Puskesmas
: Puskesmas Tanjung Duren Utara
Alamat puskesmas : Jl. Tanjung Duren Utara IV No. 7B, Jakarta Barat, Jakarta
Tanggal kunjungan : 25 Juli 2016
A. PASIEN UTAMA
I.
Identitas Pasien:
a. Nama
: Tn. Kendin
b. Umur
: 87 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Pekerjaan : Marbot masjid di Masjid Darul Ikhwan dari 1984
e. Pendidikan : SD (tamat)
f. Alamat : Tanjung Duren Utara VII, No. 412, RT 10 / RW 3, Jakarta Barat.
g. Telepon
: 081317917029
2. Keluhan utama:
Pasien batuk-batuk pada malam hari sejak 1 tahun yang lalu. Telah didiagnosis menderita
penyakit asma oleh dokter di puskesmas.
3. Keluhan tambahan:
Batuk-batuk disertai sesak nafas. Saat gejala batuk timbul, pasien sulit tidur.
4. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien batuk-batuk timbul cuma pada malam hari disertai dengan sesak nafas. Dalam satu
bulan, gejala batuk-batuk dan sesak nafas cuma timbul sekali sahaja. Batuk-batuk dan
sesak nafas membaik setelah memakai inhaler dan minum obat asma dari puskesmas.
Obat asma yang telah diresepkan oleh dokter di puskesmas adalah ambroxol 30mg
dimakan 2 kali sehari sesudah makan dan dikombinasikan dengan obat prednison 5mg.
5. Riwayat penyakit dahulu:
Satu tahun yang lalu pernah dioperasi hernia di Rumah Sakit Tarakan. Riwayat penyakit
yang lain disangkal oleh pasien.
6. Riwayat penyakit dalam keluarga:
Tidak ada. Riwayat penyakit paru, penyakit hipertensi, penyakit asam urat, penyakit
jantung, penyakit ginjal dan penyakit diabetes disangkal oleh pasien.
7. Riwayat kebiasaan sosial:
Olahraga: Pasien mengatakan tiap pagi minggu berspeda di Monas
Pola jajan: Tidak sering jajan di luar, tiap hari makan masakan yang dimasak
sendiri oleh anak di rumah
Pola makan: Makan 3 kali sehari,suka makan sayur, daging, gorengan dan tidak
suka makan pedas
Pola minum: Sering minum air hangat dalam 4 gelas sehari, setiap pagi dan
malam suka minum kopi hitam
Kebersihan diri: Mandi 2 kali sehari, setelah mandi langsung ganti baju
Pola rekreasi: Membersihkan masjid
Tidak merokok dan tidak minum alkohol
8. Hubungan psikologis dengan keluarga:
Pasien mengatakan hubungan beliau dengan keluarga sangat kompak. Tiap kali lebaran,
semua anak berkumpul di rumahnya untuk menyambut lebaran bersama-sama.
9. Aktivitas sosial:
Pasien mengatakan tiap pagi minggu berspeda di Monas
10. Kegiatan kerohanian
Senang berorganisasi di masjid, sering mengaji
B. KELUARGA
I. Riwayat biologis keluarga
A. Keadaan kesehatan sekarang: Isteri Tn. Kendin baru meninggal pada tanggal 9 Juli
2015 karena sakit tua. Keluarga Tn. Kendin yang lain tidak menderita apa-apa penyakit
dan keadaan kesehatan baik.
B. Kebersihan perorangan: Sedang
C. Penyakit yang sedang diderita oleh anggota keluarga: Tidak ada. Riwayat penyakit
paru, penyakit hipertensi, penyakit asam urat, penyakit jantung, penyakit ginjal dan
an
Perkahwin Serumah/Ti
Keluarg an
a
Domisili
dak
Keadaan
Kesehatan
&
Penyakit
Bila Ada
Rizman
1954
Bekerja
SD
Anak
(Lelaki)
Rizki
(Lelaki)
Sudah
bernikah
1955
Simah
1957
(perempuan
Bekerja
Bekerja
SD
SD
Anak
Anak
Sudah
Tidak serumah
Tidak -
bernikah
serumah
Sudah
Serumah
bernikah
)
Patri
1961
(perempuan
Bekerja
SD
Anak
Sudah
bernikah
Tidak serumah
)
Alfan
(Lelaki)
1963
Ozi
(Lelaki)
1964
Bekerja
SD
Anak
Sudah
bernikah
Parmi
1965
(perempuan
Bekerja
SD
Anak
Sudah
bernikah
Bekerja
SD
Anak
Sudah
bernikah
Tidak serumah
Tidak serumah
Tidak serumah
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: Tampak sehat
Kesadaran: Compos mentis
Tanda-tanda vital:
A. Tekanan darah: 125/70 (Normal)
B. Nadi: 60 x/menit (Normal)
C. Suhu: (Tidak dilakukan)
D. Pernafasan: 20 x/menit (Normal)
Pemeriksaan auskultasi paru: tidak terdengar bunyi wheezing (bukan lagi sedang
kambuh)
Status gizi: baik
A. Tinggi badan:155cm
B. Berat badan: 50kg
C. Indeks massa tubuh (IMT):20.8 kg/m2
PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIANJURKAN
Pemeriksaan faal paru yang umumnya dapat dilakukan pada penderita usia di atas 5 tahun
adalah untuk diagnosis, menilai berat asma, dan selain itu penting untuk memonitor
5
keadaan asma dan menilai respons pengobatan. Penilaian yang buruk mengenai berat
asma adalah salah satu penyebab keterlambatan pengobatan yang berakibat
meningkatnya morbiditi dan mortaliti. Dengan kata lain pemeriksaan faal paru adalah
parameter objektif dan pemeriksaan berkala secara teratur mutlak dilakukan.
Spirometri
Sebaiknya spirometri dilakukan pada :
1.
2.
setelah pengobatan awal diberikan, bila gejala dan APE telah stabil
3.
pemeriksaan berkala 1 - 2 tahun untuk menilai perubahan fungsi jalan napas, atau
lebih sering bergantung berat penyakit dan respons pengobatan.
3.Tidak padat huni. Kepadatan hunian satu rumah 8 m 2 dan satu kamar tidak lebih dari 3
orang.
4.Ada jamban sehat ( jamban yang dilengkapi septitank )dan tempat sabun dan air
mengalir dan pijakan jamban kokoh dan tidak ada serangga dan ada ventilasi udara.
5.Ada saluran pembuangan air limbah
6.Ada jendela (ventilasi udara dan ventilasi cahaya)
7.Ada tempat sampah tertutup.
8.Dapur bersih dan ada ventilasi cukup sehingga asap tidak masuk ke dalam rumah dan
menjaga keamanan dapur
9.Rutin membersihkan rumah dengan desinfektan termasuk kolong (tempat tidur, meja,
kursi, lemari dll), atap (lemari, perabotan dll), jendela dan pintu yang berdebu, tidak
menaruh barang tidak terpakai secara bertumpuk dan berdebu.
B. Spesific protection
Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat tetapi memiliki risiko terkena penyakit
tertentu. Di dalam kasus ini, anggota keluarga yang duduk serumah dengan Tn. Kendin
harus melakukan tindakan ini untuk mencegah penyakit, menghentikan proses interaksi
bibit penyakit-pejamu-lingkungan dalam tahap prepatogenesis, tetapi sudah terarah pada
penyakit tertentu yaitu asma bronkial.
Antara tindakan yang boleh dilakukan adalah mengikuti program diet dan konsultasi
gizi pada yang sudah mulai obesitas karena semakin besar indeks berat badan, semakin
besar resiko asma karena fungsi faal paru berkurang. Selain itu, anggota keluarga Tn.
Kendin harus menghindari asap rokok dan polusi terutama bila mudah terkena alergi atau
riwayat asma dan lebih rajin membersihkan rumah, lantai, kolong dan atap lemari dengan
desinfektan atau membersihkan dan tidak menumpuk barang barang yang mudah berdebu
atau berbulu seperti koran, majalah, selimut bulu, boneka, kardus dll di ruangan dimana
penderita berada, dan membersihkan kipas angin lebih sering dan membersihkan kasur
dan bantal guling lebih sering dengan air hangat dan menjemurnya.
C. Early diagnosis and prompt treatment
9
10
asma kembali.
E. Rehabilition
Pencegahan pada tingkat ini merupakan pencegahan dengan sasaran utamanya adalah
penderita penyakit tertentu yang sudah sembuh atau terkontrol dalam usaha memulihkan
fungsinya
serta
program
rehabilitasi.
Tujuan
utamanya
dimaksudkan
untuk
mengembalikan pasien ke masyarakat dan berfungsi sebaik mungkin agar mereka dapat
hidup dan bekerja secara wajar, atau agar tidak menjadi beban orang lain.
Dalam upaya pemulihan kesehatan ini, setelah asma Tn Kendin telah terkontrol,
beliau tetap harus Memperbaiki nutrisi dan melakukan pencegahan factor risiko
penyakitnya atau komplikasinya setelah sembuh dari sakit atau setelah terkontrol
penyakitnya.
PROGNOSIS
A. Penyakit
Prognosis penyakit ini dubia ad bonam (baik) sekiranya pasien menghindari perilaku dan
menjaga lingkungan rumah dari agen pemicu serangan asma.
B. Keluarga
Adanya hubungan yang baik antar anggota keluarga pasien, serta keluarga yang sangat
mendukung kesehatan pasien dapat membuat suasana keluarga yang sehat jasmani dan
rohani dan anggota keluarga bekerjasama mengubah perilaku beresiko dan menjaga
lingkungan rumah agar bebas dari resiko menimbulkan penyakit asma, prognosisnya baik
untuk pasien maupun keluarganya.
C. Masyarakat
Untuk masyarakat sekitar pasien tinggal, karena penyakit asma yang diderita pasien tidak
menular, maka prognosisnya ad bonam sekiranya masyarakat di sekitar juga menjaga
lingkungan rumah mereka dan sekitar dari faktor resiko asma dan mengubah perilaku
yang boleh memicu penyakit asma.
RESUME
Pada 25 Juli 2016, saya telah melakukan kunjungan ke rumah salah seorang pasien
11
penderita asma bonkial untuk pendekatan kedokteran keluarga. Pasien tersebut bernama
Tn. Kendin, berusia 87 tahun dan tinggal berdekatan dengan Puskesmas Tanjung Duren
Utara beralamat di Tanjung Duren Utara VII, No. 412, RT 10 / RW 3, Jakarta Barat.
Pasien mengeluh batuk-batuk pada malam hari sejak 1 tahun yang lalu dan telah
didiagnosis menderita penyakit asma oleh dokter di puskesmas.Pasien batuk-batuk timbul
cuma pada malam hari disertai dengan sesak nafas. Saat gejala batuk timbul, pasien sulit
tidur. Dalam satu bulan, gejala batuk-batuk dan sesak nafas cuma timbul sekali sahaja.
Batuk-batuk dan sesak nafas membaik setelah memakai inhaler dan minum obat asma
dari puskesmas. Obat asma yang telah diresepkan oleh dokter di puskesmas adalah
ambroxol 30mg dimakan 2 kali sehari sesudah makan dan dikombinasikan dengan obat
prednison 5mg. Pasien pernah di operasi hernia satu tahun yang lalu di Rumah Sakit
Tarakan. Riwayat penyakit pada keluarga disangkal oleh pasien.
