Anda di halaman 1dari 27

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus :
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT : RSUD KOJA

Nama :Siti Azliyana Azura binti Adzhar Tanda Tangan


NIM : 11.2016.191
...............................
Dr. Pembimbing / Penguji :dr. Benyamin, Sp.PD
................................

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Ny. L Jenis kelamin : Perempuan


Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 15 Agustus 1975 Suku Bangsa : Betawi
Status perkawinan : Sudah Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Suri rumahtangga Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Pembangunan Tanggal masuk RS:19 Januari 2017

A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 22 Januari 2017 Jam : 15:00

Keluhan Utama
Luka di kaki sejak ±2 minggu SMRS

Keluhan Tambahan
Demam, lemas, kaki dan tangan sering kesemutan,

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Koja pada tanggal 19 Januari 2017 pukul 19:30 dibawa
keluarganya dengan keluhan terdapat luka di kaki. Menurut pasien luka di kaki kirinya awalnya
disebabkan luka lecet karena beliau memakai sepatu baru, namun setelah itu pasien menyatakan
luka tersebut tidak kunjung sembuh ±2 minggu SMRS. Luka tersebut nyeri, kemerahan, basah,
bernanah dan berbau busuk.
Pasien juga mengeluh demam dan lemas yang dirasakan muncul sudah ±1 minggu SM
RSUD Koja. Selain itu pasien juga mengeluh kaki dan tangannya sering merasa kesemutan.Mual

1
(-) Muntah (-). BAB normal. BAK: frekuensi meningkat, pasien sering bangun malam untuk
kencing, nyeri saat berkemih(-), darah(-).
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sudah didiagnosis dokter menderita DM tipe
2 sejak 3 tahun yang lalu, dan minum obat metformin 500mg dan Glibenklamid, namun tidak
secara teratur. Pasien juga tidak pernah kontrol lagi ke Spesialis Penyakit Dalam setelah itu
untuk DM nya.

Penyakit Dahulu ( Tahun, diisi bila ya ( + ), bila tidak ( - ) )

( - ) Cacar ( - ) Malaria ( - ) Batu ginjal / Saluran kemih


( - ) Cacar air ( - ) Disentri ( - ) Burut (Hernia)
( - ) Difteri ( - ) Hepatitis ( - ) Penyakit prostate
( - ) Batuk rejan ( - ) Tifus Abdominalis ( - ) Wasir
( - ) Campak ( - ) Skrofula ( +) Diabetes
( - ) Influensa ( - ) Sifilis ( - ) Alergi
( - ) Tonsilitis ( - ) Gonore ( - ) Tumor
( - ) Korea ( - ) Hipertensi ( - ) Penyakit Pembuluh
( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Perdarahan otak
( - ) Pneumonia ( - ) Ulkus Duodeni ( - ) Psikosis
( - ) Pleuritis ( - ) Gastritis ( - ) Neurosis
( - ) Tuberkolosis ( - ) Batu Empedu Lain Lain: ( - ) Operasi
( - ) Kecelakaan

Riwayat Keluarga

Hubungan Umur Jenis Keadaan Kesehatan Penyebab


( Tahun ) Kelamin Meninggal
Kakek (dari ayah) - L Meninggal Pasien tidak tahu
Nenek (dari ayah) - P Meninggal DM
Kakek (dari ibu) - L Meninggal Pasien tidak tahu
Nenek (dari ibu) - P Meninggal Pasien tidak tahu
Ayah 64 tahun L DM -
Ibu 63 tahun P Sehat -
Saudara 1 40 tahun P Sehat -

Adakah kerabat yang menderita :

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi ✓
Asma ✓
Tuberkolosis ✓
Artritis ✓
Rematisme ✓
Hipertensi ✓

2
Jantung ✓
Ginjal ✓
Lambung ✓

ANAMNESIS SISTEM
Catat keluhan tambahan positif disamping judul – judul yang bersangkutan

Kulit
( - ) Bisul ( - ) Rambut ( - ) Keringat malam
( - ) Kuku ( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Sianosis
( - ) Lain - lain
Kepala
( - ) Trauma ( - ) Sakit kepala
( - ) Sinkop ( - ) Nyeri pada sinus

Mata
( - ) Nyeri ( - ) Radang
( - ) Sekret ( - ) Gangguan penglihatan
( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Ketajaman penglihatan

Telinga
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan pendengaran
( - ) Sekret ( - ) Kehilangan pendengaran
( - ) Tinitus

Hidung
( - ) Trauma ( - ) Gejala penyumbatan
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan penciuman
( - ) Sekret ( - ) Pilek
( - ) Epistaksis

Mulut
( - ) Bibir ( - ) Lidah
( - ) Gusi ( - ) Gangguan pengecap
( - ) Selaput ( - ) Stomatisis

Tenggorokan
( - ) Nyeri tenggorokan ( - ) Perubahan suara

Leher
( - ) Benjolan ( - ) Nyeri leher

Dada ( Jantung / Paru – paru)


( - ) Nyeri dada ( - ) Sesak napas
( - ) Berdebar ( - ) Batuk darah
( - ) Ortopnoe ( - ) Batuk

Abdomen (Lambung/ Usus)


3
( - ) Rasa kembung ( - ) Wasir
( - ) Mual ( - ) Mencret
( - ) Muntah ( - ) Tinja darah
( - ) Muntah darah ( - ) Tinja berwarna dempul
( - ) Sukar menelan ( - ) Tinja berwarna ter
( - ) Nyeri perut, kolik ( - ) Benjolan
( - ) Perut membesar

Saluran kemih / Alat kelamin


( - ) Disuria ( - ) Kencing nanah
( - ) Stranguri ( - ) Kolik
( + ) Poliuria ( - ) Oliguria
( - ) Polakisuria ( - ) Anuria
( - ) Hematuria ( - ) Retensi urin
( - ) Kencing batu ( - ) Kencing menetes
( - ) Ngompol (tidak disadari) ( - ) Penyakit prostat

Katamenia
( - ) Leukore ( - ) Perdarahan
( - ) Lain – lain

Haid
( - ) Gangguan haid ( - ) Gejala klimakterum
( - ) Nyeri ( - ) Pasca menopause

Saraf dan Otot


( - ) Anestesi ( - ) Sukar mengingat
( - ) Parestesi ( - ) Ataksia
( - ) Otot lemah ( - ) Hipo / Hiper-esthesi
( - ) Kejang ( - ) Pingsan
( - ) Afasia ( - ) Kedutan (’tick’)
( - ) Amnesia ( - ) Pusing (Vertigo)
( - ) lain – lain ( - ) Gangguan bicara (Disarti)

Ekstremitas
( + ) Bengkak ( + ) Deformitas
( + ) Nyeri ( - ) Sianosis

Berat Badan
Berat badan rata – rata (Kg) : Tidak diketahui
Berat tertinggi kapan (Kg) : Tidak diketahui
Berat badan sekarang(Kg) : 72 kg
RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : ( ) Di rumah ( ✓ ) Rumah Bersalin ( ) R.S. Bersalin
Ditolong oleh : ( ) Dokter ( ✓ ) Bidan ( ) Dukun ( ) lain - lain
Riwayat Imunisasi
( ✓ ) Hepatitis ( ✓ ) BCG ( ✓ ) Campak ( ✓ ) DPT ( ✓ ) Polio ( ✓ ) Tetanus

4
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 3 kali/hari
Jumlah / Hari : 3 piring besar/hari
Variasi / Hari : mengandung karbohidrat, protein nabati dan hewani
Nafsu makan : Baik

Pendidikan
( ) SD ( ) SLTP ( ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan ( ✓ ) Akademi
( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan : Tidak ada
Pekerjaan : Tidak ada
Keluarga : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada

B. PEMERIKSAAN JASMANI

Tanggal : 22 Januari 2017 Jam : 15:00

Pemeriksaan umum
Tinggi badan : 175 cm
Berat badan : 72 kg
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 90/50 mmHg
Nadi : 73 x/menit
Suhu : 38,0°C
Pernapasan (Frekuensi dan tipe) : 20 x/menit, thorakoabdominal
Keadaan gizi : Preobese (IMT: 23,5)
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : Tidak ada
Habitus : Atletikus
Cara berjalan : Normal, tegak
Mobilisasi (Aktif / Pasif) : Aktif
Umur menurut perkiraan pemeriksa : Sesuai usia

Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : Wajar
Alam perasaan : Biasa
Proses pikir : Wajar

Kulit
Warna : Sawo matang Effloresensi : Tidak ada
Jaringan parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Merata Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran
Suhu raba : Normothermi Lembab / kering : Lembab
5
Keringat : Umum (+) Turgor : Kembali cepat
Setempat (-) Ikterus : Tidak ada
Lapisan lemak : Merata Edema : Tidak ada
Lain-lain

Kelenjar getah bening


Submandibula : Tidak membesar Leher : Tidak membesar
Supraklavikula : Tidak membesar Ketiak : Tidak membesar
Lipat paha : Tidak membesar

Kepala
Ekspresi wajah : Tenang Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam, merata Pembuluh darah temporal : Tidak melebar

Mata
Exophthalmus : Tidak ada Enopthalmus : Tidak ada
Kelopak : Edema (-) Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemik (-),
hiperemis (-)
Visus : Tidak dilakukan
Sklera : Ikterik (-) Gerakan mata : Aktif, jerky (-)
Nistagmus (-)
Lapangan penglihatan: Normal Tekanan bola mata : Normal
Deviatio konjugae : Tidak ada Nystagmus : Tidak ada

Telinga
Tuli : Tidak tuli Selaput pendengaran : Utuh
Lubang : Lapang Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak ada Perdarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada
Mulut
Bibir : Lembab Tonsil : T1-T1 tenang
Langit-langit : Normal Bau pernapasan : Tidak ada
Gigi geligi : Utuh Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis Selaput lendir : Normal
Lidah : Tidak kotor
Leher
Tekanan vena Jugularis (JVP): 5-2 cmH2O
Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran

Dada
Bentuk : Simetris, sela iga normal
Pembuluh darah : Tidak ada kelainan
Buah dada : Normal, simetris, tidak teraba massa

