Anda di halaman 1dari 33

Skill Lab Family Folder

Laporan Kasus Asma Bronkial Dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di


Puskesmas Tanjung Duren Utara
Siti Azliyana Azura binti Adzhar
102013513
FF6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kampus II: Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510
Email: nana9793@gmail.com

Puskesmas
: Puskesmas Tanjung Duren Utara
Alamat puskesmas : Jl. Tanjung Duren Utara IV No. 7B, Jakarta Barat, Jakarta
Tanggal kunjungan : 25 Juli 2016
A. PASIEN UTAMA
I.

Identitas Pasien:
a. Nama
: Tn. Kendin
b. Umur
: 87 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Pekerjaan : Marbot masjid di Masjid Darul Ikhwan dari 1984
e. Pendidikan : SD (tamat)
f. Alamat : Tanjung Duren Utara VII, No. 412, RT 10 / RW 3, Jakarta Barat.
g. Telepon
: 081317917029

2. Keluhan utama:
Pasien batuk-batuk pada malam hari sejak 1 tahun yang lalu. Telah didiagnosis menderita
penyakit asma oleh dokter di puskesmas.
3. Keluhan tambahan:
Batuk-batuk disertai sesak nafas. Saat gejala batuk timbul, pasien sulit tidur.
4. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien batuk-batuk timbul cuma pada malam hari disertai dengan sesak nafas. Dalam satu
bulan, gejala batuk-batuk dan sesak nafas cuma timbul sekali sahaja. Batuk-batuk dan
sesak nafas membaik setelah memakai inhaler dan minum obat asma dari puskesmas.
Obat asma yang telah diresepkan oleh dokter di puskesmas adalah ambroxol 30mg

dimakan 2 kali sehari sesudah makan dan dikombinasikan dengan obat prednison 5mg.
5. Riwayat penyakit dahulu:
Satu tahun yang lalu pernah dioperasi hernia di Rumah Sakit Tarakan. Riwayat penyakit
yang lain disangkal oleh pasien.
6. Riwayat penyakit dalam keluarga:
Tidak ada. Riwayat penyakit paru, penyakit hipertensi, penyakit asam urat, penyakit
jantung, penyakit ginjal dan penyakit diabetes disangkal oleh pasien.
7. Riwayat kebiasaan sosial:
Olahraga: Pasien mengatakan tiap pagi minggu berspeda di Monas
Pola jajan: Tidak sering jajan di luar, tiap hari makan masakan yang dimasak
sendiri oleh anak di rumah
Pola makan: Makan 3 kali sehari,suka makan sayur, daging, gorengan dan tidak
suka makan pedas
Pola minum: Sering minum air hangat dalam 4 gelas sehari, setiap pagi dan
malam suka minum kopi hitam
Kebersihan diri: Mandi 2 kali sehari, setelah mandi langsung ganti baju
Pola rekreasi: Membersihkan masjid
Tidak merokok dan tidak minum alkohol
8. Hubungan psikologis dengan keluarga:
Pasien mengatakan hubungan beliau dengan keluarga sangat kompak. Tiap kali lebaran,
semua anak berkumpul di rumahnya untuk menyambut lebaran bersama-sama.
9. Aktivitas sosial:
Pasien mengatakan tiap pagi minggu berspeda di Monas
10. Kegiatan kerohanian
Senang berorganisasi di masjid, sering mengaji
B. KELUARGA
I. Riwayat biologis keluarga
A. Keadaan kesehatan sekarang: Isteri Tn. Kendin baru meninggal pada tanggal 9 Juli
2015 karena sakit tua. Keluarga Tn. Kendin yang lain tidak menderita apa-apa penyakit
dan keadaan kesehatan baik.
B. Kebersihan perorangan: Sedang
C. Penyakit yang sedang diderita oleh anggota keluarga: Tidak ada. Riwayat penyakit
paru, penyakit hipertensi, penyakit asam urat, penyakit jantung, penyakit ginjal dan

penyakit diabetes disangkal oleh pasien.


D. Penyakit keturunan: Tidak ada
E. Penyakit kronis/menular: Tidak ada
F. Kecacatan anggota keluarga: Tidak ada
G. Pola makan: Baik (Makan makanan yang dimasak sendiri di rumah dengan makanan
yang seimbang)
H. Pola istirahat: Baik (Tidur yang teratur pada malam hari)
I. Jumlah anggota keluarga: 7 orang anak, 22 orang cucu dan 26 orang cicit
II. Psikologis keluarga
A. Kebiasaan buruk: Seorang anak menantu merokok.
B. Pengambilan keputusan: Tn. Kendin
C. Ketergantungan obat: tidak ada
D. Tempat mencari pelayanan kesehatan: Puskesmas
E. Pola rekreasi: Baik (tiap pagi minggu speda bareng Tn. Kendin di Monas)
III. Identifikasi keadaan rumah/lingkungan (beresiko/tidak)
A. Jenis bangunan: Permanen, sudah tinggal di rumah tersebut sejak 40 tahun yang lalu.
B. Lantai rumah: Keramik. (Lantai rumah yang baik kedap air, tidak licin dan mudah
dibersihkan)
C. Luas rumah: 72 m2
4 kamar tidur (2 kamar di atas, 2 kamar di bawah)
1 kamar mandi beserta jamban
14 orang dalam satu rumah (3 keluarga)
Kamar tidur 1: Tn Kendin, Kamar 2: 2 orang, Kamar 3: 6 orang, Kamar 4: 5 orang
D. Penerangan: Kurang (Rumah tidak tembus cahaya matahari karena cuma ada 2 jendela
yaitu 1 jendela di ruang tamu dan 1 jendela di dalam kamar dan jarang dibuka)
E. Kebersihan: Kurang
Sampah di dalam rumah dibiarkan terbuka
Kayu, barang dan koran dibiarkan bertumpuk
Tidak ada wastafel untuk mencuci tangan, alat masak dan alat makan (cuci alat
masak dan alat makan di luar rumah)
Bersihkan rumah setelah berantakan
Tidak membersihkan rumah dengan lap basah
Jarang membasuh sprei, selimut dan sarung bantal
F. Ventilasi: Kurang (2 jendela jarang dibuka, asap dapur tidak bisa keluar karena tidak
ada jendela di dapur)
G. Dapur: ada
H. Jamban keluarga: ada (tipe jongkok), tidak ada ventilasi udara di dalam jamban, jarak
ke sumber air minum kira-kira 5 meter
I. Sumber air minum: ledeng
J. Sumber pencemaran air: tidak ada