Setelah melakukan anamnesis dan memerhatikan keadaan rumah pasien, saya telah
mengidentifikasi beberapa faktor yang beresiko pada kondisi lingkungan rumah dan
perilaku beresiko pasien dan keluarga yang boleh menjadi pemicu serangan asma pada
pasien ini. Keadaan rumah dan lingkungan yang beresiko mencetusnya serangan asma
adalah kelembapan udara tinggi, intensitas cahaya rendah, ventilasi kurang (asap dapur
memicu asma), jumlah penghuni terlalu padat didalam satu rumah, alergen kecoa
(sampah di dalam rumah dibiarkan terbuka), keberadaan debu (kayu, barang dan koran
dibiarkan bertumpuk) dan perabot rumah tangga berpotensi sebagai sumber alergen dan
bahan kasur dan bantal yang digunakan kapuk, bahan selimut, dan sprei yang berasal dari
bahan non sintetis. Manakala, perilaku pasien dan keluarga yang beresiko memicu
serangan asma adalah memelihara binatang burung, terdapat anggota keluarga yang
merokok, membersihkan rumah tanpa menggunakan lap basah, jarang membasuh sprei,
selimut dan sarung bantal dan pekerjaan pasien sebagai marbot masjid terpajan debu.
Seterusnya, saya telah melakukan pemeriksaan fisik pada pasien berupa pemeriksaan
tanda-tanda vital, pemeriksaan auskultasi paru dan pemeriksaan status gizi dan
mendapatkan hasil yang normal. Setelah itu, saya telah menganjurkan pemeriksaan
penunjang untuk follow-up penyakit asma yaitu pemeriksaan sprirometry dan arus
puncak ekspirasi (APE) dengan menggunakan peak flow meter.
Saya telah menyimpulkan diagnostik holistik untuk pasien ini yaitu untuk diagnosis
12
biologi, pasien didiagnosis asma bronkial derajat intermiten, untuk diagnosis psikologi
pula adalah insomnia sekunder akut dan diagnosis sosial adalah hubungan yang baik
dengan keluarga dan masyarakat.
Akhir sekali, saya telah memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang
pencegahan asma berupa upaya promotif, proteksi spesifik, diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat, pembatasan kecacatan dan pemulihan kesehatan. Setelah itu, saya
memberikan prognosis pada penyakit ini berdasarkan penyakit, keluarga dan masyarakat.
ANALISIS MASALAH
Definisi dan etiologi asma
Dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor
13
batuk, dada terasa berat, yang semakin buruk saat malam atau pagi hari dengan waktu
dan intensitas yang bervariasi, bisa dipicu oleh infeksi virus, olahraga, paparan allergen,
perubahan cuaca, serta bahan iritan seperti asap.2
Pemeriksaan fisik
Simptom yang dikeluhkan pasien sangatlah bervariasi, dengan pemeriksaan fisik
auskultasi, temuan abnormal yang paling sering didapatkan adalah mengi. Mengi
(wheezing) adalah napas yang berbunyi seperti suling yang menunjukkan adanya
penyempitan saluran napas, baik secara fisiologis (oleh karena dahak) maupun secara
anatomik (oleh karena konstriksi). Namun, mengi kadang tidak ditemukan atau hanya
ditemukan bila dengan ekspirasi paksa saat eksaserbasi asma yang berat, hal ini disebut
juga silent chest.
Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis asma dibutuhkan pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan fungsi paru. Pemeriksaan fungsi paru sebagai paramater objektif yang
standar dipakai yaitu pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow (PEF).
Pemeriksaan spirometri dan PEF sangat membutuhkan kemampuan dan kerjasama
penderita bersamaan dengan pemahaman yang jelas oleh intruksi pemeriksa. Spirometer
adalah alat pengukur faal paru yang penting dalam menegakkan diagnosa untuk menilai
beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
Peak flow meter yang merupakan alat sederhana dibuat untuk monitoring dan bukan
alat diagnostik, karena dengan spirometer lebih sensitif dari PFM. Namun PEF dapat
menegakkan diagnosa asma jika pasien tidak bisa melakukan pemeriksaan FEV1.
