CAIRAN AMNION
Cairan amnion merupakan komponen penting yang berperan selama proses kehamilan,
terkait dengan perkembangan fetus dan hasil dari kehamilan. Cairan amnion menciptakan
ruang untuk pergerakan janin selama berada di masa intrauterin, yang diperlukan untuk
perkembangan anatomi fetus. Cairan amnion akan mendukung perkembangan menelan janin
yang memegang peran penting untuk perkembangan saluran pencernaan, dan mendukung
perkembangan pernapasan janin yang diperlukan untuk perkembangan paru-paru. Cairan
amnion juga berfungsi untuk melindungi janin terhadap kompresi tali pusat dan melindungi
janin dari trauma.1,2,3
Cairan amnion memiliki aktivitas sebagai agen bakteriostatik yang akan menghambat
bakteri yang berpotensi menjadi pathogen.1,2 Cairan amnion memiliki protein-protein, sitokin-
sitokin, dan peptide antibakterial yang akan berperan sebagai mekanisme pertahanan fetus
selama masa intrauterine. Agen antibacterial ini berupa sistatin C, laktoferin, dan lisosim.
Komponen-komponen lain berupa transferrin, b-lisin, peroksidase, immunoglobulin, dan
kompleks zinc-peptida, dan juga kemokin seperti CXCL1 dan CXCL14.4
Cairan amnion terdiri dari gabungan dari beberapa komponen, seperti: fraksi insoluble
yang terdiri dari lanugo, verniks, dan elemen selular; fraksi soluble yang terdiri dari
karbohidrat, protein, lipid, elektrolit, dan metabolic; dan fraksi yang terdiri dari vesikel
ekstraseluler. Seiring dengan berjalannya waktu, mayoritas fraksi insoluble akan
tereliminasi.4
Jumlah cairan amnion bervariasi terkait dengan usia gestasi. Jumlah cairan amnion
meningkat dari sebanyak 30 mL pada usia gestasi 10 minggu menjadi 200 mL pada usia
gestasi 16 minggu dan mencapai 800 mL pada trimester kedua. Jumlah normal dari cairan
amnion pada trimester ketiga berkisar antara 400 mL – 2.100 mL.1,5
Osmolalitas urin janin merupakan cairan yang hipotonik jika dibandingkan dengan
plasma ibu dan janin dan memiliki osmolalitas yang sama dengan cairan amnion. Osmolalitas
plasma ibu dan janin adalah sebesar 280 mOsm/mL, sedangkan osmolalitas cairan amnion
adalah sebesar 260 mOsm/L. Kondisi hipotonisitas dari urin janin dengan cairan amnion akan
mendukung terjadinya perpindahan cairan intramembran yang signifikan melintasi dan ke
dalam pembuluh darah janin pada permukaan plasenta, dan nantinya akan masuk ke dalam
fetus. Perpindahan ini akan mencapai 400 mL setiap harinya.1,5
Formasi dari cairan amnion juga berasal dari saluran pernapasan fetal. Cairan paru-
paru diproduksi sebanyak 350 – 400 mL setiap hari selama trimester akhir dari kehamilan.
Jalur yang sebelumnya memegang peran penting dalam regulasi cairan amnion,
transmembranous flow dan jalur yang melintasi kulit janin akan memiliki proporsi
transportasi cairan yang jauh lebih kecil pada trimester kedua kehamilan. 1,5,6
PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI
Volume dari cairan amnion dinilai secara semikuantitatif, dengan mengukur single
deepest pocket (SDP) atau indeks cairan amnion (Amniotic Fluid Index-AFI).1,5,6
1. Single Deepest Pocket
Single deepest pocket (SDP) disebut juga sebagai maxium vertical pocket (MVP).
