Anda di halaman 1dari 41

TUMOR OTAK METASTASIS

FASIHAH IRFANI FITRI


NIP : 198307212008012007

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
Daftar Isi ……………………………………………………….…………………......i
Daftar Gambar………………………………………………..........………………… ii
Daftar Tabel..................................................................................................................iii
I. Pendahuluan ………...……………..…………...……………...……………..…...1
I.1. Latar Belakang ………...……………..…………...……………...……….............1
I.2.Tujuan ………...……………..…………...……………...……………..….............1
I.3. Manfaat………...……………..…………...……………...……………..…...........1
II. Laporan kasus………………………......……….……………………………..…..2
II.1. Identitas.................................................................................................................2
II.2. Anamnesis..............................................................................................................2
II.3. Pemeriksaan Fisik..................................................................................................2
II.4. Pemeriksaan Neurologis........................................................................................3
II.5. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................4
II.6. Diagnosis ...............................................................................................................4
II.7. Penatalaksanaan.....................................................................................................5
II.8. Operasi...................................................................................................................5
II.9. Kesimpulan.............................................................................................................5
II.10. Diagnosis akhir.....................................................................................................6
II.11. Prognosis..............................................................................................................6
III. Tinjauan Pustaka …………….………………………………………………..…..7
III.1. Definisi .................................................................................................................7
III.2. Epidemiologi. .......................................................................................................7
IIII.3. Patofisiologi.........................................................................................................8
III.4. Gambaran Klinis.................................................................................................15
III.5. Prosedur Diagnostik............................................................................................15
III.6. Diagnosis Banding..............................................................................................16
III.7. Penatalaksanaan..................................................................................................17
Daftar Pustaka …….………………………………………...…………………......31
Lampiran…………………………..………………………………………………....32

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Patofisiologi Tumor Otak Metastasis 9
Gambar 2. Gambaran CT scan 16
Gambar 3. Gambaran MRI 16
Gambar 4. Algoritme Diagnostik Multiple Enhancing Lesions 18
Gambar 5. Langkah pendekatan nyeri kanker 21
Gambar 6. Algoritme Penatalaksanaan Single Metastasis 27
Gambar 7. Algoritme Penatalaksanaan Oligometastasis 27
Gambar 8. Algoritme Penatalaksanaan Multiple Metastasis 28
Gambar 9. Algoritme Penatalaksanaan Recurrent Metastasis 29

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Jenis Tumor Primer pada Metastasis Otak 7
Tabel 2. Langkah-langkah Metastasis 10
Tabel 3. Penyebab Multiple Enhancing Lesions 17
Tabel 4. Diagnosis Banding Multiple Enhancing Lesions 17
Tabel 5. Obat Anti Epilepsi pada Tumor Otak Metastasis 19
Tabel 6. Analgetik Non Opioid 21
Tabel 7. Opioid Potensi Rendah 22
Tabel 8. Opioid Potensi Tinggi 22
Tabel 9. Faktor Pertimbangan Keputusan Operasi 23
Tabel 10. Tindakan Bedah vs Radiosurgery 25

Universitas Sumatera Utara


I. PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Tumor otak metastasis merupakan lesi otak yang cukup sering dijumpai.1-3 Metastasis
ke otak merupakan komplikasi sistemik kanker yang paling ditakuti dan merupakan tumor
intrakranial yang paling umum pada orang dewasa.4 Sekitar 15-20% pasien kanker akan
didiagnosis dengan tumor otak metastasis. Insiden dari tumor ini diperkirakan 4.1-11.1 per
100.000 populasi/tahun. Insiden tumor otak metastasis meningkat sejalan dengan semakin
majunya terapi sistemik yang memperpanjang angka harapan hidup, semakin banyaknya
populasi lanjut usia, meningkatnya insiden kanker paru dan melanoma dan kemampuan MRI
dalam mendeteksi metastasis berukuran kecil.1,5,6 Pada orang dewasa, sumber metastasis
utama adalah kanker paru, payudara dan melanoma.Metastasis ke parenkim otak merupakan
bentuk keterlibatan SSP yang tersering dari kanker sistemik. Penyebaran terutama secara
hematogen. Selain itu penyebaran ke parenkim bisa juga terjadi sebagai akibat perluasan dari
metastasis tulang yang berdekatan. Metastasis cenderung berada di gray-white matter junction
karena pada daerah ini pembuluh darah berubah ukuran sehingga emboli metastatik dapat
terperangkap.1,3 Penatalaksanaan tumor otak metastasis hingga saat ini masih terus menjadi
tantangan karena asal metastasis otak yang sangat beragam dan waktu survival yang relatif
singkat. 5

I.2. TUJUAN
Laporan kasus ini membahas tentang definisi, epidemiologi, patofisiologi, gambaran
klinis dan penatalaksanaan kasus tumor otak metastasis.

I.3. MANFAAT
Dengan adanya laporan kasus ini dapat lebih meningkatkan pemahaman tentang
tumor otak metastasis.

Universitas Sumatera Utara


II. LAPORAN KASUS
II.1 IDENTITAS
Seorang laki-laki (S), 50 tahun, suku Jawa, menikah, masuk ke RS Adam Malik pada
tanggal 22 Juni 2011 dengan keluhan utama penurunan kesadaran.

II.2 ANAMNESE
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Telaah : Hal ini dialami OS sejak 7 hari sebelum masuk RS, berlangsung perlahan-
lahan dan semakin memberat dalam 1 hari sebelum MRS, diawali dengan OS bicara ngawur
hingga akhirnya OS tidak dapat berkomunikasi. Sebelumnya OS sering mengeluhkan nyeri
kepala sejak 5 bulan sebelum masuk RS, berdenyut seluruh kepala yang semakin lama
semakin memberat, dan tidak hilang dengan obat penghilang nyeri. Saat itu OS didiagnosis
dengan tumor paru kanan dengan metastasis otak dan tidak dilakukan tindakan pengobatan
baik berupa tindakan bedah, penyinaran (radiasi) maupun kemoterapi. Riwayat muntah tidak
dijumpai. Riwayat kejang tidak dijumpai. Batuk tidak dijumpai. Riwayat merokok dijumpai
sejak 30 tahun yang lalu.
RPT : tidak jelas
RPO : tidak jelas

II.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Praesens
Sensorium : GCS 11 (E4M5V2)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 108 x/menit, reguler
Pernafasan : 24 x/menit
Temperatur : 36,8 C
Kepala : Normosefalik
Thoraks : Simetris
Jantung : Bunyi Jantung normal, desah (-)
Paru : SP : vesikuler melemah lapangan tengah paru kanan
ST : ronki basah lapangan atas paru kanan dan lapangan atas s.d
tengah paru kiri
Abdomen : Soepel, peristaltik normal
Hepar/ Lien : Tidak teraba

Universitas Sumatera Utara


Kolumna Vertebralis : Dalam batas normal
Leher/Aksilla/Inguinal : Dalam batas normal

II.4. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS


Sensorium : GCS 11 (E4M5V2)
Tanda perangsangan meningeal : Tidak dijumpai
Tanda Peningkatan TIK : Nyeri kepala (?), muntah (-), kejang (-)
NERVUS KRANIALIS
NI : Sulit dinilai
N II, III : RC (+/+), pupil isokor, Ø = 3mm
Funduskopi
Optik disc kanan kiri
- Warna merah gelap merah gelap
- Batas tidak jelas tidak jelas
- Ekskavasio cembung cembung
Pembuluh Darah
- Pulsasi (-) (-)
- A/V 2/4 2/4
Retina
- Perdarahan (-) (-)
Kesan : Papil Edema
N III,IV,VI : sulit dinilai
NV : Reflek kornea (+)
N VII : Sudut mulut simetris
N IX,X : Reflek muntah (+)
N XII : Lidah istirahat medial
Sistem Motorik
Trofi : Normotrofi
Tonus : Normotonus
Kekuatan otot : Sulit dinilai, kesan lateralisasi tidak dijumpai
Reflek Fisiologis Kanan Kiri
Biceps/ Triceps +/+ +/+
KPR / APR +/+ +/+
Reflek Patologis Kanan Kiri

