Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

BIOPSI DAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI

Pembimbing :

dr. Lopo Triyanto Sp. B (K) Onk

Oleh :
Yulinar Firdaus Yustisiawandana G4A016042

SMF ILMU BEDAH


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2018

I. PENDAHULUAN
Di era modern ini, tumor ganas semakin meningkat insidensinya. Sayangnya
keganasan ini seringkali baru terdeteksi pada stadium lanjut dan fatal. Kurangnya
gejala klinis yang jelas terutama pada stadium awal membuat penentuan diagnosis
secara klinis kurang dapat diandalkan. Disinilah pemeriksaan patologis memegang
peranan penting sebagai penunjang untuk memastikan diagnosis. Penyakit kanker
dapat dideteksi sedini mungkin dengan mempergunakan beragam alat diagnostik,
mulai dari alat sederhana sampai pada alat canggih. Pemeriksaan fisik merupakan alat
diagnostik klasik dan sederhana. Kombinasi fisik diagnostik dengan biopsi
merupakan alat diagnostik yang efektif dan efisiensi untuk pemeriksaan patologis
mikroskopik (Underwood, 2004).
Biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan patologi anatomi yang dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis pasti suatu lesi khususnya yang dicurigai
sebagai suatu keganasan. Pemeriksaan patologi ini juga bermanfaat tidak hanya
menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan tetapi juga untuk menentukan
prognosis. Berasal dari bahasa latin yaitu bios:hidup dan opsi: tampilan. Jadi secara
umum biopsi adalah pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan
dikirim ke laboratorium untuk diperiksa (Jandi S, 2008).
Biopsi kebanyakan dlakukan untuk mengetahui adanya kanker. Pemeriksaan
penunjang seperti X-ray, CT scan ataupun ultrasound dapat dilakukan terlebih dahulu
untuk mengalokasikan area biopsi. Biopsi dapat dilakukan juga dengan proses
pembedahan. Dengan demikian biopsi adalah pemeriksaan penunjang untuk
membantu diagnosa dokter bukan untuk terapi kanker kecuali biopsi eksisional
dimana selain pengambilan sampel juga mengangkat semua massa atau kelainan yang
ada.Kemajuan teknologi radiologi yang pesat dan merupakan mitra utama biopsi,
terutama pada tumor yang terletak di rongga dada dan rongga abdomen. Keberadaan
fluoroskop-TV, ultrasonogram dan CT Scan sangat bermanfaat dalam menuntun
ujung jarum sampai mencapai massa tumor (Suyatno, et.al, 2010).

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Pengertian Biopsi


Biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan patologi anatomi yang dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis pasti suatu lesi khususnya yang dicurigai
sebagai suatu keganasan. Pemeriksaan patologi ini juga bermanfaat tidak hanya
menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan tetapi juga untuk menentukan
prognosis. Berasal dari bahasa latin yaitu bios: hidup dan opsi: tampilan. Jadi secara
umum biopsi adalah pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan
dikirim ke laboratorium untuk diperiksa (Jandi S, 2008).

II.2. Prinsip- Prinsip Biopsi


Dalam melakukan biopsi maka harus memperhatikan prinsip-prinsip dari
suatu biopsi seperti; representatif, daerah hemoragis-nekrosis infeksi dan hancur
akibat jepitan/penekanan harus dihindari, hindari massage dan penekanan pada
tumor, biopsi dari lesi kulit atau permukaan mukosa harus menyertakan jaringan
sehat, biopsi dengan lesi yang lebih dalam harus dihindari terjadinya implantasi sel
tumor pada jaringan sehat, pada biopsi ulang pengambilan lesi yang sama harus
dihindari, lokasi dan arah insisi pada biopi harus diperhatikan supaya tidak
mempersulit prosedur selanjutnya. Garis insisi harus memperhatikan rencana terapi
definitif (diletakkan dibagian yang akan diangkat saat operasi definitif), ahli bedah
harus dapat memberikan tanda petunjuk yang tepat untuk ahli patologi, hindari
penggunaan infiltrasi lokal pada tumor, dan blood-less surgery (DeVita VT, et.al,
2008).

