Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA

LONG CASE STUDY


DEMAM TIFOID

Disusun Oleh
Azhar Naufaldi Saputra G4A017093

Pembimbing
Preseptor Fakultas : dr. Dwi Arini, MPH
Preseptor Lapangan : dr. Mahar Barlian

KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA


JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI JENDRAL SOEDIRMAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN LONG CASE STUDY
KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA
“DEMAM TIFOID”

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari


Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Keluarga
Jurusan Kedokteran Umum
Fakultas Kedokteran
Universitas Jendral Soedirman

Disusun Oleh:
Azhar Naufaldi Saputra G4A017093

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan:


Tanggal, Januari 2020

Preseptor Lapangan Preseptor Fakultas

dr. Mahar Barlian dr. Dwi Arini, MPH


NIP. 197606062010011011 NIP. 197712152005012015
I. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga : Tn. S


Alamat lengkap : Desa Lumbir RT 007/RW 004
Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah
Bentuk Keluarga : Extended Family

Tabel 1.1. Daftar anggota keluarga yang tinggal satu rumah


No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
Terakhir
1. Tn. S Kepala L 46 tahun SD/ Sederajat Buruh
keluarga
(Pasien)
2. Ny. D Istri P 39 tahun SD/ Sederajat Ibu Rumah
Tangga
3. Ny.F Anak P 20 tahun SMP/ Ibu Rumah
Sederajat Tangga

4. An.K Anak L 18 tahun SMA/ Pelajar


Sederajat

5. An.D Anak P 12 tahun SD/ Sederajat Pelajar

6. An.Z Anak L 2 tahun Belum -


Sekolah

7. Tn. K Mertua L 57 tahun SD/ Sederajat Buruh

8. Ny.J Mertua P 55 tahun SD/ Sederajat Ibu Rumah


Tangga

9. An. R Cucu L 1 tahun Belum -


Sekolah

Sumber : Data Primer, Januari 2020


Kesimpulan dari demografi keluarga diatas adalah bentuk keluarga dari
pasien Tn. S berbentuk Extended Family. dengan Tn.S sebagai kepala keluarga
dan bekerja sebagai buruh serta istri pasien yakni Ny. D yang bekerja sebagai ibu
rumah tangga. Pasien memiliki 4 orang anak yaitu Ny.N, An.F, An.K, dan An, D
yaitu merupakan anak kandung dan saat ini sebagai pelajar. Kemudian pasien juga
tinggal bersama mertuanya, yaitu Tn.K yang bekerja sebagai buruh dan Ny.J yang
sehari-hari sebagai IRT.
Pasien juga sudah memiliki seorang cucu yaitu An. R dari anak pertama
Ny.N
II. STATUS PASIEN

A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang laki-
laki berusia 46 tahun yakni Tn.S, pasien merupakan penderita demam tifoid
yang datang berobat ke IGD Puskesmas Lumbir diantar oleh istrinya. Pasien
datang dengan keluhan demam sejak 7 hari sebelum datang ke IGD
Puskesmas Lumbir.

B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn.S
Usia : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SD
Penghasilan/bulan : -
Alamat : Desa Lumbir RT 008/RW 006, Kecamatan Lumbir,
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah
Pengantar Pasien : Istri
Tanggal Periksa : 14 Januari 2020

C. ANAMNESIS (diambil melalui autoanamnesis)


1. Keluhan Utama
Demam sejak 7 hari sebelum masuk puskesmas
2. Keluhan Tambahan
Nyeri kepala, mual, serta badan terasa lemas, dan badan pegal-pegal

5
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Puskesmas Lumbir pada hari Sabtu tanggal
11 Januari 2020 pukul 13.20 dengan keluhan demam sejak 7 hari sebelum
datang ke IGD Puskesmas Lumbir. Keluhan demam dirasakan hilang
timbul. Pasien mengaku suhu badannya mulai terasa memberat (demam)
pada sore hari hingga malam hari dan demam kembali turun namun tidak
terasa seperti suhu badan normal pada pagi hari. Keluhan demam sempat
membaik ketika pasien mengkonsumsi obat yang diberikan ketika pasien
berobat di mantri desa, namun setelah 2 hari sejak pertama berobat, pasien
masih merasakan demam naik turun yang belum kunjung sembuh.
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut selama 4 hari, keluhan
tersebut dirasakan pada perut tengah bagian atas, nafsu makan menurun,
disertai nyeri kepala, mual, serta badan terasa lemas dan pegal. Pasien
menyangkal adanya keluhan lain seperti batuk, pilek, mimisan, gusi
berdarah, sulit buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), nyeri
BAK, rasa tidak tuntas saat BAK, maupun muncul bintik-bintik merah
pada tubuh. Pasien mengatakan bahwa dalam dua minggu terakhir sebelum
sakit pasien memiliki aktivitas yang padat di tempat kerja, yakni setiap
hari lembur sejak pukul 08.00 hingga pukul 18.00. Pasien juga
mengatakan sering memakan mie instan terutama saat sedang istirahat di
tempat kerja. Teman pasien juga ada yang mengalami sakit demam dan
tidak masuk bekerja.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat darah tinggi : disangkal
d. Riwayat kencing manis : disangkal
e. Riwayat penyakit jantung : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
g. Riwayat alergi makanan/obat : disangkal
h. Riwayat Operasi : disangkal

6
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat kencing manis : disangkal
c. Riwayat darah tinggi : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat alergi makanan/obat : disangkal
6. Riwayat Sosial dan Exposure
a. Community : Kesehariannya pasien tinggal bersama dengan istri,
anak, mertua, dan cucu pasien dalam satu rumah
yang berisikan 9 orang. Rumah pasien berada di
dekat perkebunan yang jarang penduduk.
b. Home : Rumah pasien memiliki ventilasi dan pencahayaan
yang cukup pada masing-masing ruangan untuk
menerangi rumah. Dinding rumah terbuat dari
tembok. Lantai rumah pasien sebagian berupa
lantai, namun sebagian masih menggunakan plester
semen yakni pada bagian kamar dan dapur. Dalam
rumah terdapat tiga kamar tidur, satu ruang
keluarga bersamaan dengan ruang tamu, dua kamar
mandi dan satu dapur. Kamar mandi sudah disertai
jamban, sehingga untuk BAB pasien tidak perlu ke
luar rumah. Ibu pasien menggunakan kamar mandi
sebagai tempat untuk mencuci peralatan masak,
alat makan, dan mencuci pakaian. Sumber air
bersih yang digunakan pasien untuk kebutuhan
sehari-hari berasal dari sumur. Jarak septic tank
dari sumber air sekitar 9 meter. Tingkat
kelembaban rumah cukup lembab. Keluarga pasien
memasak dengan menggunakan kompor gas.
Tempat sampah keluarga diletakkan disamping
dapur kira-kira 2 meter dari tempat memasak,

7
terbuka, yang biasanya dibuang di tempat
penampungan sampah dan kemudian sampang
dibakar. Tempat tinggal Tn.S merupakan
lingkungan pemukiman yang jarang penduduknya,
jarak antar rumah saling berjauhan sekitar 15-20
meter.
c. Hobby : Pasien senang mengikuti sepak bola di lingkungan
rumahnya, pasien cukup aktif dalam
bermasyarakat.
d. Occupational : Pasien adalah seorang buruh di Kalimantan.
Aktivitas yang dilakukan pasien saat dirumah saat
ini adalah menonton tv dan bermain dengan anak.
Pasien sesekali bermain di rumah teman sekitar
tempat tinggalnya. Biasanya pasien bekerja dari
pukul 08.00 – 18.00 WIB.
e. Personal Habit : Pasien juga memiliki kebiasaan mengonsumsi mie
instan saat bekerja dan jajan gorengan di tempat
terbuka saat di tempat bekerja. Sebelum dan
sesudah makan pasien terkadang mencuci tangan,
namun jarang menggunakan sabun. Pasien juga
sering mencuci tangan dengan air setelah buang
air, namun jarang menggunakan sabun. Di rumah,
istri pasien mencuci peralatan memasak dan makan
menggunakan air sumur, tempat mencuci piring
berada di kamar mandi, bersebelahan dengan
jamban. Sumber air untuk kebutuhan konsumsi
menggunakan air sumur yang ditampung di dalam
ember besar tertutup, sedangkan untuk keperluan
mandi dan mencuci menggunakan air keran serta
ditampung dalam ember besar namun belum
tertutup.

8
f. Diet : Pasien mengaku rutin makan 2-3 kali sehari
dengan nasi, sayur dan lauk sering berupa tahu
tempe, namun jarang disertai daging. Sering
mengkonsumsi makanan yang digoreng. Pasien
sering mengonsumsi mie instan.
g. Drug : Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu.
7. Riwayat Gizi
Pola makan pasien teratur, rata-rata pasien makan 2-3 kali sehari
dengan nasi, lauk, seringkali berupa tahu tempe. Pasien rutin
mengonsumsi sayur, namun jarang mengonsumsi buah dan daging. Kesan
gizi cukup. Dalam dua minggu terakhir pasien sering mengonsumsi mie
instan di tempat kerja nya.
8. Riwayat Psikologi
Pasien tidak mengeluhkan kondisi tertentu seperti stress.
9. Riwayat Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah kebawah.
Pasien bekerja sebagai buruh di Kalimantan, istri pasien bekerja sebagai
ibu rumah tangga dan terkadang membuka warung. Pendapatan rata-rata
keluarga pasien adalah sekitar Rp.3.000.000,00 - Rp.4.500.000,00 yang
berasal dari hasil pekerjaan pasien dan membuka warung. Pasien dan
keluarganya menggunakan Kartu Jaminan Kesehatan (BPJS) untuk
mengakses pelayanan kesehatan.
10. Riwayat Demografi
Hubungan antara pasien dengan keluarganya dapat dikatakan baik,
yakni terlihat rukun dan harmonis, terlihat dari cara berkomunikasi pasien
dengan istri dan anaknya yang tampak baik. Saat sedang dirawat inap di
puskesmas Lumbir, istri anak, dan mertua pasien selalu bergantian
menemani pasien. Hubungan pasien dengan mertua, saudara, dan sepupu
pasien juga sangat baik, sering berkunjung satu sama lain.
11. Riwayat Sosial
Pasien berhubungan baik dengan tetangga serta teman di sekitar
rumahnya. Pasien sering mengikuti kegiatan sosial di sekitar rumahnya.

9
12. Anamnesis Sistemik
a. Keluhan Utama : demam
b. Kulit : tidak ada keluhan
c. Kepala : nyeri kepala
d. Leher : leher kaku
e. Mata : tidak ada keluhan
f. Hidung : tidak ada keluhan
g. Telinga : tidak ada keluhan
h. Mulut : mulut sedikit pahit
i. Tenggorokan : tidak ada keluhan
j. Pernafasan : tidak ada keluhan
k. Sistem Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
l. Sistem Gastrointestinal : mual, muntah
m. Sistem Saraf : tidak ada keluhan
n. Sistem Muskuloskeletal : badan pegal--pegal
o. Sistem Genitourinaria : nyeri saat BAK
p. Ekstremitas Atas : tidak ada keluhan
Bawah : tidak ada keluhan
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Baik, kesadaran Compos Mentis, status gizi kesan cukup .
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 110/70 mmHg
b. Nadi : 84 x/menit, reguler, isi dan tekanan cukup
c. Pernafasan : 20 x/menit, reguler
d. Suhu : 36,9 oC (diperiksa pada 14 Januari 2020 pukul
18.30), suhu awal saat masuk IGD tanggal 11 Januari 2020 pukul
14.30 adalah 38.8 oC)
3. Status gizi
a. BB : 65 kg
b. TB : 168 cm
c. IMT : 22.69 kg/m2

10
d. Kesan status gizi : Normal
4. Kulit : Sianosis (-), turgor <2 detik), ikterus(-)
5. Kepala : Bentuk kepala mesocephal
6. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
7. Telinga : Bentuk normal, sekret (-/-)
8. Hidung : Napas cuping hidung (-), sekret (-/-)
9. Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa mulut basah (+), lidah
tak tampak kotor, pucat (+), hiperemis (+), tremor (-).
10. Tenggorokan : Hiperemis (-)
11. Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar limfe (-)
12. Thoraks : Simetris, retraksi (-/-)
a. Cor : Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II LPSS
batas kiri bawah : SIC V 2 jari lateral LMCS
batas kanan atas : SIC II LPSD
batas kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi: S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-)
b. Pulmo
Inspeksi : Bentuk dada normal, retraksi (-), gerakan paru simetris,
Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Vesikular normal, wheezing (-), ronkhi (-)
13. Abdomen
Inspeksi : Datar, asites (-), benjolan (-), lesi (-), jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba pembesaran
Perkusi : Timpani
14. Collumna Vertebralis
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
15. Ekstremitas : Uji Rumple Leed (-), ptekiae (-)

11
Superior : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)
Inferior : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)
16. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur, Fungsi Vegetatif, Fungsi Sensorik :dalam batas normal
Fungsi Motorik :
K 5 5 T N N RF + + RP - -
5 5 N N + + - -
17. Pemeriksaan Psikiatrik
Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis
Afek : appropriate
Psikomotor : normoaktif
Insight : baik

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (30/12/2019)
Hb 15.6 gr/dL (N)
Leukosit 26900 U/L (H)
Trombosit 163.000/ul (N)
Ht 47% (N)
Eritrosit 4.7 juta sel/uL (N)
Widal:
Salmonela typhi O (-)
Salmonela typhi H 1/160
Parasitologi
Malaria : negatif
F. RESUME
Tn.S datang ke IGD Puskesmas Lumbir pada tanggal 11 Januari 2020
dengan demam naik turun sejak 7 hari sebelum masuk IGD. Pasien demam
dirasakan sore hingga malam hari, dan membaik pada pagi hari namun suhu
tubuh tidak pernah terasa normal. Pasien juga mengeluhkan mual, serta
disertai dengan muntah. Nafsu makan pasien dirasakan menurun. Pasien

12
menyangkal adanya keluhan lain seperti batuk, pilek, mimisan, gusi berdarah,
sulit buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), nyeri BAK, rasa tidak
tuntas saat BAK, maupun muncul bintik-bintik merah pada tubuh. Pasien
mengatakan bahwa sebelumnya teman kerja pasien ada yang mengalami
keluhan serupa. Pasien memiliki kebiasaan mengonsumsi mie instan saat
istirahat jam kerja, jarang mencuci tangan menggunakan sabun.
Pemeriksaan fisik awal didapatkan kelainan yaitu suhu 38.8 oC, serta
pada pemeriksaan mulut didapatkan lidah pucat dengan bagian tepi hiperemis,
sedangkan pemeriksaan lain dalam batas normal. Tidak ditemukan tanda
perdarahan pada mukosa, sistem integumen, maupun saluran cerna.
Berdasarkan hasil tes serologi widal didapatkan hasil titer Salmonela typhi H
1/160

G. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Aspek Personal
Idea
Pasien mengeluhkan demam 7 hari naik turun, mual, nyeri kepala, muntah,
dan badan pegal-pegal, nafsu makan menurun, badan terasa lemas, dan
nyeri BAK.
Concern
Pasien terus menerus merasa lemas dan badan terasa tidak nyaman,
terutama setiap kali demam. Hal tersebut membuat pasien sulit untuk
beraktivitas dan merasa penyakit tersebut mengganggu aktivitas sehari-
harinya.
Expectacy
Pasien mempunyai harapan penyakitnya segera sembuh agar dapat
beraktivitas kembali seperti biasa.
Anxiety
Pasien dan keluarganya khawatir keadaan pasien semakin memburuk jika
tidak segera ditangani lebih lanjut.
2. Aspek Klinis
Diagnosis : Demam tifoid

13
Diagnosa banding : Dengue fever, ISK, Malaria
3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
Pasien jarang menggunakan sabun ketika mencuci tangan sebelum
dan setelah makan, serta setelah buang air kecil dan buang air besar.
Pasien juga memiliki kebiasaan mengonsumsi mie instan dan jajan
gorengan di tempat yang terbuka.
4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
a. Pemahaman pasien dan keluarga mengenai higienitas diri sendiri,
makanan dan lingkungan masih kurang.
b. Makanan dan minuman di warung tempat bekerja yang tidak terjamin
kebersihannya.
c. Kondisi rumah pasien yang masih belum sehat, diantaranya yakni
tempat mencuci piring yang berada dalam satu ruangan kamar mandi
yang berfungi untuk tempat mandi, jamban, sekaligus tempat mencuci
alat makan dan masak, dan rumah pasien yang masih bercampur
dengan warung tempat berjualan istri pasien.
d. Jarak sumber air dengan septic tank kurang dari 9 meter.
e. Keluarga pasien merupakan keluarga dengan status sosial ekonomi
menengah ke bawah, hal ini menjadi salah satu faktor penyebab
kondisi rumah pasien masih belum memenuhi kriteria rumah sehat.
f. Pemahaman pasien dan keluarga mengenai penyakit demam tifoid
masih rendah.

5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial


Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 3, karena pasien mulai
terganggu dalam melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari seperti
bekerja, berkumpul bersama keluarga, dan melakukan kegiatan
bermasyarakat.

H. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
1. Personal Care
a) Initial Plan

14
Usulan pemeriksaan penunjang:
1) Pemeriksaan darah lengkap (Hemoglobin, Leukosit, Eritrosit,
Trombosit, Hematokrit, Hitung Jenis Leukosit).
2) Pemeriksaan darah serial setiap hari (Hemoglobin, Hematokrit,
Trombosit).
3) Serologi :
a) Enzyme Immunoassay test (Typhidot): deteksi IgM dan IgG
Salmonella typhi
b) Kultur Salmonella typhi dengan spesimen darah
c) Pemeriksaan IgM dan IgG anti dengue
b) Medikamentosa
1) INJ Ranitidin 2x50 mg iv
2) PO Kloramfenikol Tab 4x500 mg selama 7 hari
3) PO Paracetamol Tab 3x500 mg k/p demam
4) PO Antasida Tab 3x10 mg
c) Non Medikamentosa
1) IVFD RL 20 tpm makro
d) Monitoring
1) Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu,
kesadaran).
2) Monitoring tanda komplikasi tifoid: penurunan kesadaran hingga
delirium, hemodinamik terganggu (nadi teraba halus dan cepat),
akral dingin, nyeri perut dengan gejala akut abdomen,
hepatomegali.
e) KIE (konseling, informasi dan edukasi)
1) Edukasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
2) Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi.
3) Penyebab, faktor risiko, cara penularan, tanda dan gejala serta
pengobatan demam tifoid.
4) Diet, jumlah cairan yang dibutuhkan, tahapan mobilisasi.

15
5) Memberitahu tanda-tanda kegawatan demam tifoid seperti: pasien
mengigau, gelisah atau bahkan sampai tidak sadarkan diri, kaki dan
tangan teraba dingin, nyeri perut hebat, BAB hitam.
6) Minum obat teratur dan tuntas sesuai anjuran walaupun gejala
sudah membaik.
7) Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan,
serta setelah buang air kecil dan buang air besar.
8) Memilih makanan dan minuman yang terjamin kebersihan dan
kematangannya. Tidak membeli makanan/minuman yang tercemar
debu, sampah atau yang dihinggapi lalat.
9) Bahan makanan mentah yang akan diolah harus dicuci dengan air
bersih dan mengalir.
10) Menjaga kesehatan peralatan makanan/minuman dengan cara
mencucinya menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun cuci
piring, serta di tempat yang terpisah dengan tempat mandi dan
buang air.
11) Perbanyak minum air putih, minimal 2 liter per hari (setara 8 gelas)
12) Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein,
rendah serat.
2. Family Care
a. Edukasi kepada keluarga mengenai pentingnya perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS)
b. Dukungan psikologis dari keluarga lainnya.
c. Keluarga harus lebih memperhatikan kebersihan makanan yang
dikonsumsi.
3. Community Care
Melakukan konseling atau edukasi pada masyarakat di tempat tinggal
pasien tentang aspek pencegahan demam tifoid melalui:
a. Perbaikan sanitasi lingkungan
b. Peningkatan higiene makanan dan minuman
c. Peningkatan hygiene perorangan

16
I. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
J.

17
K. FLOW SHEET
No Tanggal Subjektif Objektif Planning
1. Sabtu Mual (+), Tanda Vital: - IVFD RL 20 tpm
11/01/ muntah (-), TD:110/60 - INJ Ranitidin 3x50
2020 badan lemas, mmHg mg iv
BAB (-) 1 hari, N : 84 x/menit - PO Kloramfenikol
flatus (+), RR: 20x/ menit 4x500 mg
nafsu makan S : 36,8o C - PO Paracetamol
dan minum 3x500 mg k/p
baik Mata: CA -/- SI demam
-/- - PO Antasida
Mulut: lidah suspensi 3x10 mg
pucat, tepi
hiperemis. Tirah baring
A/ datar, Diet lunak TKTP
BU(+)N, Banyak minum air
timpani, NT (-) putih.
Eks: Uji RL (-),
akral hangat ++/
++
2. Minggu Mual Tanda Vital: - IVFD RL 20 tpm
12/01/ berkurang, TD:100/60 - INJ Ranitidin 3x50
2020 muntah (-), mmHg mg iv
badan lemas, N : 80 x/menit - PO Kloramfenikol
BAB (-) 2 hari, RR: 20x/ menit 4x500 mg
flatus (+), S : 36,6o C - PO Paracetamol
nafsu makan 3x500 mg k/p
dan minum Mata: CA -/- SI demam
baik -/- - PO Antasida
Mulut: lidah suspensi 3x10 mg
pucat, tepi
hiperemis. Tirah baring
A/ datar, Diet lunak TKTP
BU(+)N, Banyak minum air
timpani, NT (-) putih.
Eks: akral
hangat ++/++
3 Senin Mual Tanda Vital: - IVFD RL 20 tpm
13/01/20 berkurang, TD:100/60 - INJ Ranitidin 3x50
20 muntah (-), mmHg mg iv
badan lemas, N : 80 x/menit - PO Kloramfenikol
nyeri ulu hati, RR: 20x/ menit 4x500 mg
badan pegal- S : 36,6o C - PO Paracetamol
pegal 3x500 mg k/p
Mata: CA -/- SI demam
-/- - PO Antasida
Mulut: lidah suspensi 3x10 mg
pucat, tepi

18
hiperemis. Tirah baring
A/ datar, Diet lunak TKTP
BU(+)N, Banyak minum air
timpani, NT (-) putih.
Eks: akral
hangat ++/++

19
III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis
Bentuk keluarga Tn. S (46 tahun) adalah extended family. Kepala
keluarga adalah Tn. S (46 tahun). Pada keluarga ini terdapat istri pasien
(39 tahun), anak pasien antara lain : Ny.F (20 tahun), An.K (18 tahun),
An.D (12 tahun), An.Z (2 tahun); kemudian mertua pasien Tn.K (57
tahun), Ny.J (55 tahun), dan cucu pasien An.R (1 tahun) yang hidup
bersama dalam satu rumah. Pasien memiliki satu saudara kandung. Istri
pasien merupakan anak tunggal.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan antara pasien dengan keluarga cukup harmonis. Tidak
ada konflik yang berat di dalam keluarga pasien, masalah yang sering
timbul seringkali hanya berupa perbedaan pendapat antara orang tua dan
anak, masih dalam batas wajar. Menurut pasien, istri dan anak pasien
sangat mendukung berbagai kegiatan pasien, termasuk hobby sepakbola
pasien. Mertua pasien juga mendukung terhadap pekerjaan serta urusan
dari pasien. Pasien dan anggota keluarga lain tidak pernah merasa tertekan
saat berada didalam keluarga. Jika ada salah satu anggota keluarga yang
mengalami masalah, anggota keluarga saling membantu untuk
menyelesaikan masalahnya, ini terlihat saat pasien sakit, ayah dan saudara
kandung pasien yang tidak tinggal dalam satu rumah turut menjenguk dan
bergantian menemani pasien saat rawat inap di puskesmas.
3. Fungsi Sosial
Hubungan pasien dengan teman dan tetangga pasien baik. Pasien
turut bergaul dan bersosialisasi dengan tetangga di sekitar rumahnya,
karena sejak kecil pasien sudah tinggal di lingkungan tersebut, hubungan
pasien dengan tetangga terbilang cukup akrab. Pasien mengaku memiliki
banyak teman, dan sesekali saling mengunjungi rumah masing-masing
untuk bersilahturahmi.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

20
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah kebawah.
Sumber pendapatan keluarga pasien adalah dari ayah pasien. Ayah pasien
bekerja sebagai buruh bangunan dengan penghasilan sekitar
Rp.3.000.000,00 - Rp.4.500.000,00/bulan. Ibu pasien bekerja sebagai ibu
rumah tangga yang aktif dalam berbagai kegiatan di sekitar tempat
tinggalnya. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau yaitu
bidan desa dan puskesmas. Pembiayaan kesehatan berasal dari Kartu
Jaminan Kesehatan (BPJS).
Dapat disimpulkan bahwa bentuk keluarga Tn.S adalah extended
family. Keluarga Tn.S adalah keluarga yang cukup harmonis, berhubungan
baik dengan lingkungan sekitar dan merupakan keluarga dengan
perekonomian kelas menengah kebawah.

B. FUNGSI FISIOLOGIS (A.P.G.A.R SCORE)


Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R
SCORE dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0.
A.P.G.A.R SCORE disini akan dilakukan pada masing-masing anggota
keluarga, kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga
secara keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 = baik.
Adaptation
Pasien jarang selalu keluhannya terhadap keluarga, terutama kepada
istri pasien. Ketika Tn.S bercerita tentang sakit yang dialaminya atau masalah
yang sedang dihadapi, keluarga Tn.S berusaha membantu menyelesaikan
masalahnya.
Partnership
Komunikasi terjalin satu sama lain baik dengan istri dan anak pasien.
Kerjasama antar anggota keluarga terjalin baik. Pasien melakukan aktivitas di
rumah dan di sekolah dengan baik. Pasien juga bersosialisasi dengan tetangga
saat ada waktu luang. Setiap ada permasalahan didiskusikan bersama dengan
anggota keluarga lainnya, komunikasi dengan anggota keluarga berjalan
dengan> baik.
Growth

21
Pasien terlihat cukup senang dan puas terhadap segala bentuk
dukungan dan bantuan dari keluarga untuk kegiatan yang hendak dilakukan
pasien.
Affection
Pasien merasa cukup puas dengan perhatian keluarga terhadap pasien.
Dalam hal mengekspresikan perasaan atau emosi, antar anggota keluarga
berusaha untuk selalu jujur. Apabila ada hal yang tidak berkenan di hati, maka
anggota keluarga akan mencoba untuk segera menyampaikan tanpa dipendam,
sehingga permasalahan dapat segera selesai.
Resolve
Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien cukup, baik dari
keluarga maupun dari saudara-saudara. Pasien merasa senang apabila bisa
berkumpul di rumah walaupun hanya untuk menonton televisi atau makan
bersama.

22
Tabel 3.1 Nilai APGAR dari Tn. S terhadap keluarga
Hampir
Hampir Kadang
A.P.G.A.R An. A Terhadap Keluarga tidak
selalu -kadang
pernah
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
A keluarga saya bila saya menghadapi 
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
P membahas dan membagi masalah 
dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
G 
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
A 
merespon emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya
R 
dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 9, fungsi fisiologis Tn.S terhadap keluarga cukup sehat

Tabel 3.2 Nilai APGAR dari Ny. D terhadap keluarga


Hampir
Hampir Kadang
A.P.G.A.R Ny. S Terhadap Keluarga tidak
selalu -kadang
pernah
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
A keluarga saya bila saya menghadapi 
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
P membahas dan membagi masalah 
dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
G 
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
A 
merespon emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya
R 
dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 9, fungsi fisiologis Ny. D terhadap keluarga cukup sehat

Tabel 3.3 Nilai APGAR dari Ny. F terhadap keluarga


A.P.G.A.R Tn. A Terhadap Keluarga Hampir Kadang Hampir

23
tidak
selalu -kadang
pernah
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
A keluarga saya bila saya menghadapi 
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
P membahas dan membagi masalah 
dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
G 
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
A 
merespon emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya
R 
dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 8, fungsi fisiologis Ny. F terhadap keluarga cukup sehat

Tabel 3.4 Nilai APGAR dari An. D terhadap keluarga


Hampir
Hampir Kadang
A.P.G.A.R Tn. A Terhadap Keluarga tidak
selalu -kadang
pernah
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
A keluarga saya bila saya menghadapi 
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
P membahas dan membagi masalah 
dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
G 
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
A 
merespon emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya
R 
dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 9, fungsi fisiologis An.D terhadap keluarga cukup sehat

Tabel 3.5 Nilai APGAR dari Ny. J terhadap keluarga


Hampir
Hampir Kadang
A.P.G.A.R Tn. A Terhadap Keluarga tidak
selalu -kadang
pernah

24
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
A keluarga saya bila saya menghadapi 
masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
P membahas dan membagi masalah 
dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan
G 
saya untuk melakukan kegiatan baru
atau arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
A 
merespon emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya
R 
dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 7, fungsi fisiologis Ny. J terhadap keluarga cukup sehat

A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien = (9+9+8+9+7)/3 = 8.4


Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga pasien baik
Secara keseluruhan total poin dari A.P.G.A.R keluarga pasien adalah 42
sehingga rata-rata A.P.G.A.R dari keluarga pasien adalah 8.4. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien dalam
keadaan baik.