Universitas Sumatera Utara


Babinski (-) (-)
Gejala Ekstrapiramidal : (-)
Sensibilitas : Sulit dinilai
Fungsi luhur : Sulit dinilai

II.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
Hb : 11,4 g% KGD : 87 mg/dL
Ht : 38,9 % Natrium : 141 mEq/L
Leukosit : 19.960 /mm3 Kalium : 3,5 mEq/L
3
Trombosit : 249 000/ mm Klorida : 112 mEq/L
Ureum : 32 g/dL
Kreatinin : 0,5 g/dL
2. Head CT Scan ( April 2011)
Tampak lesi bulat hipodens multipel di lobus frontal kanan, parietal kiri dan
serebelar kiri. Kortikal sulci dan gyri tidak jelas.
Kesan : Multiple intracranial SOL daerah frontal kanan, parietal kiri dan serebelar
kiri dengan hidrosefalus.
3. Head CT Scan dengan kontras (Juni 20110
Tampak lesi hipodens bulat multipel dengan enhancement di lobus frontal kanan,
parietal kiri dan serebelar kiri. Kortikal sulci dan gyri tidak jelas.
Kesan : Multiple intracranial SOL daerah frontal kanan, parietal kiri dan serebelar
kiri dengan hidrosefalus.
DD: metastatic brain tumor
4. CT Scan Toraks
Kesan : Tumor hilus kanan dengan limfadenopati mediastinum. Metastatic lung
disease belum dapat disingkirkan.
5. Konsul Paru (22 Juni 2011)
Diagnosa : Tumor primer Paru Kanan + TB paru
Metastasis Paru Kanan Pneumonia
Rencana : Bronkoskopi

II.6. DIAGNOSIS
Diagnosis Fungsional : Penurunan Kesadaran

Universitas Sumatera Utara


Diagnosis Anatomis : Intrakranial
Diagnosis Etiologis : SOL
Diagnosis Banding : Penurunan Kesadaran ec : SOL intrakranial
1. Tumor Otak Metastase
2. Tumor Otak Primer
3. Abses Serebri

II.7. PENATALAKSANAAN
1. IVFD Ringer Solution 20 gtt/ menit
2. IVFD Mannitol 20 % 100 cc/ 6 jam
3. Injeksi Ceftriaxone 2 gr/12 jam/IV
4. Injeksi Dexametason 1 amp / 6 jam/IV
5. Injeksi Ranitidin 1 amp / 12 jam/IV
6. Injeksi Fenitoin 1 amp/8 jam/IV

II.8 OPERASI : VP SHUNT (26 Juni 2011)


• Insisi semilunar keen point dextra
• Lcs jernih, tekanan tinggi
• Analisa dan kultur

Analisa LCS
Warna : Jernih
LDH : 111 U/L
Total Protein : 14 mg/dL
Jumlah sel :0
Glukosa : 89 mg/dL
pH :8
PMN : Sulit dinilai
MN : Sulit dinilai

Penatalaksanaan pasca VP Shunt :


- IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/i
- Injeksi Ceftriaxone 2 gr/12 jam/IV
- Injeksi Ranitidine 50 mg/12jam/IV

Universitas Sumatera Utara


- Injeksi Tramadol 1 amp/24 jam
- Injeksi Fenitoin 100 gr/8 jam

II.9. KESIMPULAN
Telah diperiksa seorang laki-laki, 50 tahun, datang ke RS Adam Malik dengan
keluhan utama penurunan kesadaran. Dari anamnese diperoleh penurunan kesadaran Hal ini
dialami OS sejak 7 hari sebelum masuk RS, berlangsung perlahan-lahan dan semakin
memberat dalam 1 hari sebelum MRS. Hal ini dialami OS sejak 7 hari sebelum masuk RS,
berlangsung perlahan-lahan dan semakin memberat dalam 1 hari sebelum MRS, diawali
dengan OS bicara ngawur hingga akhirnya pasien tidak dapat berkomunikasi. Sebelumnya OS
sering mengeluhkan nyeri kepala sejak 5 bulan sebelum masuk RS, berdenyut seluruh kepala
yang semakin lama semakin memberat, dan tidak hilang dengan obat penghilang nyeri. Saat
itu OS didiagnosis dengan tumor paru kanan dengan metastasis otak. Riwayat muntah tidak
dijumpai. Riwayat kejang tidak dijumpai. Batuk tidak dijumpai. Riwayat merokok dijumpai
sejak 30 tahun yang lalu.
Dari hasil pemeriksaan fisik dijumpai kesadaran GCS 11, vital sign dalam batas
normal. Hasil pemeriksaan neurologis pada funduskopi dijumpai papil oedema. Dari hasil
pemeriksaan penunjang, dijumpai Head CT-scan menunjukkan kesan multiple intracranial
SOL di daeraj frontal kanan, parietal kiri dan serebelar kiri dengan hidrosefalus. Pemeriksaan
laboratorium darah terdapat peningkatan lekosit dan pada pemeriksaan CT Scan toraks
dijumpai tumor hilus kanan dengan limfadenopati mediastinum. Metastatic lung disease
belum dapat disingkirkan .

II.10. DIAGNOSA AKHIR


Multiple Intracranial SOL (Tumor Otak Metastasis) dengan Hidrosefalus Obstruktif +
Tumor Paru Kanan

II. 11. PROGNOSIS


• Ad vitam : dubia ad malam
• Ad functionam : dubia ad malam
• Ad sanationam : dubia ad malam

Universitas Sumatera Utara


III. TINJAUAN PUSTAKA
III.1. DEFINISI
Tumor otak metastasis merupakan neoplasma yang berasal pada jaringan diluar sistem
saraf pusat dan menyebar secara sekunder ke otak.6

III.2. EPIDEMIOLOGI
Tumor otak metastasis merupakan tumor intraserebral yang paling sering dijumpai
walaupun insidensi pastinya tidak diketahui. Studi dari Percy et al menemukan insidensi
metastasis otak sebesar 11.1 per 100.000. Studi lain menemukan insidensi metastasis otak
sebesar 3.4 per 100.000.4 Metastasis otak dijumpai pada 20-40% pasien kanker dan memiliki
perbandingan 10:1 dengan tumor otak primer. Diperkirakan 98.000 hingga 170.000 pasien
didiagnosis dengan tumor otak metastasis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Jenis kanker
yang paling sering bermetastasis ke otak adalah kanker paru, yaitu 30-60% dari seluruh
metastasis otak. 1,6

Tabel 1. Jenis tumor primer pada tumor otak metastasis


Dikutip dari : Schiff D, Wen PT. Cancer Neurology in Clinical Practice. New Jersey. 2003.

Universitas Sumatera Utara


III.3. PATOFISIOLOGI
Metastasis merupakan proses dinamis yang melibatkan berbagai proses.1-4 (gambar
1). Mekanisme spesifik dan urutan kejadian yang menyebabkan metastasis otak belum
sepenuhnya dimengerti. Baik sel kanker yang bermetastasis ke otak maupun lingkungan pada
otak itu sendiri memainkan peranan yang penting. Agar sel metastatik dapat meninggalkan
tumor primer, sel-sel ini harus memiliki kemampuan untuk melepaskan diri, bersirkulasi dan
menginvasi. Penyebaran sel tumor terjadi melalui sistem vaskular atau limfatik. Sebagian
besar sel tumor menyebar melalui pembuluh darah atau limfatik (hipotesis hemodinamik) dan
tertahan secara mekanik pada kapiler atau nodus limfarik yang pertama kali dijumpai. Sel-sel
ini kemudian menjadi lokasi perkembangan tumor. Walaupun begitu, mekanisme ini tidak
berlaku untuk seluruh fenomena metastasis. Walaupun otot, ginjal dan kulit merupakan
struktur dengan vaskularisasi yang banyak, organ ini jarang menjadi tempat metastasis. Pada
tahun 1889, Stephen Paget menganalisa hasil autopsi dari 735 kasus kanker payudara dan
menemukan bahwa walaupun aliran darah ke ginjal dan limpa lebih banyak, namun organ
hepar merupakan tempat metastasis yang lebih sering. Ia menunjukkan bahwa tampaknya ada
karakteristik organ host itu sendiri yang mempengaruhi dimana sel-sel tumor ini akan
berkembang. Ini menghasilkan hipotesis “seed and soil”. Ia menyatakan bahwa sel-sel tumor
(seed) hanya dapat berkembang jika berada pada organ yang tepat (soil).3,4
Banyak bukti yang mendukung hipotesis seed and soil atau molecular recognition.
Sel-sel tumor mencapai organ melalui jalur vaskular dan limfatik. Setelah mencapai organ
tertentu, sukses tidaknya sel-sel ini berkembang menjadi tumor bergantung pada kesesuaian
‘soil’. Satu studi otopsi memprediksi bahwa hipotesis hemodinamik berperan pada 66%
metastase, sedagkan 20% mungkin disebabkan hipotesis molecular recognition. Metastasis
lokal tampaknya disebabkan oleh proses hemodinamik, sedangkan penyebaran yang lebih
jauh tampaknya disebabkan oleh molecular recognition antara sel-sel tumor dan host
organ.2,3,4

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1. Patofisiologi Metastasis Otak
Dikutip dari : Raizer JJ, Abrey LE. Brain Metastases. New York ; Springer; 2007

Kaskade Metastatik
Kaskade metastatik adalah rangkaian proses yang terjadi pada proses penyebaran
kanker. Tidak semua mekanisme dan faktor yang berperan telah teridentifikasi, namun
sejumlah growth factors, sitokin, mediator imunologis dan jalur molekular tampaknya
memainkan peran. Urutan kejadiannya meliputi: detachment, intravasation, transpor
embolisasi, ekstravasasi, kolonisasi dan angiogenesis. (tabel 2)4

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2. Langkah-langkah Metastasis
Dikutip dari : Raizer JJ, Abrey LE. Brain Metastases. New York ; Springer; 2007

Detachment
Setelah sel normal mengalami perubahan genetik yang mengubahnya menjadi sel
tumor, agar dapat bermetastasis, sel tersebut pertama kali harus melepaskan diri sendiri dari
massa tumor. Seperti pada sel normal, perlekatan antar sel sebagian besar dimediasi oleh
cadherins. Cadherins merupakan bagian dari kelompok protein permukaan sel yang disebut
cellular adhesion molecules (CAMS). CAMS adalah protein permukaan sel yang
memungkinkan perlekatan sel satu sama lain, atau ke extracelluler matrix (ECM). Dari
berbagai jenis cadherins, epitel cadherin (E-chaderin) adalah protein penting yang terlibat
dalam interaksi antar sel; pada dasarnya molekul ini merupakan ‘lem’ yang merekatkan sel-
sel ini bersama-sama. Sel-sel tumor menonaktifkan E-chaderin, fase penting pada
detachment. Selain hilangnya E-chaderin, sel-sel tumor mengaktifkan N-cadherin, yang
meningkatkan motilitas dan invasi dengan memungkinkan sel tumor untuk melekat dan
menginvasi stroma di bawahnya. Kehilangan adhesi adalah langkah penting pada epithelial-
mesenchymal transition (EMT). Down-regulation E-chaderin dan up-regulation N-chaderin
merupakan dua peristiwa kunci yang terjadi selama EMT. Dengan demikian, sel dengan
penurunan ekspresi E-chaderin memiliki potensi metastasis yang lebih tinggi. Beberapa bukti
terakhir menunjukkan bahwa up-regulation dari N-cadherin dengan sendirinya dapat
menyebabkan detachment dan motilitas.4

Universitas Sumatera Utara


Intravasasi
Setelah memisahkan diri dari tumor primer, sel-sel tumor yang bermetastasis akan
bergerak menuju pembuluh darah kemudian menembus membran endotel dan ECM. ECM
berfungsi tidak hanya sebagai penopang untuk sel atasnya, namun juga terlibat dalam
signaling, proliferasi dan mengkoordinasi migrasi. Sel-sel ini memulai proses dengan
melepaskan beberapa faktor untuk menghancurkan membran basal. Matrix metalloproteins
(MMPs) adalah salah satu enzim proteolitik kunci yang terlibat dan dirancang untuk
menghancurkan sejumlah protein seperti kolagen, laminin dan fibronektin. Dalam sel non-
neoplastik yang secara aktif bermitosis, ini memungkinkan remodelling dari ECM untuk
mengakomodasi sel progeni. MMPs telah diklasifikasikan sesuai dengan kemampuan mereka
untuk mendegradasi protein tertentu.4
MMP-2 dan MMP-9 dianggap yang paling menonjol dalam perkembangan metastasis.
Enzim-enzim ini diklasifikasikan sebagai gelatinases karena kemampuan khusus mereka
untuk menghancurkan denaturated kolagen. Peningkatan ekspresi MMP-9 telah ditemukan
pada metastasis otak dan tumor otak primer. MMPs menunjukkan
keragaman fungsi dan dapat bekerja pada banyak tepat di sepanjang kaskade metastatik
termasuk proliferasi , migrasi, diferensiasi, angiogenesis, dan apoptosis sel. Misalnya, MMPs
adalah salah satu kekuatan pendorong EMT dan merekajuga dapat bertindak untuk
menghancurkan E-chaderin. Urokinase plasminogen activator (UPA) merupakan protease
aktif lainnya. Jika terikat ke molekul permukaan sel, urokinase aktivator plasminogen
reseptor (uPAR), UPA yang aktif mengkonversi zymogens lainnya menjadi protease aktif.
Yang paling penting dari ini adalah plasminogen, yang dipecah menjadi plasmin. Plasmin
kemudian dapat mengaktifkan MMPs lainnya, terutama jenis 1,2,3,9 dan 14, atau bisa
langsung mencerna fibrin. Seperti MMP-2, kadar uPAR yang timggi dapat menunjukkan
perjalanan yang lebih agresif dan prognosis yang buruk. Selain meningkatkan degradasi
membran basal, kedua protease juga dianggap dapat mengaktifkan faktor pertumbuhan dan
kemokin yang pada akhirnya mendorong tumorigenesis.4 Studi dari Rojiani et al (2010) pada
28 kasus tumor otak metastasis menemukan bahwa 57.14% tumor metastatik menunjukkan
immunoreaktivitas untuk MMP-2, sedangkan 42.86% negatif.16

Transpor dan Embolisasi


Sel-sel kanker, seperti semua sel-sel lain, bergantung pada kontak dengan elemen
stroma agar dapat bertahan hidup. Biasanya, begitu sel-sel berada dalam pembuluh darah dan
tidak lagi terikat ke matriks yang mendasarinya, sel-sel ini mengalami apoptosis, yang disebut

Universitas Sumatera Utara


anoikis, bahasa Yunani untuk "tunawisma". Sel-sel metastatik bersifat resisten terhadap
anoikis. Over-ekspresi dari integrin-linked kinase (ILK), suatu protein yang terlibat dalam
dow-regulation dari E-chaderin, diperkirakan berkontribusi terhadap resistensi terhadap
anoikis. Baru-baru ini, sebuah molekul anti-apoptosis baru, TrkB, juga telah diidentifikasi.
TrkB adalah reseptor untuk beberapa protein faktor pertumbuhan yang menginduksi
kelangsungan hidup dan diferensiasi sel populasi sel. Sel-sel tumor yang terlepas juga harus
menahan serangan dari sel natural killer, makrofag dan elemen lain dari sistem kekebalan
tubuh serta bertahan dari kerusakan mekanik dari velocity-related shear forces. Untuk
mengatasi ini, sel-sel tumor sering merekatkan dirinya dengan trombosit dan leukosit yang
bertindak sebagai pendamping. Selectins, subset lain dari CAMS milik leukosit (L-selectin),
platelet (P-selectin) dan sel endotel (E-selectin), memungkinkan sel tumor untuk melekat
pada trombosit dan leukosit, sehingga memudahkan transportasi mereka.
Sebagian besar metastase mencapai otak melalui pembuluh darah, yaitu, menyebar
hematogen. Setelah berjalan melalui sirkulasi vena dan melewati jantung, sel tumor akan
menetap di kapiler bed pertama kali dijumpai, yaitu paru-paru. Dari sini, mereka mengikuti
sirkulasi ke jantung kiri dan kemudian ke organ lain.Sekitar 20% dari cardiac output adalah
ke otak, karena itu, tidak mengejutkan bahwa tumor paru-paru, baik primer atau sekunder,
seringkali merupakan sumber metastasis otak. Penyebaran melalui CSS dapat dijumpai pada
beberapa kasus penyebaran leptomeningeal, dan metastasis dural atau parenkim dapat terjadi
melalui ekstensi langsung dari tumor basis kranii.4
Metastase otak yang paling ditemukan di perbatasan grey-white matter, di mana
pembuluh darah menyempit hingga ke titik kritis untuk menjebak emboli tumor. Selain itu,
distribusi aliran darah serebral sebagian besar adalah ke hemisfer otak (80%), kemudian ke
serebelum dan batang otak. Dengan demikian, 85% dari metastase otak ditemukan dalam
cerebrum, 10-15% di serebelum dan 3% di batang otak.Temuan ini mendukung penyebaran
hemodinamik sebagai mekanisme primer yang terlibat. Namun, untuk alasan yang tidak
diketahui, tumor gastrointestinal dan pelvis memiliki kecenderungan yang tidak biasa untuk
bermetastasis ke fosa posterior; sekitar 50% dari metastase tunggal dari tumor ini dijumpai
pada serebelum. Hal ini tampaknya disebabkan oleh karena afinitas molekul antara sel-sel
tumor dan lingkungan. Jadi, di otak, pola metastasis dapat dijelaskan dengan hipotesis
hemodinamik dan molecular recognition.4

Universitas Sumatera Utara


Adhesi
Mikroemboli tumor yang bersirkulasi akhirnya berhenti di suatu vascular bed, proses
tertahannya ini berhubungan dengan untuk ukuran tumor, tetapi juga dengan pengikatan sel
tumor ke molekul permukaan pada endotel yang disebut addressins endotel. Molekul-molekul
ini unik untuk kapiler organ tertentu. Protein ini bertindak sebagai berth untuk sel-sel tumor
yeng bersirkulasi yang mengekspresikan protein pelengkap, seperti integrin. Integrin, subset
lain dari CAMS, adalah protein integral tertanam dalam membran plasma sel. Peran utamanya
terkait dengan perlekatan sitoskeleton selular ke ECM serta transduksi sinyal dari ECM ke
sel. Beberapa bukti menunjukkan mereka terlibat dalam adhesi sel tumor ke trombosit selama
embolisasi, serta induksi protease seperti MMPs selama intravasasi. CD44 adalah protein
membran integral yang memediasi adhesi sel tumor ke endotel di lokasi sekunder.
Ekspresinya meningkat pada hampir 50% dari metastase otak, terutama pada payudara, tiroid
dan melanoma. E-selektin yang diekspresikan pada sel endotel juga dapat membantu dalam
adhesi sel tumor.4

Ekstravasasi
Proses ini, seperti halnya intravasasi, membutuhkan degradasi ECM. Dengan
demikian, beberapa faktor yang sama yang terlibat dalam intravasasi, termasuk MMPs dan
UPA, juga terlibat di sini. Salah satu langkah yang lebih penting dalam ekstravasasi
melibatkan degradasi proteoglikan heparan sulfat (HSPG) dalam membran basal
dan ECM oleh endoglycosidase heparinase yang mencerna rantai HSPG. Normalnya
diekspresikan oleh trombosit dan leukosit, heparinase juga dapat dihasilkan oleh
sel termasuk astrosit dan kanker tertentu seperti prostat. Kompleks UPA-uPAR juga aktif
dalam restrukturisasi basement membran dan mengaktifkan protease lainnya. Sel tumor dapat
memperoleh akses ke jaringan sekitarnya dengan gaya geser (shear force). Sebuah fokus
tumor yang kecil, sekali tertahan di pembuluh darah, dapat mulai berproliferasi dan tumbuh
menjadi massa yang memungkinkannya mendorong melalui lapisan sel endotel pembuluh
darah untuk berkontak dengan membran basal.4

Kolonisasi
Setelah berhasil menyerang jaringan parenkim, sel-sel kanker sekarang dapat tumbuh
untuk membentuk massa. Ini adalah titik krusial yang menentukan nasib sel ini. Jika mereka
tidak mampu tumbuh, mereka akan tetap berada dalam keadaan dorman
sebagai suatu micrometastasis. Micrometastases didefinisikan sebagai fokus tumor kurang

Universitas Sumatera Utara


dari atau sama dengan 2 mm dalam dimensi terbesar. Dapat dijumpai jumlah yang tak
terhitung dari sel ini yang tersebar di seluruh tubuh, tetap dorman sampai mereka mencapai
kemampuan untuk berproliferasi. Beberapa bukti menunjukkan bahwa langkah awal dari
metastasis relatif mudah, dan langkah terakhir dari kolonisasi ini yang tidak mudah; oleh
karena itu, hal ini dianggap sebagai rate-limiting step dari kaskade ini. Satu penelitian
menunjukkan bahwa 80% dari sel melanoma disuntikkan ke tikus bertahan sampai titik di
mana mereka mencapai ekstravasasi. Namun begitu, kurang dari 3% mikrometastases, dan
hanya 1% yang terus membentuk metastase klinis jelas yang jelas.4

