Anda di halaman 1dari 9

TUGAS PENILAIAN STATUS GIZI

MENILAI STATUS GIZI KLINIS & BIOKIMIA KEKURANGAN


VITAMIN A (KVA)

OLEH KELOMPOK 12

Anggota:

- Aulia Febrianti Mappincara ( 6210123002)


- Nisrina Nur Fathiyah (6210123004)
- Nurul Annisa (6210123005)
- Maria Estefania Bate (6410123002)

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2023
A. Status Gizi Secara Klinis Untuk Kondisi Kekurangan Vitamin A
Tanda Fisik yang dapat di periksa secara klinis yaitu :

1.Buta Senja (hemeralopia , nyctalopia. XN ) / Rabun ayam


Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina Pada keadaan ringan, sel batang
retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah lama berada di cahaya yang
terang Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tidak dapat melihat lingkungan
yang kurang cahaya.
-Ciri Lainnya
❖ Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
❖ Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruangyang remang-remang
setelah lama berada di cahaya terang
❖ Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di
lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.
➢ Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta senja dengan cara :
❖ Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/ menabrak benda
didepannya, karena tidak dapat melihat. Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit
untuk mengatakan anak tersebut buta senja.
❖ Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di dudukkan ditempat kurang
cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan di depannya.

2.Xerosis konjunctiva ( XIA)


Selaput lendir mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan
berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
➢ Tanda-tanda :
❖ Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering,
berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
❖ Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna kecoklatan
3.Xerosis konjunctiva dan bercak bitot (XI B)
Gejala XI B adalah tanda tanda XI A ditambah dengan bercak bitot, yaitu bercak putih seperti
busa sabun atau keju terutama celah mata sisi luar Bercak ini merupakan penumpukan keratin
dan sel epitel yang merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia. sehingga dipakai
sebagai penentuan prevalensi kurang vitamin A pada masyarakat. Dalam keadaan berat
tanda-tanda pada XI B adalah, tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjunctiva,
konjunctiva tampak menebal, berlipat dan berkerut.
➢ Tanda-tanda :
❖ Tanda-tanda xerosis kojungtiva (XIA) ditambah bercak bitot yaitu bercak putih seperti
busa sabunatau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.
❖ Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan selepitel yang merupakan tanda khas
pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria penentuan prevalensi
kurang vitamin A dalam masyarakat.
➢ Dalam keadaan berat :
❖ Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.
❖ Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
❖ Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik.
4.Xerosis kornea (X2)
Kekeringan pada konjunctiva berlanjut sampai kornea, kornea tampak suram dan kering
dengan permukaan tampak kasar.
➢ Tanda-tanda :
❖ Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.
❖ Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
❖ Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit infeksi dan
sistemik lain).

5.Keratomalasia dan Ulcus Korea (X3 A: X3 B)


Komea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus. Pada tahap ini dapat terjadi perforası
kornea Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan perforasi dan prolaps jaringan
isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan Keadaan umum
yang cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus
melalui tahap-tahap awal xeroftalmia.
➢ Tanda-tanda :
❖ Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus
❖ Tahap X3A bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea.
❖ Tahap X3B Bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3 permukaan kornea..
❖ Keadaan umum penderita sangat buruk.
❖ Pada tahap ini dapat terjadi perforasi komea (kornea pecah). Keratomalasia dan tukak
komea dapat berakhir dengan perforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan
membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang
cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus
melalui tahap- tahap awal xeroftalmia.
6.Xeroftalmia Scar (XS)
jaringan parut kornea. Korea tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila
luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut.
Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi
cangkok komea. sikatriks (jaringan parut) komea Kornea mata tampak menjadi putih atau
bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas
berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat
disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.

7. Xeroftalmia Fundus (XF)


Tampak seperti cendol XN, XI A, XI B. X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan
pengobatan yang baik Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera
diobati karena dalam beberapa hari bisa menjadi keratomalasia. X3A dan X3 B bila diobati
dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan
total bila lesi pada komea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea. Dengan
opthalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol.
Ciri- ciri klinis lainnya :

1. Kulit kering
vitamin A juga penting untuk pembentukan dan perbaikan sel kulit. Vitamin ini juga bisa
membantu melawan peradangan karena masalah kulit tertentu. Oleh sebab itu, tidak
mendapatkan cukup vitamin A mungkin menjadi penyebab perkembangan eksim dan
masalah kulit lainnya.

2. Mata kering
Dalam kasus yang ekstrim tidak mendapatkan cukup vitamin A bisa menyebabkan kebutaan
total atau kerusakan komea yang ditandai dengan jaringan kornea mata melepuh atau disebut
dengan bintik Bitot.

3. Rabun senja
Kekurangan vitamin A yang parah dapat menyebabkan rabun senja. Beberapa penelitian
observasi melaporkan prevalensi rabun senja yang tinggi di negara
berkembang

4 .Sulit mengandung dan infertilitas Vitamin A diperlukan untuk reproduksi pria dan wanita,
serta perkembangan yang tepat pada bayi. Vitamin A dapat menyebabkan kesulitan untuk
hamil. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan kemandulan baik pada pria maupun
Wanita.

5. Pertumbuhan tertunda Anak-anak yang tidak mendapatkan cukup vitamin A mungkin


mengalami pertumbuhan yang terhambat. ini karena vitamin A diperlukan untuk
perkembangan tubuh manusia

6. Infeksi tenggorokan dan dada


kadar provitamin A karotenoid beta-karoten dalam darah yang tinggi dapat melindungi dari
infeksi saluran pernapasan

7. Penyembuhan luka yang buruk Luka yang tidak sembuh dengan baik setelah cedera atau
pembedahan mungkin terkait dengan rendahnya kadar vitamin A Ini karena vitamin A dapat
mendorong pembentukan kolagen, komponen penting dari kulit yang sehat.
8. Jerawat
vitamin A meningkatkan perkembangan kulit dan melawan peradangan, ini dapat membantu
mencegah atau mengobati jerawat.

B. Status Gizi Secara Biokimia Untuk Kondisi Kekurangan Vitamin A


Penilaian status gizi metode biokimia ialah pemeriksaan spesimen seperti darah, urine,
rambut, dan lain-lain yang diuji menggunakan alat khusus, yang umumnya dilakukan di
laboratorium.Tes status Vitamin A dalam darah merupakan tes yang bertujuan untuk
mengukur tingkat retinol di dalam darah. Retinol merupakan bentuk utama vitamin A.

Pemeriksaan status gizi vitamin A secara biokimia pada umumnya dilakukan dengan
pemeriksaan Serum Retinol dan Serum Retinol Binding Protein (RBP).Namun pemeriksaan
status gizi vitamin A dapat juga dilakukan dengan mengukur konsentrasi retinol dan Asi
Ibu.Namun hal tersebut menjadi indikator tidak langsung status vitamin A bayi yang disusui.
● Serum Retinol
Kadar serum retinol menggambarkan status vitamin A hanya ketika cadangan vitamin
A dalam hati kekurangan dalam tingkat berat (<0,07 µmol/g hati) atau berlebihan
sekali (>1,05 µmol/g hati).Faktor yang berpengaruh pada kadar serum retinol antara
lain umur, jenis kelamin dan ras.Serum retinol dalam darah tetap konstan sampai
penyimpanan di hati berkurang. Kadar serum yang rendah umumnya terdapat pada
pasien dengan xeroftalmia. Kadar normal serum vitamin A adalah di atas 20 mcg/dL.
● Serum Retinol Binding Protein (RBP)
RBP adalah protein transpor spesifik vitamin A, dinamakan holo RBP ketika
berikatan dengan retinol, sedangkan bila tidak ada ikatan dinamakan apo-RBP. Bila
cadangan hati menurun, yang timbul pada tingkat akhir defisiensi vitamin A, RBP
berakumulasi dalam hati menjadi apo-RBP dan kadar serum retinol dan RBP
menurun.Konsentrasi serum RBP dapat menggambarkan konsentrasi serum retinol
dan karena itu dapat digunakan untuk indikator status vitamin A.
● Air Susu Ibu
Air susu ibu dipilih karena antara lain tidak menyakitkan, pengambilannya lebih
mudah dibandingkan dengan pengambilan darah, di lapangan tidak memerlukan
proses lebih lanjut, waktu yang diperlukan untuk penanganan sampel di lapangan
sangat sedikit dibandingkan dengan penanganan sampel darah. Hasil analisis retinol
dalam ASI selain menunjukkan status vitamin A ibu menyusui juga dapat
memprediksi status bayi yang dilahirkan. Oleh karena itu bila status vitamin A ibu
menyusui di masyarakat marginal, maka peluang terjadinya KVA pada anak-anak di
komunitas tersebut menjadi tinggi.Metode MRDR menunjukkan bahwa nilai rasio
dari DR: R air susu (didehydroretinol: retinol) merupakan alternatif yang potensial
untuk penentuan status vitamin A pada ibu menyusui.

➢ Pemeriksaan penunjang lainnya :


Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit lain yang dapat
memperparah seperti pada :
● Pemeriksaan darah malaria
● Pemeriksaan darah lengkap
● Pemeriksaan fungsi hati
● Pemeriksaan radiologi untuk mengetahui apakah ada pneumonia atau TBC
● Pemeriksaan tinja untuk mengetahui apakah ada infeksi cacing serta
● Pemeriksaan darah yang diperlukan untuk diagnosa penyakit penyerta
DAFTAR PUSTAKA

Hasan,R. 2005. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Universitas Indonesia.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika.
Ranuh, I.G.N, dkk. 2001. Buku Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Rodolfh, dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Rodolfh Edisi 20 Volum I. Jakarta: EGC
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.
Permaesih, D. (2008). Penilaian status vitamin A secara biokimia. GIZI INDONESIA, 31(2).

Anda mungkin juga menyukai