C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)


Fungsi patologis dari keluarga Tn. S dinilai dengan menggunakan
S.C.R.E.E.M sebagai berikut:
Tabel 3.6 Nilai SCREEM dari keluarga pasien
Sumber Patologi Ket
Social Interaksi sosial keluarga dengan tetangga dan saudara-saudara -
di sekitar rumah cukup baik.
Cultural Dalam kegiatan sehari-hari keluarga ini menggunakan -
bahasa Jawa, walaupun dicampur dengan Bahasa
Indonesia. Tidak ada kepercayaan khusus terutama di
bidang kesehatan pada keluarga ini.
Religion Pemahaman agama cukup baik. Penerapan ajaran juga baik, -
hal ini dapat dilihat dari pasien dan keluarga rutin
menjalankan sholat.
Economic Ekonomi keluarga ini tergolong kelas menengah kebawah, +

25
yang bekerja di dalam keluarga hanya ayah pasien. Untuk
kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi, meski belum mampu
mencukupi kebutuhan sekunder, diperlukan skala prioritas
untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
Education Pendidikan anggota keluarga kurang. Latar belakang +
pendidikan Ayah pasien adalah SD, ibu pasien SMP, pasien
saat ini bersekolah di sekolah menengah pertama kelas tujuh.
Pengetahuan keluarga pasien tentang penyakit yang diderita
masih kurang.
Medical Dalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga menggunakan -
pelayanan puskesmas dan menggunakan Kartu Jaminan
Kesehatan (BPJS). Akses layanan kesehatan yang dapat
dijangkau yaitu puskesmas.

Keterangan :
1. Economic (+) oleh karena ekonomi keluarga pasien tergolong menengah
kebawah.
2. Education (+) oleh karena pengetahuan pasien tentang kesehatan terutama
tentang penyakitnya masih kurang.
Kesimpulan :
Keluarga Tn. S fungsi patologis yang ditemukan antara lain fungsi ekonomi
dan fungsi pendidikan.

26
D. FAMILY GENOGRAM

Tn. U Ny. C Tn. K Ny. J


62 th 60 th 57 th 55 th

Tn. C
47 th

Ny. D
Tn. S
39 th
46 th

Tn. T Ny. F An. K An. D An. Z


24 th 20 th 18 th 12 th 2 th

An. R
1 th

Gambar 3.1 Genogram Keluarga Tn.S


Keterangan :
: Perempuan

: Laki-laki

: Tinggal satu rumah

: Laki-Laki, Meninggal

: Perempuan, Meninggal

: Pasien

27
E. INFORMASI POLA INTERAKSI KELUARGA

Tn. S Ny. D

Ny.F, An.K, An.D,


An.Z, Tn.K, Ny. J,
An. R
Gambar 3.2 Pola Interaksi Keluarga An. N

Keterangan : hubungan baik


Sumber : Data Primer Januari 2020
Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga di keluarga Tn.S dinilai harmonis dan
saling mendukung.

28
IV. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN

A. IDENTIFIKASI FAKTOR PERILAKU DAN NON PERILAKU


KELUARGA
1. Faktor Perilaku
Pasien merupakan seorang buruh dengan jam kerja yang cukup
padat, setiap hari mulai pukul 08.00-18.00. Selama dua minggu terakhir
pasien sering membeli mie instan yang dijual di warung tempat pasien
bekerja serta aneka jajanan yang dijual di dalam gerobak dan sering dalam
kondisi terbuka. Sebelum dan sesudah makan pasien jarang mencuci
tangan. dengan sabun. Setelah keluar dari kamar mandi pun pasien jarang
mencuci tangan dengan sabun. Alat makan dan alat memasak yang berada
di rumah pasien dicuci di tempat pencucian yang berada di kamar mandi,
alat makan digunakan bersama-sama dan bergantian dengan anggota
keluarga yang lain. Kebiasaan tersebut menjadi salah satu faktor yang
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi demam tifoid.
2. Faktor Non Perilaku
Demam tifoid merupakan penyakit yang menyerang saluran
pencernaan, disebabkan oleh bakteri bakteri Salmonella typhi yang
ditularkan melaui makanan dan minuman. Penularan penyakit deman
tifoid berhubungan erat dengan perilaku hidup bersih dan sehat, dimana
hal tersebut turut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan
seseorang.
Pasien termasuk dalam keluarga dengan latar belakang pendidikan
yang kurang. Pendidikan terakhir pasien adalah SD. Hal tersebut
mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman pasien mengenai kesehatan,
termasuk hal yang berkaitan dengan penyakit demam tifoid seperti faktor
risiko, agen penyebab, gejala klinis dan pengobatan demam tifoid.
Jika dilihat dari pendapatan perbulan, pasien bekerja sebagai
buruh, memiliki penghasilan sekitar Rp.3.000.000,00- Rp.4.500.000,00,
termasuk ke dalam tingkat ekonomi menengah ke bawah. Demam tifoid

29
juga lebih banyak mengenai penduduk dengan tingkat sosial ekonomi
rendah. Hal tersebut berdasarkan asumsi bahwa penghasilan seseorang
dapat digunakan untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan perbaikan
lingkungan sehingga dapat mencegah terkenanya suatu penyakit.
Berdasarkan tempat tinggal pasien, pasien tinggal di rumah dengan
ventilasi dan pencahayaan yang cukup pada masing-masing ruangan untuk
menerangi rumah. Tingkat kelembaban rumah dikatakan tidak terlalu
lembab. Dinding rumah terbuat dari tembok, dengan lantai rumah berupa
keramik dan sebagian masih menggunakan plester semen yakni pada
bagian kamar dan dapur. Dalam rumah terdapat 3 kamar tidur berukuran
3x2 meter, 1 ruang keluarga bersamaan dengan ruang tamu, 2 kamar
mandi dan 1 dapur. Dalam kamar mandi sudah memiliki jamban namun
kamar mandi turut digunakan sebagai tempat untuk mencuci perlatan
masak dan makan.
Sumber air bersih yang digunakan pasien untuk kebutuhan sehari-
hari berasal dari sumur. Jarak septic tank dari sumber air sumur yakni
sekitar 9 meter, dimana syarat jarak minimal sumber air bersih dengan
septic tank yaitu 10 meter untuk memastikan bahwa kualitas air tanah
baik, tidak tercemar oleh rembesan air septic tank. Jarak septic tank
terhadap sumber air yang tidak optimal dapat mempengaruhi kejadian
demam tifoid. Air sumur yang digunakan untuk kebutuhan minum dan
memasak sehari-hari sehingga dapat menjadi sumber penularan demam
tifoid.
Lingkungan tempat tinggal Tn.S merupakan lingkungan
pemukiman yang jarang penduduk, jarak antar rumah sekitar 15-20 meter.

30
Perilaku:
Sebelum dan sesudah makan
pasien jarang mencuci tangan
dengan sabun Lingkungan:
Pasien memiliki kebiasaan Kondisi rumah dan
mengonsumsi mie instan di lingkungan rumah yang
tempat bekerja serta jajan tidak sehat
gorengan yang sering dijual
dalam kondisi terbuka.
Pasien jarang mencuci tangan
dengan sabun sebelum dan
setelah makan, serta setelah Pendidikan dan
BAB dan BAK. pengetahuan:
Tn.S
Demam Tifoid Rendahnya pemahaman
pasien dan keluarga
mengenai faktor resiko,
agen penyebab, gejala
Ekonomi: klinis dan pengobatan
Termasuk keluarga kelas demam tifoid.
menengah kebawah.