Angiogenesis
Semua jaringan, baik neoplastik atau tidak, tergantung pada suplai darah yang cukup.
Suatu tumor tidak dapat tumbuh melebihi 1 sampai 2 mm3 jika tidak memperoleh suplai
darah sendiri,biasanya melalui angiogenesis. Sejumlah faktor yang menyebabkan
pembentukan pembuluh darah baru termasuk vascular endothelial growth factor (VEGF),
basic fibroblast growth factor (bFGF), platelet derived growth factor (PDGF), dan epidermal
growth factor (EGF).VEGF tampaknya adalah yang paling signifikan. VEGF, juga disebut
vascular permeabilitas factor (VPF), memainkan peran penting dalam edema otak yang
berhubungan tumor. VEGF berikatan dengan reseptor pada sel endotel dan menginduksi
neovaskularisasi, meningkatkan permeabilitas dan mengaktifkan UPA. Hal ini juga
tampaknya merupakan penanda untuk pertumbuhan dan perkembangan tumor dan dapat
berfungsi sebagai suatu penanda prognostik. Angiogenesis adalah proses dengan berbagai
langkah. Pertama, sel-sel endotel berproliferasi dan menembus ECM host. Mereka kemudian
berkumpul menjadi pembuluh darah yang sangat ireguler dibandingkan dengan jaringan
normal. Migrasi dan transformasi sel endotel dapat dimediasi oleh bFGF, yang juga dapat
merangsang produksi protease. Pembuluh darah yang baru ini memiliki bentuk yang tidak
normal, ukuran bervariasi, dan memiliki orientasi yang tidak teratur. Mereka tidak memiliki
barrier endotel yang tipikal. Sel-sel endotel ini tidak kohesif, dan memiliki tight junction
yang jarang. Faktor-faktor ini menyebabkan pembuluh darah baru menjadi lebih permeabel.
Keuntungan dari neovaskularisasi dua kali lipat, karena tidak hanya memungkinkan sel tumor
untuk berkembang, tetapi pembuluh darah ini lebih permeabel memungkinkan sel untuk
memasuki sirkulasi dengan mudah dan menyebabkan metastasis. Hypoxic ischemic factor
(HIF) merupakan mediator penting lain pada angiogenesis. HIF-1 terkait erat dengan
oksigenasi jaringan. Dalam kondisi sel hipoksia, seperti yang terlihat pada sel tumor yang
terlalu aktif metabolismenya, HIF-1 meningkat. Hal ini kemudian memicu up-regulation

Universitas Sumatera Utara


faktor lain yang penting untuk meningkatkan oksigenasi termasuk VEGF dan
eritropoietin.Pertumbuhan mikrometastasis yang dorman tampaknya ditekan oleh faktor anti-
angiogenesis yang dilepaskan dari kanker primer. Saat tumor primer dibuang,mediator anti-
angiogenesis mediator dihilangkan dan menyebabkan pertumbuhan metastasis jauh. Sel-sel
stroma di sekitarnya juga dapat berfungsi sebagai faktor pro-angiogenesis. Ini termasuk sel
endotel yang dapat mengeluarkan angiopoietin, yang merangsang diferensiasi sel, serta
makrofag host yang mengekspresikan beberapa faktor pertumbuhan seperti VEGF, TGF-?,
dan interleukin-8.4

III.4. GAMBARAN KLINIS


Gejala dan tanda dari tumor metastase ke otak terdiri dari : tanda-tanda akibat
peninggian tekanan intrakranial dan tanda-tanda dari iritasi / destruksi fokal neuron. Tanda-
tanda dari peninggian tekanan intrakranial meliputi : sakit kepala, muntah dan confusion.
Tanda-tanda dari irritasi neuron meliputi: hemiparese, kejang fokal dan ataxia.1-3,6 Nyeri
kepala merupakan gejala yang paling sering dijumpai dan lebih sering pada metastasis
multipel. Nyeri bersifat menekan dan sering berlokasi di bifrontal. Kelemahan fokal adalah
gejala tersering kedua. Seizure fokal atau umum dapat dijumpai pada 10% pasien.6
Gejala dan tanda tumor otak metastasis tidak berbeda secara signifikan dengan tumor
otak primer. Terdapat edema yang cukup nyata di sekeliling metastasis, yang sering
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial walaupun lesi nya masih kecil.Perbedaan
utama tanda klinis tumor primer dan metastasis adalah bahwa metastasis biasanya tumbuh
lebih cepat, menimbulkan gejala yang berkembang selama beberapa minggu. Tumor
metastasis multipel dapat menunjukkan gejala dan tanda yang unik. Pasien dengan tumor
metastasis multipel dapat mengalami penurunan kesadaran yang subakut tanpa tanda
lateralisasi. Secara klinis, pasien ini menyerupai pasien dengan ensefalopati metabolik dan
hanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan neuroimejing. Beberapa tumor metastasis bahkan
dapat tidak menunjukkan gejala.Oleh sebab itu, pasien dengan kanker paru atau melanoma
harus dievaluasi dengan pemeriksaan imejing. 2,3

III.5. PROSEDUR DIAGNOSTIK


Prosedur diagnostik utama adalah pemeriksaan neuroimejing. Pada pemeriksaan CT
scan tanpa kontras, metastasis biasanya tampak isodens dan berbatas tegas. (gambar). Lesi
hiperdens menunjukkan adanya perdarahan atau kalsifikasi. Hipodensitas ekstrim dapat
menggambarkan lemak. Pemeriksaan CT scan tanpa kontras juga bermanfaat untuk

Universitas Sumatera Utara


mendeteksi efek massa seperti midline shift atau hidrosefalus. Edema peritumoral akan
terlihat sebagai hipodensitas di sekitar tumor hingga ke white matter. 2-4 Pada pemeriksaan CT
scan dengan kontras lesi menjadi hiperdens yang menggambarkan kerusakan sawar darah
otak, neovaskular dan peningkatan permeabilitas kapiler.Penyangatan di sekitarnya juga dapat
dijumpai (gambar) Lesi biasanya bulat, terutama jika berukuran kecil, dan berbatas tegas.
Pada MRI, sebagian besar lesi menunjukkan hipointens pada T1, dengan hiperintensitas pada
T2 dan FLAIR. (gambar) 2-4,7

Gambar 2. Precontrast- and postcontrast-enhanced CT demonstrates multiple ring-enhancing lesions (thick,


peripheral, ringlike) in the left hemisphere with prominent surrounding edema and mass effect in a patient with
known lung cancer.

A T1W B. T2W C. FLAIR


Gambar 3. Gambaran MRI pada tumor otak metastasis

Universitas Sumatera Utara


III.6. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding tumor otak metastasis cukup luas, mencakup tumor primer
(glioma, meningioma, limfoma), infeksi (abses serebri, ensefalitis), lesi demielinasi, infark
serebral dan perdarahan intraserebral. Sebagian besar tumor metastasis berupa lesi multipel
yang menyangat kontras.2 Beberapa penyebab lesi multipel pada otak yang menyangat kontras
terlihat pada tabel 3.

Tabel 3. Penyebab Multiple Enhancing Lesion pada Otak


Diagnosis banding multiple enhancing lesion pada otak terlihat pada tabel 4.

Algoritme pasien dengan multiple enhancing lesion terlihat pada gambar 4.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4. Algoritme pasien dengan multiple enhancing lesion

III.7. PENATALAKSANAAN
III.7.1. TERAPI SIMPTOMATIS DAN SUPORTIF
Penatalaksanaan pasien dengan metastasis otak selalu difokuskan pada pilihan
terapi seperti pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Namun begitu manajemen gejala dan
perawatan suportif juga sama pentingnya, termasuk pemberian kortikosteroid,
penatalaksanaan kejang dan nyeri, penilaian gangguan menelan, penatalaksanaan kejadian
tromboemboli, penggunaan antikoagulan yang tepat dan aman, serta evaluasi masalah
psikiatrik. Penatalaksaaan suportif yang baik akan meningkatkan kualitas hidup dan
memungkinkan pasien untuk berkonsentrasi pada terapinya.4

Seizure dan Terapi Antikonvulsan


Seizure merupakan komplikasi tumor otak yang sering dijumpai dan dapat
mengganggu kualitas hidup karena membatasi aktivitas pasien, dapat menimbulkan cedera
yang terkait seizure, mengurangi waktu kerja dan menambah kecemasan pasien, juga akibat
efek samping, interaksi obat dan biaya akibat penggunaan obat anti epilepsi (OAE). Sekitar
20 hingga 40% pasien dengan tumor otak metastasis mengalami seizure. Terdapat konsensus
yang menyatakan bahwa tiap pasien dengan tumor otak metastase yang mengalami seizure
harus mendapatkan OAE. (tabel 3). Monoterapi dengan fenitoin, karbamazepin, atau valproat
merupakan pilihan awal pada sebagian besar pasien.Pada beberapa pasien, obat kedua harus
ditambahkan jika obat pertama dengan konsentrasi yang tinggi tidak dapat mengontrol

Universitas Sumatera Utara


aktivitas seizure. Pilihan lain terdiri dari antikonvulsan generasi baru (misalnya levetiracetam,
gabapentin, topiramat, zonisamide) dapat ditambahkan.4

Tabel 5. Obat Anti Epilepsi pada Tumor Otak


Dikutip dari : Schiff D, Wen PT. Cancer Neurology in Clinical Practice. New Jersey. 2003.

Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid seringkali dibutuhkan pada pasien tumor otak metastasis
untuk mengendalikan gejala yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial. Edema
peritumoral merupakan penyebab utama peningkatan tekanan intrakranial dan dimediasi oleh
berbagai mekanisme, termasuk peningkatan permeabilitas yaang dinduksi oleh faktor-faktor
yang disekresi oleh tumor dan jaringan sekitar, seperti radikal bebas, asam arakidonat,
glutamat, histamin, bradikinin, atrial natriuretic peptide, dan VEGF. Dexamethasone
merupakan steroid potensi tinggi yang paling sering digunakan untuk mengatasi edema yang
berhubungan dengan tumor otak. Mekanisme dexamethasone dan glukokortikoid lain dalam

Universitas Sumatera Utara


mengurangi edema masih belum jelas.Seperti diketahui bahwa tumor otak metastasis
memiliki konsentrasi reseptor glukokortikoid yang tinggi. Efek obat-obatan ini tampaknya
dimediasi melalui pengikatan dengan reseptor ini yang akhirnya menyebabkan ekspresi gen
baru.Inhibisi produksi dan pelepasan faktor vasoaktif yang disekresi oleh sel-sel tumor dan
sel-sel endotel, seperti VEGF dan prostasiklin, tampaknya terlibat dalam proses ini. Debagai
tambahan, glukokortikoid tampaknya menghambat reaktivitas sel-sel endotel terhadap
beberapa substansi yang menginduksi permeabilitas kapiler.4
Pada pasien tumor otak metastase dengan gejala ringan akibat efek massa,
direkomendasikan pemberian kortikosteroid dengan dosis 4-8 mg per hari, sedangkan untuk
pasien dengan gejala menengah hingga berat direkomendasikan dosis 16 mg atau lebih per
hari (level 3). Dexamtehasone merupakan kortikosteroid pilihan dan sebaiknya diturunkan
perlahan selama 2 minggu. (level 3). Dexamethasone diturunkan setelah pemberian selama
satu minggu dan dihentikan setelah 2 miggu jika memungkinkan.14

Nyeri Kanker
Nyeri dapat timbul pada tumor otak metastasis. Metastasis pada parenkim otak
menyebabkan nyeri dengan meningkatkan tekanan intra kranial (TIK) dan menyebabkan
traksi dura. Nyeri kepala biasanya tidak terlokalisasi dengan baik dan sering dirasakan di
seluruh kepala. WHO telah menetapkan pendekatan farmakologis dalam tatalaksana nyeri
kanker, yang bergantung pada intensitas nyeri, apakah ringan, sedang atau berat. Langkah 1
adalah untuk pasien dengan nyeri ringan atau menengah dan terdiri dari penggunaan analgetik
nonopioid, yaitu asetaminofen, salisilat dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID).
Langkah 2 ditujukan pada pasien dengan nyeri ringan hiingga menengah yang tidak teratasi
dengan analgesik onopioid dan untuk pasien dengan nyeri menengah hingga berat saat onset
yang terdiri dari opioid potensi rendah yaitu kodein, oxycodone, hydrocodone, dan
propoxyphene. Langkah 3 merupakan opioid potensi tinggi, mencakup morfin, oxycodone,
hydromorphone, levorphanol, methadone dan fentanyl. Langkah 3 ditujukan pada pasien
dengan nyeri berat atau yang tidak teratasi dengan opioid potensi rendah. Analgetik ajuvan
dapat diberikan bersamaan dengan obat-obat pada langkah 1,2,3. 1

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2. Langkah Pendekatan Nyeri Kanker

Gambar 5. Langkah Pendekatan Nyeri Kanker


Dikutip dari : Schiff D, Wen PT. Cancer Neurology in Clinical Practice. New Jersey. 2003.

Tabel 6. Analgetik Non Opioid


Dikutip dari : Schiff D, Wen PT. Cancer Neurology in Clinical Practice. New Jersey. 2003.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 7. Opioid Potensi Rendah
Dikutip dari : Schiff D, Wen PT. Cancer Neurology in Clinical Practice. New Jersey. 2003.

Tabel 8. Opioid Potensi Tinggi


Dikutip dari : Schiff D, Wen PT. Cancer Neurology in Clinical Practice. New Jersey. 2003.

Universitas Sumatera Utara


III.7.2. Tindakan Bedah
Tindakan bedah pada metastasis intrakranial memberikan beberapa keuntungan.
Pertama, reseksi total menghilangkan efek massa, iritasi otak, dan edema. Karena lesi
metastatik tumbuh dengan cara ekspansi dan bukannya invasi ke jaringan otak, maka eksisi
dapat memperbaiki disfungsi neurologis yangdisebabkan oleh kompresi ke jaringan otak.
Kedua, tindakan bedah memungkinkan diagnosis patologis pada kasus dimana kanker
primernya belum diketahui. Keuntungn tindakan bedah harus ditimbang dengan risikonya
pada tiap pasien. Operasi harus dipertimbangkan hanya pada pasien yang akan mendapat
manfaat dari tindakan bedah. Manfaat dari operasi dalam pengobatan fokus metastasis tunggal
telah divalidasi oleh data dari berbagai studi. Tindakanbedah tetap menjadi terapi utama pada
pasien dengan metastasis tunggal yang terlalu besar jika hanya diterapi dengan radiosurgery.
Peran tindakan bedah pada pasien dengan metastasis multipel masih belum jelas. 6 Tindakan
bedah dilakukan jika terdapat efek massa yang signifikan dan /atau debulking diiperlukan
untuk menghilangkan gejala dengan segera dan atau meningkatkan kualitas hidup. 9 (tabel)

Tabel 9. Faktor Pertimbangan Keputusan Operasi


Dikutip dari : Raizer JJ, Abrey LE. Brain Metastases. New York ; Springer; 2007.

Universitas Sumatera Utara


Tujuan dari gross total resection (GTR) adalah untuk mengangkat seluruh jaringan
tumor dan jaringan normal sekitarnya seminimal mungkin untuk memperoleh batas ynag
jelas. Ini biasa dilakukan dengan reseksi mikorsurgikal agar dapat membedakan jaringan
tumor dan jarungan normal dengan jelas. Harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak
mencederai pembuluh darah di sekitarnya yang dapat melalui ata uberdekatan dengan tumor
namun memberikan perfusi ke jaringan otak normal.9