Tempat penyimpanan air di bak air


K. Pemanfaatan perkarangan: ada
Memelihara burung di perkarangan rumah
Tempat cuci alat masak dan alat makan di luar rumah
Tempat jemuran pakaian
L. Sistem pembuangan air limbah: tidak ada
M. Tempat pembuangan sampah: ada
N. Sanitasi lingkungan: Kurang
Tempat pembuangan sampah tidak ditutup
Aquarium di perkarangan rumah tidak dibersihkan
IV. Spiritual keluarga
A. Ketaatan beribadah: Baik (sering solat bareng di masjid)
B. Keyakinan tentang kesehatan: Cukup
V. Keadaan sosial keluarga
A. Tingkat pendidikan: Rendah (kebanyakan sampai SD, SMP)
B. Hubungan antara anggota keluarga: Baik (sering nelpon saudara yang tinggal jauh,
saling berkunjung ke rumah saudara yang tinggal berdekatan)
C. Hubungan dengan orang lain: Baik (sering menyapa tetatngga)
D. Kegiatan organisasi sosial: Baik (Senang berorganisasi di masjid)
E. Keadaan ekonomi: sedang (Sumber pendapatan keluarga dari Tn Kendin, 2 orang
anak, 2 orang menantu dan 2 orang cucu)
VI. Kultural keluarga
A. Adat yang berpengaruh: Adat Sumedang (masih mengamalkan pernikahan mengikuti
adat Sumedang)
B. Lain-lain: Tidak ada

VII. Daftar anggota keluarga


Nama
Jenis
Kelamin

& Tangga Bekerja/Tid Pendidika Hubung Status


l Lahir ak

an

Perkahwin Serumah/Ti

Keluarg an
a

Domisili
dak

Keadaan
Kesehatan
&
Penyakit
Bila Ada

Rizman

1954

Bekerja

SD

Anak

(Lelaki)
Rizki
(Lelaki)

Sudah
bernikah

1955

Simah
1957
(perempuan

Bekerja

Bekerja

SD

SD

Anak

Anak

Sudah

Tidak serumah
Tidak -

bernikah

serumah

Sudah

Serumah

bernikah

)
Patri
1961
(perempuan

Bekerja

SD

Anak

Sudah
bernikah

Tidak serumah

)
Alfan
(Lelaki)

1963

Ozi
(Lelaki)

1964

Bekerja

SD

Anak

Sudah
bernikah

Parmi
1965
(perempuan

Bekerja

SD

Anak

Sudah
bernikah

Bekerja

SD

Anak

Sudah
bernikah

Tidak serumah
Tidak serumah
Tidak serumah

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: Tampak sehat
Kesadaran: Compos mentis
Tanda-tanda vital:
A. Tekanan darah: 125/70 (Normal)
B. Nadi: 60 x/menit (Normal)
C. Suhu: (Tidak dilakukan)
D. Pernafasan: 20 x/menit (Normal)
Pemeriksaan auskultasi paru: tidak terdengar bunyi wheezing (bukan lagi sedang
kambuh)
Status gizi: baik
A. Tinggi badan:155cm
B. Berat badan: 50kg
C. Indeks massa tubuh (IMT):20.8 kg/m2
PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIANJURKAN
Pemeriksaan faal paru yang umumnya dapat dilakukan pada penderita usia di atas 5 tahun
adalah untuk diagnosis, menilai berat asma, dan selain itu penting untuk memonitor
5

keadaan asma dan menilai respons pengobatan. Penilaian yang buruk mengenai berat
asma adalah salah satu penyebab keterlambatan pengobatan yang berakibat
meningkatnya morbiditi dan mortaliti. Dengan kata lain pemeriksaan faal paru adalah
parameter objektif dan pemeriksaan berkala secara teratur mutlak dilakukan.
Spirometri
Sebaiknya spirometri dilakukan pada :
1.

awal penilaian / kunjungan pertama

2.

setelah pengobatan awal diberikan, bila gejala dan APE telah stabil

3.

pemeriksaan berkala 1 - 2 tahun untuk menilai perubahan fungsi jalan napas, atau
lebih sering bergantung berat penyakit dan respons pengobatan.

Pemantauan Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter


Monitoring APE penting untuk menilai berat asma, derajat variasi diurnal, respons
pengobatan saat serangan akut, deteksi perburukan asimptomatik sebelum menjadi serius,
respons pengobatan jangka panjang, justifikasi objektif dalam memberikan pengobatan
dan identifikasi pencetus misalnya pajanan lingkungan kerja.
Pemeriksaan APE mudah, sederhana, kuantitatif dan reproducible untuk menilai ada dan
berat obstruksi jalan napas. Peak flow meter relatif murah dan dapat dibawa kemanamana, sehingga pemeriksaan itu tidak hanya dapat dilakukan di klinik, rumah sakit tetapi
dapat dilakukan di fasiliti layanan medik sederhana (puskesmas), praktek dokter bahkan
di rumah penderita. Pengukuran APE membutuhkan instruksi yang jelas bila perlu
dengan demonstrasi yang berulang.
Pengukuran APE dianjurkan pada:
1. Penanganan serangan akut di darurat gawat, klinik, praktek dokter, dan oleh penderita
di rumah
2. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik, praktek dokter
3. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia di atas
> 5 tahun, terutama bagi penderita setelah perawatan di rumah sakit, penderita yang sulit/
tidak mengenal perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat
serangan yang mengancam jiwa.