Gambar 4.1. Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga

Keterangan:
= Faktor Perilaku
= Faktor Non-Perilaku

B. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH


1. Gambaran Lingkungan
Pasien tinggal di Desa Lumbir RT 08/RW 06 Kecamatan Lumbir,
Kabupaten Banyumas. Pasien tinggal di sebuah rumah dengan jumlah
penghuni 9 orang. Pasien tinggal di rumah dengan ventilasi dan
pencahayaan yang cukup pada masing-masing ruangan untuk menerangi
rumah. Tingkat kelembaban rumah dikatakan tidak terlalu lembab.
Dinding rumah terbuat dari tembok, serta lantai rumah berupa lantai,
namun sebagian yang menggunakan plester semen. Dalam rumah terdapat
3 kamar tidur berukuran 3x2 meter, 1 ruang keluarga yang digabung
dengan ruang tamu, 2 kamar mandi dan 1 dapur. Dalam kamar mandi
sudah memiliki jamban, sehingga untuk BAB pasien tidak perlu ke luar

31
rumah. Tempat penampungan air di dalam kamar mandi menggunakan
ember tampung. Kamar mandi dan ember tampung dibersihkan atau
dikuras setiap 1 minggu sekali. Dapur pasien cukup luas, keluarga
memasak menggunakan kompor gas.
Sumber air bersih yang digunakan pasien untuk kebutuhan sehari-
hari berasal dari sumur. Jarak septic tank dari sumber air sekitar 9 meter,
hal ini belum memenuhi syarat jarak antara sumber air bersih dengan
septic tank minimal 10 meter, sehingga hal ini dapat mempengaruhi
kejadian demam tifoid. Rembesan air dari septic tank dapat mencemari air
tanah di sekitarnya termasuk air sumur yang digunakan untuk kebutuhan
minum dan memasak sehari-hari sehingga dapat menjadi sumber
penularan demam tifoid.
Lingkungan tempat tinggal Tn.S merupakan lingkungan
pemukiman jarang penduduk, jarak antar rumah sekitar 15--20 meter
Kesan: kebersihan rumah dan lingkungannya belum adekuat

2. Denah Rumah

Ruang Sholat
Meja makan

Ruang
Keluarga

Kamar Tidur Kamar Tidur Kamar Mandi

Gambar 4.2 Denah Rumah Tn.S

32
Kamar mandi
Dapur

Kamar
Rumah Tidur
Makan

Gambar 4.3 Denah Rumah Tn.S

33
V. DAFTAR MASALAH DAN PEMBINAAN KELUARGA

A. MASALAH MEDIS
Pasien jenis kelamin laki-laki usia 46 tahun dengan demam tifoid.

B. MASALAH NONMEDIS
1. Pasien memiliki kebiasaan mengonsumsi mie instan di warung tempat
kerja.
2. Pasien memiliki kebiasaan membeli makanan yang dijual di gerobak
dalam keadaan terbuka dan tidak menggunakan penutup.
3. Pasien memiliki kebiasaan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum
dan setelah makan serta setelah keluar dari kamar mandi (setelah BAB dan
BAK).
4. Pasien memiliki kebiasaan menggunakan alat makan bersama dengan
anggota keluarga lainnya.
5. Pemahaman pasien dan keluarga mengenai faktor resiko, agen penyebab,
gejala klinis dan pengobatan demam tifoid masih rendah.
6. Keadaan dan kebersihan lingkungan rumah yang kurang sehat, alat
makan dan alat memasak yang berada di rumah pasien dicuci di tempat
pencucian yang berada di kamar mandi dan jarak sumber air dengan septic
tank kurang dari 10 meter.
7. Pasien tergolong dalam keluarga dengan kelas ekonomi menengah
kebawah.

34
C. DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN

Sebelum dan sesudah makan Kebiasaan tidak mencuci


pasien jarang mencuci tangan tangan dengan sabun
dengan sabun sebelum dan setelah
Pasien memiliki kebiasaan makan.
membeli mengonsumsi mie Setelah BAB dan BAK
instan serta membeli pasien jarang mencuci
makanan yang sering dijual tangan dengan sabun.
dalam kondisi terbuka. Mencuci alat makan dan
alat masak di kamar
Kelas ekonomi
mandi.
menengah
kebawah.
An. N
Demam Tifoid

Keadaan dan kebersihan


Rendahnya pemahaman pasien dan lingkungan rumah yang
keluarga mengenai faktor risiko, agen tidak sehat.
penyebab, gejala klinis dan pengobatan
demam tifoid.

Gambar 5.1 Diagram Permasalahan Pasien

D. MATRIKULASI MASALAH
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks:
Tabel 5.1 Matrikulasi Masalah
I T R Jumlah
No. Daftar Masalah IxTxR
P S SB Mn Mo Ma
1. Pengetahuan tentang
5 5 5 5 5 4 5 116,66
penyakit rendah
2. Perilaku tidak mencuci
5 4 5 4 4 5 5 87,11
tangan dengan sabun
3. Kondisi rumah dan
lingkungan sekitar yang 5 5 4 3 3 3 2 37,33
tidak sehat
4. Kondisi ekonomi keluarga
adalah kelas menengah ke 4 5 5 1 1 1 1 4,66
bawah
Keterangan:
I : Importancy (pentingnya masalah)

35
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (ketersediaan sarana)

Kriteria penilaian:
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting

E. PRIORITAS MASALAH
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga
Ny.D adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan tentang penyakit rendah
2. Perilaku pasien tidak mencuci tangan dengan sabun
3. Kondisi rumah dan lingkungan sekitar yang tidak sehat
4. Kondisi ekonomi keluarga kelas menengah kebawah
Prioritas masalah yang diambil adalah tingkat pengetahuan pasien dan
keluarga tentang penyakit yang diderita masih rendah.

F. PENENTUAN ALTERNATIF TERPILIH


Penentuan alternatif terpilih berdasarkan Metode Rinke yang
menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan efiseiensi jalan keluar. Kriteria
efektifitas terdiri dari pertimbangan mengenai besarnya masalah yang dapat
diatasi, kelanggengan selesainya masalah, dan kecepatan penyelesaian
masalah. Efisiensi dikaitkan dengan jumlah biaya yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah. Skoring efisiensi jalan keluar adalah dari sangat
murah (1), hingga sangat mahal (5).

Tabel 5.2 Kriteria dan Skoring Efektivitas dan Efisiensi Jalan Keluar
Skor M I V C

36
(jumlah biaya
(besarnya
(kelanggengan (kecepatan yang diperlukan
masalah
selesainya penyelesaian untuk
yang dapat
masalah) masalah) menyelesaikan
diatasi)
masalah)
1 Sangat kecil Sangat tidak Sangat lambat Sangat murah
langgeng
2 Kecil Tidak langgeng Lambat Murah
3 Cukup besar Cukup langgeng Cukup cepat Cukup murah
4 Besar Langgeng Cepat Mahal
5 Sangat besar Sangat langgeng Sangat cepat Sangat mahal

Prioritas alternatif terpilih dengan menggunakan metode Rinke adalah


sebagai berikut:

Tabel 5.3 Alternatif Terpilih


Urutan
MxIxV
Daftar Alternatif Jalan Efektivitas Efisiensi Prioritas
No. C
Keluar Masalah
M I V C
1. Penyuluhan kepada pasien 4 4 3 1 48 1
dan keluarga mengenai
pengertian, penyebab,
faktor risiko, cara
penularan, tanda dan
gejala, serta penanganan
dan pencegahan demam
tifoid.
2. Pembagian leaflet 3 2 3 4 4,5 2
mengenai demam tifoid
dan perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS).
3. Edukasi tata ruang rumah 3 2 2 3 4 3

Berdasarkan hasil perhitungan penentuan alternatif terpilih menggunakan


metode Rinke, didapatkan alternatif terpilih yaitu penyuluhan kepada pasien dan
keluarga mengenai pengertian, penyebab, faktor risiko, cara penularan, tanda dan
gejala, serta penanganan dan pencegahan demam tifoid dengan skor 48.

37
VI. RENCANA PEMBINAAN KELUARGA

A. RENCANA PEMBINAAN KELUARGA


1. Tujuan
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit demam tifoid mengenai
pengertian, penyebab, cara penularan, faktor risiko, tanda dan gejala,
penanganan dini, perkembangan perjalanan penyakit, serta komplikasi.
Tujuan Khusus
Mengubah perilaku pasien dan keluarga dalam menjaga kebersihan dan
kesehatan anggota keluarga.
2. Cara Pembinaan
Pembinaan dilakukan di rungan rawat inap Puskesmas Lumbir dan di
rumah pasien dalam waktu yang sudah ditentukan bersama dengan cara
memberikan penyuluhan dan edukasi pada pasien dan keluarga.
Penyuluhan dan edukasi dilakukan dalam suasana santai sehingga materi
yang disampaikan dapat diterima.
3. Materi Pembinaan
Materi utama pada penyuluhan dan edukasi kepada pasien dan keluarga
yaitu pengertian, penyebab, cara penularan, faktor risiko, tanda dan gejala,
penanganan dini, perkembangan perjalanan penyakit, serta komplikasi.
Materi lain yang turut disampaikan yakni berupa penyuluhan tentang
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sebagai salah satu upaya
pencegahan terhadap penyakit demam tifoid.
4. Sasaran Pembinaan
Sasaran dari pembinaan yang dilakukan adalah pasien beserta anggota
keluarga pasien yang tinggal di rumah tersebut sebanyak 9 orang.
5. Evaluasi Pembinaan
Evaluasi yang dilakukan adalah dengan memberikan beberapa pertanyaan
mengenai materi yang telah disampaikan sebelumnya kepada pasien dan
keluarga, serta mempraktikkan cara mencuci tangan yang baik dan benar
sesuai standar WHO. Jika pasien dan istri serta anaknya dapat menjawab

38
pertanyaan, maka mereka dianggap sudah memahami materi yang telah
disampaikan sebelumnya dan dapat saling mengingatkan antar anggota
keluarga.

