Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN LONG CASE STUDY

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA


DIARE DISENTRIFORM KRONIK

Oleh:
Rafa Naufalin
G4A017032

Pembimbing:
dr. Dwi Arini Ernawati, MPH
dr. Anggoro Supriyo

KEPANITERAAN KLINIK STASE KOMPREHENSIF


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Long Case Study


Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Keluarga
Diare Disentriform Kronik

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat


Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman

Oleh:
Rafa Naufalin
G4A017032

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan:


Hari :
Tanggal : September 2019

Preseptor Lapangan Preseptor Fakultas

dr. Anggoro Supriyo dr. Dwi Arini Ernawati, MPH


NIP. 19710112 200212 1 002 NIP. 19771215 200501 2 015

2
I. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga : Ny. R


Alamat lengkap : Desa Sibrama RT 01/ RW 05
Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas
Bentuk Keluarga : Nuclear family
Tabel 1.1 Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
1. Ny. R Kepala P 58 SD Petani
Keluarga
(Ibu)
2. Nn. EP Anak P 19 SMP Babysitter
Sumber : Data Primer, September 2019
Kesimpulan dari karakteristik demografi diatas adalah bentuk keluarga Nn.
EP adalah Nuclear family dengan Ny. R (58 tahun) sebagai kepala keluarga yang
bekerja sebagai Petani. Nn. EP adalah anak dari Ny. R. Pada keluarga ini terdapat
ibu dan 1 anak yang hidup bersama.

3
II. STATUS PENDERITA

A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang pasien
berusia 19 tahun yang datang ke Puskesmas Kemranjen 1. Pasien ini datang
dengan keluhan BAB berlendir dan berdarah.

B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. EP
Usia : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Babysitter
Pendidikan : SMP
Penghasilan/bulan : Rp.2.000.000,-
Alamat : Desa Sibrama RT 01/ RW 04
Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas
Pengantar (Pasien) : Pasien datang diantar oleh ibunya
Tanggal Periksa : Rabu, 19 September 2019

C. ANAMNESIS (diambil melalui autoanamnesis)


1. Keluhan Utama
BAB berlendir dan berdarah
2. Keluhan Tambahan
Mual, lemas, nafsu makan turun, dan nyeri perut melilit.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Ruang Pemeriksaan Umum Puskesmas Kemranjen 1
pada hari Rabu tanggal 19 September 2019 dengan keluhan BAB berlendir
dan berdarah sejak 2 minggu sebelum datang ke Puskesmas. Pasien BAB

4
3-4 kali dalam sehari. BAB lembek, berwarna kuning, disertai lendir dan
darah. BAB berlendir dan berdarah dirasakan setiap kali pasien BAB
setiap hari. Frekuensi BAB berlendir dan berdarah tidak berkurang dengan
penurunan asupan makanan. BAB berlendir dan berdarah tidak memberat
dalam 2 minggu. Pasien juga mengeluh mual, lemas, penurunan nafsu
makan, nyeri perut melilit setiap saat dan setelah BAB. Pasien menyangkal
adanya muntah dan demam. Pasien menyangkal daerah anus terasa panas
atau perih setelah BAB. Pasien sempat mengkonsumsi obat anti diare.
Pasien tidak dipuasakan, dan nafsu minum pasien normal.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat keluhan serupa : diakui, diare cair akut 1
bulan yang lalu
- Riwayat mondok : disangkal
- Riwayat operasi : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat alergi makanan/obat : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan serupa : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat darah tinggi : disangkal
- Riwayat jantung : disangkal
- Riwayat asma : diakui pada Alm.ayah
pasien
6. Riwayat Sosial dan Exposure
- Community : Pasien dalam kesehariannya tinggal dalam
lingkungan Nuclear family yang di dalamnya
terdapat seorang ibu dan dirinya sendiri.
- Home : Rumah Nn. EP luasnya berukuran 84 m2, memiliki
ventilasi udara, cahaya matahari yang masuk ke
rumah minimal, lantai rumah terbuat dari ubin PC,
dinding terbuat dari tembok yang dicat, Rumah Nn.
EP ada yang tidak berplafon, sehingga debu dari

5
atap sering jatuh ke dalam rumah. Jendela terdapat
sembilan pada ruang tamu, dan satu di setiap
ruangan lain, namun jarang dibuka dan gorden
jendela sering ditutup. Pencahayaan kurang baik,
dimana sulit membaca di dalam ruangan tanpa
penerangan tambahan. Kebersihan rumah kurang
dijaga dengan baik. Atap rumah terbuat sebagian
dari genting dan asbes. Tingkat kelembapan rumah
dikatakan tidak terlalu lembab. Rumah terdiri dari
ruang tamu, ruang keluarga, 3 kamar tidur, 1
tempat tidur yang berada satu ruangan dengan
ruang tamu, 1 tempat tidur yang berada satu
ruangan dengan ruang makan tanpa sekat, 1 ruang
dapur, dan 1 kamar mandi. Pasien memasak
dengan menggunakan kompor gas. Sumber air
bersih berasal dari pompa air. Septic tank terletak 5
meter dari pompa air. Antara rumah pasien dan
rumah tetangga saling berdekatan. Jarak antar
rumah sekitar 2-3meter. Lingkungan tempat tinggal
Nn. EP merupakan lingkungan pemukiman.
Tempat sampah keluarga diletakkan di depan
rumah, terbuka, yang biasanya dibakar setiap hari.
- Hobby : Pasien tidak memiliki hobi tertentu, pasien mengisi
waktu luangnya dengan beres-beres rumah.
- Occupational : Pasien adalah seorang babysitter yang sering
tinggal di rumah majikan pasien. Pasien tinggal
bersama 5 karyawan lain dan keluarga majikannya.
Keluarga majikan pasien terdiri atas 1 orang kepala
keluarga (Ayah), 1 orang Ibu, dan 2 orang anak,
yaitu seorang anak perempuan berusia 7 tahun dan
seorang anak laki-laki berusia 5 tahun. Pasien
setiap hari mengurus kedua anak tersebut,