Paru-paru Depan Belakang


Inpeksi Kiri Simetris Simetris
Kanan Simetris Simetris
Palpasi Kiri Benjolan (-), nyeri tekan (-) Benjolan (-), nyeri tekan (-)
Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
6
Kanan Benjolan (-), nyeri tekan (-) Benjolan (-), nyeri tekan (-)
Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Perkusi Kiri Sonor di semua lapang paru Sonor di semua lapang paru
Kanan Sonor di semua lapang paru Sonor di semua lapang paru
Auskultasi Kiri Vesikuler, Rh (-), Wh (-) Vesikuler, Rh (-), Wh (-)
Kanan Vesikuler, Rh (-), Wh (-) Vesikuler, Rh (-), Wh (-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, garis midclavicularis kiri
Perkusi : Batas kanan : ICS II linea parasternal kiri
Batas kiri : ICS V, sedikit lebih lateral linea midclavicula kiri
Batas atas : ICS IV, linea sternal kanan
Auskultasi : Katup Mitral : BJ I > BJ II, murni reguler, tidak ada murmur,
tidak ada gallop
Katup Trikuspid : BJ I > BJ II, murni reguler, tidak ada murmur,
tidak ada gallop
Katup Aorta : BJ II > BJ I, murni reguler, tidak ada murmur,
tidak ada gallop
Katup Pulmonal : BJ II > BJ I, murni reguler, tidak ada murmur,
tidak ada gallop

Pembuluh darah
Arteri Temporalis : Teraba pulsasi
Arteri Karotis : Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi
Arteri Radialis : Teraba pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba pulsasi
Arteri Poplitea : Teraba pulsasi
Arteri Tibialis Posterior: Teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi

Perut
Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak terlihat lesi kulit dan bekas luka operasi
Palpasi
Dinding perut : Supel, tidak ada distensi, nyeri tekan epigastrium (-),
nyeri lepas (-), defans muscular (-), massa (-)
Hati : Tidak teraba pembesaran hati
Limpa : Tidak teraba pembesaran limpa
Ginjal : Bimanual dan Ballotement tidak teraba ginjal, nyeri ketok CVA(-)
Lain-lain :-
Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus normoperistaltik, tidak ada bruit
Refleks dinding perut : Normal

Alat kelamin (atas indikasi) : tidak dilakukan


Anggota gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Normotrofi Normotrofi
7
Sendi : Normal Normal
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Lain-lain : Ptekie (-) Ptekie (-)
Rumple leed (-)

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri


Luka : Tidak ada Tampak ulkus di digiti 3 pedis sinistra, kulit
disekitar tampak merah, teraba
hangat,lembap, berbau, bernanah
Varises : Tidak ada Tidak ada
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Normal Normal
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Edema : - -
Lain-lain : - -

Refleks
Kanan Kiri
Refleks tendon
 Bisep Positif Positif
 Trisep Positif Positif
 Patela Positif Positif
 Achiles Positif Positif
 Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Refleks kulit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Refleks patologis Negatif Negatif

Colok dubur (atas indikasi) : Tidak dilakukan

C. LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA


Pemeriksaan Laboratorium di RSUD KOJA Tanggal: 19 Januari 2017

Darah Rutin
Hasil Unit Nilai rujukan
Hemoglobin (Hb) 11.8 g/dL 13.5 – 18.0
Hematokrit (Ht) 38.7 % 42.0 – 52.0
Jumlah Trombosit 403 10^3/µL 163 – 337
Jumlah Leukosit 43.730 10^3/µL 4.00 – 10.50

Elektrolit
Hasil Unit Nilai rujukan
Natrium (Na) 137 mEq/L 135 – 147
8
Kalium (K) 4.6 mEq/L 3,5 – 5,0
Klorida (Cl) 137 mEq/L 96 – 108

Glukosa Darah
Hasil Unit Nilai rujukan
Glukosa Sewaktu 521 mg/dL 70 – 200

Fungsi ginjal
Hasil Unit Nilai rujukan
Ureum 42 mg/dL 16.6- 48.5
Kreatinin 1.32 mg/dL 0.51-0.95

D. RINGKASAN (RESUME)

Pasien perempuan Ny. L datang dengan keluhan luka di kaki kiri yang tidak sembuh sejak 2
minggu yang lalu disertai nyeri, kemerahan, bernanah dan berbau busuk. Pasien juga demam dan
lemas sejak seminggu yang lalu. Kaki dan tangan sering kesemutan, sering bangun malam untuk
kencing, ada riwayat DM Tipe 2(+) sejak 3 tahun yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,0 oC dan pada pemeriksaan kaki kiri didapatkan
tampak ulkus didigiti 3 pedis sinistra,nanah(+), berbau(+), kulit sekitar tampak eritem(+), teraba
hangat(+).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hiperglikemi dengan GDS: 521mg/dl, leukosistosis:


43790/mm3 dan terdapat insuffisiensi renal: ureum 42mg/dl, kreatinin 1.32mg/dl.

E. DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS

1. Ulkus pedis sinistra


Bardasarkan keluhan luka di kaki kiri yang tidak sembuh sejak 2 minggu yang lalu disertai nyeri,
kemerahan, bernanah dan berbau busuk. Pasien juga demam dan lemas sejak seminggu yang
lalu. Hasil lab juga menunjukkan peningkatan leukosit: 43790/mm3.
Ulkus pedis sinistra ini dipikirkan sebagai manifestasi kaki diabetik, saat ini ada pada klasifikasi
Wagner III, berdasarkan adanya ulkus yang disertai tanda radang, nanah, leukositosis, tidak ada
jaringan gangren. DM tipe 2 yang sudah diderita selama 3 tahun dipikirkan sebagai penyakit
yang mendasari kaki diabetik ini.
9
 Rencana terapi:
1. Inj. Ceftriaxone 2 x 2 gram
2. Paracetamol tablet 4 x 500mg
3. Tatalaksana ulkus DM: konsul spesialis bedah untuk tatalaksana lanjut.
4. Rawat luka, ganti perban 2x sehari

 Rencana Monitoring:
1. Periksa ulang pemeriksaan darah rutin per 3 hari.

 Rencana edukasi:
1. Hindari tekanan pada kaki yang sakit
2. Jangan berjalan tanpa alas kaki

2. Diabetes Melitus Tipe 2


Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien menderita DMT2 sejak 3 tahun yang lalu, kaki dan
tangan sering kesemutan serta sering bangun malam untuk kencing. Dari hasil pemeriksaan GDS
didapatkan 521mg/dL. Adanya ulkus pedis denagn tanda radang menunjukkan suatu komplikasi
angiopati dan infeksi.

Rencana pemeriksaan selanjutnya:

Memantau regulasi gula darah


-kurva gula darah harian
-Pemeriksaan GDN, GDPP,HbA1c

Memantau komplikasi
-Urinalisis, proteinuria (24 jam), Ureum, Creatinin
Foto thoraks

Rencana terapi

 Lakukan protokol insulin: Dosis awal Insulin basal 1 x 10unit kemudian dilakukan
GDKH

 -Metformin 2 x 500mg PO

10
 -Konsul ahli gizi untuk tatalaksana nutrisi pola diet DM

 · Rencana Monitoring

 -Monitoring vital sign (tekanan darah, nadi, RR, suhu) dan keluhan

 -Monitoring keadaan umum

 -GDS

 Rencana Monitoring

-Monitoring vital sign (tekanan darah, nadi, RR, suhu) dan keluhan
-Monitoring keadaan umum
-GDS

Edukasi

-Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit pasien


-Memberikan masukan untuk tim gizi memberikan makanan sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien

3. Insuffisiensi Renal

Hasil lab: ureum:42mg/dl, creatinine: 1.32mg/dl

Rencana terapi:

-Kontrol kondisi hiperglikemi yang disebabkan oleh DMT2

Rencana monitoring:

-Pemeriksaan urinalisis

-Periksa ureum dan kreatinin darah per 3 hari.

11
E. KESIMPUALN DAN PROGNOSIS
Perempuan 42 tahun dengan DM tipe 2 dan komplikasi kaki diabetikum dan insufisiensi renal.

PROGNOSIS
Ad Vitam: Bonam
Ad Fungsionam: Dubia ad Bonam
Ad Sanationam: Dubia ad Bonam

TINDAK LANJUT

Tanggal: 23 Januari 2017 Jam: 17.00 WIB

1. Masalah ulkus pedis sinistra


S Pasien mengatakan nyeri dikaki sudah mulai berkurang serta sudah tidak demam dan
lemas.
O KU: Tampak sakit ringan, kesadaran: CM. Suhu: 36,4oC TD: 120/70mmHg, RR:
20x/mnt, HR: 78x/mnt. PF kaki: Nanah sudah berkurang berbanding sebelumnya

Pemeriksaan Laboratorium di RSUD KOJA Tanggal: 23 Januari 2017

Darah Rutin
Hasil Unit Nilai rujukan
Hemoglobin (Hb) 11.8 g/dL 13.5 – 18.0
Hematokrit (Ht) 38.3 % 42.0 – 52.0
Jumlah Trombosit 400 10^3/µL 163 – 337
Jumlah Leukosit 23.500 10^3/µL 4.00 – 10.50

A Secara klinis, masalah ulkus pedis perbaikan karena nyeri kaki berkurang, pasien sudah
tidak demam dan lemas, hasil lab leukosit menurun dari sebelumnya namun penyembuhan
memerlukan waktu lama.
P Sementara terapi dilanjutkan

2. Masalah DM tipe 2
S Tidak ada keluhan kaki dan tangan kesemutan.
O GDKH pukul 6.00 340 mg/dL
A DM tipe 2 belum terkendali karena dosis insulin kurang
P Insulin basal dinaikkan ke 12 U
3. Insuffisiensi Renal

12
S Tidak ada keluhan
O Pemeriksaan Laboratorium di RSUD KOJA Tanggal: 23 Januari 2017

Hasil Unit Nilai rujukan


Ureum 44 mg/dL 16.6- 48.5
Kreatinin 1.00 mg/dL 0.51-0.95

A Insuffisiensi renal belum terkendali karena DMT2 belum terkendali


P Periksa ulang fungsi ginjal 3 hari lagi

Tanggal: 24 Januari 2017 Jam: 15.00 WIB

1. Masalah ulkus pedis sinistra


S Pasien mengatakan nyeri dikaki semakin berkurang serta sudah tidak demam dan lemas.
O KU: Tampak sakit ringan, kesadaran: CM. Suhu: 36,5oC TD: 120/75mmHg, RR:
22x/mnt, HR: 75x/mnt. PF kaki: Nanah sudah berkurang berbanding sebelumnya
A Secara klinis, masalah ulkus pedis perbaikan karena nyeri kaki berkurang, pasien sudah
tidak demam dan lemas, namun penyembuhan memerlukan waktu lama.
P Sementara terapi dilnjutkan

2. Masalah DM tipe 2
S Tidak ada keluhan kaki dan tangan kesemutan.
O GDKH pukul 6.00 280 mg/dL
A DM tipe 2 belum terkendali karena dosis insulin kurang
P Insulin basal dinaikkan ke 15 U

3. Insuffisiensi Renal

S Tidak ada keluhan


O Data baru (-)
A Insuffisiensi renal dalam terapi
P Periksa ulang fungsi ginjal 2 hari lagi

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Diabetes Mellitus Tipe 2

Dalam DM Tipe 2, pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah insulin untuk


metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk memanfaatkan secara efisien.
Seiring waktu, penurunan produksi insulin dan kadar glukosa darah meningkat.1 Diabetes
mellitus sebelumnya dikatakan diabetes tidak tergantung insulin atau diabetes pada orang
dewasa. Ini adalah istilah yang digunakan untuk individu yang relatif terkena diabetes
(bukan yang absoult) defisiensi insulin. Orang dengan jenis diabetes ini biasanya resisten
terhadap insulin. Ini adalah diabetes sering tidak terdiagnosis dalam jangka waktu yang lama
karena hiperglikemia ini sering tidak berat cukup untuk memprovokasi gejala nyata dari
diabetes. Namun demikian, pasien tersebut adalah risiko peningkatan pengembangan
komplikasi macrovascular dan mikrovaskuler (WHO,1999). Faktor yang diduga
menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi
antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan faktor makanan.2
Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2

Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi dalam 3-10
menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada fase ini adalah insulin
yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa darah
sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi
glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu
meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal. Gangguan sekresi sel beta
menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun
menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa
meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan
menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang
menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi
hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian menunjukkan adanya hubungan
antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa darah
puasa 80-140 mg/dl kadar insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa
darah puasa melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi

14
lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya menurun.
Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka efek penekanan insulin
terhadap produksi glukosa hati khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga
produksi glukosa hati makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa.
Faktor-faktor yang dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang
didapat (acquired) antara lain menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan
dan bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik glukosa (glucose
toXicity)3
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat
dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi insulin dalam
beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respons metabolik terhadap
kerja insulin tertentu tetap normal, sementara terhadap satu atau lebih kerja insulin yang
lain sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin merupakan sindrom yang heterogen,
dengan faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada perkembangannya. Selain
resistensi insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di perut, sindrom ini
juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk. Faktor lain seperti kurangnya
aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga dinyatakan berkaitan dengan
perkembangan terjadinya kegemukan dan resistensi insulin.4

Etiologi Diabetes Mellitus Tipe 2

Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin yang progresif
dan adanya resistensi insulin. Pada pasien-pasien dengan Diabetes Mellitus tak tergantung
insulin (NIDDM), penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. NIDDM ditandai
dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
kelihatan terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselular yang meningkatkan transport glukosa menembus membrane sel. Pada pasien-
pasien dengan NIDDM terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsive insulin pada
membrane sel. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin
dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dengan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin
menurun, dan jumlah insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
15
euglikemia. Sekitar 80% pasien NIDDM mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan
dengan resistensi insulin, maka kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa dan diabetes
mellitus yang pada akhirnya terjadi pada pasien-pasien NIDDM merupakan akibat dari
obesitasnya. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam
sensitivitas insulin dan pemilihan toleransi glukosa.5
Gambaran Klinis 6
Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah:
Keluhan Klasik
a. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk
ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk
kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel
lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga
menjadi kurus.
b. Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak
kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu
penderita, terutama pada waktu malam hari.
c. Banyak minum
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar
melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikira sebab rasa haus
ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus
itu penderita minum banyak.
c. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi glukosa dalam
darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.
Keluhan lain:
a. Gangguan saraf tepi / Kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu
malam, sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan Pada fase awal penyakit
Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk
mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.
b. Gatal / Bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah
lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya
16
bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele
seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.

c. Gangguan Ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus
terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang
masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau
kejantanan seseorang.
d. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan
kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

Diagnosa Diabetes Melitus Tipe 2


Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil
dan cara pemeriksaan yang dipakai.3
a. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor
risiko untuk DM, yaitu:
1) Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
2) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}
3) Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)
4) Riwayat keluarga DM
5) Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram
6) Riwayat dm pada kehamilan
7) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
8) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa
terganggu)

Tabel 1.
Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan diagnosis
DM (mg/dl)

17
Kadar glukosa darah sewaktu
Bukan DM Belum pasti DM DM
Plasma Vena < 110 110 – 199 ≥200
Darah Kapiler < 90 90 - 199 ≥200
Kadar glukosa darah puasa
Bukan DM Belum pasti DM DM
Plasma Vena < 110 110 – 125 ≥126
Darah Kapiler
< 90 90 - 109 ≥110