F. HASIL PEMBINAAN KELUARGA


Tabel 6.1. Hasil Pembinaan Keluarga
Anggota
Hari, Kegiatan yang
No. keluarga Hasil kegiatan
Tanggal dilakukan
yang terlibat
1. Selasa,14 a. M Pasien dan Pasien bersedia untuk
Januari embina hubungan keluarga dikunjungi lebih lanjut
2020 saling percaya dengan untuk dipantau
pasien, diantaranya perkembangannya.
perkenalan dan
bercerita mengenai
kehidupan sehari-hari
b. M
elakukan tanya jawab
terhadap kondisi
pasien dan keluarga
c. M
emeriksa kondisi
pasien
d. M
endiskusikan dengan
pasien untuk
kedatangan ke
rumahnya.
2. Senin, 20 a. Memeriksa kondisi Pasien dan a. Pasien sudah tidak
Januari rumah dan lingkungan keluarga demam, gejala
2020 tempat tinggal pasien simptomatis sudah
b. Menggali pengetahuan berkurang.
dan pemahaman b. Pasien dan keluarga
pasien dan keluarga memahami tentang
tentang penyakitnya penyakit demam
c. Memberikan tifoid
penjelasan mengenai c. Pasien dan keluarga
pengertian, penyebab, sepakat untuk
faktor risiko, tanda dan menerapkan PHBS
gejala, cara penularan
serta penatalaksanaan
demam tifoid
d. Memotivasi pasien dan
keluarga untuk
memperbaiki

39
higienitas perorangan
dengan menerapkan
PHBS

G. HASIL EVALUASI
1. Evaluasi Formatif
Pelaksanaan kegiatan dilakukan terhadap 9 orang yang terdiri dari
pasien Tn.S, istri pasien Ny.D, dan anak pasien antara lain Ny. F, An.K,
An.D, dan An.Z. Metode yang digunakan berupa konseling dan edukasi
tentang penyakit demam tifoid meliputi pengertian, penyebab, faktor
risiko, cara penularan, tanda dan gejala, penanganan dan edukasi mengenai
pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sebagai salah satu
upaya pencegahan terhadap penyakit demam tifoid.
2. Evaluasi Promotif
Sasaran konseling sebanyak 9 orang yaitu, pasien, istri pasien, dan
anak pasien. Waktu pelaksanaan kegiatan pada Senin, 20 Januari 2020 di
rumah pasien. Konseling berjalan dengan lancar dan pasien serta keluarga
merasa puas karena merasa lebih diperhatikan dengan adanya kunjungan
ke rumahnya untuk memberikan edukasi tentang penyakit yang sedang
diderita Tn.S.
3. Evaluasi Sumatif
Sebelum dilakukan konseling pasien dan keluarga mengaku belum
memahami penyakit yang diderita oleh Tn.S sehingga dengan adanya
konseling pasien merasa puas dan senang karena menjadi lebih paham
tentang penyakitnya. Setelah konseling selesai, dilakukan tanya jawab
dengan peserta. Peserta konseling dapat menjawab 4 dari 5 pertanyaan
yang diajukan.

40
VII. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhii dan/atau Salmonella
paratyphii dan menular melalui jalur fekal-oral. Penyakit ini yang mengenai
sistem retikuloendotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan kandung empedu,
yang ditandai dengan adanya keluhan berupa demam, gangguan saluran cerna,
disertai dengan beberapa temuan klinis berupa hiperpireksia, tifoid tongue,
nyeri regio abdomen, serta dapat ditemukan hepatosplenomegali (John et al.,
2019).

B. ETIOLOGI
Salmonella typhii dan S. paratyphii A, S. paratyphii B dan S.
paratyphii C. Serotipe S. typhii dan S. paratyphii merupakan penyebab demam
tifoid. Reservoir satu-satunya dari bakteri tersebut adalah manusia. Salmonella
typhii merupakan bakteri gram negatif, dengan morfologi berupa basil, gram
negatif, bersifat anaerob fakultatif, motil, tidak mampu membentuk spora
(John et al., 2019).
Salmonella typhii dan paratyphii sejatinya merupakan bagian dari
spesies Salmonella enterica subspesies enterica serotipe typhimurium.
Serotipe/serovar dari bakteri ini dibagi berdasarkan antigen somatis O (antigen
lipopolisakarida pada dinding sel), antigen permukaan Vi (hanya ditemukan
pada S. typhii dan S. paratyphii C), serta antigen flagella H. Dalam serum
penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam
antigen tersebut (Sidabutar&Hindra, 2010).

C. EPIDEMIOLOGI
Demam tifoid sering terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda,
penyakit ini berkaitan erat dengan daerah berpendapatan rendah, dimana risiko
buruknya sanitasi lebih banyak terjadi pada daerah tersebut. Pada Insidens
demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya berhubungan dengan

41
sanitasi lingkungan. Kasus tifoid di daerah daerah rural (pedesaan) berkisar
antara 150-200 kasus per 10.000 penduduk, sedangkan di daerah urban
ditemukan 760-810 kasus per 10.000 penduduk (Wain et al., 2015).
Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan
air bersih secara merata yang belum memadai, serta sanitasi lingkungan
terutama cara pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan
ligkungan. pada masa pre-antibiotik, angka kematian akibat tifoid mencapai
15% kasus, namun jumlahnya berkurang setelah penggunaan antibiotik
berkembang, dan saat ini antibiotik digunakan sebagai terapi empirik tifoid,
sehingga angka kematian akibat tifoid hanya sekitar 1% kasus di seluruh dunia
(Wain et al., 2015).

D. FAKTOR RISIKO
1. Karakteristik Individu
a. Usia
Prevalensi demam tifoid paling tinggi pada usia 3-19 tahun,
karena pada usia tersebut merupakan kelompok usia anak hingga
dewasa muda produktif. Kelompok usia tersebut memiliki aktivitas
fisik yang banyak, memiliki kecenderungan lebih memilih makan di
luar rumah, atau jajan di sembarang tempat dan kurang memperhatikan
higienitas. Insidensi terbesar muncul pada anak usia sekolah, berkaitan
dengan faktor higienitas, dimana bakteri Salmonella thypi banyak
berkembang biak khususnya dalam makanan yang kurang terjaga
higienitasnya (Rustam, 2010).
Pada usia anak sekolah, mereka cenderung kurang
memperhatikan kebersihan atau hygiene perseorangannya diakibatkan
oleh kurangnya pengetahuan mengenai berbagai penyakit yang dapat
menular melalui rute fekal oral. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Muh Zul Azhri Rustam tahun 2010 menunjukan bahwa usia
merupakan faktor yang signifikan terhadap kejadian demam tifoid
pada anak (Rustam, 2010).

42
b. Status Gizi
Status gizi yang kurang dapat menurunkan daya tahan tubuh
anak, sehingga anak mudah terserang penyakit, bahkan status gizi
buruk dapat menyebabkan angka mortilitas demam tifoid semakin
tinggi. Status gizi dapat dinilai berdasarkan usia yakni dengan
penentuan status gizi berupa Weight for Height, Weight for Age, dan
Height for Age (pada usia kurang dari 5 tahun) maupun dengan Indeks
Massa Tubuh pada usia dewasa berdasarkan standar WHO (Owais et
al., 2010).
c. Tingkat sosial ekonomi
Demam tifoid banyak mengenai penduduk yang berasal dari
Low and Middle Income Countries (LMIC). Penduduk dengan tingkat
sosioekonomi rendah memiliki risiko menderita demam tifoid lebih
besar dibandingkan penduduk dengan tingkat sosial ekonomi tinggi.
Hal ini menunjukkan tingkat kesehatan sebagian besar ditentukan oleh
status ekonomi. Penghasilan seseorang dapat digunakan untuk
memperoleh pelayanan kesehatan dan perbaikan lingkungan sehingga
membantu mencegah penyakit (Kaljee et al., 2018).
d. Tingkat pendidikan dan Pengetahuan
Demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri dan ditularkan melaui makanan dan minuman sehingga
penyakit ini erat hubungannya dengan perilaku hidup bersih dan sehat.
Seseorang berkebiasaan sehat atau tidak sehat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan dan pengetahuannya. Kurangnya kesadaran seseorang
untuk berperilaku bersih dan sehat akan meningkatkan risiko orang
tersebut untuk terpapar bakteri Salmonella typhii. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Suprapto tahun 2012 menunjukkan bawa penderita
yang memiliki pengetahuan yang kurang mengenai penularan demam
tifoid berisiko 3.8 kali untuk menderita demam tifoid dibandingkan
responden yang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
penularan demam tifoid di RSUP Dr. Kariadi Semarang (Suprapto,
2012).

43
2. Faktor Perilaku
a. Kebiasaan mencuci tangan
Salah satu media utama penularan kuman Salmonella typhii
adalah melalui tangan. Mencuci tangan sebelum makan dengan sabun
diikuti dengan pembilasan akan banyak menghilangkan mikroba yang
terdapat pada tangan. Kombinasi antara aktivitas sabun sebagai
pembersih, penggosokan dan aliran air akan menghanyutkan partikel
kotoran yang banyak mengandung mikroba. Kuman Salmonella pada
tangan carrier convalescent dapat hilang dengan mudah melalui cuci
tangan pakai sabun dan air (Kurniasih, 2011). Penelitian yang
dilakukan Rakhman dkk tahun 2009 menunjukkan bahwa orang yang
tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum makan berisiko 2,625 kali
lebih besar menderita demam tifoid dibandingkan dengan orang yang
mempunyai kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan
(Rakhman et al., 2009).
Mencuci tangan dengan sabun juga penting dilakukan setelah
buang air besar. Virus, kuman, atau bakteri bisa menular jika BAB
benar-benar mengandung Salmonella typhii yang hidup dan dapat
bertahan, serta dalam jumlah yang cukup untuk menginfeksi dan
kuman tersebut benar-benar masuk ke dalam tubuh (Rakhman et al.,
2009).
b. Kebiasaan jajan di warung/pinggir jalan
Pada masa sekarang ini banyak orang yang lebih suka membeli
makanan di luar rumah karena dianggap praktis. Orang yang memiliki
kebiasaan jajan di warung atau pinggir jalan berisiko menderita
demam tifoid 5,80 kali lebih besar dibandingkan orang yang tidak
pernah jajan di warung atau pinggir jalan (Santoso, 2007). Penularan
demam tifoid dapat terjadi ketika seseorang makan di tempat umum
dan makanannya disajikan oleh carrier tifoid yang kurang menjaga
kebersihan saat memasak, mengakibatkan penularkan bakteri
Salmonella typhii pada pelanggannya. Selain itu, makanan di tempat-
tempat umum biasanya terdapat lalat yang beterbangan dimana-mana