6
mengajak bermain, dan memandikannya. Kedua
anak yang diasuh pasien sangat suka bermain
kotor-kotoran di luar dan jarang mencuci tangan
dengan sabun sebelum makan. Kedua anak yang
pasien asuh juga memiliki keluhan yang sama
seperti pasien sebelumnya. Pasien biasanya pulang
ke rumah setiap 3-4 minggu sekali dan tinggal di
rumah ibunya selama beberapa hari.
- Personal habbit : Pasien makan 2-3 kali sehari dengan nasi, lauk
tempe, tahu, ayam, ikan, dan sayur. Pasien jarang
mengkonsumsi buah. Pasien sering makan
makanan yang disimpan >8 jam di suhu ruangan.
Pasien mengaku selalu mencuci tangan sebelum
makan, setelah makan dan setelah buang air, tetapi
tidak selalu menggunakan sabun.
- Drug : Pasien sebelumnya mengonsumsi obat anti diare
yang dibeli sendiri di apotek tetapi lupa jenis
obatnya.
7. Riwayat Psikologi :
Pasien merupakan anak ke lima belas dari tujuh belas bersaudara.
Pasien tidak mengenal seluruh kakaknya karena mayoritas kakaknya sudah
tinggal di luar pulau jawa dan tidak pulang ke rumah ibunya. Pasien jarang
mengkomunikasikan masalah yang dimilikinya terhadap ibunya. Pasien
merasa ibunya menyayangi pasien.
8. Riwayat Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah keatas. Total
penghasilan keluarga pasien adalah <Rp.3.000.000,-. Ibu pasien bekerja
sebagai petani dengan penghasilan rendah dan tidak tetap (<
Rp1.000.000,00/bulan), tetapi pasien memiliki pendapatan sebesar
Rp2.000.000/bulan.

7
9. Riwayat Demografi
Hubungan antara pasien dengan keluarganya kurang baik karena
pasien tidak mengenal seluruh anggota keluarganya. Interaksi pasien dan
ibunya baik. Pasien sering berbagi cerita dengan ibunya meskipun jarang
menceritakan masalahnya kepada ibunya. Ibu pasien perhatian terhadap
kesehatan pasien.
10. Riwayat Sosial
Pasien mengenal para tetangga dengan baik, tetapi jarang mengikuti
kegiatan yang berlangsung di sekitar rumahnya. Pasien jarang
berkomunikasi dengan keluarga pasien yang tidak tinggal satu rumah
dengan pasien.
11. Anamnesis Sistemik
a. Keluhan Utama : BAB berlendir dan berdarah
b. Kulit : tidak ada keluhan
c. Kepala : tidak ada keluhan
d. Mata : tidak ada keluhan
e. Hidung : tidak ada keluhan
f. Telinga : tidak ada keluhan
g. Mulut : tidak ada keluhan
h. Tenggorokan : tidak ada keluhan
i. Pernafasan : tidak ada keluhan
j. Sistem Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
k. Sistem Gastrointestinal : BAB belendir dan berdarah 3-4x/hari,
mual, nafsu makan menurun, nyeri perut
melilit
l. Sistem Saraf : tidak ada keluhan
m. Sistem Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
n. Sistem Genitourinaria : tidak ada keluhan
o. Ekstremitas Atas : tidak ada keluhan
Bawah : tidak ada keluhan

D. PEMERIKSAAN FISIK

8
1. KU/ KES
Tampak lemas, kesadaran compos mentis.
2. Tanda Vital
a. Nadi : 80x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
b. Pernafasan : 20x/menit, costoabdominal, reguler
c. Suhu : 36,5 oC
d. TD : 110/70 mmHg
3. Status gizi
a. BB : 48 kg
b. TB : 165 cm
c. IMT : 17,63 kg/m2
d. Kesan status gizi : berat badan kurang
4. Kulit
Turgor kulit kembali dalam satu detik.
5. Kepala
Kepala dalam batas normal.
6. Mata
Konjungtiva , sklera , kornea, pupil, iris, lensa dalam batas normal.
Air mata normal, mata cekung (-)
7. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
massa (-)
8. Mulut
Mukosa bukkal basah (+).
9. Telinga
Telinga luar, tengah, dalam dalam batas normal
10. Tenggorokan
Tonsil dan faring dalam batas normal.
11. Leher
Trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe
(-), distensi vena jugularis (-).
12. Thoraks

9
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
a. Cor : Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II LPSS
batas kiri bawah : SIC V LMCS
batas kanan atas : SIC II LPSD
batas kanan bawah : SIC IV LPSD
batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-)
b. Pulmo :
1) Statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan = kiri
Pal : fremitus raba kanan = kiri
Per : sonor/sonor
A : suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBH (-/-), wheezing (-/-)
2) Dinamis (depan dan belakang)
I : pergerakan dada kanan = kiri
Pal : fremitus raba kanan = kiri
Per : sonor/sonor
A : suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBH (-/-), wheezing (-/-)
13. Abdomen
I :dinding perut sejajar dengan dinding dada
A : bising usus (+) meningkat
Per : timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
Pal :supel, nyeri tekan (+) pada regio hipochondriaca dextra, inguinal
dextra, dan hipogastric, hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae,
lien tidak teraba
14. Sistem Collumna Vertebralis
I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
Pal :nyeri tekan (-)

10
15. Ektremitas: palmar eritema(-/-) capilarry refill 1 detik.
akral dingin - - oedem - -
- - - -

Articulatio genu dextra et sinistra :


I : oedem (-), eritema (-),hambatan dalam berjalan (-).
P : nyeri (-), hangat (-), krepitasi (-).
16. Sistem genitalia: dalam batas normal
17. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Fungsi Sensorik : dalam batas normal

Fungsi Motorik :
K 5 5 T N N RF ++ RP - -
5 5 N N ++ - -

18. Pemeriksaan Psikiatrik


Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis
Afek : appropriate
Psikomotor : normoaktif
Insight : baik

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini.

F. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Untuk menegakkan diagnosis diare disentriform kronik dan mengetahui
kondisi pasien secara lengkap, pasien dianjurkan untuk melakukan beberapa
pemeriksaan yaitu:

11
1. Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, LED, leukosit, eritrosit, trombosit)
untuk mengetahui profil darah dan tanda infeksi.
2. Pemeriksaan enzim fungsi hepar (SGOT, SGPT)
3. Pemeriksaan feses lengkap (makroskopis, mikroskopis)
4. Pemeriksaan USG abdomen (menilai adanya abses hepar)
G. RESUME
Pasien datang ke Ruang Pemeriksaan Umum Puskesmas Kemranjen 1
pada hari Rabu tanggal 19 September 2019 dengan keluhan BAB berlendir
dan berdarah sejak 2 minggu sebelum datang ke Puskesmas. Pasien BAB
3-4 kali dalam sehari. BAB lembek, berwarna kuning, disertai lendir dan
darah. BAB berlendir dan berdarah dirasakan setiap kali pasien BAB
setiap hari. Frekuensi BAB berlendir dan berdarah tidak berkurang dengan
penurunan asupan makanan. BAB berlendir dan berdarah tidak memberat
dalam 2 minggu. Pasien juga mengeluh mual, lemas, penurunan nafsu
makan, nyeri perut melilit setiap saat dan setelah BAB. Pasien menyangkal
adanya muntah dan demam. Pasien sempat mengkonsumsi obat anti diare.
Pasien tidak dipuasakan, dan nafsu minum pasien normal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nadi 80x/menit, laju pernafasan 20x/menit,
suhu 36.50C,Tensi 110/70 mmHg, konjungtiva tidak anemis, air mata
normal, mata cekung tidak ada, mukosa bukal basah, turgor kulit kembali
kurang dari 1 detik, bising usus positif meningkat, terdapat nyeri tekan di
regio hipochondriaca dextra, inguinal dextra, dan hipogastric, terdapat
hepatomegali, dan pemeriksaan lain dalam batas normal.

H. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Aspek Personal
Idea : Pasien mengeluh BAB berlendir dan berdarah, mual,
lemas, penurunan nafsu makan, nyeri perut melilit
Concern : Pasien merasa badannya tidak nyaman dan lemas, dan
takut dengan BAB nya yang berdarah terus-menerus

12
Expectacy : Pasien dan keluarga pasien mempunyai harapan agar
penyakit pasien dapat segera sembuh dan dapat segera
beraktivitas lagi.
Anxiety : Pasien dan keluarga pasien khawatir penyakit pasien tidak
sembuh-sembuh dan jatuh ke kondisi gawat.

2. Aspek Klinis
Diagnosis : Diare disentriform kronik tanpa dehidrasi
Gejala klinis yang muncul :BAB berlendir dan berdarah 3-4x/hari,
mual, lemas, penurunan nafsu makan, perut
terasa melilit setiap BAB
Diagnosa banding : Collitis ulcerative, Crohn disease,
Karsinoma Kolorektal, Fissura Anal,
Hemoroid
3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
Pasien perempuan berusia 19 tahun memiliki perilaku hidup sehat
yang kurang baik, yaitu kebiaasaan mencuci tangan yang tidak selalu
menggunakan sabun dan kebiasaan makan makanan yang dibiarkan di
suhu ruangan >8 jam.
4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
a. Pasien memiliki latar belakang pendidikan yang rendah sehingga
pengetahuan pasien terkait pola hidup bersih dan sehat serta penyakit
yang diderita pasien juga masih kurang.
b. Pasien tinggal di hunian yang tidak memenuhi kriteria rumah sehat,
yaitu pencahayaan dan ventilasi yang kurang, tidak semua bagian
rumah memiliki plafon, kebersihan rumah yang kurang, dan jamban
yang tidak sehat. Lingkungan sekitar rumah pasien juga kurang sehat
karena sampah dibiarkan terbuka di depan rumah dan dibakar setiap
hari.
c. Fungsi fisiologis keluarga pasien masih kurang baik (skor APGAR =
5)

13
d. Riwayat sosial pasien kurang baik karena pasien jarang berkomunikasi
dengan keluarga pasien yang tidak tinggal satu rumah dengan pasien.
e. Adanya keluhan serupa yang diderita kedua anak yang diasuh pasien.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 3, karena pasien mulai
terganggu dalam melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari seperti
biasanya, antara lain bekerja dan berkativitas.

I. PENATALAKSANAAN
1. Personal Care
a. Intitial Plan
Untuk menegakkan diagnosis diare disentriform kronik dan
mengetahui kondisi pasien secara lengkap, pasien dianjurkan untuk
melakukan beberapa pemeriksaan yaitu:
1) Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, LED, leukosit, eritrosit,
trombosit) untuk mengetahui profil darah dan tanda infeksi.
2) Pemeriksaan enzim fungsi hepar (SGOT, SGPT)
3) Pemeriksaan feses lengkap (makroskopis, mikroskopis)
4) Pemeriksaan USG abdomen (menilai adanya abses hepar)
b. Aspek kuratif
1) Medikamentosa
a) PO Metronidazol 500mg 3x1 tablet selama 5-10 hari
b) PO Zinc 20 mg 1x1 tablet selama 10 hari
c) PO Paracetamol 500mg 3x1 tablet jika nyeri perut
d) PO Ranitidin 150 mg 2x1 tablet jika mual
2) Non Medika mentosa
a) Minum Oralit 300-400 mL setiap BAB
b) Diet lunak tinggi kalori, tinggi protein
c) Diet tinggi zat besi (hati ayam, hati sapi, daging merah, bayam,
dll)
3) KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
Pasien dan keluarganya perlu diedukasi mengenai:

14
a) Memberi informasi mengenai penyebab dan cara penularan
mikroorganisme penyebab diare secara umum dan diare
disentriform serta pencegahan dan penanganan diare secara
mudah dan komprehensif.
b) Selalu mencuci tangan dengan sabun setelah dari kamar mandi
dan sebelum makan
c) Hanya makan/minum yang terjamin kebersihan dan
kematangannya, hindari beli makanan/jajanan yang tidak
terjamin kebersihan bahan dan proses pengolahannya
d) Buah dan sayuran yang dikonsumsi harus dicuci dengan bersih
e) Harus menjaga kesehatan peralatan makanan/minuman dengan
cara mencucinya menggunakan air bersih dan sabun cuci
piring antibakteri
f) Menjelaskan mengenai syarat-syarat rumah sehat secara
lengkap
g) Menjelaskan pentingnya menjaga nutrisi melalui makanan
yang sehat dan bergizi, memenuhi kebutuhan karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, dan mineral.
h) Menjelaskan cara membuang sampah yang baik
c. Aspek Promotif
1) Memberikan anjuran pola hidup bersih dan sehat dalam tatanan
rumah tangga, terutama cuci tangan dengan sabun dan air bersih,
menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, konsumsi
buah dan sayur, dan melakukan aktivitas fisik setiap hari.
2) Menjelaskan mengenai syarat-syarat rumah sehat secara lengkap.
d. Aspek Preventif
1) Memberi informasi mengenai penyebab dan cara penularan
mikroorganisme penyebab diare, serta pencegahan dan penanganan
diare secara umum maupun diare disentriform secara mudah dan
komprehensif.
e. Aspek Rehabilitatif

15
1) Monitoring terhadap keluhan pasien, keadaan umum, tanda vital,
serta tanda dehidrasi pada pasien diare.
2) Memberi informasi mengenai dehidrasi sebagai komplikasi diare
serta pentingnya penanganan tepat dan dini.
3) Memberi informasi mengenai komplikasi diare disentriform.