II.3.Terminologi pemeriksaan Patologi Anatomi kasus praganas dan


ganas
Displasia
Dalam bahasa latin berarti bentuk yang buruk, merupakan bentuk paling awal
dari prakanker yang dikenal oleh ahli patologi melalui pemeriksaan biopsi. Displasia
merupakan penyimpangan sel dari keadaan normal. Sel yang mengalami displasia
tampak abnormal bentuknya karena terjadi gangguan dalam proses pematangan sel.
Adanya gambaran displasia epitel merupakan tanda karakteristik utama dari keadaan
praganas. Perubahan hanya terbatas pada jaringan epitel belum menginvasi ke
jaringan lebih dalam.

Carsinoma In Situ
Carsinoma In Situ sinonim dengan displasia derajat tinggi sehingga resiko
untuk berubah menjadi kanker sangat tinggi. Carsinoma In Situ merupakan bentuk
awal karsinoma tanpa invasi ke jaringan sekitar atau sel neoplastik berproliferasi
hanya pada daerah sekitar tumor saja.

Carsinoma Invasive
Umumnya disebut kanker, merupakan tahap akhir dari rangkaian perubahan
sel apabila tidak diobati akan menginvasi jaringan tubuh dan menyebabkan kematian
(Neville Woolf et.al, 2004).

II.4. Derajat / Stadium Klasifikasi Tumor

Mengetahui stadium tumor sangat penting artinya untuk menentukan tindakan


apa yang akan diberikan dan juga prognosis penyakit. Beberapa cara menentukan
stadium dari tumor, antara lain berdasarkan :
1. Stadium tumor berdasarkan letak topografi tumor beserta ekstensi dan
metastasenya dalam organ
a. Stadium lokal: pertumbuhannya masih terbatas pada organ semula tempatnya
tumbuh.
b. Stadium metastase regional: tumor padat telah metastase ke kelenjar limfe
yang berdekatan ( kelenjar limfe regional )
c. Stadium metastase jauh: tumor padat telah metastase pasa organ yang
letaknya jauh dari tumor primer. Secara klinis kadang – kadang dipakai dua
sitilah diatas sekaligus untuk menyebut stadium tumor padat yaitu Stadium
lokoregional, oleh karena pada kenyataannya sering ditemukan stadium lokal
dan regional secara bersamaan pada waktu dilakukan pemeriksaan klinis
(Benedet JL, et.al, 2006).
2. Stadium tumor berdasarkan sistem TNM ( stadium TNM )

Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana Perancis


Piere de Noix, kemudian dipergunakan dan disempunakan oleh UICC ( Union
Internationale Contre le Cancere ), dan sejak 1958 sistem ini dipergunakan
secara luas di berbagai belahan dunia.Sistem TNM ini berdasarkan 3 kategori,
yaitu : T ( Tumor primer ), N ( Nodul regional, metastase ke kelenjar limfe
regional ), dan M ( Metastase jauh ). Masing – masing kategori tersebut dibagi
lagi menjadi subkategori untuk melukiskan keadaan masing – masing kategori
dengan cara memberi indeks angka dan huruf di belakang T, N, dan M, yaitu :
• T = Tumor Primer
- Indeks angka : Tx, Tis, T0, T1, T2, T3, dan T4
- Indeks huruf : T1a, T1b, T1c, T2a, T2b, T3b, dst
• N = Nodul, metastase ke kelenjar regional.
- Indeks angka : N0, N1, N2, N3.
- Indeks huruf : N1a, N1b, N2a, N2b, dst
• M = Metastase organ jauh
- Indeks angka : M0, M1
- Indeks huruf : Mx

Tiap – tiap indeks angka dan huruf mempunyai arti klinis sendiri –
sendiri untuk setiap jenis atau tipe tumor padat. Jadi arti indeks untuk
karsinoma payudara tidak sama dengan karinoma nasofaring, dsb (Benedet JL
et.al, 2006). Pada umumnya arti sistem TNM tersebut adalah sebagai berikut:

• Kategori T = Tumor Primer


- Tx = Syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi.
- Tis = Tumor in situ
- T0 = Tidak ditemukan adanya tumor primer
- T1 = Tumor dengan f maksimal < 2 cm
- T2 = Tumor dengan f maksimal 2 - 5 cm
- T3 = Tumor dengan f maksimal > 5 cm
- T4 = Tumor invasi keluar organ.
• Kategori N = Nodul, metastase ke kelenjar regional.
- N0 = Nodul regional negative
- N1 = Nodul regional positif, mobile ( belum ada perlekatan )
- N2 = Nodul regional positif, sudah ada perlekatan
- N3 = Nodul jukstregional atau bilateral.
• Kategori M = Metastase organ jauh
- M0 = Tidak ada metastase organ jauh
- M1 = Ada metastase organ jauh
- M2 = Syarat minimal menentukan indeks M tidak terpenuhi.