Interpretasi pengukuran APE


Nilai prediksi APE didapat berdasarkan usia, tinggi badan, jenis kelamin dan ras,
serta batasan normal variabiliti diurnal berdasarkan literatur. Tetapi pada umumnya
penderita asma mempunyai nilai APE di atas atau di bawah rata-rata nilai-nilai prediksi
tersebut. Sehingga direkomendasikan, objektif APE terhadap pengobatan adalah
berdasarkan nilai terbaik masing-masing penderita, demikian pula variabiliti harian
penderita, daripada berdasarkan nilai normal/prediksi. Setiap penderita mempunyai nilai
terbaik yang berbeda walaupun sama berat badan, tinggi badan, dan jenis kelamin.
Penting untuk mendapat nilai terbaik tersebut, karena rencana pengobatan sebaiknya
berdasarkan nilai terbaik, bukan nilai prediksi. Kecuali pada keadaan sulit mendapatkan
nilai terbaik, misalnya penderita tidak dapat melakukan sendiri di rumah, asma sulit
terkontrol dan sebagainya ; maka dapat digunakan nilai prediksi, lihat nilai prediksi orang
Indonesia.
Variabiliti harian
Variabiliti APE merupakan petunjuk stabiliti dan berat asma. Salah satu metode
yang digunakan adalah nilai APE harian yaitu perbedaan nilai APE pagi dan nilai APE
malam sebelumnya. Metode lain adalah APE minimum pagi selama 2 minggu
menunjukkan % the recent best, adalah petunjuk terbaik menilai labiliti jalan napas
karena dilakukan setiap hari, berkorelasi dengan hiperesponsif jalan napas dan
perhitungannya mudah.
DIAGNOSIS
Secara biopsikososial
D/ Biologi: D/ Asma bronkial derajat intermitten
Pasien batuk-batuk dan sesak nafas pada malam hari sejak 1 tahun yang lalu merupakan
manifestasi klinis dari asma bronkial. Penyakit asma bronkial pada pasien merupakan
asma bronkial derajat intermiten karena gejala asma pada pasien kurang dari 1 kali dalam
seminggu, tidak ada gejala di luar serangan, serangan yang singkat dan gejala malam
kurang dari 2 kali dalam sebulan
D/ Psikologi: D/ Insomnia sekunder akut
Pasien sulit tidur dan mengalami insomnia karena kondisi kesehatan tubuh yang kurang
baik atau menderita penyakit tertentu dan terjadi dalam jangka pendek.

D/ Sosial: D/ Hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat


Pasien merupakan seorang marbot masjid yang senang berorganisasi di masjid dekat
rumahnya. Tetangga sekitarnya senang berteman dengannya karena beliau seorang yang
sangat ramah.
PENATALAKSANAAN PENYAKIT DAN EDUKASI
A. Health promotion
Health promotion adalah upaya promotif untuk meningkatkan derajat kesehatan
perorangan dan masyarakat secara optimal. Tindakan promotif ini dilakukan oleh
seseorang yang sehat yaitu anggota keluarga Tn. Kendin. Antara upaya promotif adalah
mengurangi peranan penyebab dan derajat risiko terkena penyakit asma serta
meningkatkan lingkungan yang sehat secara optimal. Pada tingkat ini dilakukan tindakan
umum untuk menjaga keseimbangan proses bibit penyakit-pejamu-lingkungan, sehingga
dapat menguntungkan manusia dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh dan
memperbaiki lingkungan.
Di dalam kasus Tn. Kendin, perbaikan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air
bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja, pembuangan limbah rumah tangga,
kebersihan rumah (lantai, kolong, barang barang bekas, debu dll), menjaga kebersihan
alat dapur, kebersihan alat makan, menutup makanan untuk mencegah kontaminasi debu
dan lalat. kebersihan lingkungan, sinar matahari masuk ke rumah, ventilasi yang cukup
untuk pertukaran udara dan cahaya matahari masuk harus diperhatikan.
Selain itu, anggota keluarga Tn. Kendin juga dinasihatkan untuk olahraga secara
teratur sesuai kemampuan individu, tidak merokok atau menghindari asap rokok masuk
ke dalam rumah dan penyediaan makanan sehat bernutrisi dan cukup (kualitas maupun
kuantitas).
Seterusnya, dalam upaya promotif boleh dilakukan upaya memiliki syarat rumah sehat :
1.Bersih dari kotoran
2.Lantai tidak dari tanah karena akan meningkatkan kelembapan ruangan. Lantai juga
tidak licin dan mudah dibersihkan.

3.Tidak padat huni. Kepadatan hunian satu rumah 8 m 2 dan satu kamar tidak lebih dari 3
orang.
4.Ada jamban sehat ( jamban yang dilengkapi septitank )dan tempat sabun dan air
mengalir dan pijakan jamban kokoh dan tidak ada serangga dan ada ventilasi udara.
5.Ada saluran pembuangan air limbah
6.Ada jendela (ventilasi udara dan ventilasi cahaya)
7.Ada tempat sampah tertutup.
8.Dapur bersih dan ada ventilasi cukup sehingga asap tidak masuk ke dalam rumah dan
menjaga keamanan dapur
9.Rutin membersihkan rumah dengan desinfektan termasuk kolong (tempat tidur, meja,
kursi, lemari dll), atap (lemari, perabotan dll), jendela dan pintu yang berdebu, tidak
menaruh barang tidak terpakai secara bertumpuk dan berdebu.

B. Spesific protection
Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat tetapi memiliki risiko terkena penyakit
tertentu. Di dalam kasus ini, anggota keluarga yang duduk serumah dengan Tn. Kendin
harus melakukan tindakan ini untuk mencegah penyakit, menghentikan proses interaksi
bibit penyakit-pejamu-lingkungan dalam tahap prepatogenesis, tetapi sudah terarah pada
penyakit tertentu yaitu asma bronkial.
Antara tindakan yang boleh dilakukan adalah mengikuti program diet dan konsultasi
gizi pada yang sudah mulai obesitas karena semakin besar indeks berat badan, semakin
besar resiko asma karena fungsi faal paru berkurang. Selain itu, anggota keluarga Tn.
Kendin harus menghindari asap rokok dan polusi terutama bila mudah terkena alergi atau
riwayat asma dan lebih rajin membersihkan rumah, lantai, kolong dan atap lemari dengan
desinfektan atau membersihkan dan tidak menumpuk barang barang yang mudah berdebu
atau berbulu seperti koran, majalah, selimut bulu, boneka, kardus dll di ruangan dimana
penderita berada, dan membersihkan kipas angin lebih sering dan membersihkan kasur
dan bantal guling lebih sering dengan air hangat dan menjemurnya.
C. Early diagnosis and prompt treatment
9