2. Family Care
a. Memberikan edukasi terhadap keluarga terkait syarat-syarat rumah dan
jamban sehat dan memotivasi keluarga untuk menjaga lingkungan
yang sehat dan bersih.
b. Memberikan edukasi pengetahuan kepada keluarga mengenai
perjalanan penyakit diare, pencegahan penularan dan pemantauan diare
berkelanjutan, sehingga mendukung kontrol dan pengobatan pasien.
c. Dukungan moral dari keluarga dalam pengendalian dan penyembuhan
penyakit pasien, pemantauan diare secara berkelanjutan.
d. Memotivasi keluarga untuk dapat meningkatkan fungsi-fungsi
fisiologis keluarga.
3. Community Care
a. Memotivasi lingkungan untuk menjaga lingkungan yang sehat dan
bersih, karena lingkungan yang tidak sehat akan memicu faktor risiko
terjadinya diare.
b. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai penyakit
diare, baik tanda gejala penyakit tersebut dan perjalanan alamiahnya
melalui penyuluhan.

16
J. Flow Sheet
Tabel 2.1 Flow Sheet Nn. EP (19 tahun)
No Tanggal Problem Tanda Vital Planning Target
1 Rabu BAB berlendir N:80 x/menit PO Diare
18/09/2019 dan berdarah 3- RR:20 x/menit Metronidazol berhenti,
4x/hari, mual, S:36.50 C 500mg 3x1 status
lemas, nafsu TD:110/70 tablet hidrasi tetap
makan turun, mmHg PO Zinc 20 mg baik,
perut terasa 1x1tablet asupan
melilit terutama PO Paracetamol nutrisi dan
saat BAB,tanda 500mg 3x1 cairan
dehidrasi (-) tablet membaik
PO Ranitidin
150 mg 1x1
tablet
Diet TKTP
Oralit 200-
400mL setiap
BAB
2 Kamis BAB berlendir N:76x/menit PO Diare
19/09/2019 dan berdarah 3- RR:16 x/menit Metronidazol berhenti,
4x/hari, mual, S:36.60 C 500mg 3x1 asupan
lemas, nafsu TD: 110/70 tablet nutrisi dan
makan turun, mmHg PO Zinc 20 mg cairan
perut terasa 1x1tablet membaik
melilit terutama PO Paracetamol
saat BAB,tanda 500mg 3x1
dehidrasi (-) tablet
PO Ranitidin
150 mg 1x1
tablet
Diet TKTP
Oralit 200-
400mL setiap
BAB
3 Senin BAB sudah N: 84x/menit PO Zinc 20 mg Asupan
23/09/2019 kuning, RR: 20x/menit 1x1tablet nutrisi dan
konsistensi S:36.60 C Diet TKTP cairan
normal, TD: 120/80 Minum air cukup.
frekuensi mmHg mineral yang
1x/hari. Mual (- cukup
), lemas (-), Diet tinggi zat
nyeri perut (-). besi

17
III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Bentuk keluarga Nn. EP adalah nuclear family dengan Ny. R (58
tahun) sebagai kepala keluarga yang bekerja sebagai petani. Nn. EP (19
tahun) adalah anak dari Ny. R. Pada keluarga ini terdapat ibu dan 1 anak
yang hidup bersama.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan antara pasien dengan keluarganya kurang harmonis
karena pasien tidak mengenal seluruh kakaknya
3. Fungsi Sosial
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 3, karena pasien mulai
terganggu dalam melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari seperti
biasanya, antara lain bekerja dan berkativitas.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah ke atas dengan
penghasilan <Rp.3.000.000,- per bulan. Pasien dan keluarga pasien hidup
sedehana dalam mencukupi keperluan hidup sehari-hari. Biaya pengobatan di
sarana pelayanan kesehatan menggunakan BPJS.
Dapat disimpulkan bahwa bentuk keluarga Nn. EP adalah Nuclear
family. Keluarga Nn.EP adalah keluarga yang kurang harmonis, dan
merupakan keluarga dengan perekonomian kelas menengah ke atas.

18
B. Fungsi Fisiologis (A.P.G.A.R Score)
ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah selama ini penderita mendapatkan
dukungan berupa nasehat dari ibunya. Jika pasien menghadapi suatu masalah
pasien tidak selalu menceritakan kepada ibunya.
PARTNERSHIP
Komunikasi terjalin satu sama lain. Setiap ada permasalahan tidak selalu
didiskusikan bersama dengan ibu pasien terutama masalah percintaan, tetapi
komunikasi berjalan dengan baik.
GROWTH
Antar anggota keluarga selalu mendukung pasien. Ibu pasien selalu
mendukung pola makan, dan pengobatan yang dianjurkan demi kesehatan
Nn.EP.
AFFECTION
Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi ibu berjalan dengan
lancar. Pasien juga sangat menyayangi keluarganya, begitu pula sebaliknya.Dalam
hal mengekspresikan perasaan atau emosi, antar anggota keluarga berusaha
untuk selalu jujur, tetapi tidak semua masalah diceritakan. Pasien tidak
berkomunikasi dengan seluruh kakaknya.
RESOLVE
Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien kurang, terutama dari
saudara-saudaranya.
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R Score
dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0.
A.P.G.A.R Score dilakukan pada masing-masing anggota keluarga dan
kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara
keseluruhan. Nilai rata-rata 1-4 = jelek, 4-6 = sedang, 7-10 = baik. Penilaian
A.P.G.A.R.

19
Tabel 3.1. Nilai APGAR dari Keluarga Nn. EP
A.P.G.A.R Nn. Ny.
EP R
A Saya puas bahwa saya dapat 2 1
kembali ke keluarga saya bila saya
menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga 0 0
saya membahas dan membagi
masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga 1 1
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup yang
baru
A Saya puas dengan cara keluarga 1 2
saya mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi
saya seperti kemarahan, perhatian
dll.
R Saya puas dengan cara keluarga 1 1
saya dan saya membagi waktu
bersama-sama
TOTAL 5 5
Rerata nilai skor APGAR keluarga Nn. EP adalah 5. Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien berada dalam keadaan
sedang.

C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)


Fungsi patologis dari keluarga Nn. EP dinilai dengan menggunakan
S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
Tabel 3.2 Nilai SCREEM dari keluarga pasien
Sumber Patologi Ket
Social Interaksi yang kurang antara anggota keluarga yang tidak +
serumah serta masyarakat sekitar.
Cultural Dalam sehari-hari keluarga ini menggunakan adat ketimuran, hal -
ini terlihat pada pergaulan mereka sehari – hari yang
menggunakan bahasa Jawa, tetapi pasien tidak mempercayai
adanya mitos mengenai saat diare sebaiknya dipuasakan “agar
tidak mencret dan muntah-muntah”
Religion Pemahaman agama baik. Penerapan ajaran juga baik, hal ini dapat -
dilihat dari pasien dan keluarga rutin menjalankan sholat lima
waktu di rumahnya, walaupun pasien kadang masih belum lengkap
sholatnya.

