Anda di halaman 1dari 31

Referat

Disusun Oleh :
Lisa Mery Nathania (11-2015-245)
Pembimbing :
dr. Nanda Lessi Hafni Eka Putri, Sp.M

XEROPHTHALMIA
Suatu

kondisi yang mencakup seluruh


abnormalitas (kelainan anatomi bola mata
& gangguan fungsi sel retina) yang
disebabkan oleh defisiensi vitamin A

Xeros yaitu kering; Opthalmos yaitu mata

dry eye

Epidemiologi
Penyebab utama kebutaan anak usia 6 bulan 4 tahun

di negara berkembang
Sampai tahun 1950 endemik di negara berkembang
seperti India & Indonesia
Survei WHO tahun 1994 anak usia 0-4 tahun
2.8juta penderita xeroftalmia & subklinis 251 juta anak
20.000-100.000 kasus baru di seluruh dunia per
tahunnya
Indonesia 1964-1965 & 1970an home of
xerophthalmia 1992 1.34% menjadi 0.33%
Helen Keller Awards namun 50% balita KVA
subklinis

Etiologi

Ditinjau dari konsumsi makanan sehari-hari, KVA:


1.

Konsumsi makanan tidak mengandung cukup vitamin A /


pro-vitamin A untuk jangka waktu yang lama

2.

Bayi tidak diberikan ASI eksklusif

3.

Menu tidak seimbang yang diperlukan untuk penyerapan


vitamin A dalam tubuh

4.

Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A


diare kronik, KEP dan lain-lain.

5.

Adanya kerusakan hati kwashiorkor dan hepatitis kronis,


gangguan pembentukan RBP dan pre-albumin oleh
hepatosit yang penting dalam penyerapan vitamin A.

Faktor Resiko
Umur anak usia pra sekolah kebutuhan vit A tinggi & rentan

oleh infeksi parasit dan bakteri usus


Jenis kelamin Laki-laki 1.2-10 kali lebih rentan
Status fisiologis wanita hamil/menyusui, anak usai pra sekolah

dan usia sekolah (adolescent growth suprt)


Status gizi malnutrisi / KEP
Penyakit infeksi penyakit yang mengganggu metabolisme vit A
Faktor lain jumlah keluarga besar, pendidikan ortu rendah,

sanitasi buruk, sos-ek rendah

PATOGENESIS Metabolisme vit A


Sumber hewani pro-vit A
Sumber tumbuhan karoten
Absorpsi di dinding usus halus diubah jadi retinol
diangkut ke hepar oleh kilomikron dalam parenkim hati
sebagian retinol diesterifikasi menjadi retinil-palmitat &
disimpan di sel stelat sebagian lagi berikatan dengan
RBP untuk dibawa ke target sel berikatan dgn RBP
reseptor di membran sel target di dalam sel dgn RBP
intraseluler diubah jadi as. retinoat oleh enzim
spesifik

Target sel retinol retina


Retinol ditangkap reseptor pd sel RPE dibawa ke sel
fotoreseptor pembentukan RODOPSIN

Fungsi RPE:
- Menyerap cahaya & mencegah

terjadinya pemantulan
- Nutrisi fotoreseptor
- Penimbunan & pelepasan vit A
- Berperan
dalam
proses
pembentukan rodopsin
Sel kerucut fotopigmen =

porphyropsin
Sel batang rhodopsin
retinene (Aldehida vit A) +
protein opsin berperan
dalam
penglihatan
pada
cahaya redup

PATOGENES
IS
Fungsi barier terganggu mataplasia sel

gepeng & kretinisasi sel goblet di epitel


konjungtiva superfisial produksi mukus /
mucin terganggu & sel kornea menjadi lunak

Manifestasi & Gejala


Klinis
XN
HEMERALOPIA, NYCTALOPIA
X 1A

XEROSIS KONJUNGTIVA

X 1B

+ BERCAK BITOT

X2

XEROSIS KORNEA

X 3A

KERATOMALASIA & ULKUS KORNEA < 1/3


PERMUKAAN KORNEA

X 3B

KERATOMALASIA & ULKUS KORNEA > 1/3


PERMUKAAN KORNEA

XS

SIKATRIK KORNEA

XF

FUNDUS XEROPHTHALMICUS

Nyctalopia = Buta Senja = Rabun Senja = Rabun Ayam


(XN)
Gangguan adaptasi gelap (manifestasi paling awal)
Disebabkan oleh kegagalan retina menghasilkan

rodopsin

Keluhan : tidak dapat melihat di

lingkungan yang kurang cahaya

Xerosis konjungtiva awal proses


metaplasia keratinisasi lapisan
superfisial epitel konjungtiva
tidak mempengaruhi tajam
penglihatan
Tanda selaput lendir bola mata
tampak kurang mengkilat / terlihat
sedikit kering, berkeriput, &
berpigmentasi dgn permukaan
kasar & kusam
Keluhan tidak dapat melihat di
tempat redup, rasa tidak nyaman
pada mata seperti terasa panas , &
orang tua sering mengeluhkan
mata anak tampak kering atau
berubah warna kecoklatan (xerotic)

Xerosis Konjungtiva (X1A)

Xerosis Konjungtiva + Bercak Bitot ( X 1B )


Keluhan: mata anak tampak bersisik & ada bercak putih seperti
busa sabun terutama di daerah temporal & hampir selalu
bilateral
Lapisan putih ireguler yang menutupi lesi xerosis konjungtiva
deskuamasi epitel yang mengalami proliferasi dan keratinisasi
disertai dengan pertumbuhan bakteri
Tanda khas pada penderita xeroftalmia dipakai sebagai kriteria
penentuan prevalensi KVA dalam masyarakat

Keratopati pungtata

( akibat metaplasia epitel kornea)


Manifestasi defisiensi vitamin A paling awal di kornea
Umumnya terjadi di kuadran inferonasal
Bukan

termasuk
Xerophthalmia

dalam

klasifikasi

Sering terjadi bersamaan dengan nyctalopia & bercak

Bitot

Xerosis Kornea (X 2)
Kornea keruh, menebal di inferior, keratinisasi
Keluhan: pandangan mata menjadi kabur, penglihatan

pasien menurun pada ruangan terang, dan penderita


melihat halo pada sekitar objek
Kornea kering dengan senter peau dorange

Ulkus

kornea & Keratomalasia


permukaan kornea (X3A)

<

1/3

Ulkus

>

1/3

kornea & Keratomalasia


permukaan kornea (X3B)

Dapat terjadi ulkus dangkal atau dalam dan dapat

menyebabkan perforasi
Keratomalasia (perlunakan kornea) berwarna kuning keabuan
Keadaan umum penderita biasanya dalam kondisi sangat buruk
Terapi vitamin A biasa berespon baik dimana perbaikan kornea
terjadi disertai jaringan parut dan leukoma adheren.

Sikatrik Kornea (XS)


Gejala sisa yang merupakan penyembuhan

proses ireversibel pada kornea


Kornea mata tampak menjadi putih atau bola
mata tampak mengecil
Keparahan gangguan penglihatan tergantung
dari letak sikatriks buta tidak dapat
disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok
kornea

Xeroftalmia Fundus (XF)


Hilangnya pigmen dari lapisan epitel pigmen

retina bintik bintik kecil pada bagian perifer


retina

SKOTOMA sesuai dengan bg retina yg terlibat

Pada fundus didapatkan bercak-bercak kuning keputihan yang tersebar dalam retina
Bila ditemukan maka akan terjadi kebutaan yang tidak dapat disembuhkan

DIAGNOSIS
Anamnesis
PF Umum
PF Khusus
Pemeriksaan penunjang
Pasien dengan status malnutrisi atau penyakit

sistemik ( sirosis hepatis, gastroenteritis,


campak, tuberkulosis )
Ditemukan kelainan2 ( klasifikasi Xerophthalmia)
Lesi atipikal di kornea tidak sembuh dgn
antibiotik

PENATALAKSANAAN
1. Pemberian Kapsul Vitamin A pada anak

penderita Xeroftalmia

2. Pemberian Obat Mata :


Bercak Bitot tidak perlu, kecuali ada infeksi
Obat tetes/salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid (Tetrasiklin 1%,
Khloramfenikol 0.25-1% & Gentamisin 0.3%) penderita X2, X3A, X3B
4 x 1 gtt + atropin topikal 1 % 3 x 1 gtt
Min 7 hari sampai semua gejala pada mata menghilang & mata harus
ditutup dengan kasa
3. Terapi Gizi Medis = Terapi gizi khusus Tujuan = memberikan
makanan adekuat sesuai kebutuhan mencapai status gizi normal +
memberikan makanan tinggi sumber vit. A. Syarat:
Energi bertahap (fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi) 80-100
kalori/kg BB, 150 kalori/ kg BB & 200 kalori/ kg BB.
Protein tinggi pembentukan RBP & Rodopsin gizi buruk diberikan
bertahap yaitu : 1 1,5 gram/ kg BB / hari ; 2 3 gram/ kg BB / hari
dan 3 4 gram/ kg BB / hari
Lemak penyerapan vit A optimal minyak kelapa MCT
Sumber vit A ikan, hati, susu, telur terutama kuning telur, sayuran
hijau, buah berwarna merah, kuning, jingga, ubi jalar kuning, Jagung
kuning.
Bentuk makanan kondisi sel epitel saluran cerna juga telah
mengalami gangguan mudah cerna.

4. Pengobatan penyakit infeksi atau sistemik yang


menyertai
5. Pemantauan dan Respon Pengobatan dengan kapsul
vitamin A

6. Rujukan

PROFILAKSIS
Prinsip dasar = memenuhi kebutuhan

vitamin A + cegah penyakit infeksi


terutama diare & campak.

1. Komunikasi Informasi & Edukasi (KIE) / promosi


kesehatan
A. Mengenal wilayah yang berisiko
B. Mengenal tanda-tanda kelainan dini
C. Mengobati penyakit penyebab / penyerta
D. Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk
E. Penyuluhan keluarga

Memberikan ASI Eksklusif


G. Melakukan imunisasi dasar pada setiap bayi
F.

2. Suplementasi Vitamin A
Bayi berumur 6 Tiap 3 6 bulan diberikan vitamin A secara oral dengan
11 bulan

dosis 100.000 IU

Anak 1 6 tahun

Tiap 3 6 bulan diberikan vitamin A secara oral dengan


dosis 200.000 IU

Wanita menyusui

Diberikan secara oral dosis tunggal sebanyak 200.000 IU


dengan waktu pemberian:
-Saat bersalin
-8 minggu pertama setelah persalinan pada wanita yang
menyusui
-6 minggu pertama setelah persalinan pada wanita yang
tidak menyusui

3. Fortifikasi
Produksi bahan makanan kaya vitamin A yang dikonsumsi
masyarakat luas
Penambahan vitamin A pada beberapa jenis makanan yang
secara alami kandungan vit A nya tidak cukup gandum,
beras, teh, dan margarin
Mikronutrient seperti preparat besi dan seng yang membantu
absorbsi vitamin A.

PROGNOSIS
Stadium XN, XIA, X1B, dan X2 baik dan

kembali normal dengan syarat pengobatan harus


dilakukan secara dini & tepat
Stadium X2 keadaan gawat darurat X3A & X3B

sembuh tapi meninggalkan cacat/kebutaan

KESIMPULAN
Xeroftalmia

merupakan suatu istilah yang menerangkan


gangguan kekurangan vitamin A pada mata, termasuk
terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi
sel retina yang berakibat kebutaan. Xeroftalmia terjadi akibat
tubuh kekurangan vitamin A

Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata dibagi menurut

klasifikasi WHO yaitu stadium XN, XIA, XIB, X2 yang biasanya


dapat sembuh dan kembali normal dengan pengobatan yang
baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat
yang harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa
berubah menjadi X3, X3A, dan X3B yang bila diobati dapat
sembuh dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat
menyebabkan kebutaan total bila lesi pada kornea cukup luas.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. Tatalaksana kasus xeroftalmia pedoman

bagi tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral


Bina Kesehatan Masyarakat. 2003.
Sedia Oetama, Achmad Djaeni. Vitamin dalam Ilmu Gizi untuk
Mahasiswa dan Profesi. Jilid I. Jakarta. Dian Rakyat. 2008. Hal. 111112.
Abdoerrachman, MH, MB Affandi ,dkk. Oftalmologi dalam Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Info Medika. 1996. Hal. 909-910.
Ilyas SH. Anatomi dan Fisiologi Mata dalam Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2005. Hal. 1-12.
Ansstas George. Vitamin A Deficiency. 2012. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article pada tanggal 31 Juli 2016.
Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Konjungtiva dalam Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC. 2007. Hal 97-123.

Anda mungkin juga menyukai