Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN KASUS

CLINICAL REASONING CARDIO

I. Kasus 1: Sindrom Koroner Akut (NSTEMI)

Seorang pasien laki-laki berumur 45 tahun datang ke Unit Gawat Darurat RS tipe D di
kota Yogyakarta dengan keluhan nyeri dada hebat

A. Primary survey
A : tidak ada gangguan, pasien dapat diajak berbicara
B : breathing normal, saturasi oksigen normal (tetap diberikan oksigen nasal canule
2l/ menit karena ada indikasi nyeri jantung).
C : Nadi kuat angkat, regular, frekuensi 100 x/ menit, tekanan darah 160/90 mmHg,
Capillary refill > 2 detik. Pasang IV line NaCl 0,9 %, pemasangan EKG didapati
gambaran ST depresi.
D : GCS compos mentis
E : normal
B. Anamnesis singkat
RPS : nyeri dada seperti tertindih, menjalar hingga ke lengan kiri, keringat dingin.
Keluhan dirasa sejak 6 jam yang lalu.
RPD : riwayat penyakit hipertensi, DM, kolesterol, maag
Gaya Hidup : seorang perokok aktif dan sering makan gorengan dan jeroan
C. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan thorax: dalam batas normal.
D. Pemeriksaan penunjang
Endoskopi : menyingkirkan dugaan gangguan pada gaster, mengingat pasien
memiliki riwayat maag.
Rontgen thorax : normal, dilakukan untuk menyingkirkan kelainan paru
Pemeriksaan marka jantung: terjadi peningkatan
E. Diagnosis banding
NSTEMI
STEMI
UAP
F. Diagnosis kerja
SKA NSTEMI: karena terdapat nyeri dada khas, disertai depresi ST pada EKG, dan
pada pemeriksaan marka jantung terjadi peningkatan.
G. Tatalaksana farmakologis
R/ isosorbid dinitrat tab. mg 5 No. I
S.1.d.d. tab 1 (sublingual)
R/ aspirin tab. mg 80 No. IV
S.1.d.d. tab 4 (dikunyah)

R/ propranolol tab mg 40 No I
S.1.d.d tab 1
H. Edukasi
 Perlu rawat inap untuk keperluan monitoring
 Hindari makanan berlemak seperti gorengan dan jeroan
 Kurangi merokok, apabila memungkinkan untuk dihentikan maka akan lebih baik
 Rujuk ke spesialis jantung paru

II. Kasus 2: Resusitasi Jantung Paru (RJP)


Seorang laki-laki usia 45 tahun tiba-tiba tidak sadarkan diri/ terjatuh ketika sedang
menengok tetangganya yang sedang sakit di bangsal Rumah Sakit.
Prosedur RJP:

1. Danger: Memposisikan pasien dalam keadaan aman (berada di tempat yang jauh
dari bahaya, alas datar dan keras, hindarkan dari kerumunan orang). Pemberi
bantuan juga harus dalam keadaan aman.
2. Respon: Memanggil nama pasien dengan keras, sambil menepuk-nepuk bagian
pundak, apabila tidak ada respon lakukan perangsangan nyeri. Jika tetap tidak ada
respon lanjutkan ke step selanjutnya.

3. Shout: Minta bantuan pada orang lain yang berada di lokasi tersebut. Tunjuk dan
sebutkan ciri-ciri secara umum dari orang tersebut, minta untuk mengambilkan
alat AED.

4. Circulation / Compression: Periksa sirkulasi dengan memeriksa denyut nadi


(arteri karotis). Lakukan secara bersamaan dengan mengecek ada atau tidaknya
napas pada pasien tersebut dengan mendekatkan telinga pemeriksa ke hidung
pasien (merasakan ada hembusan napas atau tidak sambil melihat ada pergerakan
dada atau tidak). Apabila tidak didapatkan nadi dan napas, maka perlu dilakukan
resusitasi. Resusitasi dilakukan dengan siklus 30 kompresi dan 2 ventilasi dimana
normalnya dilakukan tiap 5 siklus atau 2 menit dan dilakukan evaluasi dengan
kembali memeriksa denyut nadi dan pernafasan.
5. Airway: Apabila sudah terdapat denyut nadi tetapi belum ada napas, maka perlu
dicurigai adanya gangguan pada aliran pernafasan. Lakukan pemeriksaan jalan
napas dengan melakukan Head tilt, chin lift, cross finger untuk memastikan tidak
ada sumbatan pada jalan napas. Jika terdapat sumbatan, maka harus dilakukan
tindakan pengambilan sumbatan tersebut.
6. Breathing: Apabila denyut nadi teraba dan tidak ada sumbatan pada jalan napas
maka perlu diketahui penyebab pasien belum bernapas. Jika pasien bernafas dan
belum sadar maka ada kemungkinan subjek sinkop atau tertidur. Apabila subjek
tidak bernafas perlu dilakukan ventilasi kurang lebih 12 kali per menit dan
dilakukan evaluasi setiap 2 menit. Apabila denyut nadi sudah muncul dan napas
juga sudah muncul, posisikan pasien dalam Recovery Position untuk mencegah
terhalangnya saluran pernapasan pasien oleh lidah maupun cairan.

III. Kasus 3: Chronic Heart Failure


Seorang pasien berumur 67 tahun datang ke UGD RS Tipe A dengan sesak napas
A. Primary survey
A: pasien dapat berkomunikasi dengan baik
B: pasien dibaringkan 30o, frekuensi nafas 36x/ menit, saturasi oksigen 88 %
lakukan pemberian oksigen NRM sebanyak 8L/menit. Kemudian melakukan
pemeriksaan fisik auskultasi paru ditemukan ronki basah di paru kiri, perkusi thorax
dalam batas normal, dan pada perkusi batas jantung didapati ada pergeseran batas
jantung.
C: Nadi kuat angkat, regular, frekuensi nadi 75x/menit, tekanan darah 160/90
mmHg, Capillary refill > 2 detik. Inspeksi ekstrimitas didapati edema pada tungkai,
palpasi akral hangat. Dilakukan pemasangan IV line NaCl 0,9 % dengan tetesan
lambat dan pemberian furosemide 20-40 mg.
D: GCS compos mentis
E: normal
B. Anamnesis
RPS : sesak nafas sejak 2 minggu yang lalu, awalnya hanya timbul pada aktivitas
berat saja tetapi akhir-akhir ini gejala sudah muncul pada aktivitas ringan. Sesak
sering muncul pada malam hari, untuk meringankan gejala pasien tidur
menggunakan menumpuk bantal. Satu minggu setelah gejala sesak, kaki pasien
mengalami pembengkakan.
RPD : riwayat hipertensi tapi sudah tidak mengkonsumsi obat
Gaya Hidup : riwayat merokok
RPK : -

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: tampak sesak
Vital sign: nadi kuat angkat, regular, frekuensi nadi 75 x/ menit, tekanan darah
160/90 mmHg , suhu dalam batas normal, nafas 36x/ menit.
Thorax: inspeksi normal, palpasi ascites, perkusi perbesaran jantung, asukultasi paru
terdapat suara tambahan.

D. Diagnosis banding
Congestive Heart Failure (CHF)
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Asma Bronkial

E. Pemeriksaan penunjang
EKG : diidentifikasi adanya hipertrofi atrial atau ventrikel
Darah rutin : normal
Foto Thorax : kardiomegali, edema pulmo (Bat wings apperiance)

F. Diagnosis Kerja
CHF (Congestive Heart Failure )
Diagnosis kerja ditegakkan berdasarkan kriteria Framingham. Gejala yang muncul
paling sedikit 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

Kriteria Framingham :

Kriteria Mayor Kriteria minor


Paroxysmal Nocturnal Dyspnea Edema ekstremitas
Distensi vena jugular Batuk malam
Ronki Sesak pada aktivitas
Kardiomegali Hepatomegali
Edema paru akut Efusi pleura
Gallop S3 Kapasitas vital kurang dari 1/3 normal
Refluks hepatojugular Takikardia

G. Tatalaksana farmakologis
R/ isosorbide tab. mg 10 No 1
S.1.d.d tab 1 (sublingual)

R/ furosemide inj. IV 40 mg
s.i.m.m
H. Edukasi
 Diperlukan rawat inap untuk monitoring dan dirujuk ke dokter spesialis jantung
paru
 Edukasi mengenai riwayat hipertensi, rutin pengobatan dan kontrol
 Edukasi pasien dan keluarga agar membantu pasien untuk mengurangi merokok
atau bila perlu menghentikannya
 Edukasi jika terjadi gejala serupa di kemudian hari maka harus segera dibawa ke
rumah sakit.

IV. Kasus 4: Ventrikel Takikardi


Seorang pasien berumur 51 tahun datang ke UGD RS dengan lemas
A. Anamnesis singkat
Pasien tiba-tiba lemas dan kesulitan untuk berdiri. Keluhan tersebut dirasakan sejak 2
jam yang lalu. Dulu pasien pernah mengelamai kejadian yang serupa.
B. Primary survey
A: pasien dapat diajak berkomunikasi
B: frekuensi napas 24x/ menit, saturasi oksigen 91% dilakukan pemberian nasal
canule 4 L/ menit. Lakukan evaluasi terhadap napas dan saturasi oksigen. Apabila
tidak membaik, pemberian oksigen diganti dengan NRM. Dalam kasus ini
kemungkinan frekuensi napas dan saturasi oksigen tidak membaik secara signifikan
karena gangguan terjadi adalah pada jantung bukan pada paru-paru atau saluran
napas sehingga pemberian ventilasi tidak terlalu mempengaruhi frekuensi napas dan
saturasi oksigen.
C: Nadi kuat angkat, regular, frekuensi nadi 180 x/menit, tekanan darah 130 / 80
mmHg. Pada pemasangan EKG menunjukkan adanya gambaran ventrikel takikardi.
Dilakukan pemasangan IV line NaCl 0,9% dengan tetesan lambat. Kemudian
dilakukan pemberian amiodarone 150 mg melalui IV dan evaluasi kembali melalui
EKG.
D: GCS compos mentis
E: normal
C. Secondary survey
Head to toe: Untuk mengecek gangguan lain yang disebabkan selain dari jantung.
Apabila pasien telah stabil maka dapat dilakukan anamnesis lebih lanjut. Dari
anamnesis didapati bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi. Pada riwayat keluarga
didapati ayah pasien memiliki riwayat penyakit jantung.
D. Pemeriksaan penunjang
EKG : gambaran ventrikel takikardi monomorfik
E. Diagnosis banding
VT (Ventrikel Takikardi )
SVT (Supraventrikular Takikardi)
Atrial fibrilasi
F. Diagnosis kerja
Ventrikel Takikardi monomorfik
G. Tatalaksana farmakologis
R/ amiodaron inj. IV mg 150
S.i.m.m
H. Edukasi
 Edukasi pasien dan keluarga bahwa pasien harus rawat inap dan dirujuk ke
dokter spesialis jantung paru
 Apabila keluhan serupa masih terjadi setelah proses perawatan maka pasien
harus dibawa ke rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai