanda patognomonis seperti adanya cardinal signs
yang dapat ditemui pada pasien, baik dari anamnesis maupun dari pemeriksaan
fisik, yaitu gatal terutama pada sela-sela jari, gatal semakin memburuk ketika
malam hari tiba dan mengganggu tidur, dari 4 orang yang tinggal bersama, terdapat
3 orang yang mengalami keluhan serupa.
Faktor resiko yang dimiliki pasien yaitu berupa usia muda dan juga
pendidikan yang tergolong masih rendah karena usianya yang masih muda. Selain
itu dalam perilaku, pasien juga masih kurang menjaga higienisitas yang terbukti
dari pengakuan ibu pasien yang mengatakan pasien masih jarang mandi. Selain itu
faktor eksternal yang memengaruhi yaitu adanya angota lain yang terlebih dahulu
terkena dan menularkan kepada anggota lain yang berada di rumah.
Tatalaksana yang diberikan sesuai dengan tinjauan yang didapatkan, yaitu
salep Permethrine 5% yang dalam perjalan penyakit pasien mampu mengobati
penyakit yang dialami pasien, terbukti dari keluhan pasien yang berangsur membaik
dan dari UKK terlihat mengering serta kanalikuli yang makin menghilang. Selain
itu untuk infeksi sekundernya diberikan salep Gentamisin yang juga dapat
mengobati keluhan infeksi sekunder yang dialami pasien.
Pasien telah mencuci dan membersihkan alas kasur sertakursi maupun kasur
yang digunakan bersama serta dijemur. Hal ini juga dianggap mampu mengurangi
pengulangan kejadian serupa karena hingga sekarang keluhan sudah tidak
dilaporkan dari pasien dan ekluarga maupun dari ayah pasien yang sampai sekarang
masih tidak tertular atau mengeluhkan keluhan serupa yang dialami pasien
sebelumnya.
BAB IX
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa An. A adalah seorang pasien yang
didiagnosis scabies dengan infeksi sekunder
1. Aspek Personal
Idea : Pasien ingin memeriksakan dirinya dengan keluhan kepaala
pusing senut senut, leher belakang terasa cengeng dan mual.
Concern : Pasien merasakan penyakitnya sekarang mengganggu
aktivitas sehari-hari dan pekerjaannya
Expectacy : Pasien mempunyai harapan agar tekanan darahnya normal.
Anxiety : Pasien khawatir jika tekanan darah tinggi dapat
menimbulkan penyakit lain seperti stroke dan penyakit
jantung.
2. Aspek Klinis
Diagnosa : Hipertensi urgensi
Gejala klinis yang muncul : kepala pusing senut-senut, leher belakang
cengeng, mual
3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
a. Ayah kandung pasien menderita hipertensi
b. Usia pasien 46 tahun
c. Jenis kelamin pasien laki-laki
d. Pasien senang mengkonsumsi makanan asin, gorengan, makanan ber
santan
e. Pasien jarang berolahraga
4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
a. Pendidikan Tn.S hanya sampai SD
b. Pasien stress karena ekonomi keluarganya pas-pasan.
c. Rumah pasien tidak memenuhi kriteria rumah sehat.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Pasien mempunyai aspek skala penilaian 2, pasien dapat merawat diri dan
melakukan pekerjaan ringan.
B. Saran
1. Memberikan informasi tentang penyakit scabies dan infeksi sekunder,
faktor resiko dan komplikasi dari penyakit tersebut
2. Menganjurkan pada pasien dan keluarga agar pasien meninngkatkan
higienisitas, serta untuk menggunakan obat secara teratur, baik, dan bernar.
3. Penatalaksaan komprehensif pasien ini yang terdiri dari:
a. Personal Care
1) Initial Plan
a) Pemeriksaan kerokan kulit (KOH 10%)
2) Aspek kuratif
a) Medikamentosa
b) Non Medikamentosa
c) KIE (konseling, informasi dan edukasi)
- Edukasi pasien tentang penyakit yang diderita terkait
penyebab, faktor resiko, serta komplikasinya
- Edukasi terkait tatalaksana yang dapat dilakukan pasine
- Edukasi terkait perbaikan perilaku terutama higienisitas
- Aspek Preventif
d) Aspek Promotif
e) Monitoring
b. Family Focused
c. Community Focused
DAFTAR PUSTAKA

1. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis
In: Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. United state of
America. McGraw-Hill; 2008. p. 2029-2032.

2. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ,
Tennenhouse JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care;
An Illustrated Guide: Humana Press; 2006. p. 105-11

3. Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010; 362: p. 718.

4. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate


Med J. 2005; 81: p. 8 - 10.

5. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006; 345: p. 1718-1723.

6. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In:
Rook’s textbook of dermatology. 8th ed. United kingdom. Willey-blackwell;
2010. p. 38.36 – 38.38.

7. Handoko,PR. Skabies. In: Prof.Dr.dr.Adi Djuanda, editor. Ilmu penyakit


kulit dan kelamin. Ed 6. Jakarta. FK UI; 2010.p.122-123

8. Granholm JM, Olazowaki J. Scabies prevention and control manual.


Michigan department of community health. 2005; 1: p. 10.
9. Habif TP. Infestations and bites. In: Habif TP, editor. A clinical dermatology
: a color guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London. Mosby; 2004. p.
500.

10. Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit.
Ed 1. Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas kedokteran
universitas hasanuddin; 2003. p. 5-10.

11. Oakley A. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals. 2012; 19: p.
12-16.

12. William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Parasitic infestations, stings, and bites.
In: Sue Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews’ Disease of the skin:
Clinical Dermatology. 10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. p. 453

13. Hengge UR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a
Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006; 6: p. 771

14. Park JH, Kim CW, Kim SS. Scabies: The Diagnosis Accuracy of
Dermoscopy for Scabies. Ann Dermatology. 2012; 24: p. 194-99.

15. Elston DM. Bites and stings. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors.
Bolognia: Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier; 2008. p. 84

16. Jones JB. Eczema, lichenidentificatio, prurigo and erythroderma. In: Burns
T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s textbook of
dermatology. 8th ed. USA. Willey-blackwell; 2010. p. 23.42 – 22.43.

17. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and treatment. Bmj journals.


2005; 331: p. 619, 622.

18. Leone PE. Scabies and Pediculosis Pubis : An Update of Treatment


Regiments and General Review. CID journals. 2007; 44: p. 153-59.
Lampiran 1. Dokumen Kegiatan Kunjungan Rumah

Anda mungkin juga menyukai