Ia merupakan tindakan menemukan penyakit sedini mungkin dan melakukan


penatalaksanaan segera dengan terapi yang tepat. Tujuan utama pencegahan tingkat ini
antara lain untuk mencegah meluasnya penyakit menular dan untuk mendeteksi dan
menghentikan proses penyakit sejak dini.
Di dalam kasus ini, Tn Kendin telah ke puskesmas untuk mendapatkan rawatan
setelah mengalami keluhan batuk-batuk dan sesak nafas pada malam hari. Penemuan
penyakit asma sedini mungkin pada Tn. Kendin membolehkan pengobatan asma sedini
mungkin diberikan kepada Tn. Kendin untuk mengelakkan derajat asma beliau
berlangsung menjadi berat. Tn. Kendin harus meminum obat teratur sesuai perintah
petugas kesehatan. Anggota keluarga Tn Kendin juga boleh mendiagnosis dini penyakit
asma dengan melakukan pemeriksaan spirometry atau arus puncak ekspirasi (APE)
dengan peak flow meter untuk mendiagnosis asma.
D. Disability limitation
Pembatasan kecacatan merupakan tindakan penatalaksanaan terapi yang adekuat pada
pasien dengan penyakit yang telah lanjut untuk mencegah penyakit menjadi lebih berat,
menyembuhkan pasien, serta mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan yang akan
timbul.
Dalam upaya ini, Tn Kendin harus menjalani pengobatan dan perawatan yang
sempurna agar sembuh dan tak terjadi komplikasi, dan mengecek kemungkinan
komplikasi agar tidak berkembang lanjut, dengan cara kontrol rutin ke petugas kesehatan.
Tn Kendin juga harus mengelakkan perilaku yang beresiko mencetus serangan asma
seperti tidak memelihara binatang seperti burung karena bulu burung bisa memicu asma,
tidak melakukan pekerjaan yang terpajan debu seperti membersihkan debu di masjid, dan
menjaga kebersihan rumah dari debu dengan membersihkan rumah dengan lap basah dan
tidak membiarkan barang tertumpuk yang memerangkap debu.
Tn Kendin dinasihatkan agar jangan merokok, jaga pemakanan dan diet yang
seimbang agar tidak obes, jauhi orang yang sedang menderita flu dan jauhi stress karena
emosional stress dapat menjadi pencetus asma, terutama ekspresi yang ekstrim seperti
tertawa, menangis, marah dan ketakutan dapat menyebabkan hiperventilasi dan
hipokapnia yang membuat saluran pernafasan menyempit sehingga penderita terserang

10

asma kembali.
E. Rehabilition
Pencegahan pada tingkat ini merupakan pencegahan dengan sasaran utamanya adalah
penderita penyakit tertentu yang sudah sembuh atau terkontrol dalam usaha memulihkan
fungsinya

serta

program

rehabilitasi.

Tujuan

utamanya

dimaksudkan

untuk

mengembalikan pasien ke masyarakat dan berfungsi sebaik mungkin agar mereka dapat
hidup dan bekerja secara wajar, atau agar tidak menjadi beban orang lain.
Dalam upaya pemulihan kesehatan ini, setelah asma Tn Kendin telah terkontrol,
beliau tetap harus Memperbaiki nutrisi dan melakukan pencegahan factor risiko
penyakitnya atau komplikasinya setelah sembuh dari sakit atau setelah terkontrol
penyakitnya.
PROGNOSIS
A. Penyakit
Prognosis penyakit ini dubia ad bonam (baik) sekiranya pasien menghindari perilaku dan
menjaga lingkungan rumah dari agen pemicu serangan asma.
B. Keluarga
Adanya hubungan yang baik antar anggota keluarga pasien, serta keluarga yang sangat
mendukung kesehatan pasien dapat membuat suasana keluarga yang sehat jasmani dan
rohani dan anggota keluarga bekerjasama mengubah perilaku beresiko dan menjaga
lingkungan rumah agar bebas dari resiko menimbulkan penyakit asma, prognosisnya baik
untuk pasien maupun keluarganya.
C. Masyarakat
Untuk masyarakat sekitar pasien tinggal, karena penyakit asma yang diderita pasien tidak
menular, maka prognosisnya ad bonam sekiranya masyarakat di sekitar juga menjaga
lingkungan rumah mereka dan sekitar dari faktor resiko asma dan mengubah perilaku
yang boleh memicu penyakit asma.
RESUME
Pada 25 Juli 2016, saya telah melakukan kunjungan ke rumah salah seorang pasien
11

penderita asma bonkial untuk pendekatan kedokteran keluarga. Pasien tersebut bernama
Tn. Kendin, berusia 87 tahun dan tinggal berdekatan dengan Puskesmas Tanjung Duren
Utara beralamat di Tanjung Duren Utara VII, No. 412, RT 10 / RW 3, Jakarta Barat.
Pasien mengeluh batuk-batuk pada malam hari sejak 1 tahun yang lalu dan telah
didiagnosis menderita penyakit asma oleh dokter di puskesmas.Pasien batuk-batuk timbul
cuma pada malam hari disertai dengan sesak nafas. Saat gejala batuk timbul, pasien sulit
tidur. Dalam satu bulan, gejala batuk-batuk dan sesak nafas cuma timbul sekali sahaja.
Batuk-batuk dan sesak nafas membaik setelah memakai inhaler dan minum obat asma
dari puskesmas. Obat asma yang telah diresepkan oleh dokter di puskesmas adalah
ambroxol 30mg dimakan 2 kali sehari sesudah makan dan dikombinasikan dengan obat
prednison 5mg. Pasien pernah di operasi hernia satu tahun yang lalu di Rumah Sakit
Tarakan. Riwayat penyakit pada keluarga disangkal oleh pasien.
Setelah melakukan anamnesis dan memerhatikan keadaan rumah pasien, saya telah
mengidentifikasi beberapa faktor yang beresiko pada kondisi lingkungan rumah dan
perilaku beresiko pasien dan keluarga yang boleh menjadi pemicu serangan asma pada
pasien ini. Keadaan rumah dan lingkungan yang beresiko mencetusnya serangan asma
adalah kelembapan udara tinggi, intensitas cahaya rendah, ventilasi kurang (asap dapur
memicu asma), jumlah penghuni terlalu padat didalam satu rumah, alergen kecoa
(sampah di dalam rumah dibiarkan terbuka), keberadaan debu (kayu, barang dan koran
dibiarkan bertumpuk) dan perabot rumah tangga berpotensi sebagai sumber alergen dan
bahan kasur dan bantal yang digunakan kapuk, bahan selimut, dan sprei yang berasal dari
bahan non sintetis. Manakala, perilaku pasien dan keluarga yang beresiko memicu
serangan asma adalah memelihara binatang burung, terdapat anggota keluarga yang
merokok, membersihkan rumah tanpa menggunakan lap basah, jarang membasuh sprei,
selimut dan sarung bantal dan pekerjaan pasien sebagai marbot masjid terpajan debu.
Seterusnya, saya telah melakukan pemeriksaan fisik pada pasien berupa pemeriksaan
tanda-tanda vital, pemeriksaan auskultasi paru dan pemeriksaan status gizi dan
mendapatkan hasil yang normal. Setelah itu, saya telah menganjurkan pemeriksaan
penunjang untuk follow-up penyakit asma yaitu pemeriksaan sprirometry dan arus
puncak ekspirasi (APE) dengan menggunakan peak flow meter.
Saya telah menyimpulkan diagnostik holistik untuk pasien ini yaitu untuk diagnosis