20
Economic Ekonomi keluarga ini tergolong kelas menengah ke atas. -
Education Pendidikan anggota keluarga kurang. Latar belakang pendidikan +
ibu pasien adalah SD dan pasien adalah SMP.
Medical Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga menggunakan -
pelayanan puskesmas dengan jenis pembiayaannya menggunakan
asuransi kesehatan (BPJS)

Keterangan :
1. Social (+) artinya keluarga Nn. EP masih memiliki kurang baik dalam
berinteraksi dengan anggota keluarga lain yang berada di luar rumah dan
tetangga sekitar rumah.
2. Education (+) artinya keluarga Nn. EP memiliki latar belakang Pendidikan
yang masih kurang.

Kesimpulan :
Dalam keluarga Nn. EP fungsi patologis yang positif adalah fungsi social,
fungsi ekonomi, dan fungsi edukasi.

D. Family Genogram

Gambar 3.1. Genogram Keluarga Nn. EP

Keterangan:

: Mengalami diare : Perempuan

: Laki-laki : Pasien

21
: Meninggal dunia : Tinggal satu rumah

E. Pola Interaksi Keluarga

Nn. EP Ny.R

Gambar 3.2. Pola Interaksi Keluarga Nn. EP


Keterangan : hubungan baik
Sumber : Data Primer

Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga yang tinggal serumah di keluarga Nn.
EP dinilai harmonis dan saling mendukung.

22
IV. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTORYANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN

A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga


1. Faktor Perilaku
Perilaku pada anggota keluarga secara umum masih kurang baik,
pasien dan ibunya memiliki kebiasaan untuk mencuci tangan sebelum dan
setelah makan, tetapi tidak selalu menggunakan sabun sehingga mudah
terkontaminasi oleh mikroorganisme penyebab diare, selain itu pasien juga
sering makan makanan yang disimpan di suhu ruangan >8 jam.
Keluarga ini juga kurang menjaga kebersihan rumah dan lingkungan
sekitarnya, terutama dari lantai dan dinding rumah yang nampak berdebu.
Mengenai medis, keluarga percaya pada tenaga kesehatan yaitu dokter
umum dan puskesmas yang terletak di kecamatan Kemranjen, dengan
menggunakan BPJS, tetapi bila kondisi penyakit masih dianggap biasa,
keluarga pasien biasanya membeli obat di apotek terlebih dahulu.
2. Faktor Non Perilaku
Rumah yang dihuni keluarga ini masih belum memenuhi kriteria rumah
sehat. Rumah tersebut memiliki luas berkisar 84 m2, terdapat jendela yang
jarang dibuka dan gorden yang selalu tertutup, lantai ubin PC yang kotor
serta dapur, ruang makan, dan tempat tidur yang tidak bersekat dinding.
Jamban yang dimiliki juga tidak sehat karena septic tank terletak sekitar 5
meter dari mesin pompa air. Lingkungan sekitar rumah pasien juga kurang
sehat karena sampah dibiarkan terbuka di depan halaman rumah dan
biasanya dibakar.
Pasien termasuk keluarga dengan latar belakang pendidikan yang
kurang karena ibu pasien berpendidikan hanya SD dan pasien sampai SMP.
Hal tersebut mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman pasien mengenai
kesehatan. Pengetahuan pasien terkait pola hidup bersih dan sehat serta
penyakit diare dan penularannya pun masih minim.
Keluarga pasien juga memiliki fungsi fisiologis keluarga yang
masih kurang baik. Komunikasi yang terjalin dan cara menghadapi

23
masalah bersama dirasakan masih kurang. Pasien juga tidak mengenal
dan berkomunikasi dengan kakak pasien yang tidak tinggal satu rumah
dengannya.

Pengetahuan :
Lingkungan:
Kurangnya
pengetahuan pada Kondisi rumah dan
pasien mengenai lingkungan yang
makanan bersih. tidak sehat dan
jamban yang tidak
sehat

Fungsi Fisiologis :
Sikap:
Skor APGAR
Melakukan keluarga pasien
swamedikasi dengan sedang
membeli obat di Keluarga Nn. EP
apotek Pelayanan
Kesehatan:
Jika sakit tidak
membaik dengan
Tindakan: swamedikasi, berobat
ke puskesmas
Tidak selalu mencuci
tangan dengan sabun,
memakan makanan di Penularan:
suhu ruangan >8 jam, Anak yang diasuh oleh
tidak membuka pasien memiliki
jendela rumah, jarang keluhan serupa dengan
membersihkan rumah pasien

Gambar 4.1 Faktor Perilaku dan Nonperilaku Keluarga


Keterangan :
= Faktor Perilaku
= Faktor Non-Perilaku

24
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran Lingkungan
Rumah Nn. EP luasnya berukuran 84 m2, memiliki ventilasi
udara, cahaya matahari yang masuk ke rumah minimal, lantai rumah
terbuat dari ubin PC, dinding terbuat dari tembok yang dicat, Rumah Nn.
EP tidak seluruh ruangannya memiliki plafon, sehingga debu dari atap
sering jatuh ke dalam rumah. Jendela terdapat sembilan pada ruang tamu,
dan satu di setiap ruangan lain, namun jarang dibuka dan gorden jendela
sering ditutup. Pencahayaan kurang baik, dimana sulit membaca di dalam
ruangan tanpa penerangan tambahan. Kebersihan rumah kurang dijaga
dengan baik. Atap rumah terbuat sebagian dari genting dan asbes.
Tingkat kelembapan rumah dikatakan tidak terlalu lembab. Rumah terdiri
dari ruang tamu, ruang keluarga, 3 kamar tidur, 1 tempat tidur yang
berada satu ruangan dengan ruang tamu, 1 tempat tidur yang berada satu
ruangan dengan ruang makan tanpa sekat, 1 ruang dapur, dan 1 kamar
mandi. Pasien memasak dengan menggunakan kompor gas. Sumber air
bersih berasal dari pompa air. Septic tank terletak 5 meter dari pompa air.
Antara rumah pasien dan rumah tetangga saling berdekatan. Jarak antar
rumah sekitar 2-3meter. Lingkungan tempat tinggal Nn. EP merupakan
lingkungan pemukiman. Tempat sampah keluarga diletakkan di depan
rumah, terbuka, yang biasanya dibakar setiap hari.
Kesan: kebersihan rumah dan lingkungannya belum adekuat.