3. Stadium tumor berdasarkan pentahapan menurut AJCC (American Joint


Committee on Cancer)

Setelah sistem TNM diperkenalkan dan dipakai secara luas pada tahun 1958,
kelompok para ahli yang menangani kanker di USA, pada tahun 1959 juga
mengemukakan suatu skema pentahapan kanker yang merupan penjabaran lebih
lanjut dari sistem TNM. Kelompok para ahli tersebut semula bernama : The American
Joint Committee for Cancer Staging and End Results Reporting (AJC). AJC tersebut
kemudian berubah nama pada tahun 1980 menjadi American Joint Committee on
Cancer (AJCC). Tujuan pembuatan staging kanker tersebut adalah agar lebih praktis
dan lebih mudah pemakaiannya di klinik. Staging menurut AJCC ini pertama harus
menentukan T, N, M dari tumor padat tersebut sesuai ketentuan yang ada, dan
selanjutnya dikelompokkan dalam stadium tertentu yang dinyatakan dalam angka
romawi ( I – IV ) dan angka arab ( khusus untuk stadium 0 ) (AJCC, 2009).
Lebih mudahnya, sebagai contoh dapat dilihat staging kanker payudara menurut
AJCC pada table / gambar berikut :

4. Stadium tumor berdasarkan kesepakatan para ahli (Konvensi)


Beberapa jenis tumor padat stagingnya didasarkan pada kesepakatan
para ahli di bidangnya masing – masing . Beberapa contohnya antara lain :
• Stadium Dukes, untuk karsinoma kolorektal
• Stadium Ann Arbor, untuk limfoma maligna
• Stadium FIGO, untuk karsinoma serviks dan tumor ginekologi
• Staging melanoma maligna menurut Clark, dan Breslow, dll (Benedet et.al,
2006).

II.5. Jenis Pemeriksaan


Biopsi harus representative baik secara klinis maupun mikroskopis misalnya
memilih daerah tumor yang tidak ada nekrosis dan tidak terdapat infeksi sekunder.
Interpretesi biopsi untuk diagnosis suatu neoplasma dapat dilakukan berdasarkan :
 Pemeriksaan makroskopis
Merupakan pemeriksaan dengan mata biasa untuk menilai/ memperkirakan
suatu jaringan tumor bersifat ganas atau jinak. misalnya bentuk, ukuran,
warna ,permukaan, Batas jelas/tidak, permukaan rata / berbenjol – benjol,
tepi meninggi / tidak, mudah berdarah /tidak, bersimpai / tidak, rapuh
tidaknya tumor, seperti dibawah ini :
 Bentuk plaque : melanoma, basalioma
 Bentuk nodus : padat, kistik
 Bentuk erosi,ulkus
 Pemeriksaan mikroskopis
Suatu pertumbuhan neoplastik khususnya keganasan dini tidak dapat
didiagnosis berdasarkan pengamatan klinis semata, karena tidak ada kriteria
pasti untuk menentukan jinak dan ganasnya. Suatu lesi secara klinis selain
tidak adanya gejala karakteristik, seringkali baru terdeteksi pada stadium
lanjut setelah timbul gejala klinis yang mengganggu penderita. Untuk
mengatasi hal ini perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium penunjang.
Pemeriksaan mikroskopis merupakan cara yang sangat penting untuk
menegakkan suatu neoplasma.

II.6. Jenis Biopsi

Biopsi terbagi menjadi :

 Biopsi tertutup: Tanpa membuka kulit, Bisa dikerjakan oleh disiplin non-
bedah
 Biopsi terbuka: Dengan membuka kulit/mukosa, Biasanya dikerjakan oleh
disiplin bedah, dan Akan mendapatkan spesimen yang lebih representative
Biopsi Tertutup: Bahan sedikit/kurang representative, Dapat ditingkatkan dengan
biopsi terbuka, Contoh : FNAB, Core Biopsy, Cairan cyste-sputum-darah-ascites, dan
Endoscopy.

Biopsi terbuka: Biasanya dikerjakan oleh disiplin bedah, Dengan membuka


kulit/mukosa, Pemeriksaan yang dikerjakan : histo-patologi, dan macamnya : Biopsi
insisi, Biopsi eksisi (Suyatno et.al, 2010).

a. Biopsi Insisional

Yaitu pengambilan sampel jaringan melalui pemotongan dengan pisau bedah.


Dengan pisau bedah, kulit disayat hingga menemukan massa dan diambil
sedikit untuk diperiksa.Teknik suatu biopsi insisional antara lain:

1. Tentukan daerah yang akan dibiopsi.


2. Rancang garis eksisi dengan memperhatikan segi kosmetik.

3. Buat insisi bentuk elips dengan skalpel nomor 15.

4. Angkat tepi kulit normal dengan pengait atau pinset bergerigi halus.

5. Teruskan insisi sampai diperoleh contoh jaringan. Sebaiknya contoh jaringan


ini jangan sampai tersentuh.

6. Tutup dengan jahitan sederhana memakai benang yang tidak dapat diserap.
a.

b. Biopsi Eksisional

Yaitu pengambilan seluruh massa yang dicurigai disertai jaringan sehat di


sekitarnya. Metode ini dilakukan di bawah bius umum atau lokal tergantung
lokasi massa dan biasanya dilakukan bila massa tumor kecil dan belum ada
metastase . Teknik biopsi eksisional, adalah sebagai berikut :

1. Rancang garis eksisi,


2. Sebaiknya panjang elips empat kali lebarnya.

3. Lebar maksimum ditentukan oleh elastisitas, mobilitas, serta banyaknya kulit


yang tersedia di kedua tepi sayatan.

4. Banyaknya jaringan sehat yang ikut dibuang tergantung pada sifat lesi, yaitu:
5. Lesi jinak, seluruh tebal kulit diangkat berikut kulit sehat di tepi lesi dengan
sedikit lemak mungkin perlu dibuang agar luka mudah dijahit.

6. Karsinoma sel basal, angkat seluruh tumor beserta paling kurang 0.5 s/d 1 cm
kulit sehat.

7. Karsinoma sel skuamosa, angkat seluruh tumor beserta paling kurang 1 s/d 2
cm kulit sehat.

8. Insisi dengan skalpel nomor 15 hingga menyayat seluruh tebal kulit.

9. Inspeksi luka dan atasi perdarahan.

10. Tutup dengan jahitan sederhana menggunakan benang yang tidak dapat
diserap.
c. Biopsi Jarum

Yaitu pengambilan sampel jaringan atau cairan dengan cara disedot


lewat jarum. Biasanya cara ini dilakukan dengan bius lokal (hanya area sekitar
jarum). Bisa dilakukan secara langsung atau dibantu dengan radiologi seperti
CT scan atau USG sebagai panduan untuk membuat jarum mencapai massa
atau lokasi yang diinginkan.
Biopsi jarum dibagi atas FNAB (fine needle aspiration
biopsy)/BAJAH (Biopsi Aspirasi Jarum Halus), dan Core biopsy. Apabila
biopsi jarum menggunakan jarum berukuran besar maka disebut core biopsi,
sedangkan bila menggunakan jarum kecil atau halus maka disebut fine needle
aspiration biopsi. Biopsy aspirasi jarum halus merupakan metode lain untuk
'diagnosis jaringan' - yaitu, sebuah cara sampling sel dalam benjolan
mencurigakan atau massa. . Biopsi aspirasi jarum halus sedikit lebih cepat dan
kurang invasif dari biopsi inti. Biopsi jarum halus aspirasi tidak memerlukan
anestesi lokal banyak. Seperti dengan biopsi inti, USG atau mammographik
mungkin diperlukan untuk menemukan benjolan atau area yang akan
dijadikan sampel jika tidak dapat dengan mudah dirasakan. Pada hampir
semua tumor dapat dilakukan biopsi aspirasi, baik yang letaknya
superfisial palpable ataupun tumor yang terletak di dalam rongga tubuh
unpalpable dengan indikasi :

1) Preoperatif biopsi aspirasi pada tumor sangkaan maligna operable.


Tujuannya adalah untuk diagnosis dan menentukan pola tindakan bedah
selanjutnya.
2) Maligna inoperable. Biopsi aspirasi merupakan diagnosis konfirmatif.
3) Diagnosis konfirmatif tumor "rekuren" dan metastasis.
4) Membedakan tumor kistik,solid dan peradangan.
5) Mengambil spesimen untuk kultur dan penelitian
Penggunaan biopsi aspirasi dalam diagnosis tumor mempunyai dampak
yang menguntungkan baik ditinjau dari segi menejemen tumor, pelayanan
onkologik rumah sakit maupun bagi pasien. Namun harus disadari bahwa
jangkauan sitologi biopsi aspirasi sangat terbatas yang dapat terjadi pada
keadaan dimana luasnya invasi tumor tidak dapat ditentukan, subtipe kanker
tidak selalu dapat diidentifikasi, dan dapat terjadi negatif palsu. Diagnosis
sitologik dengan menggunakan FNAB mempunyai nilai klinik antara lain
1. Sitologi positif / Positif Maligna : Merupakan petunjuk untuk
melakukan tindakan lebih lanjut antara lain survei metastasis,
menentukan stadium, memilih alat diagnostik lain bila diperlukan dan
mendiskusikan pola pengobatan.
2. Sitologi negatif atau kelainan jinak : Belum dapat menyingkirkan
adanya kanker; perlu dipikirkan kemungkinan negative palsu. Negatif
palsu dapat terjadi karena kesalahan teknis, sehingga sejumlah sel tumor
tidak terdapat pada sediaan. Bila terdapat perbedaan sitologi dan data
klinik, alternatif tindakan terbaik adalah biopsi bedah; akan tetapi, pada
kasus sitologi negatif dengan spesifikasi kelainan dan cocok dengan
gambaran klinik, maka pola pengobatan dapat ditentukan.
3. Sitologi suspek / mencurigakan maligna : Mungkin memerlukan
pemeriksaan lain sebelum pengobatan antara lain pemeriksaan potongan
bekuataupun sitologi imprint atau kerokan durante operasionam.
4. Inkonklusif (tidak dapat diinterpretasikan) : Dapat terjadi karena
kesalahan teknik atau karena situasi tumor, misalnya mudah berdarah,
reaksi jaringan ikat banyak atau tumor terlalu kecil, sehingga sulit
memperoleh sel tumor. Dalam praktek, sitologi inkonklusif
meningkatkan negatif palsu.
Tindakan core biopsi adalah prosedur di mana jarum melewati kulit
untuk mengambil sampel jaringan dari suatu massa atau benjolan. Jaringan
tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk setiap kelainan. Core
Biopsi dapat dilakukan ketika sebuah benjolan mencurigakan ditemukan,
misalnya benjolan payudara atau pembesaran kelenjar getah bening, atau jika
suatu kelainan terdeteksi pada tes pencitraan seperti x-
ray, USG atau mamografi. Core biopsi merupakan prosedur lebih invasif
daripada biopsi aspirasi jarum halus, karena menggunakan bius lokal. Namun,
lebih cepat dan kurang invasif daripada biopsi bedah. Dalam beberapa kasus,
hasil biopsi inti akan mencegah tindakan operasi. Sedangkan untuk tehnik suatu
tindakan Core Biopsi dijelaskan sebagai berikut dimana lebih awal dilakukan
tindakan dengan menggunakan anestesi lokal di mana jarum
dimasukkan. Sebuah sayatan kecil (dipotong) dibuat dalam kulit di atas
benjolan, dan jarum dimasukkan melalui insisi. Ketika ujung jarum berada di
daerah yang akan diperiksa, jarum cekung yang didesain khusus digunakan
untuk mengumpulkan sampel sel-sel yang hadir. Ini ditampilkan dalam diagram
di bawah ini. Jarum kemudian ditarik, dan sampel yang diekstraksi.Hal ini
dapat diulang sampai 5 kali, sampai sebuah sampel yang cukup telah
dikumpulkan (Suyatno et.al, 2010).
Dalam beberapa kasus, benjolan atau massa dari mana sel-sel yang
harus dilakukan adalah tidak mudah dirasakan melalui kulit. Jika hal ini terjadi,
ahli radiologi, ahli bedah atau ahli patologi mengumpulkan sampel dapat
menggunakan USG , dimana jarum dapat dilihat pada monitor USG dan
dibimbing ke daerah, atau stereotacticmamografi (untuk payudara) yang
menggunakan dua mammogram di sudut yang berbeda dan komputer untuk
menemukan daerah yang benar. Hal ini dapat membuat prosedur memakan
waktu lebih lama. Secara keseluruhan, biopsi inti biasanya memakan waktu
antara 30 menit sampai 1 jam untuk menyelesaikan.Karena pembiusan lokal
yang digunakan, core biopsi seharusnya tidak menyakitkan, meskipun mungkin
tidak nyaman. Hasil interpretasi Core Biopsy/ Biopsi Inti, antar lain :
 Yang tidak memadai / tidak cukup: Sampel yang diambil adalah tidak cukup
untuk mengkonfirmasi diagnosis kanker.
 Jinak: Tidak ada sel-sel kanker ini. Benjolan atau pertumbuhan berada di
bawah kendali dan tidak menyebar ke area lain dari tubuh.
 Atypical , atau curiga keganasan: Hasil tidak jelas. Beberapa sel tampak
abnormal tetapi tidak pasti kanker.Biopsi bedah mungkin dibutuhkan untuk
mengambil sampel sel.
 Ganas: Sel-sel kanker, tidak terkontrol dan memiliki potensi atau telah
menyebar ke area lain dari tubuh.
Core biopsi adalah tes relatif cepat dan efektif untuk menentukan
status jaringan tersangka. Dibandingkan dengan biopsi bedah, core biopsi kecil
kemungkinan melibatkan jaringan parut, infeksi atau sakit, dan memiliki waktu
pemulihan signifikan lebih pendek. Core biopsi sangat berguna untuk
menyelidiki kelainan terdeteksi pada tes pencitraan, seperti x-ray. Ini adalah
investigasi pilihan ketika microcalcification payudara terlihat pada
mamografi. Juga, karena jarum yang digunakan adalah cukup besar untuk
mengambil 'slice' koheren jaringan, memungkinkan sel untuk diperiksa di
bawah mikroskop karena mereka diatur di dalam tubuh. Hal ini dapat
membantu untuk membedakan antara beberapa jenis penyakit pra-kanker
(seperti karsinoma duktal in situ) dan karsinoma duktal invasif . Resiko core
biopsi termasuk kemungkinan bahwa setiap sel-sel kanker ini bisa menyebar ke
dalam jaringan, tetapi hal ini jarang terjadi ketika tes ini dilakukan oleh praktisi
terampil (Emanuel, 2014).
Selain biopsi dengan jarum seperti diatas terdapat juga suatu tindakan
biopsi menggunakan jarum dengan bantuan endoskopi. Pada prinsipnya sama
yaitu pengambilan sampel jaringan dengan aspirasi jarum, hanya saja metode
ini menggunakan endoskopi sebagai panduannya. Cara ini baik untuk tumor
dalam saluran tubuh seperti saluran pernafasan, pencernaan dan kandungan.
Endoskopi dengan kamera masuk ke dalam saluran menuju lokasi kanker, lalu
dengan jarum diambil sedikit jaringan sebagai sampel.
Dan yang terakhir pemeriksaan biopsi secara Punch biopsy. Biopsi ini
biasa dilakukan pada kelainan di kulit. Metode ini dilakukan dengan alat yang
ukurannya seperti pensil yang kemudian ditekankan pada kelainan di kulit, lalu
instrument tajam di dalamnya akan mengambil jaringan kulit yang ditekan.
Menggunakan anastesi lokal dan bila pengambilan kulit tidak besar maka tidak
perlu dijahit.
Jaringan yang diperoleh dari hasil biopsi difiksasi, dan dikirim untuk
pemeriksaan patologi dan atau imunohistokimia. Tujuan pemeriksaan patologi
ini adalah untuk menentukan apakah lesi tersebut ganas atau jinak, dan
membedakan jenis histologisnya. Pada beberapa keadaan, biopsi dari kelenjar
getah bening menentukan staging dari keganasan. Tepi dari specimen (pada
biopsi eksisional) juga diperiksa untuk mengetahui apakah seluruh lesi sudah
terangkat (tepi bebas dari infiltrasi tumor) (Emanuel, 2014).

II.7. Efek Samping dan indikasi / kontraindikasi Biopsi

Infeksi akan terjadi bila tidak memperhatikan teknik aseptik antisepsis,


Perdarahan, bisa terjadi pada lesi neoplasma karena adanya hipervaskularisasi.

Indikasi suatu tindakan Biopsi adalah sebagai berikut :

 Lesi yang menetap lebih dari 2 minggu tanpa diketahui penyebabnya


 Ulserasi yang menetap tidak menunjukkan tanda tanda kesembuhan sampai 3
minggu
 Setiap penonjolan yang dicurigai sebagai suatu neoplasma
 Lesi tulang yang tidak diidentifikasi setelah pemeriksaan klinis dan radiologis
 Lesi hiperkeratotik yang menetap

Sedangkan Kontra Indikasi Biopsi antara lain :

 Infeksi pada lokasi yang akan dibiopsi (relatif)


 Gangguan faal hemostasis berat (relatif)

 Biopsi diluar daerah yang direncanakan akan dieksisi saat operasi


III. Kesimpulan

 Biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan patologi anatomi yang dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis pasti suatu lesi khususnya yang
dicurigai sebagai suatu keganasan
 Derajat/stadium tumor berdasarkan :

1. Letak topografi tumor beserta ekstensi dan metastasenya dalam organ


2. Sistem TNM
3.Pentahapan menurut AJCC ( American Joint Committee on Cancer )
4. Berdasarkan kesepakatan para ahli (konvensi)

 Interpreteasi biopsi untuk diagnosis suatu neoplasma dapat dilakukan


berdasarkan pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis
 Terdapat 2 jenis biopsy yaitu biopsy terbuka dan tertutup

 Tujuan biopsy antara lain mengetahui morfologi tumor ,mengetahui , grading


sel tumor dan untuk merencanakan sampai sejauh mana radikalitas operasi

 Indikasi biopsy , dilakukan pada suatu lesi yang menetap selama kurang lebih
2 minggu , pada suatu lesi yang dicurigai neoplasma, ulkus yang tidak sembuh

 Kontra indikasi biopsy yaitu adanya infeksi di tempat yang akan diambil
sampelnya, gangguan faal hemostasis , dilakukan pada diluar daerah yang
akan dilakukan eksisi (Jandi S, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

American Joint Committee on Cancer. 2009. Cancer Staging. Available from:


http://www.cancerstaging.org. Accessed 24 Mei 2018.

Benedet JL, Staging Classifications and Clinical Practice Guidelines for


Gynaecological Cancers, A collaboration between FIGO and IGCS, third
edition, November 2006, page:63-80.

DeVita, V.T., Lawrence, T.S., Rosenberg, S.A., 2008. DeVita, Hellman & Rosberg’s
Cancer: Principles & Practice of Oncology. 8th ed. Lippincott Williams &
Wilkins

Jandi Sudiono. 2008. Pemeriksaan Patologi Untuk Diagnosis Neoplasma, Jakarta:


EGC. 258-259.

Neville Woolf, Damm DD, Allen CM. 2004. Pathology Basic and Sistemic 2nd
Edition. Philadelphia: Saunders. 340-5.

Rubin, Emanuel. Reisner, Howard M. 2014. Essentials of Rubin’s Pathology ed 6th.


Lippincott Williams & Wilkins. Page 670, 678-679

Suyatno, Emir Pasaribu, 2010. Bedah Onkologi Diagnostik dan Terapi. Jakarta: CV
Sagung Seto. P1-34.

Underwood. 2004. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta; EGC. 258-263.

Anda mungkin juga menyukai