Klasifikasi RPA
The Radiation Therapy Oncology Group mengembangkan metode stastistik untuk
mengkategorikan pasien kanker yang dikenal dengan sistem klasifikasi Recursive Partitioning
Analysis. Sistem klasifiksi ini berdasarkan usia, skor Karnofsky Performance Scale (KPS) dan
luasnya penyakit sistemik. Pasien dengan RPA kelas 1 memiliki usia kurang dari 65 tahun,
memiliki skor KPS 70 atau lebih dan tidak memiliki penyakit sistemik atau memiliki penyakit
sistemik yang terkontrol. Pasien dengan RPA kelas 2 memiliki usia 65 tahun atau lebih dan
memiliki penyakit sistemik yang tidak terkontrol, namun nilai KPS yang lebih dari 70. Pasien
dengan KPS kurang dari 70 dikategorikan sebagai RPA kelas 3. Pasien dengan RPA kelas 1
dianggap sebagai kandidat yang baik untuk tindakan kraniotomi, sedangkan pasien dengan
RPA kelas 3 dianggap sebagai kandidat yang buruk. Pemilihan pasien dengan RPA kelas 2
kurang begitu jelas, dan membutuhkan pertimbangan yang lebih hati-hati seperti durasi dan
faktor risiko medis.4
Selama lebih dari 30 tahun, radiosurgery (RS) merupakan pilihan terapi bagi pasien
tumor otak. Pada 15 tahun terakhir, RS merupakan pilihan terapeutik yang juga
dipertimbangkan pada pasien dengan metastasis otak. Tindakan RS relatif aman dan efektif
bagi pasien dengan metastasis otak. Walaupun data kelas I terbatas, sejumlah studi
menunjukkan bahwa penambahan RS pada WBRT meningkatkan survival pasien dengan
metastasis tunggal, memperbaiki kontrol lokal pada pasin dengan dua hingga empat
metastasis dan memperbaiki outcome fungsional pasien.Sejumlah data kelas II dan III juga
mendukung penggunaan RS dengan WBRT atau sebagai moterapi dan menunjukkan bahwa
efikasinya serupa dengan tindakan bedah.11
Beberapa studi retrospektif menunjukkan bahwa RS dan tindakan bedah memiliki
efektivitas yang sama pada metastasis otak. Tabel berikut menunjukkan risiko dan manfaat
tindakan bedah dan RS. Lokasi dan ukuran tumor dan adanya edema merupakan perimbangan
yang penting dala memutuskan penggunaan RS atau tindakan bedah. Tumor dengan ukuran
besar, pada lokasi yang mudah dijangkau, dan berkaitan dengan efek massa harus dilakukan

Universitas Sumatera Utara


tindakan bedah.Tindakan bedah juga harus dieprtimbangkan pada pasien dengan lesi primer
yang tidak diketahui untuk memperoleh diagnosis. Tumor dengan ukuuran kecil (<3 cm)
harus diterapi dengan RS jika tumor ini tidak dapat direseksi.8

Tabel 10. Tindakan bedah vs Radiosurgery


Dikutip dari : Sills AK. Current Treatment Approaches to Surgery for Brain Metastases. Neurosurgery. 2005.57. S4-24-32.

Level Rekomendasi
Pembedahan + WBRT vs 1 Pembedahan diikuti WBRT lebih unggul dibanding
Pembedahan saja pembedahan saja
Pembedaha n + WBRT vs 2 Efektivitas sama (SRS blm utk lesi > 3 cm atau yg
SRS ± WBRT menimbulkan efek massa signifikan)
3 SRS saja memberikan outcome yang hampir sama
dengan pembedahan + WBRT untuk metastasis
tunggal
Pembedahan + WBRT vs 1 Pembedahan diikuti WBRT lebih baik dibanding
WBRT saja WBRT saja pada pasien dengan status performance
yang baik

Universitas Sumatera Utara


Belum cukup bukti untuk membuat rekomendasi pada
pasien dengan status performance yang buruk,
penyakit sistemik lanjut atau metastasis multipel
Kalkanis N, et al. The role of surgical resection in the management of newly diagnosed brain metastases: a
systematic review and evidence-based clinical practice guideline. J Neurooncol (2010) 96:33–43

Level Rekomendasi

SRS +WBRT vs WBRT SRS + WBRT lebih baik dibandingkan WBRT saja
saja 1 pada pasien dengan metastasis tunggal dan KPS ≥ 70

SRS + WBRT lebih baik jika dibandingkan dengan


2 WBRT saja untuk pasien dengan lesi metastatik 1-4
dan KPS ≥ 70
SRS + WBRT memberikan survival yang lebih lama
3 dibandingkan WBRT saja pada pasien dengan 2-3 lesi
metastatik
SRS + WBRT memberikan survival yang lebih lama
4 dibandingkan WBRT pada pasien dengan lesi tunggal
atau multipel dengan KPS <70
SRS + WBRT vs WBRT SRS saja memberikan keuntungan yang sama
saja 2 dibandingkan dengan SRS + WBRT
SRS vs WBRT SRS saja lebih unggul dibandingkan WBRT saja pada
3 pasien dengan 1-3 lesi metastatik
Linskey ME, et al. The role of stereotactic radiosurgery in the management of patients with newly diagnosed
brain metastases: a systematic review and evidence-based clinical practice guideline. J Neurooncol (2010)
96:45–68

III.7.3. Radiasi
Whole brain radiation therapy (WBRT) telah menjadi terapi utama pada tumor otak
metastase selama lebih dari 50 tahun dan merupakan terapi paliatif yang paling efektif pada
sebagian besar pasien. Isu penting pada penggunaan WBRT adalah mengoptimalkan
efikasinya jika digunakan bersamaan dengan tindakan bedah, radiosurgery, agen
radiosensitizing dan agen kemoterapi. Pendekatan multimodal ini memberikan peningkatan
median survival yang signifikan pada banyak pasien. Tindakan bedah dengan atau tanpa
WBRT masih menjadi pilihan penting pada pasien dengan metastasis otak tunggal. Walaupun
begitu reseksi bedah dikontraindikasikan pada banyak pasien karena kondisi komorbid atau
lokasi yang unresectable.10

Universitas Sumatera Utara


Level Rekomendasi
Pembedahan + WBRT vs 1 Pembedahan diikuti WBRT lebih baik
WBRT saja dibanding WBRT saja pada pasien dengan
status performance yang baik
Belum cukup bukti untuk membuat
rekomendasi pada pasien dengan status
performance yang buruk, penyakit sistemik
lanjut atau metastasis multipel
Dosis optimal WBRT 1 Dosis terbagi/terjadwal tidak menunjukkan
perbedaan signifikan dengan dosis standar
WBRT yaitu 30 Gy dalam 10 fraksi
Gaspar LE, et al. The role of whole brain radiation therapy in the management of newly diagnosed brain
metastases: a systematic review and evidence-based clinical practice guideline. J Neurooncol (2010) 96:17–32

III.7.4. Kemoterapi
Tumor otak metastasis umumnya menunjukkan respon yang buruk terhadap
kemoterapi. Hal ini tampaknya disebabkan oleh beberapa faktor misalnya sifat tumor yang
relatif resisten obat, fakta bahwa metastasis otak biasanya dijumpai pada pasien dimana
kemoterapi sebelumnya telah gagal dan adanya sawar darah otak.Terdapat sejumlah studi
tentang penggunaan temozolamide pada tumor otak metastasis. Agen kemoterapi oral ini telah
banyak dgunakan pada terapi highgrade glioma dan menunjukkan penetrasi yang baik pada
sawar darah otak. Sejauh ini, efek obat ini masih terbatas. Obat ini lebih efektif jika
digunakan dengan kombinasi dengan WBRT atau radiosurgery.6

III.7.5. Pendekatan Terapi


Penatalaksanaan tumor otak metastasis terdiri dari tindakan bedah, radiosurgery (RS),
WBRT dan kemoterapi. Belum ada terapi standar, walaupun terdapat panduan umum untuk
penatalaksanaan metastasis tunggal,oligometastases (dua atau tiga metastasis), dan multipel
(empat atau lebih) dan untuk penyakit rekuren.8

Metastasis Tunggal
Pasien dengan metastasis tunggal dan penyakit sistemik yang terkontrol atau stabil
harus diterapi secara agresif dengan tindakan bedah atau RS, kecuali jika faktor prognostik
lainnya seperti skor KPS atau penyakit sistemik tidak memungkinkan tindakan yang sangat
agresif. Hasil studi menunjukkan bahwa pada pasien dengan prognosis yang baik, tindakan
bedah dan radioterapi lebih unggul jika dibandngkan dengan radioterapi saja; begitu pula RS
ditambah WBRT lebih unggul dibandingkan WBRT saja.8