25
2. Denah Rumah

Gambar 4.2 Denah Rumah Nn. EP

Keterangan:
: ruangan berpintu

26
V. DAFTAR MASALAH DAN PEMBINAAN KELUARGA

A. Masalah medis :
1. Diare disentriform kronik

B. Masalah nonmedis :
1. Pasien tidak selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah
makan dan kebiasaan makan makanan di suhu ruangan >8 jam.
2. Pasien belum mengetahui faktor resiko,pola penularan, dan pengobatan
diare disentrifrom, begitupun dengan keluarga pasien.
3. Keadaan dan kebersihan lingkungan rumah yang kurang sehat.
4. Hubungan kekuarga pasien kurang harmonis.

C. Diagram Permasalahan Pasien

Kurangnya pengetahuan baik pasien


maupun keluarga mengenai diare
disentriform, faktor risiko, pola penularan,
dan pengobatan diare disentriform

Nn. EP, 19 tahun Pasien tidak selalu mencuci


Keluarga tangan dengan sabun
Diare disentriform kronik sebelum dan setelah makan
pasien kurang
harmonis dan kebiasaan makan
makanan di suhu ruangan
>8 jam

Keadaan dan kebersihan


lingkungan rumah yang
kurang sehat

Gambar 5.1. Hubungan Penyakit dengan Faktor


Risiko

D. Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks

27
Tabel 5.1. Matrikulasi Masalah
I T R Jumlah
No. Daftar Masalah IxTxR
P S SB Mn Mo Ma
1 Pengetahuan tentang penyakit
5 5 5 4 5 4 5 93,33
rendah
2 Perilaku tidak mencuci tangan
dengan sabun dan makan
5 5 4 3 4 5 5 65,38
makanan yang dibiarkan di suhu
ruangan >8 jam.
3 Kondisi rumah dan lingkungan
5 5 4 3 2 1 1 18,67
sekitar yang tidak sehat
4 Kondisi keluarga pasien kurang
harmonis 4 5 5 1 1 1 1 4,67

Keterangan:
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (ketersediaan sarana)
Kriteria penilaian:
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting

E. Prioritas Masalah
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah
keluarga Nn. EP adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan tentang penyakit rendah
2. Perilaku pasien tidak mencuci tangan dengan sabun dan makan makanan
yang dibiarkan di suhu ruangan >8 jam
3. Kondisi rumah dan lingkungan sekitar yang tidak sehat
4. Kondisi keluarga pasien yang kurang harmonis
Prioritas masalah yang diambil adalah tingkat pengetahuan pasien dan
keluarga tentang penyakit yang diderita masih rendah.

28
VI. RENCANA PEMBINAAN KELUARGA

A. Rencana Pembinaan Keluarga


1. Tujuan
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit diare disentriform
terutama mengenai sumber penularan, tanda-gejala, serta penanganan dini
Tujuan Khusus
Mengubah perilaku pasien dan keluarga dalam menjaga kebersihan dan
kesehatan anggota keluarga
2. Cara Pembinaan
Pembinaan dilakukan di rumah pasien dalam waktu yang sudah ditentukan
bersama dengan cara memberikan penyuluhan dan edukasi pada pasien
dan keluarga. Penyuluhan dan edukasi dilakukan dalam suasana santai
sehingga materi yang disampaikan dapat diterima.
3. Materi Pembinaan
Materi utama pada penyuluhan dan edukasi yang diberikan kepada pasien
dan keluarga adalah mengenai pengertian, penyebab, cara penularan, tanda
dan gejala, serta penanganan dan pencegahan diare disentriform. Materi
selanjutnya adalah mengenali tanda-tanda dehidrasi dan komplikasi diare
disentriform. Kemudian demo melakukan cuci tangan yang benar.
4. Sasaran Pembinaan
Sasaran dari pembinaan yang dilakukan adalah pasien beserta seluruh
anggota keluarga pasien yang tinggal di rumah tersebut sebanyak 2 orang.
5. Evaluasi Pembinaan
Evaluasi yang dilakukan adalah dengan memberikan beberapa pertanyaan
mengenai materi yang telah disampaikan sebelumnya kepada pasien dan
keluarga.Jika salah satu dari anggota keluarga ada yang bisa menjawab,
maka dianggap mereka sudah memahami materi yang telah disampaikan
sebelumnya dan dapat saling mengingatkan antar anggota keluarga.

29
B. Hasil Pembinaan Keluarga
Tabel 6.1. Hasil Pembinaan Keluarga
Anggota
Hari, Kegiatan yang
No. keluarga Hasil kegiatan
Tanggal dilakukan
yang terlibat

1. Senin, a. Memeriksa kondisi Pasien dan a. Pasien sudah tidak


23/09/20 pasien dan keluarga diare, gejala
19 perkembangannya simptomatis sudah
b. Menggali pengetahuan berkurang.
dan pemahaman b. Pasien dan keluarga
pasien dan keluarga memahami tentang
tentang penyakitnya penyakit diare secara
c. Memberikan umum dan diare
penjelasan mengenai disentriform
pengertian, penyebab, c. Pasien dan keluarga
cara penularan, tanda sepakat untuk
dan gejala, serta menerapkan PHBS
penanganan dan d. Pasien dan keluarga
pencegahan diare mampu
disentriform. mempraktekkan cara
d. Meminta pasien mencuci tangan
menjelaskan ulang apa dengan benar
yang sudah dijelaskan
e. Menjelaskan tanda-
tanda dehidrasi dan
komplikasi diare
disentriform.
f. Meminta pasien
menjelaskan ulang apa
yang sudah dijelaskan
g. Memotivasi pasien dan
keluarga untuk
memperbaiki
higienitas perorangan
dengan menerapkan
PHBS
h. Simulasi langkah cuci
tangan yang benar
i. Memberikan waktu
untuk diskusi materi
secara keseluruhan
30
C. Hasil Evaluasi
a. Evaluasi Formatif
Target pelaksanaan kegiatan adalah pembinaan dihadiri oleh
seluruh anggota keluarga pasien yang tinggal serumah yaitu 2 orang.
Pelaksanaan kegiatan telah dilakukan pada 2 orang yang terdiri dari,
pasien Nn. EP dan ibu pasien Ny.R. Metode yang digunakan berupa
konseling dan edukasi tentang penyakit diare disentriform mulai dari
mengenai pengertian, penyebab, cara penularan, tanda dan gejala,
penanganan dan pencegahan diare disentriform, tanda-tanda dehidrasi,
komplikasi diare disentriform, dan edukasi PHBS sebagai salah satu
upaya pencegahan terhadap penyakit diare disentriform.

b. Evaluasi Promotif
Sasaran konseling sebanyak 2 orang yaitu, pasien dan ibu pasien.
Waktu pelaksanaan kegiatan pada Senin 23 Septermber 2019 di rumah
pasien. Konseling berjalan dengan lancar dan pasien serta keluarga
merasa puas karena merasa lebih diperhatikan dengan adanya kunjungan
ke rumahnya untuk memberikan edukasi tentang penyakit yang sedang
diderita Nn. EP.