Uterus dibagi menjadi 4 kuadran pada usia gestasi diatas 20 minggu, masing-masing
kuadran kanan dan kiri atas dan bawah. Transduser ultrasnografi dipegang secara
tegak lurus dengan lantai dan sejajar/paralel dengan sumbu panjang tubuh. Dalam
bidang sagital, SDP dari cairan akan teridentifikasi. Kantung cairan mungkin juga
berisi bagian dari fetus, atau loop dari tali pusat, yang tidak termasuk dalam
pengukuran. 1,2,5
Kisaran normal untuk single deepest pocket adalah sebesar 2 - 8 cm. Metode lain
yang kurang umum digunakan untuk menentukan volume cairan amnion
menggunakan pengukuran single pocket pada bidang vertikal dan transversal. Volum
cairan yang adekuat didefinisikan sebagai kantung dengan ikuran 2 × 1 cm, saku 2 ×
2 cm, atau kantung yang luasnya sebesar 15 cm2.1,2,5
Evaluasi SDP pada kehamilan kembar (gestasi multifetal), SDP tetap menggunakan
kisaran normal 2 - 8 cm untuk setiap kantung. 1,2,5
Gambar 6. Pemeriksaan Ultrasonografi untuk Menilai SDP
Sumber: Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. 7th ed.
2. Indeks Cairan Amnion (AFI)
AFI tetap menjadi salah satu metode penilaian jumlah cairan amnion yang paling
umum digunakan. Seperti halnya pengukuran single deepest pocket, transduser
ultrasonografi diletakkan tegak lurus dengan lantai dan sejajar/paralel dengan sumbu
panjang tubuh. Rahim dibagi menjadi empat kuadran yang sama - masing-masing
kuadran kanan dan kiri atas dan bawah. AFI merupakan jumlah dari single deepest
pocket dari setiap kuadran. Kantung cairan mungkin berisi bagian janin atau loop tali
pusat, yang juga tidak termasuk dalam pengukuran. Pemeriksaan Color Doppler
umumnya digunakan untuk mengkonfirmasi tidak terdapat tali pusat yang terukur.
Kisaran normal untuk AFI yang digunakan adalah 5 - 24 cm. 1,2,5
D. OLIGOHIDRAMNION
1. DEFINISI
Oligohidramnion merupakan abnormalitas dari jumlah cairan amnion, dimana terjadi
penurunan dari jumlah cairan amnion. Diagnosis dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan
ultrasonografi. Oligohidramnion didefinisikan sebagai pada AFI 5 cm atau single deepest
pocket 2 cm. 1,3,5
2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya oligohidramnion dapat berupa penurunan dari produksi cairan
amnion atau peningkatan dari penyerapan cairan amnion. 1,3
Trimester awal kehamilan
Penurunan dari jumlah cairan mungkin disebabkan oleh abnormalitas fetus dimana
terdapat kondisi yang menghambat proses urinasi secara normal atau disebabkan oleh
abnormalitas plasenta. Penyebab lain dapat berupa ketuban yang pecah dan disertai
dengan kebocoran cairan, perdarahan vagina, atau kontraksi uterus.
Trimester kedua kehamilan
Terkait dengan restriksi dari pertumbuhan janin, kelainan plasenta, atau komplikasi ibu
seperti preeklampsia atau penyakit pembuluh darah. Penyebab lain seperti insufisiensi
uteroplasenta, kehamilan post dates
Anomali Kongenital
Pada usia gestasi 18 minggu, ginjal fetus merupakan kontributor utama dari jumlah
cairan amnion. Anomali kongenital tersering yang menyebabkan penurunan jumlah
cairan ketuban anomaly dari sistem genitourinari.
Abnormalitas dari ginjal yang menyebabkan tidak adanya produksi urin fetus termasuk
agenesis ginjal bilateral, renal multikistik displastik bilateral, agenesis ginjal unilateral
dengan kontralateral multikistik displastik, dan bentuk infantil dari penyakit ginjal
polikistik resesif autosomal. Abnormalitas urin juga dapat menyebabkan
oligohidramnion, seperti obstruksi outlet vesika urinaria fetus, seperti kloaka persisten
dan sirenomelia.
Obat-obatan
Obat-obatan yang bekerja dengan blokade dari sistem renin-angiotensin dapat
menyebabkan oligohidramnion obat-obatan ini termasuk angiotensin-converting enzyme
inhibitor (ACE-i) dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID).
Faktor Fetus
o Agenesis renal
o Uropati obstruksi
o Ruptur spontan dari membrane
o Ketuban pecah dini
o Abnormalitas dari plasentasi
o Kehamilan lama
o IUGR berat
Faktor Maternal
o Dehidrasi-hipovolemik
o Hipertensi
o Insufisiensi uetroplasenta
o Sindrom antifosfolipid
Tabel 2. Etiologi Oligohidramnion
Sumber: Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. 7th ed.
3. DIAGNOSIS
Diagnosis oligohidramnion dibuat ketika pengukuran AFI pada pemeriksaan
ultrasonografi <5 cm atau single deepest pocket <2 cm. 1,3,5
Pasien yang memiliki faktor resiko, seperti: janin kecil untuk usia kehamilan, dengan
ketuban pecah dini, kecurigaan IUGR, dan kehamilan post term direkomendasikan untuk
menjalani skrining untuk oligohidramnion. 1,5
Setelah diagnosis oligohidramnion dibuat, etiologi perlu ditentukan terkait penanganan
dari oligohidramnion. 1,5
4. TATALAKSANA
Target tatalaksana dari oligohidramnion berdasarkan pada etiologi yang mendasarinya.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik terkait kemungkinan dari etiologi yang mendasari harus
segera dilakukan. 1,5
Penanganan awal yang dapat dilakukan adalah berupa rehidrasi dari ibu dan janin.
Ketika dilakukan rehidrasi, akan terjadi peningkatan dari cairan yang berada di intravaskular
ibu, dan akan berpengaruh pada hidrasi dari janin.1,5
E. POLIHIDRAMNION
1. DEFINISI
Disebut juga sebagai hidramnion, merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan dari
jumlah cairan amnion. 1,4
Polihidramnion memiliki gejala dan tanda berupa ukuran uterus yang besar untuk usia
kehamilan, rahim teraba tegang, dan palpasi bagian janin, atau pengukuran detak jantung
janin sulit dilakukan. 1
2. KLASIFIKASI
Polihidramnion diklasifikasikan menjadi 3, berdasarkan nilai AFI dan SDP. 1
1. Ringan: AFI 25 - 29,9 cm, SDP 8 - 9,9 cm
2. Sedang: AFI 30 - 34,9 cm, SDP 10 - 11,9 cm
3. Berat: AFI 35 cm, SDP ≥ 12 cm
3. ETIOLOGI
Etiologi tersering dari polihidramnion meliputi anomali fetal, diabetes mellitus, dan
idiopatik. Anomali fetal berkontribusi sebesar 15% untuk terjadi polihidramnion, dan
diabetes mellitus berkontribusi sebesar 15 – 20%. Etiologi lain dari polihidramnion adalah
terdapat infeksi kongenital dan alloimunisasi dari sel darah merah. Infeksi kongenital yang
mungkin menjadi faktor resiko polihidramnion meliputi sitomegoviovirus, toksoplasmosis,
sifilis, dan parvovirus. 1,3
Diabetes Mellitus
Wanita dengan diabetes memiliki konsentrasi glukosa di cairan amnion yang lebih tinggi
dibandingkan mereka yang tidak memiliki diabetes, dan indeks cairan amnion (AFI)
memiliki korelasi dengan konsentrasi glukosa cairan amnion. Hal ini sesuai dengan
hipotesis bahwa kondisi hiperglikemia ibu akan menyebabkan kondisi hiperglikemia dari
janin, dan menyebabkan terjadinya diuresis osmotik janin ke dalam kompartemen cairan
amnion.
Anomali Kongenital
o Abnormalitas sistem saraf pusat yang berat, seperti anemia, hidranensefali, atau
holoprosensefali, dapat berkontribusi terhadap terjadinya polihidramnion karena
kondisi-kondisi tersebut akan menyebabkan gangguan menelan janin.
o Abnormalitas sistem neuromuskuler janin, seperti distrofi miotonik juga dapat
berkontribusi terhadap terjadinya polihidramnion. Obstruksi traktus gasintestinal
bagian atas janin — atresia esofagus atau duodenum — sering dikaitkan dengan
polihidramnion. Penyebab obstruktif lainnya termasuk schisis, mikrognatia,
obstruksi jalan napas kongenital, dan massa yang berlokasi di leher janin.
o Abnormalitas toraks janin yang berat, seperti hernia diafragma, malformasi kistik
adenomatoid, dan sekuestrasi paru, dikaitkan dengan polihidramnion.
Abnormalitas ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum dan gangguan
swalut, kadang-kadang dengan perkembangan hidrops. Anomali ginjal janin yang
umum, obstruksi persimpangan ureteropelvic, kadang-kadang dapat
menyebabkan hidramnion paradoks. Dan walaupun jarang, tumor seperti
teratoma sacrococcygeal janin, nefroma mesoblastik janin, dan korioangioma
plasenta besar sering disertai dengan peningkatan volume cairan amnion yang
abnormal.
Idiopatik
Sebanyak 70% kasus polihidramnion memiliki etiologi idiopatik. Hal ini terkait dengan
ukuran fetus. Semakin besar fetus, maka produksi urin yang dihasilkan akan semakin
banyak.
Faktor Fetus
o Anomali Kongenital
o Aneuploidi
o Abnormalitas genetic
o Sindrom transfusi twin-to-
twin
o Infeksi
o Abnormalitas plasenta
Faktor Maternal
o Idiopatik
o Diabetes mellitus tidak
terkontrol
o Perdarahan fetomaternalß
4. DIAGNOSIS
Diagnosis polihidramnion dibuat ketika pengukuran AFI pada pemeriksaan
ultrasonografi >24 cm atau single deepest pocket >8 cm. 1,2,3
5. TATALAKSANA
Target tatalaksana dari polihidramnion berdasarkan pada etiologi yang mendasarinya.
Polihidramnion berat dapat menyebabkan persalinan prematur atau gangguan dari pernapasan
ibu, sehingga dalam kasus seperti itu, amniosentesis / amnioreduksi dapat dipertimbangkan.1
Agen-agen inhibitor prostaglandin, seperti indometasin juga dapat dipertimbangkan karena
berkaitan dengan penurunan produksi dari urin fetus.5
6. KOMPLIKASI
Pada kondisi-kondisi polihidramnion kronis, akan terjadi penumpukan cairan secara
bertahap, sehingga akan menyebabkan terjadinya distensi abdomen yang berlebihan dengan
sedikit rasa tidak nyaman. Gejala lain yang mungkin timbul adalah dispnea dan ortopnea.
Polihidramnion berkontribusi terhadap persalinan prematur sebelum usia gestasi mencapai 28
minggu. Edema dapat muncuk sebagai akibat dari kompresi sistem vena utama oleh uterus
yang membesar, dan cenderung paling menonjol pada ekstremitas bawah, vulva, dan dinding
perut. 1,4
Komplikasi maternal yang berhubungan dengan polihidramnion meliputi solusio
plasenta, disfungsi uterus, dan perdarahan postpartum.1,3
REFERENSI
1. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Williams Obstetrics.
24th ed. 2014. New York : McGraw-Hill.
2. Patterson JC. Amniotic fluid assessment: amniotic fluid index versus maximun vertical
pocket. Journal of Diagnostic Medical Sonography. 2017;33(4):280-3.
3. Hacker NF, Gambone JC, Hobel CJ. Hacker % Moore’s Essesntials of Obstetrics &
Gynecology. 6th ed. 2016. Philadelphia: Elsevier
4. Mao Y, Pierce J, Varma AS, Boyer M, Kohn J, Reems JA. Processed human amniotic
fluid retains its antibacterial activity. J Transl Med. 2019;17:68.
5. Gabbe SJ, Niebyl JR, Simson JL, Landon MB, Galan HL, Jauniaux ER, et al. Obstetrics:
Normal and Problem Pregnancies. 7th ed.2017. New York: Elsevier.
6. Lim KI, Butt K, Naud K, Smithies M. Amniotic fluid: technical update on physiology and
measurement. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 2017;39(1):52–8.
7. Brace RA, Cheung CY, Anderson DF. Regulation of amniotic fluid volume: insights
derived from amniotic fluid volume function curves. Am J Physiol Regal Integr Comp
Physiol. 2018;315:777-89.
8. Hebbar S, Rai L, Adiga P, Guruvare S. Reference ranges of amniotic fluid index in late
third trimester of pregnancy: what should we the optimal interval between two ultrasound
examinations be?. Journal of Pregnancy. 2015;319204
9. Ghimire S, Ghimire A, Chapagain S, Paudel S. Pregnancy outcome in cases of
oligohydramnios aafter 28 weeks of gestation. International Journal of Advanced Medical
and Health Research. 2016;3:2.