Sumber : Perkeni, 2006


Keterangan:
*metode enzimatik
b. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah
kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae
pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200
mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk
kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu
kali saja abnormal , belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi angka abnormal,
baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl
pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.
Cara pelaksanaan TTGO menurut WHO 1985
1) 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
2) Kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
3) Puasa semalam, selama 10-12 jam
4) Kadar glukosa darah puasa diperiksa
5) Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgbb, dilarutkan dalam air 250 ml dan
diminum selama/dalam waktu 5 menit
6) Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama
pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus*
1) Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl , atau
2) Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl (Puasa berarti tidak ada
masukan kalori sejak 10 jam terakhir ) atau

18
3) Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada
TTGO**
* Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk
keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis
atau berat badan yang menurun cepat.
**Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin diklinik

Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2

Adapun Faktor resikonya yaitu:5

 Unchangeable Risk Factor


1. Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes mellitus, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak
dapat menghasilkan insulin dengan baik.
2. Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis
menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah
seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada
mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi
terhadap insulin.
 Changeable risk factor
1. Stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak.
Serotonin ini memiliki efek penenang sementara untuk meredakan stress,
tetapi gula dan lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang beresiko
terkena diabetes mellitus.
2. Pola Makan yang Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya meningkatkan resiko
terkena diabetes mellitus. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas,
sedangkan berat badan lebih (obesitas) mengakibatkan gangguan kerja insulin
( resistensi insulin).
3. Minimnya Aktivitas Fisik
19
Setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan
tenaga dan energi, yang biasa dilakukan atau aktivitas sehari-hari sesuai
profesi atau pekerjaan. Sedangkan faktor resiko penderita DM adalah mereka
yang memiliki aktivitas minim, sehingga pengeluaran tenaga dan energi hanya
sedikit.
4. Obesitas
80% dari penderita NIDDM adalah Obesitas/gemuk.
5. Merokok
Sebuah universitas di Swiss membuat suatu analisis kajian yang
menyelidiki hubungan antara merokok dan diabetes yang disiarkan antara
1992 dan 2006, dengan sebanyak 1,2 juta peserta yang ditelusuri selama 30
tahun. Mereka mendapati resiko bahkan lebih tinggi bagi perokok berat.
Mereka yang menghabiskan sedikitnya 20 batang rokok sehari memiliki
resiko terserang diabetes 62% lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
tidak merokok. Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang tahan terhadap
insulin, kata para peneliti tersebut. Itu berarti merokok dapat mencampuri cara
tubuh memanfaatkan insulin. Kekebalan tubuh terhadap insulin biasanya
mengawali terbentuknya Diabetes tipe 2.
6. Hipertensi
Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan resistensi
insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi metabolik yang
meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan dengan peningkatan diabetes
mellitus pada kelainan fungsi tubuh/ disfungsi endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa
substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi pembuluh darah

Penatalaksanaan
Pilar Penatalaksanaan DM
1. Edukasi

2. Terapi gizi medis

3. Latihan jasmani

4. Intervensi farmakologis

20
Nonmedikamentosa. Pilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non
farmakologi, yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan makan atau terapi nutrisi medik,
kegiatan jasmani, dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila
dengan langkah-langkah pendekatan non farmakologi tersebut belum mampu mencapai sasaran
pengendalian DM, maka dilanjutkan dengan penambahan terapi medikamentosa atau intervensi
farmakologi1
Rencana diet pada pasien diabetes dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori dan
karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang disarankan bervariasi, bergantung
pada kebutuhan, apakah untuk mempertahankan, menurunkan atua meningkatkan berat tubuh.
Rencana diet harus dikonsultasi dahulu dengan ahli gizi yang terdaftar dan berdasarkan pada
riwayat diet pasien, makanan yang lebih disukai, gaya hidup, latar belakang budaya, dan
aktivitas fisik.1
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya
25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yai tu jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.1

Latihan fisik mempermudah transport glukosa ke dalam sel-sel dan meningkatkan


kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat, pelepasan insulin menurun selama latihan fisik
sehingga hipoglikemia dapat dihindarkan. Namun, pasien yang mendapat suntikan insulin, tidak
mampu untuk memakai cara ini, dan peningkatan ambilan glukosa selama latihan fisik dapat
menimbulkan hipoglikemia.1
Medikamentosa. Pasien-pasien dengan gejala diabetes mellitus tipe 2 dini dapat
mempertahankan kadar glukosa darah normal hanya dengan menjalankan rencana diet dan
latihan fisik saja. Tetapi, sebagai penyakit yang progresif, obat-obat oral hipoglikemik juga
dianjurkan. Obat-obatan yang digunakan adalah pensensitif insulin dan sulfoniurea.10,11
Dua tipe pensensitif yang tersedia adalah metformin dan tiazolidinedion. Metformin yang
merupakan suatu biguanid, dapat memberikan sebagai terapi tunggal pertama dengan dosis 500
hingga 1700 mg/hari. Metformin menurunkan prouksi glukosa hepatik, menurunkan absorbsi
glukosa pada usus, dan meningkatkan kepekaan insulin, khususnya di hati. Metformin tidak
meningkatkan berat badan seperti insulin sehingga biasa digunakan, khususnya pada pasien
dengan obesitas. Asidosis laktat jarang terjadi namun merupakan komplikasi yang serius,
khususnya pada insufisiensi ginjal dan gagal jantung kongestif. Sedangkan tiazolidinedion
meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan produksi glukosa hepatik.10,11

21
Efek obat-obatan ini kelihatannya menjadi perantara interaksi dengan proliferator
peroksisom reseptor inti yang mengaktifkan reseptor gamma (PPAR-gamma). Dua analog
tiazolidinedion, yaitu rosiglitazon dengan dua dosis 4 hingga 8 mg/hari dan pioglitazon dengan
dosis 30 hingga 45 mg/hari, dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau dikombinasikan dengan
metformin, sulfonilurea, atau insulin. Obat-obatan ini dapat menyebabkan retensi air dan tidak
dianjurkan untuk diberikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif. 10,11
Bila kadar glukosa tidak dapat dikontrol secara optimal dengan menggunakan cara-cara
yang sudah dijelaskan, pasien-pasien diabetik tipe 2 dengan sisa sel-sel pulau Langerhans yang
masih berfungsi, merupakan calon yang tepat untuk menggunakan sulfonilurea. Obat-obat ini
merangsang fungsi sel beta dan meningkatkan sekresi insulin. Sebaliknya, pasien-pasien dengan
diabetes tipe 1 yang telah kehilangan kemampuannya untuk menyekresi insulin, pengobatan
dengan sulfonilurea menjadi tidak efektif. Efek potensial yang merugikan akibat penggunaan
agen-agen hipoglikemik oral. Namun, sulfonil urea generasi kedua menyebabkan sedikit retensi
air atau tidak ada sama sekali, yang merupakan masalah potensial dengan beberapa agen
generasi pertama. Dua bahan sulfonilurea yang paling sering digunakan adalah glipizid 2,5
hingga 40 mg/hari, dan gliburid 2,5 hingga 25 mg/hari. Gliburid memiliki waktu paruh yang
lebih lama dari pada glipizid, dan dosis total hariannya dapat diberikan sekali sehari. Gabungan
sulfonilurea dengan pensensitif insulin adalah terapi obat yang paling sering digunakan untuk
pasien ini, absorbsi karbohidrat dapat diturunkan atau diperlambat dengan mengonsumsi
akarbosa preprandial, yaitu penghambat alfa glukosida yang bekerja pada usus halus dengan
menyekat pencernaan kompleks karbohidrat.5
Pasien-pasien dengan gejala diabetes mellitus tipe 2 dini dapat mempertahankan kadar
glukosa darah normal hanya dengan menjalankan rencana diet dan latihan fisik saja. Tetapi,
sebagai penyakit yang progresif, obat-obat oral hipoglikemik juga dianjurkan. Obat-obatan yang
digunakan adalah pensensitif insulin dan sulfoniurea.3 Dua tipe pensensitif yang tersedia adalah
metformin dan tiazolidinedion. Metformin yang merupakan suatu biguanid, dapat memberikan
sebagai terapi tunggal pertama dengan dosis 500 hingga 1700 mg/hari. Metformin menurunkan
prouksi glukosa hepatik, menurunkan absorbsi glukosa pada usus, dan meningkatkan kepekaan
insulin, khususnya di hati. Metformin tidak meningkatkan berat badan seperti insulin sehingga
biasa digunakan, khususnya pada pasien dengan obesitas. Asidosis laktat jarang terjadi namun
merupakan komplikasi yang serius, khususnya pada insufisiensi ginjal dan gagal jantung
kongestif. Sedangkan tiazolidinedion meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan
produksi glukosa hepatik.3

22
Efek obat-obatan ini kelihatannya menjadi perantara interaksi dengan proliferator
peroksisom reseptor inti yang mengaktifkan reseptor gamma (PPAR-gamma). Dua analog
tiazolidinedion, yaitu rosiglitazon dengan dua dosis 4 hingga 8 mg/hari dan pioglitazon dengan
dosis 30 hingga 45 mg/hari, dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau dikombinasikan dengan
metformin, sulfonilurea, atau insulin. Obat-obatan ini dapat menyebabkan retensi air dan tidak
dianjurkan untuk diberikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif.5
Bila kadar glukosa tidak dapat dikontrol secara optimal dengan menggunakan cara-cara
yang sudah dijelaskan, pasien-pasien diabetik tipe 2 dengan sisa sel-sel pulau Langerhans yang
masih berfungsi, merupakan calon yang tepat untuk menggunakan sulfonilurea. Obat-obat ini
merangsang fungsi sel beta dan meningkatkan sekresi insulin. Sebaliknya, pasien-pasien dengan
diabetes tipe 1 yang telah kehilangan kemampuannya untuk menyekresi insulin, pengobatan
dengan sulfonilurea menjadi tidak efektif. Efek potensial yang merugikan akibat penggunaan
agen-agen hipoglikemik oral. Namun, sulfonil urea generasi kedua menyebabkan sedikit retensi
air atau tidak ada sama sekali, yang merupakan masalah potensial dengan beberapa agen
generasi pertama. Dua bahan sulfonilurea yang paling sering digunakan adalah glipizid 2,5
hingga 40 mg/hari, dan gliburid 2,5 hingga 25 mg/hari. Gliburid memiliki waktu paruh yang
lebih lama dari pada glipizid, dan dosis total hariannya dapat diberikan sekali sehari. Gabungan
sulfonilurea dengan pensensitif insulin adalah terapi obat yang paling sering digunakan untuk
pasien ini, absorbsi karbohidrat dapat diturunkan atau diperlambat dengan mengonsumsi
akarbosa preprandial, yaitu penghambat alfa glukosida yang bekerja pada usus halus dengan
menyekat pencernaan kompleks karbohidrat.3,5
Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin
mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang dihubungkan dengan jembatan
disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien yang tidak
terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan obat-obat lain
bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara, misalnya selama kehamilan.
Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan.
Insulin merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme

Preventif
Mengingat jumlah pasien DM yang membengkak dan besarnya biaya perawatan pasien
DM yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang paling baik adalah

23
pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau
tahap, yaitu:1
Pencegahan primer. Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya
hiperglikemia pada individu yang beresiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.1
Pencegahan sekunder. Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes
penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien DM yang
sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian, dapat dilakukan upaya
untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel.1
Pencegahan tersier. Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat
komplikasi itu. Usaha ini meliputi mencegah timbulnya komplikas, mencegah progresi dari pada
komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ, serta mencegah kecacatan tubuh.1
Dalam menyelenggarakn upaya pencegahan ini diperlukan suatu strategi yang efisien dan
efektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal, yaitu pendekatan populasi atau masyarakat
serta pendekatan individu beresiko tinggi.1
Komplikasi8
Komplikasi diabetes mellitus meliputi:
1. Penyakit mikrovaskuler, termasuk retinopati, nefropati, dna neuropati

2. Displipidemia

3. Penyakit makrovaskuler, termasuk penyakit arteri koroner, arteri perifer, dan arteri serebri

4. Ketoasidosis diabetik

5. Sindrom hiperosmoler hiperglikemik nonketotik

6. Kenaikan berat badan yang berlebihan

7. Ulserasi kulit

8. Gagal ginjal kronis

Prognosis
Prognosis DM pada umumnya baik hanya butuh pengobatan seumur hidup dan menjaga
agar gula darah terkontrol dengan baik.

24
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah insulin
untuk metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk memanfaatkan secara
efisien. Seiring waktu, penurunan produksi insulin dan kadar glukosa darah meningkat.
Dalam patofisiologi diabetes melitus tipe 2, dimulai dengan gangguan fase earlypeak yang
menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase sekresi insulin dimulai 20 menit
setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak
mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal di mana tidak terjadi
hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. NIDDM ditandai dengan adanya kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Gambaran klini terjadinya DM tipe 2 ini yaitu melalui keluhan klasik seperti
penurunan berat badan, banyak kencing, banyak minum, banyak makan. adapun keluhan lain
yang terjadi yaitu gangguan saraf tepi / kesemutan, gatal / bisul, gangguan ereksi dan
keputihan. dalam menegakkan diagosis dm dapat dilakukan berdasarkan cara pelaksanaan
TTGO menurut WHO 1985.
Faktor risiko DM tipe 2 seperti genetik, usia, stres, minim gerak, pola makan yang
salah, dan obesitas. Pencegahannya dilakukan pada tiga level, yaitu primer berupa
penyuluhan pada faktor risiko; sekunder berupa diagnosis dini (skirning), pengobatan, dan
diet; tersier berupa tindakan rehabilitatif untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Adapun strategi penanggulangan DM yaitu primordial prevention, health promotion,
spesific protection, early diagnosis and prompt treatmen, disability limitation dan
rehabilitation. Tindakan penanggulangan iaalah pengendalian DM yang lebih diprioritaskan
pada pencegahan dini melalui upaya pencegahan faktor risiko DM seperti upaya promotif
dan preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Dan adapun faktor

25
penanggulangan Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu melalui Edukasi, Perencanaan Makan,
Aktivitas fisik dan Pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

26
1.Adhi , Bayu.T1, Rodiyatul F. S. dan Hermansyah,2011. An Early Detection Method of Type-2
Diabetes Mellitus in Public Hospital. Telkomnika, Vol.9, No.2, August 2011, pp. 287~294.

2. Tjeyan, Suryadi R.M, 2007.Risiko Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Kalangan Peminum
Kopi Di Kotamadya Palembang Tahun 2006-2007. Department Of Public Health And
Community Medicine, Medical Faculty, Sriwijaya University, Palembang 30126, Indonesia.
Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 2, Desember 2007: 54-60 Hal 54.

3. Shahab, Alwi,2006.Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus (Disarikan Dari


Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Di Indonesia : Perkeni 2006).Subbagian Endokrinologi
Metabolik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fk Unsri/ Rsmh Palembang, Palembang.

4. Indraswari, Wiwi.2010. Hubungan Indeks Glikemik Asupan Makanan Dengan Kadar Glukosa
Darah Pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe-2 Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Skripsi Sarjana. Program Studi Ilmu Gizi , Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Hasanuddin, Makassar.

5. Rakhmadany, dkk. 2010. Makalah Diabetes Melitus. Jakarta : Universitas Islam Negeri

6. Agustina, Tri ,2009.Gambaran Sikap Pasien Diabetes Melitus Di Poli Penyakit Dalam Rsud
Dr.Moewardi Surakarta Terhadap Kunjungan Ulang Konsultasi Gizi. KTI D3. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2006.h.1874-91.
8. Yaturu, S. Obesity and type 2 diabetes. Journal of DiabetesMellitus. 2011; 1(4);10-6.

27

Anda mungkin juga menyukai