Monitor PEF dibuat untuk self-monitoring untuk melihat respon pengobatan. Setelah
menggunakan ICS, monitor PEF jangka pendek dilakukan dua kali sehari selama 3
bulan.3
Pemeriksaan foto thorax, pemeriksaan IgE, tanda inflamasi, dan uji hiperaktivitas
bronkus juga dapat membantu menegakkan diagnosa asma. Foto thorax dilakukan untuk
menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma. Skin prick test untuk menunjukkan
adanya antibodi IgE spesifik pada kulit dimana uji ini untuk menyokong anamnesis dan
mencari faktor pencetus. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara
jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat
14
berat asma. Uji hiperreaktivitas bronkus dapat dilakukan dengan tes provokasi, dengan
menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik.3
15
tersebut berhubungan dengan respons aliran udara terhadap berbagai macam stimulan,
dengan gejala yang berulang, dan mengi merupakan karakteristik dari asma. Faktor
pencetus asma diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu faktor pejamu dan faktor
lingkungan.5
Faktor pejamu merupakan predisposisi individu atau penjagaan individu dari asma.
Faktor pejamu meliputi predisposisi genetik terhadap perkembangan asma, atopi, jenis
kelamin dan etnis. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi predisposisi individu terhadap
asma sehingga menyebabkan serangan asma menjadi lebih hebat, dan gejala asma
berlangsung lebih lama. Agent lingkungan yang menpengaruhi asma diantaranya adalah
alergen baik dari indoor dan outdoor, asap tembakau, polusi udara, infeksi pernafasan,
kegemukan, exercise induced broncospasme, perubahan cuaca, dan ekspresi emosional
yang berlebihan.
1. Faktor Pejamu
a) Predisposisi Genetik terhadap Asma
Dari penelitian yang melakukan pengukuran genetik kontrol pada penderita asma
memperkirakan bahwa dampak faktor genetik terhadap penderita asma sebesar 35 - 70%.
b) Atopi
Atopi adalah hasil abnormal pada antibodi IgE (hipersensitivitas tipe I) apabila mendapat
rangsangan dari alergen lingkungan. Atopi merupakan faktor penjamu yang paling
mempengaruhi predisposisi individu terhadap asma. Atopi pada seseorang biasanya
diturunkan dan sering ditemukan juga penyakit penyakit atopi dalam keluarga. Pada
umumnya, penyakita atopi timbul pada anak anak misalnya asma bronkial akibat atopi
timbul sebelum usia 10 tahun yang menetap sampai dewasa.
c). Jenis Kelamin
Prevalensi kejadian asma pada laki laki lebih besar daripada perempuan. Peningkatan
risiko pada laki laki mungkin disebabkan semakin sempitnya saluran pernafasan,
peningkatan pita suara, dan mungkin terjadi peningkatan IgE pada laki laki yang
cenderung membatasi respon bernafas.
d). Etnis
16
17
tidur pasien.
2. Cuci sprei, dan selimut dengan menggunakan air panas (55oC) tiap minggunya.
3. Jangan biarkan pasien tidur di karpet atau kursi atau furniture yang dilapisi oleh kain.
4. Jangan letakan karpet pada kamar pasien.
5. Hindari pekerjaan yang terpapar dengan debu
Binatang Peliharaan
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, dan burung bisa
menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang
ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki
ukuran yang sangat kecil (sekitar 3 4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga
dapat menyebabkan serangan asma.
Alergen Kecoa
Alergen kecoa sebagai penyebab asma bronkial bisa merupakan salah satu unsur dari
debu rumah. Alergen kecoa dapat menyebabkan asma berasal dari kotoran, liur, telur, dan
kutikula atau serpihan kulit kecoa. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau
menghindari alergen tersebut dengan cara sebagai berikut:
1. Tutuplah sampah.
2. Jangan menyimpan atau menumpuk keranjang bahan makanan, kotak kardus, surat
kabar dan botol kosong dalam rumah.
Molds
Mold adalah mikroskopik fungi yang dapat hidup di tumbuhan dan binatang. Orang bisa
terserang asma apabila menghirup spora mold. Mold dapat ditemukan dimana saja,
asalkan ruangan tersebut lembab dengan kelembaban udara tinggi. Mold dapat tumbuh di
dalam ruangan tempat tidur, karpet, area binatang peliharaan, perabotan rumah tangga
dan kamar mandi. Besar kuantitas mold menyebabkan asma belum dapat diukur. Tetapi
telah diketahui bahwa Penicillium, Aspergilus, Alternaria, Cladosporium, dan Candida
merupakan jenis jenis mold yang dapat menyebabkan serangan asma.
Untuk menghindari adanya mold tersebut dapat dilakukan beberapa cara yaitu:
18
20
Infeksi pernafasan pada pasien akibat virus bisa menyebabkan memburuknya penderita
asma.Virus pernafasan yang dapat menyebabkan asma menjadi bertambah parah adalah
rhinovirus, dan virus influenza. Infeksi akibat virus mungkin dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan epitel dan perdangan saluran pernafasan, dimana keduanya
merupakan faktor penting yang mampu menyebabkan gejala asma terjadi.
Cara untuk meghindari infeksi pernafasan adalah:
1. Jauhi dari orang yang sedang menderita masuk angin atau flu
5). Kegemukan
Terdapat bukti yang menyatakan semakin besar indeks berat badan, maka semakin besar
pula risiko terjadinya asma. Beberapa bukti menunjukkan bahwa berat badan mampu
mengurangi fungsi paru, morbiditas.
6). Exercise Inducted Bronkospasme
Exercise dapat menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi pada 70 80% penderita asma
ringan hingga berat sehingga membatasi aktivitas dan memperburuk kualitas hidup.
Penyebab bronkokonstriksi yang dicetuskan oleh exercise belum diketahui sepenuhnya,
meskipun demikian diduga bahwa bronkospasma atau spasma saluran pernafasan yang
dikarenakan olahraga, akan menyebabkan terjadinya penyempitan arus udara yang
bersifat sementara. Kegiatan olahraga menimbulkan peningkatan kebutuhan oksigen. Hal
ini menyebabkan meningkatnya tingkat frekuensi pernafasaan, yang pada gilirannya
mengakibatkan mendingin dan mengeringnya saluran pernafasan dan yang terakhir
memicu serangan asma. Akan tetapi terdapat pula penelitian yang menyatakan bahwa
dengan melakukan exercise dapat pula mencegah bronkokonstriksi. Tindakan yang dapat
dilakukan untuk menghindari faktor risiko EIB dengan cara:
1. Bawa brokodilator hirup sebelum melakukan exercise
2. Lakukan pemanasan dan pendinginan ketika melakukan exercise
3. Gunakan syal yang menutupi wajah, ketika udara dingin
7). Perubahan Cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat
menyebabkan asma lebih parah. Epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih
21
22
Sebaiknya, suhu ruangan harus dijaga agar tidak banyak berubah dan berada dalam
kisaran 20 25oC. Hal ini karena suhu yang dingin boleh memicu serangan asma.
3. Ventilasi/Jendela ruangan
Ventilasi udara atau aliran udara memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga
agar aliran di dalam rumah tetap segar dimana terdapat kesetimbangan O2 yang
diperlukan penghuni rumah. Apabila ventilasi di dalam rumah kurang akan menyebabkan
kurangnya O2 di dalam rumah dan meningkatnya kadar CO2, kelembaban udara semakin
meningkat (kurang optimal). Fungsi ventilasi yang kedua adalah membebaskan ruangan
dari bakteri dan virus patogen dimana, aliran udara berjalan secara terus menerus. Selain
itu, dengan adanya ventilasi tersebut berkas cahaya matahari dapat masuk ke dalam
ruangan dan membunuh bakteri patogen tersebut. Ini berarti, lubang ventilasi untuk suatu
ruangan dalam rumah harus cukup luas sehingga dapat terjadi pertukaran udara dengan
baik. Luas jendela memenuhi dapat dinyatakan syarat apabila luasnya minimal 10%
dari luas lantai.