c. Evaluasi Sumatif
Sebelum dilakukan konseling pasien dan keluarga mengaku
belum memahami penyakit yang diderita Nn. EP, sehingga dengan
adanya konseling pasien merasa puas dan senang karena menjadi lebih
paham tentang penyakitnya. Pasien dan keluarga dapat mengulang
kembali penjelasan yang diberikan narasumber dengan baik. Pasien dan
keluarga juga dapat mempraktekkan cara mencuci tangan dengan benar.
Pasien hanya dapat menjawab 3 dari 10 pertanyaan sebelum
diberikan konseling, tetapi sudah dapat menjawab 10 pertanyaan setelah
konseling. Ibu pasien hanya dapat menjawab 1 dari 10 pertanyaan
sebelum diberikan konseling, tetapi sudah dapat menjawab 9 pertanyaan
setelah konseling. Tingkat pengetahuan pasien bertambah 70% dan ibu
pasien bertambah 80%.

31
VII. TINJAUAN PUSTAKA

A. Defnisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai
kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari.
Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Sedangkan disentri berasal dari bahasa Yunani yaitu dys (=gangguan) dan
enteron (=usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala
meluas, tinja lendir bercampur darah. Disentri adalah peradangan usus
besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar. Buang air
besar ini berulang-ulang yang menyebabkan penderita kehilangan banyak
cairan dan darah (Blaser, 2015).

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan


berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang
berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non
infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare
infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan parasit. Tinggiya kejadian
diare di negara barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne
infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni,
Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan
Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) (Blaser, 2015).

B. Patofisiologi Disentri
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis
menjadi diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi
disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi
sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala
klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti
kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi.
Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir
dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear
32
(Blaser, 2015).

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin


yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir
dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali,
namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang
tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak
ditemukan leukosit (Blaser, 2015).

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat


dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan
motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap
meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma
sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat
defisiensi laktase atau akibat garam magnesium. Diare sekretorik bila
terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun
sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu,
asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik (Anna, 2017).

Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal


polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik. Diare
eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus
halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat
infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive
enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan
waktu transit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan
tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus (Anna, 2017).

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi
bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan
sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan
inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare.
Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya
33
leukosit dalam feses. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat
kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan
atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin
atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih
mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus
(Anna, 2017).

1) Faktor infeksi
a) Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare. Infeksi penyebab diare disetriform, yaitu:
a. Bakteri (Disentri basiler)
- Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (±
60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus
disentri yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh
Shigella
- Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
- Salmonella
- Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
b. Amoeba (Disentri amoeba)
disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada pasien usia >
5 tahun
b) Infeksi Parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat
pencernaan seperti tonsilofaringitis. Keadaan ini terutama terdapat pada
bayi atau anak dibawah tiga tahun. Makanan dan minuman yang
terkontaminasi melalui tangan yang kotor, lalat, dan alat-alat makan
yang terkontaminasi juga dapat menyebabkan seseorang tertular
penyakit diare tersebut (Blaser, 2015).
2) Faktor Malabsorbsi
Faktor malabsorbsi ini meliputi :
a) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa,
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terserang ialah intoleransi laktosa
b) Malabsorbsi lemak
34
c) Malabsorbsi protein
3) Faktor makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan,
4) Faktor psikologis: rasa takut dan cemas, walaupun jarang tetapi
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

Klasifikasi patofisiologi diare terbagi menjadi beberapa mekanisme, yaitu:


1. Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara
struktur polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik
pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis,
disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih
sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli
(ETEC) Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi
Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC
adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi
kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran
mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada
infeksi EPEC ini dadiare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme
adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat
pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau
EHEC (Corinne, 2015).

2. Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral


sel epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan
menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraseluler
menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi
inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien,
interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga
memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses
patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri
perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif
misalnya Salmonella (Corinne, 2015).
35
3. Sitotoksin

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang


dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman
lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli
(EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik
dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V.
Parahemolyticus (Corinne, 2015).

4. Enterotoksin

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera


toxin (CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi
epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5
subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase,
meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi
absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi
klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus. ETEC menghasilkan
heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT
serta heat stabile toxin (ST). ST akan meningkatkan kadar cGMP
selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran
mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida (Corinne,
2015).

5. Peranan Enteric Nervous System (ENS)

Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang


melibatkan reseptor neural 5-HT pada saraf sensorik aferen,
interneuron kolinergik di pleksus mienterikus, neuron nitrergik serta
neuron sekretori VIPergik. Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST
paling tidak sebagian melibatkan refleks neural ENS. Penelitian
menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen kolinergik,
interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1
VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok
seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka

36
kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS
selain yang bersifat antisekretorik pada enterosit (Corinne, 2015).

C. Diagnosis Disentri

Gambar 7.1 Alur Penegakkan Diagnosis Disentri


D. Manifestasi Klinis Disentri
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah
dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis
yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di
badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan
37
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan
cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi
cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta
suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang
isotonik (Anna, 2017).

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas


berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan
lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada
keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard
juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negative (Anna, 2017).

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat


berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-
ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium
pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan
darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria.
Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis
tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal
ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan
terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih
banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan
intravena tanpa alkali (Anna, 2017).

Gejala pada disentri dimulai dalam 1-4 hari setelah terinfeksi. Pada
anak-anak yang lebih muda, gejala dimulai secara tiba-tiba dengan
demam, rewel, perasaan mengantuk, hilangnya nafsu makan, mual dan
muntah, diare, nyeri perut dan kembung dan nyeri pada saat buang air
besar. Setelah 3 hari, tinja akan mengandung nanah, darah dan lendir.

38
Buang air besar menjadi lebih sering, sampai lebih dari 20 kali/hari. Bisa
terjadi penurunan berat badan dan dehidrasi berat (Kottlof, 2013).

Pada orang dewasa tidak terjadi demam dan pada mulanya tinja
sering tidak berdarah dan tidak berlendir. Gejalanya dimulai dengan nyeri
perut, rasa ingin buang air besar dan pengeluaran tinja yang padat, yang
kadang mengurangi rasa nyeri. Episode ini berulang, lebih sering dan lebih
berat. Terjadi diare hebat dan tinja menjadi lunak atau cair disertai lendir,
nanah dan darah. Kadang penyakit dimulai secara tiba-tiba dengan tinja
yang jernih atau putih, kadang dimulai dengan tinja berdarah. Sering
disertai muntah-muntah dan bisa menyebabkan dehidrasi (Kottlof, 2013).

1). Disentri basiler


a. Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada
disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare
encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam
sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
b. Panas tinggi (39.50 – 40.00 C), appear toxic.
c. Muntah-muntah.
d. Anoreksia.
e. Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
f. Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan
sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
2). Disentri amoeba
a. Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
b. Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler
(≤10x/hari)
c. Sakit perut hebat (kolik)
d. Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan
pada 1/3 kasus).
E. Pemeriksaan Penunjang Disentri
Evaluasi laboratorium pasien curiga diare infeksi dimulai dari
pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung
leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik
39
infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus
diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi
patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan
kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya
(Riddle, 2017).

Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah


laktoferin. Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan
netrofil, keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positif
palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin
feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia
secara komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 %
terhadap pasien dengan Salmonella, Campilobakter, atau Shigella spp,
yang dideteksi dengan biakan kotoran (Riddle, 2017).

Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau


menderita diare inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test
lekosit feses atau laktoferin positif, atau keduanya. Pasien dengan diare
berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 : H7
(Riddle, 2017).

Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan


cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum,
kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan
radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak
membantu untuk evaluasi diare akut infeksi (Riddle, 2017).

F. Tatalaksana Disentri
a. Pasien dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan
mendapatkan terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang
tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan resiko komplikasi
dan kematian.
b. Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) :
Kotrimokasazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol
50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
40
c. Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian
kotrimoksazol dibandingkan placebo
d. Alternatif yang dapat diberikan :
- Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
- Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
- Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM
- Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
e. Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun,
sakit dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll.
Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan
dan diganti dengan alternatif lain.
f. Terapi antiamubik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit
Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja
berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut
(masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk
disentri basiler.
g. Terapi yang dipilih sebagai antiamubik intestinal pada anak adalah
Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10
hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan
akan membaik dalam 2-3 hari terapi.

41
VIII. PENUTUP

A. KESIMPULAN
Diagnostik Holistik:
Nn. EP dengan Diare Disentriform Kronik

1. Aspek Personal
Idea : Pasien mengeluh BAB berlendir dan berdarah, mual,
lemas, penurunan nafsu makan, nyeri perut melilit
Concern : Pasien merasa badannya tidak nyaman dan lemas, dan
takut dengan BAB nya yang berdarah terus-menerus
Expectacy : Pasien dan keluarga pasien mempunyai harapan agar
penyakit pasien dapat segera sembuh dan dapat segera
beraktivitas lagi.
Anxiety : Pasien dan keluarga pasien khawatir penyakit pasien tidak
sembuh-sembuh dan jatuh ke kondisi gawat.

2. Aspek Klinis
Diagnosis : Diare disentriform kronik tanpa dehidrasi
Diagnosa banding : Collitis ulcerative, Crohn disease, Karsinoma
Kolorektal, Fissura Anal, Hemoroid

3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu


Pasien perempuan berusia 19 tahun memiliki perilaku hidup sehat
yang kurang baik, yaitu kebiaasaan mencuci tangan yang tidak selalu
menggunakan sabun dan kebiasaan makan makanan yang dibiarkan di
suhu ruangan >8 jam.

4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik


a. Pasien memiliki latar belakang pendidikan yang rendah sehingga
pengetahuan pasien terkait pola hidup bersih dan sehat serta penyakit
yang diderita pasien juga masih kurang.
b. Pasien tinggal di hunian yang tidak memenuhi kriteria rumah sehat,
yaitu pencahayaan dan ventilasi yang kurang, tidak semua bagian
42
rumah memiliki plafon, kebersihan rumah yang kurang, dan jamban
yang tidak sehat. Lingkungan sekitar rumah pasien juga kurang sehat
karena sampah dibiarkan terbuka di depan rumah dan dibakar setiap
hari.
c. Fungsi fisiologis keluarga pasien masih kurang baik (skor APGAR =
5)
d. Riwayat sosial pasien kurang baik karena pasien jarang berkomunikasi
dengan keluarga pasien yang tidak tinggal satu rumah dengan pasien.
e. Adanya keluhan serupa yang diderita kedua anak yang diasuh pasien.

5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial


Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 3, karena pasien mulai
terganggu dalam melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari seperti
biasanya, antara lain bekerja dan berkativitas.

B. SARAN
Untuk mengatasi Diare Disentriform Kronik yang diderita pasien, maka
disarankan :

1. Selalu mencuci tangan dengan sabun setelah dari kamar mandi dan
sebelum makan
2. Hanya makan/minum yang terjamin kebersihan dan kematangannya,
hindari beli makanan/jajanan yang tidak terjamin kebersihan bahan dan
proses pengolahannya
3. Buah dan sayuran yang dikonsumsi harus dicuci dengan bersih
4. Harus menjaga kesehatan peralatan makanan/minuman dengan cara
mencucinya menggunakan air bersih dan sabun cuci piring antibakteri
5. Menjaga kebersihan rumah dan jamban
6. Menjaga nutrisi melalui makanan yang sehat dan bergizi, memenuhi
kebutuhan karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral.
7. Membuang sampah di luar rumah, tidak terbuka, jauh dari sumber air, dan
tidak dibakar.

43
DAFTAR PUSTAKA

Anna, A., I. Dabrowska, K. Paulina, Z. Wyzewski. 2017. Phage Therapy in


Bacterial Infections Treatment: One Hundred Years After the Discovery of
Bacteriophages. Current Microbiology. 74 (2): 277-283.
Blaser, A. A. Deane, M. Adam, F. Sonja. 2015. Diarrhoea in The Critically Ill.
Current Opinion in Critical Care. 21 (2): 142-153.
Corinne, A., N. Thompson, P. Duy, S. Baker. 2015. The Rising Dominance of
Shigella sonnei: An Intercontinental Shift in the Etiology of Bacillary
Dysentery. Neglected Tropical Diseases. 363: 641-653.
Kotloff KL, Nataro JP, Blackwelder WC, Nasrin D, Farag TH, et al. (2013)
Burden and aetiology of diarrhoeal disease in infants and young children
in developing countries (the Global Enteric Multicenter Study, GEMS): a
prospective, case-control study. Lancet 382: 209–222.
Riddle, M., B. Connor, N. Beeching, H. DuPont, D. Hamer, P. Kozarsky. 2017.
Guidelines for The Prevention and Treatment of Travelers’ Diarrhea: A
Graded Expert Panel Report. Journal of Travel Medicine. 24 (1): 63-80.
Zaidi MB, Estrada-Garcia T (2014) Shigella: A Highly Virulent and Elusive
Pathogen. Curr Trop Med Reports 1: 81–87.

44
LAMPIRAN

45
46
47
48

Anda mungkin juga menyukai