12

biologi, pasien didiagnosis asma bronkial derajat intermiten, untuk diagnosis psikologi
pula adalah insomnia sekunder akut dan diagnosis sosial adalah hubungan yang baik
dengan keluarga dan masyarakat.
Akhir sekali, saya telah memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang
pencegahan asma berupa upaya promotif, proteksi spesifik, diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat, pembatasan kecacatan dan pemulihan kesehatan. Setelah itu, saya
memberikan prognosis pada penyakit ini berdasarkan penyakit, keluarga dan masyarakat.

ANALISIS MASALAH
Definisi dan etiologi asma
Dalam

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

nomor

1023/MENKES/SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian penyakit Asma, Asma


didefenisikan sebagai suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas
yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai
dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada
terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan
atau tanpa pengobatan.1
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkopasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan
trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti faktor biokemikal,
endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari
dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah
penyempitan saluran nafas secara menyeluruh.
Diagnosis asma
Diagnosis asma bisa ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesa berupa keluhan utama, riwayat penyakit keluarga,
faktor yang memperberat atau memperingan gejala, bagaimana dan kapan terjadinya
keluhan. Karakteristik gejala asma yaitu lebih dari satu gejala berupa mengi, sesak napas,

13

batuk, dada terasa berat, yang semakin buruk saat malam atau pagi hari dengan waktu
dan intensitas yang bervariasi, bisa dipicu oleh infeksi virus, olahraga, paparan allergen,
perubahan cuaca, serta bahan iritan seperti asap.2
Pemeriksaan fisik
Simptom yang dikeluhkan pasien sangatlah bervariasi, dengan pemeriksaan fisik
auskultasi, temuan abnormal yang paling sering didapatkan adalah mengi. Mengi
(wheezing) adalah napas yang berbunyi seperti suling yang menunjukkan adanya
penyempitan saluran napas, baik secara fisiologis (oleh karena dahak) maupun secara
anatomik (oleh karena konstriksi). Namun, mengi kadang tidak ditemukan atau hanya
ditemukan bila dengan ekspirasi paksa saat eksaserbasi asma yang berat, hal ini disebut
juga silent chest.
Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis asma dibutuhkan pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan fungsi paru. Pemeriksaan fungsi paru sebagai paramater objektif yang
standar dipakai yaitu pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow (PEF).
Pemeriksaan spirometri dan PEF sangat membutuhkan kemampuan dan kerjasama
penderita bersamaan dengan pemahaman yang jelas oleh intruksi pemeriksa. Spirometer
adalah alat pengukur faal paru yang penting dalam menegakkan diagnosa untuk menilai
beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
Peak flow meter yang merupakan alat sederhana dibuat untuk monitoring dan bukan
alat diagnostik, karena dengan spirometer lebih sensitif dari PFM. Namun PEF dapat
menegakkan diagnosa asma jika pasien tidak bisa melakukan pemeriksaan FEV1.
Monitor PEF dibuat untuk self-monitoring untuk melihat respon pengobatan. Setelah
menggunakan ICS, monitor PEF jangka pendek dilakukan dua kali sehari selama 3
bulan.3
Pemeriksaan foto thorax, pemeriksaan IgE, tanda inflamasi, dan uji hiperaktivitas
bronkus juga dapat membantu menegakkan diagnosa asma. Foto thorax dilakukan untuk
menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma. Skin prick test untuk menunjukkan
adanya antibodi IgE spesifik pada kulit dimana uji ini untuk menyokong anamnesis dan
mencari faktor pencetus. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara
jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat

14

berat asma. Uji hiperreaktivitas bronkus dapat dilakukan dengan tes provokasi, dengan
menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik.3

Klasifikasi derajat asma

Tabel 1: Klasifikasi derajat penyakit asma berdasarkan gejala klinis.4


Keterangan : APE = Arus Puncak Ekspirasi
VEP = Volume Ekspirasi Paksa

15

Faktor Pencetus Terjadinya Asma


Asma merupakan penyakit radang saluran pernafasan kronis. Inflamasi kronis

tersebut berhubungan dengan respons aliran udara terhadap berbagai macam stimulan,
dengan gejala yang berulang, dan mengi merupakan karakteristik dari asma. Faktor
pencetus asma diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu faktor pejamu dan faktor
lingkungan.5
Faktor pejamu merupakan predisposisi individu atau penjagaan individu dari asma.
Faktor pejamu meliputi predisposisi genetik terhadap perkembangan asma, atopi, jenis
kelamin dan etnis. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi predisposisi individu terhadap
asma sehingga menyebabkan serangan asma menjadi lebih hebat, dan gejala asma
berlangsung lebih lama. Agent lingkungan yang menpengaruhi asma diantaranya adalah
alergen baik dari indoor dan outdoor, asap tembakau, polusi udara, infeksi pernafasan,
kegemukan, exercise induced broncospasme, perubahan cuaca, dan ekspresi emosional
yang berlebihan.
1. Faktor Pejamu
a) Predisposisi Genetik terhadap Asma
Dari penelitian yang melakukan pengukuran genetik kontrol pada penderita asma
memperkirakan bahwa dampak faktor genetik terhadap penderita asma sebesar 35 - 70%.
b) Atopi
Atopi adalah hasil abnormal pada antibodi IgE (hipersensitivitas tipe I) apabila mendapat
rangsangan dari alergen lingkungan. Atopi merupakan faktor penjamu yang paling
mempengaruhi predisposisi individu terhadap asma. Atopi pada seseorang biasanya
diturunkan dan sering ditemukan juga penyakit penyakit atopi dalam keluarga. Pada
umumnya, penyakita atopi timbul pada anak anak misalnya asma bronkial akibat atopi
timbul sebelum usia 10 tahun yang menetap sampai dewasa.
c). Jenis Kelamin
Prevalensi kejadian asma pada laki laki lebih besar daripada perempuan. Peningkatan
risiko pada laki laki mungkin disebabkan semakin sempitnya saluran pernafasan,
peningkatan pita suara, dan mungkin terjadi peningkatan IgE pada laki laki yang
cenderung membatasi respon bernafas.
d). Etnis