Universitas Sumatera Utara


Pada pasien dengan lesi tunggal dan skor KPS
≥ 70 terapi dengan single-dose SRS
bersamaan dengan WBRT menunjukkan survival pasien yang lebih lama jika dibandingkan
dengan WBRT saja.(level 1) 15

Oligometastasis
Gambar berikut menunjukkan rekomendasi untuk pasien dengan dua atau tiga lesi
metastatik. Seperti hal nya metastasis tunggal, tindakan bedah harus dipertimbangkan pada
metastasis dengan efek massa yang signifikan.8

Universitas Sumatera Utara


Metastasis Multipel
Penatalaksanaan pasien dengan empat lesi metastatik atau lebih masih terbatas. Secara
umum, pasien ini harus menerima terapi paliatif dengan WBRT saja dengan dosis yang
standar.Lebih kurang setengah pasien dengan metastasis multipel akhirya meninggal karena
perkembangan penyakitnya. Tindakan bedah harus dilakukan pada tumor dengan efek massa
dan RS dapat dipertimbangkan pada pasien dengan tumor yang radioresistan.8

Universitas Sumatera Utara


Metastasis Rekuren
Pada pasien dengan penyakit rekuren sangat penting utuk melakukan penilaian faktor
prognostik (misalnya skor KPS) dan meninjau ulang respon terhadap terapi sebelumnya. Pada
pasien dengan respon yang baik terhadap terapi sebelumnya, pemberian terapi ulang harus
dipertimbangkan, sedangkan modalitas yang berbeda harus dilakukan pada pasien dengan
respon yang buruk (yaitu interval waktu yang singkat antara terapi awal dengan rekurensi).8

Universitas Sumatera Utara


Penatalaksanaan Tumor Otak Metastasis yang Berasal dan Kanker Paru
Secara umum, penatalaksanaan terdiri dari tindakan bedah, SRS dan WBRT. Steroid
diberikan pada pasien dengan gejala neurologi yang disebabkan oleh tumor. Reseksi bedah
diindikasikan untuk memperoleh diagnosis histologis jika diagnosis belum pasti atau jika lesi
nya besar dan menyebabkan efek massa, hidrosefalus atau herniasi. Pasien dengan SCLC
biasanya memiliki prognosis yang buruk, namun metastasis otak dianggap radiosensitif.
Penatalaksanaan pada pasien dengan SCLC adalah PCI (prophylactic cranial irradiation).
The Prophylactic Cranial Irradiation Overview Collaborative Group melakukan studi dan
menunjukkan bahwa pasien SCLC yang diterapi dengan PCI menunjukkan 3-year survival
rate ( 15.3% vs 20.7%) dan insidensi metastasi otak yang lebih rendah (58.33 vs 33.3%) jika
dibandingkan dengan pasien SCLC yang tidak mendapatkan PCI. Metastasis SCLC ke otak
secara umum merpakan lesi yang radiosensitif. Oleh sebab itu, jika pasien menunjukkan lesi
tunggal yang besar, terapi steroid diberikan. Jika gejala membaik, WBRT atau SRS dapat
diberikan dengan harapan menghindari tindaan pembedahan bahkan untuk lesi yang besar
(misalnya 3 hingga 4.5 cm). Pada pasien dengan NSCLC (seperti adenokarsinoa atau
squamous cell carcioma), pengambilan keputusan sedikit lebih rumit. Tindakan bedah
tampaknya bukan merupakan pilihan pada pasien dengan NSCLC jika lesi otak kecil. Jika
terdapat lesi tunggal dengan ukuran lebih kecil dari 2 atau 3 mm, terapi biasanya ditunda
hingga 6 atau 8 minggu dan dilakukan imejing ulang. Penundaan ini memungkinkan lesi

Universitas Sumatera Utara


bertambah besar dan memudahkan tindakan SRS dengan lebih akurat. Data juga
menunjukkan bahwa SRS adalah metode yang bermanfaat dalam tatalaksana NSCLC yang
bermetastasis ke otak, teruatam pada pasien dengan penyakit sistemik yang lanjut, lesi kecil (3
cm atau lebih kecil), atau hingga 5 lesi yang secara medis tidak memungkinkan dilakukan
kraniotomi. 13

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Schiff D, Wen PT. Cancer Neurology in Clinical Practice. New Jersey. 2003.
2. De angelis LM, Gutin PH, Leibel SA, Posner JB. Intracranial Tumors: Diagnosis and
treatment. United Kingdom: Martin Dunitz; 2002.
3. Kaye AH, Laws ER. Brain Tumor, 2nd ed. London : Churchiil Livingstone; 2001.
4. Raizer JJ, Abrey LE. Brain Metastases. New York ; Springer; 2007.
5. Brem S, Panattil JG. An Era of Rapid Advancement: Diagnosis and Treatment of
Metastatic Brain Cancer. 2005. Neurosurgery 57:S4-5-9.
6. Tonn JC. Westphal M, Rutka JT, Grossman SA. Neurooncology of CNS Tumors. Berlin:
Springer. 2006.
7. Young RJ, Sills AK, Brem S.Neuroimaging of Metastatic Brain Disease. Neurosurgery.
2005. S4-10-23.
8. Ewend MG, Elbabaa S, Carey LA. Current Treatment Paradigms for The Management of
Patients With Brain Metastases. Neurosurgery. 2005; 57: S4-54-S4-56.
9. Sills AK. Current Treatment Approaches to Surgery for Brain Metastases. Neurosurgery.
2005.57. S4-24-32.
10. Mehta MP, Khuntia D. Current Strategies in Whole-Brain Radiation Therapy for Brain
Metastases. Neurosurgery. 2005. 57; S4-33-S4-44.
11. McDermott MW, Sneed PK. Radiosurgery in Metastatic Brain Cancer. Neurosurgery.
2005; S5-45-S4-53.
12. Peereboom DM. Chemotherapy in Brain Metastases. Neurosurgery. 2005; 57: S4-54-S4-
56.
13. DeMonte F, Gilbert, Mahajan A, et al. Tumors of the Brain and Spine. New York”
Springer. 2007.
14. Ryken TC, McDermott, Robinson PD, et al. The Role of Steroids in The Management of
Brain Metastases: A Systematic Review and Evidence-Based Clinical Practice Guideline.
J Neurooncol. 2010; 96 : 103-114.
15. Linskey ME, Andrews DW, Asher AL, et al. The role of stereotactic radiosurgery in the
management of patients with newly diagnosed brain metastases: a systematic review and
evidence-based clinical practice guideline. J Neurooncol. 2010; 96 : 45-68.
16. Rojiani MV, Aldina J, Espositi N, et al. Expression of MMP-2 correlates with increased
angiogenesiss on CNS metastasis of lung carcinoma. Int J Clin Exp Pathol. 2010; 3 (8):
775-781.

Universitas Sumatera Utara


17. Kalkanis N, et al. The role of surgical resection in the management of newly diagnosed
brain metastases: a systematic review and evidence-based clinical practice guideline. J
Neurooncol. 2010: 96:33–43
18. Linskey ME, et al. The role of stereotactic radiosurgery in the management of patients
with newly diagnosed brain metastases: a systematic review and evidence-based clinical
practice guideline. J Neurooncol. 2010. 96:45–68
19. Gaspar LE, et al. The role of whole brain radiation therapy in the management of newly
diagnosed brain metastases: a systematic review and evidence-based clinical practice
guideline. J Neurooncol. 2010.96:17–32

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN
HEAD CT SCAN

Universitas Sumatera Utara


HEAD CT SCAN CONTRAS

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai