Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

FAMILY HEALTH CARE PROJECT


PEREMPUAN USIA 22 TAHUN DENGAN DEMAM TYPHOID DISERTAI FAKTOR RISIKO STRES
KARENA SEDANG MENGERJAKAN TUGAS AKHIR MAHASISWA DAN PASIEN TINGGAL
BERJAUHAN DENGAN ORANGTUANYA

Periode : 28 September-11 Oktober 2020


Nama : Hanifah Ikhsani
NIM : 180070200011049

Pembimbing :
dr. Dewi Mustika, M.Biomed

DEPARTEMEN KEDOKTERAN KELUARGA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

OKTOBER 2020
LEMBAR PENGESAHAN

PEREMPUAN USIA 22 TAHUN DENGAN DEMAM TYPHOID DISERTAI FAKTOR


RISIKO STRES KARENA SEDANG MENGERJAKAN TUGAS AKHIR MAHASISWA
DAN PASIEN TINGGAL BERJAUHAN DENGAN ORANGTUANYA

Nama Disusun
: oleHanifah Ikhsani

NIM : 180070200011049

Malang, 11 Oktober 2020

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Dewi Mustika, M.Biomed


NIP/NIK: 198711152019032013
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

BAB 1

DESKRIPSI KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN

No. RM : 207/9/20

Nama Lengkap : Nn. Novia

Jenis Kelamin : Perempuan

TTL/Umur : Banjarbaru, 23 November 1997

Alamat : Jl. Kembang Kertas IV No. 2B Malang

No. Hp : 082254697928

Pendidikan Terakhir : Sarjana 1

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Suku : Kalimantan

Status : Belum menikah

Status Pembayaran : Umum

Tanggal Kunjungan : Kamis, 1 Oktober 2020

1.2 Anamnesis (Auto-Anamnesis)

1.2.1 Keluhan Utama :

Nyeri perut

1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut diseluruh bagian perut. Awalnya
nyeri perut berada di tengah dan menyebar nyerinya sampai ke belakang punggung.
Nyeri perut yang dirasakan pasien sudah 2 minggu yang lalu. Nyeri perut dirasakan
pasien seperti diremas-remas, tertusuk dan ngilu. Nyeri terus-terusan ada, tidak hilang
saat istirahat. Nyeri perut memberat 1 minggu setelahnya, nyeri perut diserta dengan
mual muntah, setiap pasien makan, makanan tersebut akan dimuntahkan dan pasien
akan mual. Muntah berisi makanan.

Seminggu bersamaan dengan keluhan nyeri perut, pasien mengeluh demam


muncul bersamaan dengan nyeri perut. Demam yang dirasakan pasien sampai
menggigil, demam tersebut muncul setiap sore menjelang malam. Saat pagi sampai
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

siang atau saat pasien sedang beraktivitas demam tidak muncul, namun saat istirahat
sore dan malam demam akan muncul. Demamnya tidak pernah turun sebelumnya.
Demam yang dirasakan pasien juga disertai dengan ngilu diseluruh badan. Saat
demam, tidak ada kemerahan pada kulit muka maupun badan pasien.

3 hari yang lalu pasien mengeluh BAB cair. BAB cair tidak disertai dengan
darah. BAB cair bisa 3x dalam sehari. Selama BAB cair pasien merasa sangat lemah.
Pasien masih dapat minum namun untuk makan pasien tidak bisa karena sering mual.

Pasien mengatakan selama seminggu ini, lidah pasien kotor dan terasa pahit.

1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

 2 tahun yang lalu, pasien pernah didiagnosis demam Typhoid dan di rawat inap
(dalam 2 tahun kemarin, sudah 2-3x kambuh dan masuk Rumah sakit)
 2 tahun yang lalu, pasien pernah di rawat inap dan masuk ICU RSUMM karena
Radang paru dan radang usus
 Pasien juga mengatakan semasa kuliah di Malang, pasien sering gatal-gatal saat
pagi dan malam hari saat udara dingin.
 Pasien juga mengatakan, memiliki gastritis yang terkadang kambuh

1.2.4 Riwayat Pengobatan

 Selama 2 minggu pasien merasakan nyeri perut, pasien minum obat maag
(promaag) dan pasien juga meminum obat untuk mengurangi gatal dan alergi
karena menurut pasien mungkin pasien sakit seperti ini karena udara dan
maagnya kambuh, setelah meminum obat tersebut tidak kunjung membaik dan
pasien memutuskan untuk ke klinik UB
 Rabu, 30 September 2020 pasien langsung datang ke klinik UB untuk
diperiksakan. Pasien melakukan pemeriksaan Laboratorium dan pasien datang
kembali besoknya untuk mengambil hasil laboratorium

1.2.5 Riwayat Keluarga (Family History)

Pasien merupakan anak ke-1 dari 3 bersaudara

Nama/ Jenis Hub dg Px Hidup/Meninggal Usia Riwayat


Inisial Kelamin Penyakit
Tn. G L Ayah Hidup 55 Kondisi baik
Tahun
Ny. H P Ibu Hidup 50 Tekanan darah
Tahun tinggi
Tn. D L Adik Hidup 20 Kondisi baik
Tahun
Tn. A L Adik Hidup 15 Kondisi baik
Tahun
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

1.2.6 Riwayat Reproduksi

 Menstruasi pertama : saat usia 12 tahun


 Riwayat Menstruasi : setiap bulan, dengan durasi 5-7 hari dan sering disertai
gejala Premenstruasi seperti nyeri perut, terakhir menstruasi 2 minggu yang lalu
tanggal 20 September 2020, pasien mengatakan belum pernah berhubungan
seksual

1.2.7 Riwayat Sosial (eksplorasi faktor risiko internal dan eksternal) :

 Pasien di Malang tinggal di rumah kostan yang isinya ada 10 orang mahasiswa
lainnya. Saat ini di kostan hanya tersisa 2 orang bersama temannya. Untuk
tempat kostan memiliki fasilitas dan ventilasi udara yang baik menurut pasien.
Kawasan tempat tinggal pasien ini kostan yang ada di dalam perumahan dan
tidak padat penduduuk
 Pasien mengatakan selama 2 tahun belakang saat kuliah, pasien memang
sering sakit.
 Selama pandemik pasien sempat pulang ke Kalimantan dan kembali ke Malang
untuk mengerjakan tugas akhir pasien, dan pasien harus berpisah dengan
keluarganya yang jauh di Kalimantan
 Pasien selama 1 bulan ini, mengalami stress dan sering begadang, tidur pagi
hari karena menyelasaikan tugas akhir karena saat ini pasien sudah semester 9
dan harus menyelesaikan tugas akhirnya. Pasien juga mengatakan lebih sering
telat makan
 Pasien mengaku tidak pernah jajan diluar sembarangan, pasien sering memesan
makanan melalui ojek online tapi selalu pasien pilih-pilih untuk makanannya.
Pasien juga terkadang masak sendiri makanan yang mudah untuk dimasak.
Pasien biasanya makan selalu 2 kali sehari. Saat sakit pasien sulit untuk
memakan buah maupun sayur-sayuran. Porsi makanan pasien kebanyakan
karbohidrat, namun seratnya kurang. Semasa sakit ini pasien hanya makan 1x
sehari, makanan yang dimakan masih bubur yang dimasak sendiri. Untuk
minum, selama sakit ini pasien mengatakan lebih banyak minum bisa lebih dari 2
liter dalam sehari
 Pasien mengatakan sering berolahraga seperti melakukan workout di kostan
atau pasien sering melakukan jogging di pagi hari
 Pasien memiliki hubungan yang baik dengan orangtuanya dan adik-adik maupun
keluarganya, dan pasien cukup terbuka kepada keluarganya. Pasien juga
memiliki hubungan yang baik dengan teman-teman kuliahnya
 Pasien mengatakan jarang meminum kopi maupun minum-minuman manis dan
berenergi

1.2.8 Review of system :


Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

 Kepala: Demam (+), pusing (-), sakit kepala (-), penurunan penglihatan ODS +/+,
mata Merah (-), mata cowong (-) batuk (-), bersin-bersin dipagi hari (-),
penurunan pendengaran(-)
 Leher: ruam (-), massa (-), nyeri telan (-), pembesaran KGB (-), pembesaran
tiroid (-) Thorax: Sesak (-), nyeri dada (-)
 Kulit : ruam (-), kulit kering (-)
 Abdomen: Nyeri perut (+), Sembelit (-), Gatal (-), mual (+), muntah (+)
 Punggung : pegal-pegal pada punggung pasien (+)
 Ekstremitas: Kesemutan (-), bengkak (-)
 BAB cair dalam 3 hari yang lalu
 BAK lancar dalam batas normal

1.2.9 Pemeriksaan Fisik :

 Status generalis :
- KU : Tampak sakit ringan, compos mentis
- TD : 90/70mmHg
- RR : 22x/menit
 Pemeriksaan fisik (head to toe)
- Kepala : dalam batas normal
- Mata : dalam batas normal, mata cowong (-)
- Paru : tidak dievaluasi
- Jantung : tidak dievaluasi
- Abdomen : nyeri tekan (+) di perut bawah kanan dan atas kiri menyebar
sampai punggung
- Kulit : turgor kembali cepat
- Ekstremitas : CRT > 2 detik, bengkak (-)
 Status gizi
- BB : 55 kg
- TB : 150 cm
- BMI : 24.4 (Normoweight)
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

1.2.10 Pemeriksaan Penunjang :

 Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di laboratorium Poliklinik UB pada


tanggal 30 September 2020

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


DARAH LENGKAP
Hb 12,9 11,5-16,0 g/dl
Leukosit 4500 4000-11.000/cmm
Hitung jenis -/-/-/75/19/6 1-2/0-1/3-5/54-62/25-33/3-7
Trombosit 364.000 150.000-450.000/cmm
Hematokrit 41,3 35-47%
Eritrosit 4,69 3,0-6,0 jt/cmm
MCV 88 79-97
MCH 27,5 26,5-33,5 pg
MCHC 31,3 31,5-35,0 pg
WIDAL
Salmonella Typhi O Positif, titer: 1/320 Negative
Salmonella Typhi H Positif, titer: 1/160 Negative
Salmonella Paratyphi A Positif, titer: 1/320 Negative
Salmonella Paratyphi B Positif, titer: 1/80 Negative

Pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap yang hasilnya


normal hanya saja ada peningkatan sedikit pada hitung jenis neutrophil,
peningkatan tersebut menandakan adanya infeksi bakteri.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan, pasien ini


mengarah pada demam tifoid yang akhirnya diperiksan untuk pemeriksaan widal,
bertujuan apakah ada infeksi bakteri Salmonella Typhoid pada pasien ini. Dari hasil
pemeriksaan widal titer ini menandakan positif adanya infeksi bakteri Salmonella
Typhoid namun tidak cukup tinggi dalam batas borderline. Pemeriksaan widal saat
ini kurang direkomendasikan karena banyaknya negative palsu, pemeriksaan yang
baik dilakukan bisa menggunakan IgM antigen O9 Salmonella thypi (Tubex-TF)®
karena keterbatasan alat dari klinik sehingga alat yang dipakai untuk pemeriksaan
penunjang menggunakan widal.
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

BAB II

FAMILY ASSESSMENT DAN MANDALA OF HEALTH

2.1 FAMILY ASSESSMENT

 Family genogram Nn. Novi, 22 tahun

Tn, M, 70th Ny. M, 65th

Tn. A, 54th Ny. R, 52th

Nn. A, 23th Nn. D, 18th


Tn. G, 55th Ny. H, 50th

Nn. N, 22thn Tn. D, 20thn Tn. A, 15thn

KETERANGAN SIMBOL

Pasien Meninggal

Hipertensi
Perempuan
Demam Tifoid
Laki-laki Tempat tinggal
Riwayat alergi
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

2.2 Bentuk Keluarga

 Nuclear family/ keluarga inti, karena pasien memiliki ibu, ayah beserta 2 saudara
kandung laki-laki

2.3 Tahap Keluarga

 Tahap V family with teenagers

2.4 Family APGAR

Hampir
Hampir Kadang-
tidak
Kriteria selalu kadang
pernah
(2) (1)
(0)
Saya merasa puas karena saya dapat meminta pertolongan
kepada keluarga saya ketika saya menghadapi permasalahan √
Saya merasa puas dengan cara keluarga saya membahas
berbagai hal dengan saya dan berbagi masalah dengan saya √
Saya merasa puas karena keluarga saya menerima dan
mendukung keinginan-keinginan saya untuk memulai √
kegiatan atau tujuan baru dalam hidup saya.
Saya merasa puas dengan cara keluarga saya
mengungkapkan kasih sayang dan menanggapi perasaan- √
perasaan saya, seperti kemarahan, kesedihan dan cinta.
Saya merasa puas dengan cara keluarga saya dan saya
berbagi waktu bersama. √
Skor Total 8 2

Family Apgar Score dari keluarga pasien = 8  termasuk dalam fungsi keluarga sangat fungsional

Skor: Intepretasi Skor:


Hampir selalu = 2 8-10 = Sangat fungsional
Kadang-kadang = 1 4-7 = Disfungsional sedang
Hampir tidak pernah = 0 0-3 = Disfungsional berat
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

2.5 Family SCREEM

Aspek SCREEM Patologis


Social Pasien sempat stress karena sedang mengerjakan tugas akhir yang harus
diselesaikan
Cultural
Religion
Education
Economic
Medical Pasien beranggapan jika nyeri perut pasien ini hanya sekedar gastritis pasien
yang sering kambuh, akhirnya diberikan antasida namun tidak kunjung
mereda
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

2.6 Mandala of Health

KULTUR

KOMUNITAS
Lifestyle :
Pasien sering begadang
Personal Behaviour
untuk mengerjakan skripsi
- pasien merasa
sakitnya hanya karena
gastritis pasien Psychosocio
Family :
kambuh, dan diobati economic
sendiri, baru ke klinik environment
Keluarga pasien berada
setelah 2 minggu
keluhan tidak hilang di Kalimantan
Karena tinggal jauh
sedangkan pasien di dengan keluarga
- pasien jarang makan
sayur dan buah Malang karena kuliah dan tidak bersama
keluarganya

Sickcare system : Perempuan berusia


22 tahun datang Work :
Pasien memiliki BPJS, tapi dengan keluhan
lebih sering menggunakan nyeri perut disertai Pasien masih mahasiswa
Umum demam, mual dan
muntah, 3 hari yang
lalu mengalami diare

Human biology
- Pasien memiliki Physical Environtment :
riwayat gastritis dan
Pasien bertempat tinggal
alergi udara dingin
di kostan yang berisikan
- Pasien dalam dua
10 kamar, sekarang
tahun terkena demam hanya berisi 2 mahasiswa
typoid selama 2-3x, (pasien dan temannya)
dan masuk ICU
karena radang usus

BIOSPHERE
BAB III
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

BAB III

Diagnosis Holistik dan Intervensi Komprehensif

3.1 Diagnosis Holistik

 Aksis 1 – Aspek Personal :


- Alasan Kedatagan : Nyeri perut disertai demam, mual muntah dan diare
- Persepsi : Pasien merasa nyeri perut dan dihubungkan dengan riwayat
penyakit pasien gastritis
- Harapan : Pasien berharap agar nyeri perut dan demam pasien
menghilang dan tidak dikeluhkan lagi
- Kekhawatiran : Pasien khawatir jika penyakitnya ini akan memperparah
sampai pasien harus dirawat inap
 Aksis 2 – Aspek Biomedis :
- Demam Thypoid
 Aksis 3 – Aspek Risiko Internal :
- Riwayat demam thypoid dalam 2 tahun terjadi 2-3 kali
- Riwayat dirawat inap dan masuk ICU karena radang usus dan radang
paru
- Pasien akhir-akhir ini sering bergadang dan tidur pada pagi hari karena
mengerjakan tugas akhir
- Pasien masih sering memesan makanan lewat ojek online dan pasien
jarang memakan sayur-sayuran dan buah-buahan
 Aksis 4 – Aspek Risiko Eksternal :
- Pasien tidak tinggal bersama kedua orangtuanya, yang membuat tidak
ada yang memperhatikan makannya
- Di kostan tempat pasien tinggal, hanya ada 2 mahasiswa (pasien dan
temannya). Tidak ada yang akan memperhatikan pola makan pasien
 Aksis 5 – Derajat Fungsional :

- Derajat 2: karena pasien mampu mandiri melakukan kegiatan sehari-hari,


dan mandiri untuk berobat/kontrol, namun pasien tidak seaktif biasanya
lebih banyak istirahat dan makan-makanan yang berkonsistensi cair
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

3.2 Analisis penegakan diagnosis :

 Demam Typhoid
- Definisi :
Demam tifoid adalah infeksi yang mengancam jiwa karena bakteri
Salmonella Typhi. Biasanya menyebar melalui minuman atau makanan yang
terkontaminasi. Sekali makan dan minum yang sudah terkontaminasi bakteri
Salmonella Typhi akan menyebar melalui aliran darah.1
Urbanisasi dan perubakan iklam atau cuaca berpotensi meningkatkan
terjadinya demam tifoid. Selain itu, meningkatnya resistensi terhadap
pengobatan antibiotik membuat tifus lebih mudah menyebar melalui populasi
yang terlalu padat penduduk di kota dan sistem air, sanitasi yang tidak
memadai. Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini
termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6
tahun 1962 mengenai wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan
penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga
dapat menimbulkan wabah. 1,2
Sebagian penderita demam tifoid kelak akan menjadi carrier, baik
sementara atau menahun. Kekambuhan yang ringan pada carrier demam tifoid,
terutama pada carrier jenis intestinal sukar diketahui karena gejala dan
keluhannya tidak jelas. 3

- Patogenesis :

Penyebab dari demam tifoid adalah Salmonella typhi dan Salmonella


paratyphi. Akan masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan atau minuman
yang terkontaminasi. Bakteri tersebut ditularkan melalui perantara lalat, dimana
lalat tersebut akan hinggap di makanan yang akan dikonsumsi oleh orang
sehat.2,4

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk ke dalam tubuh


manusia melalui makanan yang telah terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan
berkembang biak. Bila respon imun kurang baik maka kuman akan menembus
sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia
kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plaque peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar
getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang
terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan
bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. 4
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Gambar 1. Patofisiologi dari Salmonella Typhoid 2

- Faktor Risko :

Ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya demam


tifoid pada pasien, diantaranya: 5
1. Higiene personal yang kurang baik, terutama jarang mencuci tangan.
2. Higiene makanan dan minuman yang kurang baik, misalnya makanan
yang dicuci dengan air yang terkontaminasi, sayuran yang dipupuk
dengan tinja manusia, makanan yang tercemar debu atau sampah atau
dihinggapi lalat.
3. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
4. Adanya outbreak demam tifoid di sekitar tempat tinggal sehari-hari.
5. Adanya carrier tifoid di sekitar pasien.
6. Kondisi imunodefisiensi.

Pada pasien, faktor risiko yang ada berupa hygiene makanan dan
minuman yang kurang baik. Karena terkadang pasien sering memesan
makan-makanan melalui ojek online yang pasien anggap bersih namun ada
kemungkinan tidak bersih dari sanitasi dan kebersihannya.
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Faktor risiko gaya hidup pada Mahasiswa dengan Demam Tifoid :

Gaya hidup tidak langsung mempengaruhi pada faktor resiko demam


tifoid, tetapi pada kondisi imun seseorang. Bila respon imunitas humoral
mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel
(terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.6

Gaya hidup mengacu pada karakteristik penghuni suatu daerah di waktu


dan tempat khusus. Ini termasuk perilaku sehari-hari dan fungsi individu dalam
pekerjaan, aktivitas, kesenangan dan diet.6

Beberapa variable gaya hidup yang bisa mempengaruhi kesehatan


dapat dikategorikan kedalam hal-hal berikut :6

1. Diet dan Indeks Masa Tubuh (IMT) : Diet adalah faktor terbesar dalam gaya
hidup dan memiliki hubungan langsung dan positif dengan kesehatan. Pola
makan yang buruk dan konsekuensinya seperti obesitas adalah masalah
kesehatan umum di masyarakat perkotaan. Gaya hidup tidak sehat dapat
diukur dengan BMI.
2. Tidur : Salah satu dasar kehidupan sehat adalah tidur. Tidur tidak bisa
terlepas dari kehidupan. Gangguan tidur memiliki beberapa konsekuensi
sosial, psikologis, ekonomis dan sehat. Gaya hidup dapat berpengaruh
pada tidur dan tidur memiliki pengaruh yang jelas pada kesehatan mental
dan fisik
3. Olahraga : olahraga teratur bisa meningkatkan kekebalan tubuh dan efek
dopamine yaitu kebahagiaan yang juga mendukung kesehatan mental
4. Kebiasaan Seksual : Hubungan seks yang normal diperlukan dalam
kehidupan yang sehat. Disfungsi hubungan seks adalah masalah sebagian
besar masyarakat dan memiliki efek signifikan pada kesehatan mental dan
fisik.
5. Penyalahgunaan Zat dan Obat-obatan : Merokok dan menggunakan zat lain
dapat menyebabkan berbagai masalah; penyakit kardiovaskular, asma,
kanker, cedera otak. Sedangkan, contoh perilaku tidak sehat dalam
menggunakan obat adalah sebagai berikut: pengobatan sendiri, berbagi
pengobatan, menggunakan obat tanpa resep, meresepkan terlalu banyak
obat, meresepkan sejumlah besar masing-masing obat, obat yang tidak
perlu, tulisan tangan yang buruk dalam resep, mengabaikan obat yang
bertentangan, mengabaikan efek obat yang berbahaya, tidak menjelaskan
efek obat
6. Kedekatan dengan teknologi modern : Penyalahgunaan teknologi dapat
mengakibatkan konsekuensi yang tidak menyenangkan. Misalnya,
penggunaan komputer dan perangkat lain hingga tengah malam, dapat
berdampak pada pola tidur dan dapat mengganggu tidur. Kecanduan
menggunakan ponsel terkait dengan gejala depresi
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

7. Rekreasi : Waktu senggang adalah sub faktor gaya hidup. Mengabaikan


waktu luang dapat membawa konsekuensi negatif. Dengan perencanaan
yang tidak teratur dan waktu luang yang tidak sehat, orang membahayakan
kesehatan mereka.
8. Belajar : belajar dapat mencegah seseorang terkena Alzheimer.
Penularan demam tifoid ini melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi bakteri. Karena dalam perjalanannya, infeksi bakteri akan
lebih cepat dan optimal jika didukung gaya hidup yang kurang baik.6

Ada beberapa gaya hidup yang pasien jalani sebagai mahasiswa dengan
pengaruhnya keluhan yang dialami pasien sekarang, salah satunya adalah pola
tidur pasien, pasien mengatakan sering tidur pagi hari karena begadang
mengerjakan tugas akhir. Diet, pola makan pasien sebenarnya sudah cukup baik
dan juga pasien terkadang memasak. Tapi karena pasien tinggal di kostan dan
sibuk mengerjakan tugas akhir tidak jarang pasien memesan makanan dan
minuman melalui ojek online yang tidak tahu kebersihannya seperti apa.
Kedekatan pasien dengan gadget, selama 1 bulan ini pasien bisa
mengguankan gadget laptop hingga pagi hari karena semalaman mengerjakan
tugas akhir.

 Hubungan Respon Imun dan Stress dengan Tingkat Kekambuhan Demam Tifoid

Kekambuhan atau relaps dapat terjadi dalam waktu yang pendek pada
mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikan juga hanya
mengahasilkan kekebalan yang lemah. Kekambuhan akan terjadi semisal
pengobatan sebelumnya tidak adekuat, atau mungkin bukan kambuh tetapi
terkena infeksi yang baru. Kekambuhan dapat lebih ringan tetapi dapat
menimbulkan gejala lebih berat dari infeksi primer tersebut. 7
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penderita tifoid dapat kambuh,
diantaranya adalah7 :
a) Kemungkinan terjadinya kekambuhan ataupun terinfeksi dari tifoid biasanya
berhubungan dengan keadaan imunitas/daya tahan tubuh orang tersebut
sehingga dalam keadaan seperti itu kuman dapat meningkatkan aktivitasnya
kembali
Imunitas atau daya tahan tubuh merupakan respon tubuh terhadap bahan
asing. Respon imun yaitu reaksi yang dikoordinasi oleh sel-sel dan molekul-
molekul terhadap mikroba ataupun agen-agen yang lain. Sehingga bila
dalam kondisi imun yang menurun, pertahanan tubuh pun akan menurun
dan tubuh bisa mudah terserang penyakit kemudian sakit. Penekanan
fungsi sistem imun akan menyebabkan peningkatan kerentanan seseorang
terhadap terjadinya penyakit-penyakit infeksi. Daya tahan tubuh kita 80%
dibangun di usus, sehingga kesehatan pencernaan mendukung daya tahan
tubuh. Usus adalah bagian tubuh yang pertama terekspos oleh dunia luar
melalui makan yang dikonsumsi. Usus bukan hanya berfungsi untuk
penyerapan dan pencernaan makanan tetapi juga merupakan bagian dari
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

sistem imun terbesar dalam tubuh yang mengatasi antigen dan zat
berbahaya yang masuk.
b) Kebersihan perorangan yang kurang meskipun lingkungan umumnya sudah
baik
c) Konsumsi makanan dan minuman yang berisiko
d) Gaya hidup
e) Stress
Stres dipandang sebagai kondisi yang timbul ketika seseorang berhubungan
dengan situasi tertentu, dimana suatu ”permintaan” melebihi batas
kemampuan coping seseorang. Pada orang yang mengalami stres yang
mempunyai konsekuensi kondisi yang patologis akan mengganggu respon
imun. Penekanan fungsi sistem imun akan menyebabkan peningkatan
kerentanan seseorang terhadap terjadinya penyakit-penyakit infeksi.7

Pasien ini memiliki beberapa faktor yang mungkin menjadi faktor pemicu
dari kekambuhan demam tifoid, dimana pasien sebelumnya sekitar 2 tahun yang
lalu dalam 2-3 kali terjadi kekambuhan. Faktor yang pertama pada pasien ini
adalah stress berdasarkan anamnesis yang dilakukan pasien mengatakan bahwa
pasien sempat stress karena sedang mengerjakan tugas akhir, selain itu gaya
hidup pada pasien ini karena pasien sering tidur di pagi hari karena semalaman
begadang untuk mengerjakan tugas akhir. Selain itu, pasien juga merupakan anak
kostan yang jauh dari orangtua.

-Penegakan Diagnosis :

a) Anamnesis dan Manifestasi Klinis


Dalam menegakan diagnosis demam tifoid diperlukannya anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Dalam
anamnesis dapat ditemukan keluhan subjective yang dirasakan oleh
pasien, keluhan yang biasanya dikeluhkan pasien berupa5 :
- Demam turun naik terutama sore dan malam hari dengan pola intermiten
dan kenaikan suhu step-ladder. Demam tinggi dapat terjadi terus
menerus (demam kontinu) hingga minggu kedua.
- Sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan di area frontal
- Gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan meteorismus atau
diare, mual, muntah, nyeri abdomen dan BAB berdarah
- Gejala penyerta lain, seperti nyeri otot dan pegal-pegal, batuk, anoreksia,
insomnia
- Pada demam tifoid berat, dapat dijumpai penurunan kesadaran atau
kejang.

Pada Anamnesis yang dilakukan, terdapat keluhan subjective yang


dirasakan pasien berupa demam yang dirasakan pasien akan selalu muncul
pada sore menjelang malam hari, demam yang dirasakan pasien berlangsung
1 minggu. Adanya gangguan gangguan gastrointestinal, selama 1 minggu
pasien selalu merasa mual dan muntah, dan dalam 3 hari terakhir pasien
mengalami diare. Dan adanya gejala penyerta lain yang dirasakan pada
pasien berupa nyeri otot dan pegal-pegal yang bersamaan dengan keluhan
demam yang dirasakan oleh pasien.
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Manifestasi klinis demam tifoid pada anak tidak khas dan sangat
bervariasi, tetapi biasanya didapatkan trias tifoid, yaitu demam lebih dari 5 hari,
gangguan pada saluran cerna dan dapat disertai atau tanpa adanya gangguan
kesadaran, serta bradikardia relatif. Umumnya perjalanan penyakit ini
berlangsung dalam jangka waktu pendek dan jarang menetap lebih dari 2
minggu4.
Manifestasi klinis dari demam tifoid bervariasi dari gejala ringan seperti
demam, malaise, batuk kering serta rasa tidak nyaman ringan di perut. Faktor
tersebut antara lain durasi penyakit sebelum dimulainya terapi yang tepat,
pemilihan antimikroba, usia, paparan atau riwayat vaksinasi, virulensi strain
bakteri, jumlah inokulum tertelan, faktor host (misalnya jenis HLA, AIDS atau
imunosupresi lainnya) dan apakah individu mengkonsumsi obat lain seperti H2
blocker atau antasida untuk mengurangi asam lambung.4

Pada pasien, manifestasi klinis yang terdapat pada pasien terdapat 2


dari TRIAS tifoid ini berupa demam lebih dari 5 hari dan gangguan pada
saluran cerna. Gejala yang ada pada pasien masih dalam kategori, gejala
ringan karena terdapat manifestasi klinis demam, malaise, dan rasa tidak
nyaman ringan di perut.

b) Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat


demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore
hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih
jelas berupa demam, bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah
peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per
menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah
serla tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan
mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.
Roseolae jarangditemukan pada orang Indonesia.2

Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut5


1. Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berupa apatis dengan
kesadaran seperti berkabut. Bila klinis berat, pasien dapat menjadi
somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis (organic
brain syndrome).
2. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.
3. Nyeri perut dengan tanda-tanda akut abdomen

Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien berupa demam


meningkat perlahan pada sore menjelang malam hari, pasien
mengatakan lidah yang kotor, dan pada pemeriksaan abdomen didapatkan
nyeri terutama pada region epigastrik
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

c) Pemeriksaan penunjang
Sampai saat ini, baku emas diagnosis demam tifoid adalah
pemeriksaan biakan empedu walaupun hanya 40%-60% kasus biakan
positif, terutama pada awal perjalanan penyakit. Biakan spesimen tinja
dan urin menjadi positif setelah akhir minggu pertama infeksi, namun
sensitivitasnya lebih rendah. Di negara yang berkembang, ketersediaan
dan penggunaan/pemakaian antibiotik secara luas, menyebabkan
sensitivitas untuk biakan darah menjadi rendah. Biakan sumsum tulang
lebih sensitif, namun sulit dilakukan dalam praktek, invasif, dan kurang
digunakan untuk kesehatan masyarakat. 4

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakan


diagnosis pada demam tifoid berupa :2,5

1. Darah perifer lengkap beserta hitung jenis leukosis


Dapat menunjukkan: leukopenia / leukositosis / jumlah leukosit
normal, limfositosis relatif, monositosis, trombositopenia (biasanya
ringan), anemia. Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap
sering ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal
atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa diserlai
infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan
trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi
aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid
dapat meningkat.2

2. Serologi

a. IgM antigen O9 Salmonella thypi (Tubex-TF)®


 Hanya dapat mendeteksi antibody IgM Salmonella typhi
 Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam
b. Enzyme Immunoassay test (Typhidot®)
 Dapat mendeteksi IgM dan IgG Salmonella typhi
 Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam
c. Tes Widal tidak direkomendasi
 Dilakukan setelah demam berlangsung 7 hari.
 Interpretasi hasil positif bila titer aglutinin O minimal 1/320 atau terdapat
kenaikan titer hingga 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan
interval 5 – 7 hari.
 Hasil pemeriksaan Widal positif palsu sering terjadi oleh karena reaksi
silang dengan non-typhoidal Salmonella, enterobacteriaceae, daerah
endemis infeksi dengue dan malaria, riwayat imunisasi tifoid dan
preparat antigen komersial yang bervariasi dan standaridisasi kurang
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

baik. Oleh karena itu, pemeriksaan Widal tidak direkomendasi jika


hanya dari 1 kali pemeriksaan serum akut karena terjadinya positif
palsu tinggi yang dapat mengakibatkan over-diagnosis dan over-
treatment.
Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita tersangka demam tifoid yaitu:
a). Aglutinin O (dari tubuh kuman), b). Aglutinin H (flagella kuman), dan
c). AglutininM (simpaikuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya
aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid.
Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi bakteri
ini.
 Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama
demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase
akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H.
Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai
setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-
12 bulan. Oleh karena itu uji Widal bukan untuk menentukan
kesembuhan penyakit.

3. Kultur Salmonella typhi (gold standard)

Dapat dilakukan pada spesimen:


 Darah : Pada minggu pertama sampai akhir minggu ke-2 sakit, saat
demam tinggi
 Feses : Pada minggu kedua sakit
 Urin : Pada minggu kedua atau ketiga sakit
 Cairan empedu : Pada stadium lanjut penyakit, untuk mendeteksi
carrier typhoid

4. Pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi klinis, misalnya:


SGOT/SGPT, kadar lipase dan amilase

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pasien berupa pemeriksaan


darah tepi yang lengkap, namun pada pasien tidak ditemukan adanya
leukopenia, leukositosis, trombositopenia, limfositosis maupun monositosis.
Selain itu, pasien melakukan pemeriksaan widal. Dalam pemeriksaan
widal ini menunjukan titer positif pada Salmonella Typhi O, Salmonella Typhi
H. pada pemeriksaan widal ini menunjukan jika pasien ini memang terinfeksi
bakteri Salmonella Typhi. Pemeriksaan widal sudah tidak direkomendasikan
kembali karena sering kali terjadi positif palsu, seharusnya bisa menggunakan
IgM antigen O9 Salmonella thypi (Tubex-TF)® tetapi karena keterbatasan alat
pemeriksaan pasien hanya dilakukan pemeriksaan widal. Untuk standar baku
emasnya juga menggunakan kultur bakteri Salmonella Typhi, karena tidak ada
dan cenderung lama jadi tidak dilakukan pemeriksaan kultur bakteri.
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Penegakan Diagnosis (Assessment)5

- Suspek demam tifoid (Suspect case)


Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam,
gangguan saluran cerna dan petanda gangguan kesadaran. Diagnosis
suspek tifoid hanya dibuat pada pelayanan kesehatan primer.
- Demam tifoid klinis (Probable case)
Suspek demam tifoid didukung dengan gambaran laboratorium
yang menunjukkan tifoid.

Dalam menegakan diagnosis demam tifoid ini, pasien sudah masuk dalam
demam tifoid klinis (Probable case) dikarenakan sudah didukung dengan
gambaran laboratorium berupa pemeriksaan widal pada pasien yang menunjukan
titer positif.

- Penatalaksanaan :
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid,
yaitu: 2

Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan


mempercepat penyembuhan
Pengobatan simtomatik dan suportif, dengan tujuan mengembalikan
rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.
Istirahat dan perawatan. Tirah baring dan perawatan profesional
bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan
sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil,
dan buang air besar akan membanfu dan mempercepat masa
penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat
Diet dan terapi penunjang. Diet merupakan hal yang cukup penting
dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan
yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan
semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Di masa
lampaupenderita demamtifoid diberi diet bubur saring, kemudian
ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang
perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan
pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari
komplikasi perdarahan saluran cerrla atav perforasi usus. Hal ini
disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa
peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran


yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
Pemberian antimikroba. dengan tujuan menghentikan dan mencegah
penyebaran kuman. Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk
mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut:
Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini
pertama untuk demam tifoid adalah Kloramfenikol, Ampisilin atau
Amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil), atau
Trimetroprim-sulfametoxazole (Kotrimoksazol). Bila pemberian salah
satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan
antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Seftriakson, Sefiksim,
Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai
mengganggu pertumbuhan tulang). 2,5

1. Kloramfenikol. Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat


pilihan utama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang
diberikan adalah 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per
oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.
Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis
ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.
Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam
rata-rata 1,2 hari.

2. Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid


hampir sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi
hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih
rendah dibandrngkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol
adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5
sampai ke-6. .

3. Kotrimoksazol. Efektivitas obat ini dilaporkan hamper sama


dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah2 x2
tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg
trimetoprim) diberikan selama 2 mmggu.

4. Ampisilin dan amoksisilin. Kemampuan obat ini untuk menurunkan


demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis
yang dianjurkan berkisar antara 50- 150 mg,&gBB dan digunakan
selama 2 minggu.

5. Sefalosporin Generasi Ketiga. Hingga saat ini golongan


sefalosporin generasi ke-3 yang terbukti efektif untuk demam tifoid
adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah antara3-4
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

gramdalam dekstrosa 100 cc diberikan selama setengah jam


perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.

6. Golongan Fluorokuinolon. Golongan ini beberapajenis bahan


sediaan dan aturan pemberiannya :
- Norfloksa-sin dosis 2x400 mglhari selama 14 hari
- Siprofloksasiri dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
- Ofloksasin dosis 2x400 mglhari selama 7 hari
- Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
- Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

7. Azitromisin, Jika dibandingkan dengan ceftriakson, penggunaan


azitromisin dapat mengurangi angka relaps. Azitromisin mampu
menghasilkan konsentrasi dalarn jaringan yang tinggi walaupun
konsentrasi dolam darah cenderung rendah. Antibiotika akan
terkonsentrasi di dalam sel, sehingga antibiotika ini menjadi ideal
untuk digunakan dalam pengobatan infeksi oleh S. typhi yang
merupakan kuman intraselular. Keuntungan lain adalah
azitromisin tersedia dalam benfuk sediaan oral maupun suntikan
intravena
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Gambar 2. Gambar ini merupakan tabel pemberian antibiotika untuk pasien dengan demam tifoid5

Rencana Tindak Lanjut5


1. Bila pasien dirawat di rumah, dokter atau perawat dapat melakukan
kunjungan follow up setiap hari setelah dimulainya tatalaksana.
2. Respon klinis terhadap antibiotik dinilai setelah penggunaannya selama 1
minggu.

Indikasi Perawatan di Rumah 5


a. Gejala klinis ringan, tidak ada tanda-tanda komplikasi atau komorbid yang
membahayakan.
b. Kesadaran baik.
c. Dapat makan serta minum dengan baik.
d. Keluarga cukup mengerti cara-cara merawat dan tanda-tanda bahaya yang
akan timbul dari tifoid.
e. Rumah tangga pasien memiliki dan melaksanakan sistem pembuangan
eksreta (feses, urin, cairan muntah) yang memenuhi persyaratan kesehatan.
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

f. Keluarga pasien mampu menjalani rencana tatalaksana dengan baik

Pada pasien sendiri, tatalaksana yang dilakukan berupa istirahat dan perawatan
di rumah, terapi simtomatik dan suportif pada pasien ini diberikan obat attapulgite, PPI
(Proton pump inhibitor), antipyretic dan antispasmodic atau antiemetik ketiga obat tersebut
merupakan obat simtomatik yang diberikan untuk keluhan nyeri perut, diare dan demam
yang terjadi pada pasien. Untuk diet pasien, pasien sudah melakukan dengan benar
karena pasien saat sakit hanya memakan makanan berkonsistensi cair untuk menghindari
komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada
pendapat bahwa usus harus diistirahatkan.
Pada pasien ini, diberikan antibiotik. Antibiotic yang diberikan adalah cefadroxil.
Cefadroxil merupakan sephalosporin generasi pertama yang biasanya diberikan untuk
pasien faringitis atau infeksi bakteri Gram positif seperti Streptococcus pyogenes.6
Pemberian antibiotic pada pasien ini nampaknya kurang tepat, karena demam typhoid
ini penyebabnya adalah bakteri Salmonella Typhoid yaitu bakteri Gram negative.
(pemekaian pengobatan yang benar apa). Antibiotic yang seharusnya diberikan adalah
kloramfenikol sebagai lini pertama dengan dosis 4x500mg selama 14 hari.
Pada pasien memiliki indikasi untuk melakukan perawatan di rumah, karena pasien
memiliki klinis yang ringan, kesadaran baik, karena pasien sebelumnya pernah mengalami
sakit demam typoid pasien mengetahui tatalaksana yang tepat.

3.3 Intervensi Komprehensif (mencantumkan referensi dan literature)

3.3.1 Patient centered


Aksis 1 :
 Menjelaskan kepada pasien mengenai demam tifoid itu apa dan
penyebab dari demam tifoid merupakan bakteri yang dapat ditemukan di
makanan yang terkontaminasi1
 Menjelaskan gejala yang dapat ditimbulkan jika terinfeksi bakteri tersebut,
diantaranya ada gejala ringan seperti demam, lemas, nyeri perut, diare
dan mual muntah2
 Menjelaskan pada pasien jika penyakit ini sifatnya infeksi dan dapat
menularkan dari satu manusia dan lainnya. Oleh sebab itu ke-hygiene-
tasan pada pasien perlu ditingkatkan4
 Menjelaskan juga kepada pasien jika penyakit ini dapat kambuh, apalagi
bakteri ini bisa berdiam diri di dalam tubuh dan akan menginfeksi kembali
jika imunitas pasien turun8
 Menjelaskan kepada pasien, jika memang penyakit ini lebih banyak
menimbulkan gejala yang ringan tetapi tidak memungkinan jika penyakit
ini memiliki gejala yang berat jika tidak ditangani dengan baik8
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

 Menjelaskan kepada pasien tidak perlu khawatir berlebihan cukup


dipatuhi dengan cara menjaga kebersihan tempat tinggal, menjaga
makanan dan minuman yang dipilih serta menjaga pikiran agar tidak
stress
Aksis 2 :
 Menyarankan pasien untuk banyak istirahat terlebih dahulu, kurangi
begadang dan tidur hingga pagi hari karena akan menurunkan imunitas
pada pasien2
 Memberitahukan kepada pasien untuk memakan makanan yang lembek
terlebih dahulu untuk mengistirahatkan usus halus, dan setidaknya ada
makanan yang masuk2
 Memberikan obat simtomatik seperti antipiretik Paracetamol 3x500mg
untuk mengurangi demam yang dirasa oleh pasien2
 Memberikan antispasmodic atau antiemetic pada pasien, untuk
mengurangi keluhan sakit,kram perut dan mual muntah yang dirasakan
oleh pasien. Antiemetik diberikan kepada penderita demam tifoid untuk
mengurangi jumlah cairan yang keluar akibat gangguan pada lambung
dan usus. Antiemetik bekerja secara lokal dan sentral, secara lokal
mengurangi reflex muntah dengan mekanisme kerja mengurangi respon
terhadap stimulus yang dikirim ke medula guna memicu terjadinya
muntah dan dapat secara sentral dengan cara menghambat CTZ secara
langsung dan menekan pusat muntah. Pemberian antiemetic bertujuan
agar kondisi pasien tidak lemas yang disebabkan kurangnya asupan
makanan dan minuman karena mual. 10
 Memberikan obat simtomatik attapulgite 3x600mg sebelum atau sesudah
makan, pemberian obat ini untuk mengurangi diare yang dirasakan oleh
pasien. Diare karena bakteri sering disebabkan karena Salmonella
Thypi, pemberian attapulgite merupakan golongan adsorbent yang tidak
diserap tetapi dapat mengikat air, sehingga air difese akan berkurang
dan konsistensi feses menjadi normal.11 Dimana keluhan pasien ini
sempat feses dengan konsistensi cair. Selain itu, attapulgite dapat
menyerap racun, bakteri, virus dan baik sebagai barrier pada epitel usus,
tetapi banyak efek tersebut diabaikan pada usus orang dewasa pada
dosis tertentu.11 Mungkin pasien dapat menghentikan pemakaian jika
sudah tidak ada gejala diare.
 Memberikan antibiotik Kloramfenikol dengan dosis 4x500mg selama 10
hari. Obat ini sering digunakan dan telah lama dikenal efektif untuk
demam tifoid. Kloramfenikol antibiotic lini pertama dan juga ampicillin
atau amoxicillin dan trimetroprim-sulfametoksazol. Jika pemberian
antibiotic lini pertama tidak efektif dapat diganti lini kedua yaitu,
seftriakson, cefixim dan quinolone. Kombinasi 2 antibiotik atau lebih
diindikasikan hanya pada keadaan tefientu saja antara lain toksik tifoid,
peritonitis atau perforasi, serta syok septik, yang pernah terbukti
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

ditemukan 2 rtacam organisme dalam kultur darah selain kuman


Salmonella.2,5
Aksis 3 :
 Karena pasien memiliki riwayat pernah demam tifoid sebelumnya, sebisa
mungkin pasien harus lebih menjaga makanan dan minuman yang
dikonsumsi dan mengurangi membeli makanan dan minuman melalui
ojek online karena kita tidak mengetahui kebersihannya
 Menyarankan pasien untuk lebih sering memasak saja, jika kecapaian
dan masih lemas untuk memasak pasien bisa meminta tolong kepada
temannya yang satu kostan dengannya
 Demam tifoid yang terjadi pada pasien, kemungkinan bisa karena
kekambuhan atau infeksi baru kembali yang muncul, faktor kekambuhan
bisa karena stress, gaya hidup yang dapat menurunkan imunitas pasien.
Meminta pasien agar tetap istirahat, tidak begadang atau tidur pagi hari,
dan mencegah stress dengan cara menceritakan tentang keluh
kesahnya saat sedang mengerjakan tugas akhir kepada teman
dekatnya, atau keluarganya
Aksis 4 :
 Pasien juga harus tetap terbuka kepada orangtuanya yang di luar
Malang agar orangtuanya mengetahui apa yang dilakukan pasien
selama sedang sakit ini, dan juga membuat pasien merasa tidak
sendirian ketika sedang sakit
 Mengedukasi keluarga pasien untuk turut membantu dalam pengobatan
pasien
 Dapat memberikan pengertian kepada teman kostan yang tinggal
bersama pasien agar dapat mengontrol makanan yang pasien makan
Aksis 5 :
 Menjelaskan kepada pasien bahwa demam tifoid ini merupakan penyakit
infeksi bakteri yang mengkontaminasi makanan dan minuman, tetapi
penyakit ini bisa diobati jika pasien patuh tetap istirahat, menjaga
makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh pasien, menjaga
kebersihan di kostan maupun tempat tidur agar keluhan yang dirasakan
pasien segera berkurang dan tidak memunculkan komplikasi yang parah
pada pasien serta tingkat fungsional pasien dapat meningkat

3.3.2 Family Focused


- Mengedukasi kepada keluarga pasien mengenai keluhan yang dirasakan
pasien saat ini, menjelaskan berbagai faktor pencetus yang terjadi pada
keluhan pasien
- Keluarga yang jauh dari pasien harus tetap selalu berkomunikasi
mengenai kondisi pasien, dan selalu memonitoring keluhan yang terjadi.
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Komunikasi harus tetap dilakukan dari keluarga agar pasien merasa tidak
merasa sendirian walaupun tinggal berjauhan dengan keluarganya

3.3.3 Community oriented


- Melakukan konseling atau edukasi kepada pasien, keluarga pasien
maupun masyarakat sekitar dalam menangani pencegahan dan
pengendalian demam tifoid. Karena demam tifoid ini merupakan penyakit
infeksi bakteri yang dimana dapat ditangani dari mulai pencegahan dan
pengendalian
- Melakukan edukasi mengenai perbaikan sanitasi lingkungan agar tetap
bersih seperti pembuangan limbah masyarakat, limbah yang ada di
kostan
- Melakukan edukasi mengenai hygiene makanan dan minuman, seperti
memasak sayur-sayuran dicuci terlebih dahulu dengan baik. Mengurangi
pembelian makanan atau jajanan diluar yang tidak kita ketahui mengenai
kebersihannya
- Melakukan edukasi hygiene perorangan, seperti selalu mencuci tangan
dengan baik dan benar, mencuci tangan sebelum pasien makan dan
minum, sesudah makan dan minum juga melakukan cuci tangan, setelah
memegang barang atau setelah keluar rumah untuk melakukan cuci
tangan
BAB IV
Follow Up Pasien

Hasil Follow up daring melalui chat whatsapp

No Waktu (Hari, tanggal) Keluhan Hasil Temuan Saran Intervensi


1. Sabtu, 3 Oktober 2020 - Pasien mengeluhkan - Keluhan demam yang - Jika pasien bisa
pukul 12.00 nyeri perut sudah ada pasien rasakan beristirahat di
Komunikasi dengan tetapi sudah tidak mungkin karena pasien kostan, sebaiknya
pasien menyebar ke istirahat yang kurang istirahat yang
punggung, untuk mual, - Pasien saat ini sudah cukup di kostan
muntah dan diare yang tidak mengkonsumsi - Jika demamnya
sempat pasien bubur lagi karena masih terus muncul
keluhkan sudah tidak sudah bosan, pasien pasien dapat
ada. mengganti meminum obat
- Pasien mengatakan makanannya paracetamol
demamnya terkadang menggunakan salad. 3x500mg setiap
muncul pada sore Pasien masih belum muncul demam
menjelang malam hari bisa memakan nasi - Salad itu makanan
namun sudah tidak atau makanan yang yang tinggi serat
separah kemarin, tetapi padat akan memperberat
pasien tidak sistem pencernaan
merasakan demam pasien yang
karena pasien sering sedang sakit,
beraktivitas diluar sebaiknya jika
kostan saat sore dan pasien mulai bosan
malam hari memakan bubur
- Pasien mengatakan dapat diganti
dada terasa berdebar- menggunakan nasi
debaar setelah tim, kentang rebus
meminum obat PPI dan sayuran
(proton pump inhibitor) berkuah
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

dan attapulgite,
berdebar-debar
berlangsung selama 1
jam
Departemen Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO (world health organization). 31 Januari 2018. Typoid Fever.


https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/typhoid diakses pada Jumat, 2
Oktober 2020.
2. Setiati S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam-Penyakit Infeksi Tropis. Edisi ke-enam
Jilid I. 2014
3. Afifah NR, Pawenang ET. Kejadian Demam Tifoid pada Usia 15-44 Tahun. HIGEIA
(Journal of Public Health Research and Development). 2019 May 2;3(2):263-73.
4. Rahmat W, Akune K, Sabir M. Demam Tifoid dengan Komplikasi Sepsis: Pengertian,
Epidemiologi, Patogenesis, dan Sebuah Laporan Kasus. JURNAL MEDICAL
PROFESSION.;1(3):220-5.
5. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, 2014. Panduan Praktik Klinis (PPK) Bagi
Dokter di Fasyankes Primer, Jakarta.
6. Aslami F. Faktor Yang Mempengaruhi Demam Tifoid Ditinjau Dari Gaya Hidup Pada
Mahasiswa. 2019
7. Hudi RI, Ranti I. The Rationality of Antibiotic Use on Patients of Typhoid Fever. Mutiara
Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2020 Jan 30;20(1):1-5.
8. Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi. Edisi III-2018. RSUD dr.
Syaiful Anwar Malang.
9. Hudi RI, Ranti I. The Rationality of Antibiotic Use on Patients of Typhoid Fever. Mutiara
Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2020 Jan 30;20(1):1-5.
10. Wardhani HS, Surdijati S, Hasmono D. Studi penggunaan antiemetik pada pasien
demam tifoid rawat inap di RSUD Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Farmasi Sains dan
Terapan. 2019 Oct 14;4(1):25-9
11. Sari CP, Indriani HY, Febrianti Y. Treatment Response of Diarrhea Specific Inpatients at
Private Hospital Banten Province Respon Pengobatan Pada Pasien Diare Spesifik
Rawat Inap di Rumah Sakit Swasta Provinsi Banten.

Anda mungkin juga menyukai