16

Faktor lingkungan dan sosioekonomi merupakan faktor utama mempengaruhi perbedaan


etnis dalam prevalensi asma. Perbedaan kondisi sosioekonomi, terpaparnya alergen dan
faktor makanan lebih mempengaruhi daripada predisposisi rasial.
2. Faktor agent lingkungan dan pencegahan
Paparan alergen merupakan faktor risiko penyebab individu memiliki kepekaan atopi
terhadap alergen spesifik, dapat membuat individu mengalami asma berat, dan gejala
asma berlangsung secara terus menerus. Walaupun sebagian besar pertanyaan belum
dapat dipecahkan apakah paparan terhadap alergen benar benar sebagai penyebab
utama terjadinya asma atau hanya pencetus terjadinya serangan asma atau pasti dapat
membuat gejala asma berlangsung terus menerus.
1). Alergen
Penderita yang sensitif terhadap alergen inhalasi spesifik indoor dan outdoor seperti
mold, tungau debu, kecoa, bulu binatang peliharaan, pollen dan jamur. Inhalasi alergen
spesifik oleh penderita asma bronkial yang sensitif terhadap alergen tersebut
menyebabkan bronkokonstriksi akut, yang biasanya akan membaik dalam 2 jam. Dimana,
hal tersebut merupakan fase awal respon asmatik. Pada kurang lebih 50% penderita
respon awal tersebut akan diikuti dengan bronkokonstriksi. Periode kedua (respon
lambat) yang terjadi 3 4 jam setelah inhalasi dan dapat berlangsung 24 jam.
a) Alergen Indoor
Alergen indoor meliputi tungau debu rumah, alergen binatang peliharaan, alergen kecoa,
dan jamur. Alergen indoor ini berasal dari rumah yang memiliki karpet, pemanas,
pendingin, penyekat ruangan, kelembaban udara yang dapat membuat terbentuknya
habitat tungau, kecoa, jamur, bakteri dan serangga di dalam rumah.
Tungau Debu
Tungau debu adalah hewan sejenis serangga, berkaki delapan, dan ukurannya sebesar
tungau debu, kira kira 0,1 0,3 mm. Tungau debu rumah terdapat di tempat tempat
atau benda benda yang banyak mengandung debu. Biasanya, tungau debu tersebut
terdapat pada kasur, karpet, sofa dan kursi dan tempat tempat yang lembab.
Keberadaan tungau debu ini dapat dihindari atau dicegah dengan cara sebagai berikut:
1. Gunakan kasur pegas atau kasur yang menggunakan bahan sintesis sebagai tempat

17

tidur pasien.
2. Cuci sprei, dan selimut dengan menggunakan air panas (55oC) tiap minggunya.
3. Jangan biarkan pasien tidur di karpet atau kursi atau furniture yang dilapisi oleh kain.
4. Jangan letakan karpet pada kamar pasien.
5. Hindari pekerjaan yang terpapar dengan debu
Binatang Peliharaan
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, dan burung bisa
menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang
ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki
ukuran yang sangat kecil (sekitar 3 4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga
dapat menyebabkan serangan asma.
Alergen Kecoa
Alergen kecoa sebagai penyebab asma bronkial bisa merupakan salah satu unsur dari
debu rumah. Alergen kecoa dapat menyebabkan asma berasal dari kotoran, liur, telur, dan
kutikula atau serpihan kulit kecoa. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau
menghindari alergen tersebut dengan cara sebagai berikut:
1. Tutuplah sampah.
2. Jangan menyimpan atau menumpuk keranjang bahan makanan, kotak kardus, surat
kabar dan botol kosong dalam rumah.
Molds
Mold adalah mikroskopik fungi yang dapat hidup di tumbuhan dan binatang. Orang bisa
terserang asma apabila menghirup spora mold. Mold dapat ditemukan dimana saja,
asalkan ruangan tersebut lembab dengan kelembaban udara tinggi. Mold dapat tumbuh di
dalam ruangan tempat tidur, karpet, area binatang peliharaan, perabotan rumah tangga
dan kamar mandi. Besar kuantitas mold menyebabkan asma belum dapat diukur. Tetapi
telah diketahui bahwa Penicillium, Aspergilus, Alternaria, Cladosporium, dan Candida
merupakan jenis jenis mold yang dapat menyebabkan serangan asma.
Untuk menghindari adanya mold tersebut dapat dilakukan beberapa cara yaitu:

18

1. Jangan menggunakan karpet sebagai dasar lantai


2. Kelembaban udara relatif dijaga pada kondisi kurang dari 60%.
3. Gunakan pemanas udara pada ruangan yang lembab.
4. Bersihkan kamar mandi dan dapur seminggu sekali dan jaga pertukaran udaranya.
5. Apabila memiliki AC dan pemanas, bersihkan salurannya minimal 3 bulan sekali
6. Jauhi atau batasi tanaman yang berada dalam rumah.
7. Menjaga kebersihan ruangan pasien
8. Tidak menaruh gantungan pakaian, rak sepatu, karpet dan buku buku tua di dalam
ruangan.

b). Alergen Outdoor


Biasanya alergen outdoor yang menyebabkan asma adalah tepung sari (pollen) dan jamur.
Pollen
Pollen atau tepung sari adalah mikrospora yang dibawa angin atau binatang dari satu
tumbuhan ke tumbuhan lainya, sehingga bijinya bisa dibuahi. Tepung sari atau serbuk
bunga sering berfungsi sebagai pencetus reaksi alergi. Tepung sari sulit dihindari karena
melingkupi wilayah yang cukup luas di daerah kediaman penderita asma.5
Jamur
Jamur berasal dari alergen airborne outdoor. Alternaria dan Cladosporium (juga
merupakan jamur indoor) dipastikan sebagai faktor risiko untuk asma. Jamur cenderung
sebagai alergen musiman pada daerah yang beriklim sedang, dimana beberapa jamur
berkembang ketika musim panas, dan yang lainnya lebih menyenangi ketika musim hujan
pada saat malam hari.
2). Asap Tembakau
Pembakaran tembakau mampu menghasilkan campuran gas yang kompleks dan besar,
asap, partikulat. Lebih dari 4500 senyawa dan kontaminan telah diidentifikasi dalam asap
tembakau diantaranya adalah nikotin, palisiklis hidrokarbon, karbon dioksida, nitrit
19

oksida, nitrogen oksida, dan akrolein.


Perokok Pasif
Telah diketahui bahwa perokok pasif akan mengalami penurunan fungsi paru. Asap rokok
tersebut merupakan alergen yang kuat. Asap tembakau pada tangan kedua telah terbukti
sangat memicu timbulnya gejala asma. Individu lain yang menghirup asap rokok
mendapatkan racun yang lebih banyak dibandingkan dengan dengan pengguna rokok,
dan mengalami iritasi pada mukosa sistem pernafasan.
Perokok Aktif
Perokok aktif meningkatkan risiko terjadinya asma terutama pada orang dewasa.
Merokok menyebabkan menurunnya fungsi paru sehingga individu perokok tersebut
dapat terserang asma. Penderita asma yang merokok memiliki potensi mengalami
serangan asma.
3). Polutan Udara
Polusi udara didefinisikan sebagai atmosfer yang menimbun bahan irritan yang bersifat
membahayakan bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Polusi udara merupakan pencetus
yang harus diperhatikan penderita asma. Polusi ini bisa berada outdoor seperti di sekitar
tempat kerja, dan sekolah, maupun indoor tempat kediamannya.
Polutan Outdoor
Polutan outdoor berasal dari asap pabrik, bengkel, pembakaran sisa atau sampah industri.
Demikian pula gas buang yang berasal dari knalpot mobil maupun motor.
Polutan Indoor
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus, bakteri,
dan jamur), formaldehid, volatile organic compounds (VOC), combustion products (CO,
NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur. Sumber polutan VOC
berasal dari penyemprotan serangga, cat, pembersih, komestik, semprotan rambut
(hairspray), deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan
aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber partikel debu
dari dalam ruangan berasal dari karpet, kertas, atau aktivitas lain. Sedangkan debu dari
luar dapat masuk ke ruangan melalui pintu, ventilasi atau jendela dan AC.
4). Infeksi Pernafasan

20

Infeksi pernafasan pada pasien akibat virus bisa menyebabkan memburuknya penderita
asma.Virus pernafasan yang dapat menyebabkan asma menjadi bertambah parah adalah
rhinovirus, dan virus influenza. Infeksi akibat virus mungkin dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan epitel dan perdangan saluran pernafasan, dimana keduanya
merupakan faktor penting yang mampu menyebabkan gejala asma terjadi.
Cara untuk meghindari infeksi pernafasan adalah:
1. Jauhi dari orang yang sedang menderita masuk angin atau flu
5). Kegemukan
Terdapat bukti yang menyatakan semakin besar indeks berat badan, maka semakin besar
pula risiko terjadinya asma. Beberapa bukti menunjukkan bahwa berat badan mampu
mengurangi fungsi paru, morbiditas.
6). Exercise Inducted Bronkospasme
Exercise dapat menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi pada 70 80% penderita asma
ringan hingga berat sehingga membatasi aktivitas dan memperburuk kualitas hidup.
Penyebab bronkokonstriksi yang dicetuskan oleh exercise belum diketahui sepenuhnya,
meskipun demikian diduga bahwa bronkospasma atau spasma saluran pernafasan yang
dikarenakan olahraga, akan menyebabkan terjadinya penyempitan arus udara yang
bersifat sementara. Kegiatan olahraga menimbulkan peningkatan kebutuhan oksigen. Hal
ini menyebabkan meningkatnya tingkat frekuensi pernafasaan, yang pada gilirannya
mengakibatkan mendingin dan mengeringnya saluran pernafasan dan yang terakhir
memicu serangan asma. Akan tetapi terdapat pula penelitian yang menyatakan bahwa
dengan melakukan exercise dapat pula mencegah bronkokonstriksi. Tindakan yang dapat
dilakukan untuk menghindari faktor risiko EIB dengan cara:
1. Bawa brokodilator hirup sebelum melakukan exercise
2. Lakukan pemanasan dan pendinginan ketika melakukan exercise
3. Gunakan syal yang menutupi wajah, ketika udara dingin
7). Perubahan Cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat
menyebabkan asma lebih parah. Epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih

21

parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel alergenik


dimana partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara.
8). Ekspresi Emosi
Emosional stress dapat menjadi pencetus asma, terutama ekspresi yang ekstrim seperti
tertawa, menangis, marah dan ketakutan dapat menyebabkan hiperventilasi dan
hipokapnia yang membuat saluran pernafasan menyempit sehingga penderita terserang
asma kembali.

Rumah sehat untuk pasien asma


Definisi rumah adalah tempat untuk tumbuh dan berkembang biak secara jamani,
rohani, dan sosial. Ini berarti fungsi pokok rumah untuk memenuhi kebutuhan jasmani
manusia, kebutuhan rohani manusia, perlindungan terhadap penyakit, dan perlindungan
terhadap gangguan kecelakaan. Ini berarti, rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga.5
Rumah mampu memberikan perlindungan dari penyakit, ini berarti dalam
pencegahan atau penanggulangan penyakit asma atau serangan asma kondisi rumah harus
diperhatikan. Kualitas udara mampu mempengaruhi keberadaan alergen yang merupakan
faktor pencetus serangan asma seperti mold, dust mite, dan kecoa. Bagian lingkungan
rumah yang harus diperhatikan dalam mengendalikan serangan asma adalah:
1. Kelembaban Udara
Kelembaban udara dalam rumah harus lebih rendah atau sama dengan kelembaban di luar
rumah. Kelembaban relatif yang ideal untuk dalam rumah adalah 40 60%. Untuk
menghindari dari paparan alergen tungau debu, kondisi kelembaban udara berada
dibawah dari 55% dan untuk menghindari paparan mold kondisi kelembaban udara relatif
kurang dari 60%.
2. Suhu ruangan
Suhu pada ruangan dipengaruhi oleh kecepatan pergerakan udara, dan kelembaban udara.