44
bahkan hinggap di makanan. Lalat-lalat tersebut dapat menularkan
Salmonella typhii dengan cara lalat yang sebelumnya hinggap di feses
atau muntah penderita demam tifoid kemudian hinggap di makanan
yang akan dikonsumsi (Santoso, 2007).
c. Kebiasaan mencuci bahan makanan mentah
Buah dan sayuran mentah mengandung vitamin C yang lebih
banyak daripada yang telah dimasak, namun sebaiknya dicuci terlebih
dahulu dengan air mengalir untuk menghindari makanan mentah yang
tercemar. Jika tidak mungkin mendapatkan air untuk mencuci, dapat
dipilih buah yang dapat dikupas. Di beberapa negara penularan demam
tifoid terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari
air yang tercemar, buah-buahan, sayuran mentah yang dipupuk dengan
kotoran manusia, susu dan produk susu yang terkontaminasi (Suprapto,
2012). Orang yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci bahan
makanan mentah langsung konsumsi berisiko 5,200 kali lebih besar
menderita demam tifoid dibandingkan orang yang memiliki kebiasaan
mencuci bahan makan mentah langsung konsumsi (Suprapto, 2012).
3. Faktor Lingkungan
a. Sumber air bersih
Feses manusia yang terinfeksi S. Typhii dan dibuang secara
tidak layak tanpa memenuhi persyaratan sanitasi dapat menyebabkan
terjadinya pencemaran tanah dan sumber-sumber air. Hal ini
menyebabkan bakteri S. typhii sering ditemukan di sumur-sumur
penduduk yang telah terkontaminasi oleh feses manusia yang terinfeksi
oleh kuman tifoid. Penelitian yang dilakukan Rakhman et al. (2009)
menunjukkan bahwa orang yang menggunakan sumber air bersih
bukan dari penyediaan PDAM berisiko menderita demam tifoid
sebesar 1,74 kali dibandingkan dengan orang yang di rumahnya
menggunakan penyediaan air bersih dari PDAM (Rakhman et al.,
2009).
Jarak antara sumber air bersih dengan septic tank juga
mempengaruhi kejadian demam tifoid. Syarat minimal sumber air

45
bersih dengan septic tank yaitu 10 meter. Sumur merupakan sumber air
yang sering digunakan di masyarakat secara luas. Jarak sumur dengan
septic tank yang sangat dekat dapat mempengaruhi kualitas air.
Rembesan air dari septic tank dapat mencemari air tanah di sekitarnya
termasuk air sumur yang digunakan untuk kebutuhan minum dan
memasak sehari-hari sehingga dapat menjadi sumber penularan demam
tifoid. Hasil penelitian yang dilakukan tahun menunjukkan bahwa
responden yang menggunakan sumber air bersih dari sumur yang
berjarak kurang dari 10 meter dari septic tank berisiko 2,613 kali lebih
besar menderita demam tifoid dibandingkan dengan sumur yang
berjarak lebih dari 10 meter dari septic tank (Kristina et al., 2015).
b. Kepemilikan jamban keluarga
Seseorang yang tidak mempunyai jamban berisiko menderita
demam tifoid 1,867 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang
mempunyai jamban. Setiap rumah tangga harus memiliki jamban
sendiri yang digunakan untuk buang air besar dan buang air kecil
karena untuk menjaga lingkungan yang bersih, sehat dan tidak berbau,
tidak mencemari sumber air yang ada disekitarnya, tidak mengundang
datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penularan diare,
kolera, disentri, tifoid, kecacingan dan penyakit infeksi saluran
pencernaan. Selain itu juga harus memelihara agar jamban tetap sehat
dengan cara membersihkan lantai jamban, membersihkan jamban
secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan bersih, di dalam
jamban tidak ada kotoran yang terlihat, tidak ada seranga (kecoa, lalat)
dan tikus yang berkeliaran serta tersediannya alat pembersih (Depkes
RI, 2006).
c. Pengelolaan sampah dan air limbah
Pengelolaan sampah dan air limbah merupakan masalah untuk
kesehatan lingkungan karena sampah berkaitan erat dengan kesehatan
masyarakat, sehingga dari sampah tersebut akan hidup berbagai
mikroorganisme penyebab penyakit (bakteri patogen), dan juga
binatang serangga sebagai pemindah atau penyebar penyakit (vektor).

46
Seseorang yang sanitasinya buruk dalam pengelolaan sampah berisiko
3,1 kali lebih besar menderita demam tifoid (Wain et al., 2015).
4. Riwayat demam tifoid pada keluarga
Orang yang dalam keluarganya pernah menderita demam tifoid
berisiko untuk menderita demam tifoid 2,244 kali lebih besar
dibandingkan orang yang dalam keluarganya tidak ada yang menderita
demam tifoid dalam 3 bulan terakhir. Penderita yang baru sembuh dari
demam tifoid masih terus mengekskresi S. typhii dalam tinja dan air
kemih sampai tiga bulan (fase konvalesen) dan hanya 3% penderita yang
mengekskresi lebih dari satu tahun. Hal inilah yang menyebabkan
penularan demam tifoid ke anggota keluarganya (Rakhman et al., 2009).
5. Pelayanan Kesehatan
Faktor pelayanan kesehatan yang dapat mempengaruhi status
kesehatan seseorang antara lain karena akses ke fasilitas kesehatan yang
jauh, kurang aktifnya kader kesehatana dalam melakukan tindakan
promotif dan preventif terhadap demam tifoid kepada masyarakatnya
(Kristina et al., 2015).

E. PATOMEKANISME
Makanan maupun minuman yang terkontaminasi bakteri typhoid
akan masuk ke dalam gaster untuk dibunuh dengan asam lambung. Namun
terdapat beberapa bakteri yang dapat lolos ke dalam usus. Pasien dengan
penurunan respon imunitas humoral mukosa (Ig A) menyebabkan bakteri
mampu menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) untuk menuju ke lamina
propia sebagai lokasi kolonisasi. Di lamina propia bakteri akan mengalami
fagositosis oleh makrofag, namun ia dapat bertahan hidup di dalam
makrofag dan berkembangbiak, untuk selanjutnya dibawa ke plak peyer di
ileum dan nn.ll. mesenterica. Bakteri akan terbawa aliran limfe hingga ke
ductus thoraccicus kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah sehingga
menyebabkan bakteremia pertama (Herry, 2010).
Bakteri menyebar ke organ reticuloendothelial system seperti hepar
dan lien untuk berkembang biak di luar sel makrofag (ruang sinusoid).

47
Kemudian, bakteri akan kembali masuk ke dalam sirkulasi darah untuk
menyebabkan bakteremia yang kedua dengan tanda dan gejala penyakit
infeksi sistemik. Bakteri dalam hepar akan ikut diekskresikan bersama
cairan empedu ke lumen usus secara intermiten untuk ikut aliran feses dan
untuk kembali menembus usus dan masuk ke sirkulasi (Herry, 2010).
Makrofag telah teraktivasi sehingga menjadi hiperaktif dan
melepas mediator inflamasi yang menimbulkan gejala inflamasi sistemik.
Makrofag hiperaktif di dalam plak peyer menyebabkan hiperplasia
jaringan, reaksi hipersensitivitas tipe lambat, serta nekrosis organ.
Gangguan tersebut dapat berujung pada perforasi intestinal. Sedangkan
bakteri yang ikut bersama feses akan keluar ke lingkungan dan dapat
mengontaminasi makanan/minuman yang tidak higienis (Herry, 2010).

F. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis tifoid didapatkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang (IDI, 2017):
1. Anamnesis
a. Demam turun naik terutama sore dan malam hari dengan pola
intermiten dan kenaikan suhu step-ladder.
b. Demam tinggi dapat terjadi terus menerus (demam
c. kontinu) hingga minggu kedua.
d. Sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di area frontal
e. Gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan meteorismus atau
diare, mual, muntah, nyeri abdomen dan BAB berdarah.
f. Gejala penyerta lain, seperti nyeri otot dan pegal-pegal, batuk,
anoreksia, insomnia
g. Pada demam tifoid berat, dapat dijumpai dijumpa penurunan kesadaran
atau kejang.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum biasanya tampak sakit sedang atau sakit berat.

48
b. Kesadaran: dapat compos mentis atau penurunan kesadaran (mulai dari
yang ringan, seperti apatis, somnolen, hingga yang berat misalnya
delirium atau koma).
c. Demam, suhu > 37,5 C.
d. Dapat ditemukan bradikardia relatif, yaitu penurunan frekuensi nadi
sebanyak 8 denyut per menit setiap kenaikan suhu 1 C.
e. Ikterus.
f. Pemeriksaan mulut: typhoid tongue, tremor lidah, halitosis.
g. Pemeriksaan abdomen: nyeri (terutama regio epigastrik),
hepatosplenomegali.
h. Delirium pada kasus yang berat.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin
Pada pemeriksaan ini dapat muncul tanda infeksi seperti leukositosis,
namun dapat ditemukan kondisi leukopenia dengan limfositosis relatif
b. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat reaksi aglutinasi yang
disebabkan oleh homogenisasi serum penderita dan suspensi antigen
S. typhii. Interpretasi Uji Widal:
1. Titer antigen O sampai 1/80 pada awal penyakit menandakan
suspek demam tifoid, kecuali pada pasien yang telah mendapat
vaksinasi.
2. Titer antigen O diatas 1/160 menandakan indikasi kuat terhadap
demam tifoid.
3. Titer antigen H sampai 1/40 menandakan suspek terhadap demam
tifoid kecuali pada pasien yang divaksinasi.
4. Titer antigen H diatas 1/80 mengindikasikan adanya demam tifoid
Namun, tes serologi widal tidak memiliki nilai akurasi yang tinggi
untk diagnosis demam tifoid karena pada daerah endemik seperti di
Indonesia masyarakat secara konstan terpapar oleh organisme
Salmonella thypii sehingga hasil pemeriksaan widal akan didapatkan
titer antibodi yang mungkin lebih tinggi walaupun pasien tidak sakit

49
Tes widal sudah tidak diterima dalam metode klinik, karena sifatnya
yang tidak spesifik dan tidak sensitif (Brusch, 2019).
c. Kultur Darah
Kultur darah merupakan diagnostik baku emas untuk menemukan
kuman penyebab. Jumlah darah sebanyak 10-30 mL yang dilakukan
secara multipel dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitasnya
(73-97%). Kultur dilakukan di media selektif maupun media
diperkaya, misalnya Salmonella-Shigella Agar. Identifikasi organisme
membutuhkan waktu 48-72 jam (Brusch, 2019).

G. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
a. Tirah baring
Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk
mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis
berat, penderita harus istirahat total (Depkes RI, 2006).
b. Diet
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya
rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita tifoid diklasifikasikan atas diet cair, diet lunak, tim dan nasi
biasa (Depkes RI, 2006).
c. Cairan yang cukup kalori dan elektrolit dengan dilakukan pemantauan
harian (Depkes RI, 2006).
2. Medikamentosa
Terapi simptomatik yang dapat diberikan untuk perbaikan keadaan umum
penderita (Depkes RI, 2006):
a. Antibiotik
Antibiotik lini pertama untuk tifoid yaitu kloramfenikol,
ampisilin atau amoxicilin (aman untuk penderita yang sedang hamil),
trimetoprim-sulfametoksazol. Bila pemberian salah satu antibiotik lini
pertama dinilai tidak efektif dapat diganti dengan antibiotik yang lain
atau dipilih antibiotik lini kedua. Antibiotik lini kedua untuk tifoid

50
adalah ceftriaxon, cefixime (efektif untuk anak), quinolone (tidak
dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai mengganggu
pertumbuhan tulang).

Tabel 7.1 Dosis Antibiotik untuk Demam Tifoid (IDI, 2017).


Antibiotik Dosis
Kloramfenikol - Dewasa 4x500 mg selama 14 hari
- Anak 50-100 mg/KgBB/hari selama 10-
14 hari dibagi 4 dosis
Ceftriaxon - Dewasa 2-4 gr/hari selama 3-5 hari
- Anak 80 mg/KgBB/hari dosis tunggal
selama 5 hari
Ampisilin dan - Dewasa 3-4 gr/hari selama 14 hari
Amoxicilin - Anak 100 mg/KgBB/hari selama 10 hari
TMP-SMX - Dewasa 2x(160-800) selama 2 minggu
- Anak TMP 6-10 mg/KgBB/hari atau
SMX 30-50 mg/KgBB/hari selama 10
hari
Quinolone - Siprofloxacin 2x500 mg 1 minggu
- Ofloxacin 2x(200-400) 1 minggu
- Pefloxacin 1x400 mg selama 1 minggu
- Fleroxacin 1x400 mg selama 1 minggu
Sefiksim - Anak 15-20 mg/KgBB/hari dibagi 2 dosis
selama 10 hari
Thiamfenikol - Dewasa 4x500 mg/hari
- Anak: 50 mg/kgBB/hari selama 5-7 hari
bebas panas

b. Antipiretik
Antipiretik seperti paracetamol dosis 3x500 mg dapat digunakan untuk
memperbaiki kondisi febris pada pasien (IDI, 2017).
c. Antiemetik
Antiemetik diberikan bila penderita muntah hebat. Obat yang biasa
digunakan yaitu ondansetron HCl (IDI, 2017).
d. Roboransia/vitamin

51
VIII. PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pasien Tn.S berusia 46 tahun yang beralamatkan di Lumbir RT/RW 08/06,
terdiagnosis Demam Tifoid. Diagnosis holistik Tn.S adalah sebagai berikut:
1. Aspek Personal
Idea
Pasien mengeluhkan demam 7 hari naik turun, mual, nyeri kepala, nafsu
makan menurun, badan terasa lemas, dan nyeri BAK.
Concern
Pasien terus menerus merasa lemas dan badan terasa tidak nyaman,
terutama setiap kali demam. Hal tersebut membuat pasien sulit untuk
beraktivitas dan merasa penyakit tersebut mengganggu aktivitas sehari-
harinya.
Expectacy
Pasien mempunyai harapan penyakitnya segera sembuh agar dapat
beraktivitas kembali seperti biasa.
Anxiety
Pasien dan keluarganya khawatir keadaan pasien semakin memburuk jika
tidak segera ditangani lebih lanjut.
2. Aspek Klinis
Diagnosis : Demam Tifoid
Diagnosa banding : DF, ISK, Malaria
3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
Pasien memiliki kebiasaan membeli minuman di warung sekolah,
serta membeli makanan yang cenderung dibiarkan dalam keadaan terbuka
tidak dibungkus. Sebelum dan sesudah makan pasien hampir tidak pernah
mencuci tangan dengan sabun. Setelah BAB dan BAK pasien jarang
mencuci tangan.

4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu

52
a. Pemahaman pasien dan keluarga mengenai higienitas diri sendiri,
makanan dan lingkungan masih kurang.
b. Makanan dan minuman di warung sekolah yang tidak terjamin
kebersihannya.
c. Kondisi rumah pasien yang masih belum sehat, diantaranya yakni
tempat mencuci piring yang berada dalam satu ruangan kamar mandi
yang berfungi untuk tempat mandi, jamban, sekaligus tempat mencuci
alat makan dan masak.
d. Jarak sumber air dengan septic tank kurang dari 10 meter, yakni sekitar
9 meter.
e. Keluarga pasien merupakan keluarga dengan status sosial ekonomi
menengah ke bawah, menyebabkan kondisi rumah pasien masih belum
memenuhi kriteria rumah sehat.
f. Pemahaman pasien dan keluarga mengenai penyakit demam tifoid
masih rendah.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 3, karena pasien mulai
terganggu dalam melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari seperti
bekerja, berkumpul bersama keluarga, dan bermain dengan teman-
temannya.

B. SARAN
1. Menyarankan kepada pasien untuk melakukan pola hidup bersih dan
sehat.
2. Menyarankan keluarga pasien untuk periksa ke fasilitas kesehatan jika
memiliki keluhan demam yang tidak kunjung membaik setelah
pemberian obat penurun demam.
3. Memberikan penyuluhan mengenai demam tifoid meliputi pengertian,
penyebab, cara penularan, faktor risiko, tanda dan gejala, penanganan
dini, perkembangan perjalanan penyakit, serta komplikasi.

53
4. Memberikan motivasi bagi pasien dan keluarga yang telah di edukasi
untuk menyampaikan kembali kepada warga lain mengenai informasi
dan pengatahuan yang telah disampaikan mengenai demam tifoid.

54
DAFTAR PUSTAKA

Brusch JL. 2019. Typhoid Fever Workup. Medscape Reference Drugs, Disease &
Procedure.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. KMK No. 364/SK/V/2006


Tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta: Direktorat Jenderal
PP dan PL.

Herry G. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: IDI.

John V. Ashurst., Justina Truong, Blair Woodbury. 2019. Salmonella Typhi.


StatPearls Publishing.

Kaljee LM, Pach A, Garrett D, Bajracharya D, Karki K, Khan I. 2018. Social and
Economic Burden Associated With Typhoid Fever in Kathmandu and
Surrounding Areas: A Qualitative Study. J Infect Dis, 218: 243-249.

Kristina RT, Andi ZA, Ansariadi. 2014. Faktor Risiko Demam Tifoid di Wilayah
Kerja Puskesmas Galesong Utara Kabupaten Takalar. Skripsi. Makasar:
Unversitas Hasanudin.

Kurniasih. 2011. Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Demam Tifoid di


Rumah Sakit Jasa Kartini Kecamatan Rancah Kabupaten Tasikmalaya.
Skripsi. Bandung: Universitas Siliwangi.

Owais A., Sultana S, Zaman U, Rizvi A, Zaidi AK. 2010. Incidence of Typhoid
Bacteremia in Infants and Young Children in Southern Coastal Pakistan.
Pediatr Infect Dis J, 29(11):1035-9.

Rakhman A, Rizka H, Dibyo P. 2009. Faktor - Faktor Risiko yang Berpengaruh


terhadap Kejadian Demam Tifoid pada Orang Dewasa. Berita Kedokteran
Masyarakat. Vol. 25 (4) : 167-175.

Rustam MZ. 2010. Hubungan Karakteristik Penderitaan dengan Kejadian Demam


Tifoid pada Pasien Rawat Inap di RSUD Salewangan Maros. Skripsi.
Surabaya: Universitas Airlangga.

Santoso. 2007. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Demam Tifoid di Kabupaten


Purworejo. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Sidabutar, Sondang & Hindra Irawan Satari. 2010. Pilihan Terapi Empiris Demam
Tifoid pada Anak: Kloramfenikol atau Seftriakson?. Sari Pediatri, Vol.
11(6): 1-6.

55
Suprapto. 2012. Faktor Risiko Pejamu yang Mempengaruhi Kejadian Demam
Tifoid (Studi Kasus Di RSUP Dr. Kariadi Semarang). Tesis. Semarang:
Universitas Diponegoro.

Wain J, Hendriksen RS, Mikoleit ML, Keddy KH, Ochiai RL. 2015. Typhoid
Fever. Lancet, Vol. 21: 1136-1145.

56
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Keadaan Rumah Tn.S

57
58

Anda mungkin juga menyukai