4. Lantai
Ubin, keramik sangat baik untuk digunakan sebagai lantai karena mudah untuk
dibersihkan. Lantai, sebaiknya sebaiknya tidak diberi pelapis dari bahan permadani sebab
sering berdebu.
5. Alat Rumah Tangga
Sebaiknya terbuat dari kayu, plastik, atau logam dengan desain yang tidak perlu penuh
ukiran. Ruangan jika memungkinkan hanya diisi beberapa furniture saja.
6. Tempat tidur, kasur, bantal selimut dan sprei.
Kepala tempat tidur jangan berupa rak dan harus bebas alergen. Di kolong tempat tidur
jangan diisi benda benda. Pasien penderita asma harus diberi ruangan dan tempat tidur
sendiri.
Kasur sebaiknya terbuat dari busa sintesis atau karet busa, dan jangan diisi kapuk.
Penutup kasur terbuat dari bahan sintesis non alergi seperti plastik atau katun.
Bantal, selimur, dan sprei sebaiknya terbuat dari bahan sintesis seperti dakron,
polyurthan, karet busa atau acrylon. Bulu bulu, katun, kapuk, rambut, wool, atau bahan
bahan yang tak terpadu tidak disarankan. Bantal sintetis atau karet pecah dapat menjadi
butir halus bila telah lapuk. Hal ini harus dihindari, karena dapat menyebabkan alergi.
23
Karet busa dapat ditumbuhi spora jamur atau kutu. Sprei atau alas tempat tidur dan
selimut harus dicuci seminggu sekali dengan air hangat.
7. Kursi, Rak Buku, dan Lemari
Kursi berdesain sederhana, terbuat dari kayu, atau logam, penutup jok terbuat dari plastik,
katun, atau nilon, dan bagian dalamnya diisi bahan sintesis. Rak buku supaya tidak
berdebu sebaiknya diberi pintu rel. Pada bagian atas lemari, harus kosong. Lemari
pakaian sebaiknya berisi pakaian yang dipakai pada waktu itu (tidak tercampur dengan
pakaian bekas). Jangan diisi dengan benda lain seperti box sepatu, tas, baju dan
sebagainya). Bau cedar atau ngengat dapat merupakan problem bagi penderita asma.
Setiap 3 bulan langit langit dan dinding harus dibersihkan. Setiap furniture harus bersih
dan bebas debu.
ANALISIS KASUS
SERANGAN
ASMA
BRONKIAL
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Keputusan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Tentang Pedoman Pengendalian
Penyakit Asma. Diunduh dari http://www.depkes.go.id/. pada tanggal 26 Juli 2016.
2. Global Initiative for Asthma, 2014. Global Strategy for Asthma Management and
Prevention. Available from: Diunduh dari http://www.ginasthma.org pada tanggal 26
Juli 2016.
3. Rengganis, I., 2008. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Maj Kedokt Indon.
58(11): 444-451.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2004. Asma Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta. Diunduh dari
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html pada tanggal 26 Juli 2016.
5. Kurniawati, A. D., 2006. Analisis Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah Dan
Perilaku Keluarga Dengan Kejadian Serangan Asma Anak Di Kota
Semarang, Tesis Program Studi Magister Kesehatan Lingkungan
Universitas Diponegoro.
25
LAMPIRAN
26
Gambar 6: Jemuran
27
Gambar 9: Jendela (2) di dalam kamar Tn. Kendin Gambar 10: Jendela (2) dari luar
28
29
30
31
Gambar 26: Penumpukan koran di bawah tangga Gambar 27: Kondisi kulkas
32
Gambar 29: Saya bersamaTn. Kendin, seorang cucu beliau, dan 4 orang cicit beliau di
depan rumah Tn. Kendin
33