22

Sebaiknya, suhu ruangan harus dijaga agar tidak banyak berubah dan berada dalam
kisaran 20 25oC. Hal ini karena suhu yang dingin boleh memicu serangan asma.
3. Ventilasi/Jendela ruangan
Ventilasi udara atau aliran udara memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga
agar aliran di dalam rumah tetap segar dimana terdapat kesetimbangan O2 yang
diperlukan penghuni rumah. Apabila ventilasi di dalam rumah kurang akan menyebabkan
kurangnya O2 di dalam rumah dan meningkatnya kadar CO2, kelembaban udara semakin
meningkat (kurang optimal). Fungsi ventilasi yang kedua adalah membebaskan ruangan
dari bakteri dan virus patogen dimana, aliran udara berjalan secara terus menerus. Selain
itu, dengan adanya ventilasi tersebut berkas cahaya matahari dapat masuk ke dalam
ruangan dan membunuh bakteri patogen tersebut. Ini berarti, lubang ventilasi untuk suatu
ruangan dalam rumah harus cukup luas sehingga dapat terjadi pertukaran udara dengan
baik. Luas jendela memenuhi dapat dinyatakan syarat apabila luasnya minimal 10%
dari luas lantai.
4. Lantai
Ubin, keramik sangat baik untuk digunakan sebagai lantai karena mudah untuk
dibersihkan. Lantai, sebaiknya sebaiknya tidak diberi pelapis dari bahan permadani sebab
sering berdebu.
5. Alat Rumah Tangga
Sebaiknya terbuat dari kayu, plastik, atau logam dengan desain yang tidak perlu penuh
ukiran. Ruangan jika memungkinkan hanya diisi beberapa furniture saja.
6. Tempat tidur, kasur, bantal selimut dan sprei.
Kepala tempat tidur jangan berupa rak dan harus bebas alergen. Di kolong tempat tidur
jangan diisi benda benda. Pasien penderita asma harus diberi ruangan dan tempat tidur
sendiri.
Kasur sebaiknya terbuat dari busa sintesis atau karet busa, dan jangan diisi kapuk.
Penutup kasur terbuat dari bahan sintesis non alergi seperti plastik atau katun.
Bantal, selimur, dan sprei sebaiknya terbuat dari bahan sintesis seperti dakron,
polyurthan, karet busa atau acrylon. Bulu bulu, katun, kapuk, rambut, wool, atau bahan
bahan yang tak terpadu tidak disarankan. Bantal sintetis atau karet pecah dapat menjadi
butir halus bila telah lapuk. Hal ini harus dihindari, karena dapat menyebabkan alergi.

23

Karet busa dapat ditumbuhi spora jamur atau kutu. Sprei atau alas tempat tidur dan
selimut harus dicuci seminggu sekali dengan air hangat.
7. Kursi, Rak Buku, dan Lemari
Kursi berdesain sederhana, terbuat dari kayu, atau logam, penutup jok terbuat dari plastik,
katun, atau nilon, dan bagian dalamnya diisi bahan sintesis. Rak buku supaya tidak
berdebu sebaiknya diberi pintu rel. Pada bagian atas lemari, harus kosong. Lemari
pakaian sebaiknya berisi pakaian yang dipakai pada waktu itu (tidak tercampur dengan
pakaian bekas). Jangan diisi dengan benda lain seperti box sepatu, tas, baju dan
sebagainya). Bau cedar atau ngengat dapat merupakan problem bagi penderita asma.
Setiap 3 bulan langit langit dan dinding harus dibersihkan. Setiap furniture harus bersih
dan bebas debu.
ANALISIS KASUS

PERILAKU PASIEN DAN KELUARGA YANG BERESIKO


Memelihara binatang burung
Terdapat anggota keluarga yang merokok
Membersihkan rumah tanpa menggunakan lap basah
Jarang membasuh sprei, selimut dan sarung bantal
Pekerjaan pasien sebagai marbot masjid terpajan debu

SERANGAN
ASMA
BRONKIAL

KEADAAN RUMAH DAN LINGKUNGAN YANG BERESIKO


Kelembapan udara tinggi
Intensitas cahaya rendah
Ventilasi kurang (asap dapur memicu asma)
Jumlah penghuni terlalu padat didalam satu rumah
Alergen kecoa (sampah di dalam rumah dibiarkan terbuka)
Keberadaan debu (Kayu, barang dan koran dibiarkan
bertumpuk)
Perabot rumah tangga berpotensi sebagai sumber alergen dan
bahan kasur dan bantal yang digunakan kapuk; bahan selimut,
dan sprei yang berasal dari bahan non sintesis.
24

DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Keputusan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Tentang Pedoman Pengendalian
Penyakit Asma. Diunduh dari http://www.depkes.go.id/. pada tanggal 26 Juli 2016.
2. Global Initiative for Asthma, 2014. Global Strategy for Asthma Management and
Prevention. Available from: Diunduh dari http://www.ginasthma.org pada tanggal 26
Juli 2016.
3. Rengganis, I., 2008. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Maj Kedokt Indon.
58(11): 444-451.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2004. Asma Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta. Diunduh dari
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html pada tanggal 26 Juli 2016.
5. Kurniawati, A. D., 2006. Analisis Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah Dan
Perilaku Keluarga Dengan Kejadian Serangan Asma Anak Di Kota
Semarang, Tesis Program Studi Magister Kesehatan Lingkungan
Universitas Diponegoro.

25

LAMPIRAN

Gambar 1: Ruang santai keluarga

Gambar 2: Sofa rumah

Gambar 3: Burung peliharaan Tn. Kendin Gambar 4: Aquarium di perkarangan rumah

26

Gambar 5: Tempat mencuci alat masak dan makan

Gambar 7: Jendela (1) di ruang tamu

Gambar 6: Jemuran

Gambar 8: Jendela (1) dari luar

27

Gambar 9: Jendela (2) di dalam kamar Tn. Kendin Gambar 10: Jendela (2) dari luar

Gambar 11 & 12: Kamar (1) : Kamar Tn. Kendin

28

Gambar 13: Kamar (2)

Gambar 15: Kamar (4)

Gambar 14: Kamar (3)

Gambar 16: Ruang di depan kamar atas

29

Gambar 17 & 18 : Tangga rumah

Gambar 19, 20 & 21: Jamban keluarga

30

Gambar 22: Bak mandi

Gambar 23: Dapur

Gambar 24: Meja di dapur

Gambar 25: Tempat penyimpanan makanan

31

Gambar 26: Penumpukan koran di bawah tangga Gambar 27: Kondisi kulkas

Gambar 27: Obat-obatan Tn. Kendin

Gambar 28: Pemeriksaan tekanan darah

32

Gambar 29: Saya bersamaTn. Kendin, seorang cucu beliau, dan 4 orang cicit beliau di
depan rumah Tn. Kendin

33

Anda mungkin juga menyukai