Anda di halaman 1dari 16

BAB I

REFLEKSI KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Nomor RM : 02-03-XX-XX
Tanggal lahir : 17-01-1989
Usia : 30 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Dayeuh Luhur, Cilacap
HMRS : 03-03-2019

II. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Nyeri pinggang kanan
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri pada pinggang sebelah kanan. Keluhan
tersebut sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. BAK lancar, tidak
nyeri, dan tidak terdapat darah pada urin. Sekitar 1 minggu yang lalu
pasien juga mengeluhkan demam. Pasien mengatakan kurang minum
air putih karena aktivitas yang cukup padat.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa disangkal oleh pasien. Tidak ada penyakit
metabolik seperti hipertensi, kolesterol, dan DM.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa disangkal
E. Riwayat Alergi
Tidak ada alergi makanan maupun obat
F. Riwayat Penggunaan Obat
Ketorolak, Ceftriaxone
III. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum : Baik
B. Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
C. Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
BB : 70 kg
TB : 168 cm
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36,40C
D. Status lokalis
 Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata
cekung -/-, edema palpebral (-)
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : Mukosa mulut basah, sianosis (-)
 Leher : tidak ada benjolan, tidak ada cedera servikal
 Thorax

 Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus cordis di SIC 5 linea midklavikularis
sinistra.
Perkusi : Jantung redup dengan kesan kontur jantung
normal
Auskultasi : S1-S2 tunggal reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Inspeksi : Bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),
retraksi (-).

 Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),
retraksi (-).
Palpasi : Pengembangan dada simetris, krepitasi (-),
fremitus tidak bisa dilakukan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler-/- rhonki -/-, wheezing -/-
 Abdomen

Inspeksi : Distensi (-), jejas (-)


Auskultasi : Peristaltik usus (+) di seluruh regio
Perkusi : Timpani di seluruh regio
Palpasi : Datar, supel, nyeri tekan (-), palpasi ginjal
teraba
 Ketok costovertebrae angle : Nyeri ketok (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang


a. Darah Lengkap
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Darah rutin

Lekosit 7,92 ribu/mmk 4,5 – 11,5

Eosinofil 2 % 2-4
Basofil 0 % 0-1
Segmen 60 % 50-70
neutrophil
Limfosit 31 % 18-42
Monosit 7 % 2-8
Eritrosit 5,44 Juta/uL 4,5 – 6,2

Hemoglobin 14 g/dl 13,2-17,3

Hematokrit 41,4 % 40-54

MCV 76,1 fL 80 – 94

MCH 25,7 Pg 26 – 32

MCHC 33,8 g/dL 32 – 36

Trombosit 316 Ribu/mmk 150-450

Laju Endap Darah

LED 1 Jam 2 mm 0-10

LED 2 Jam 9 Mm 0-10

Kimia klinik

Gula darah 100 mg/dL 70-100


sewaktu
Kreatitnin 0,82 mg/dL 0,73-1,18

Ureum 16 mg/dL 19-44

Urin

Warna Kuning

Berat jenis 1.020 1.003 – 1.030

pH 8,00 4,5 – 8,00

Urobilin - +
b. Foto Thorax
Pulmo dan cor dalam batas normal
c. CT scan abdomen tanpa kontras
Hydronephrosis ren dextra et causa uretrolithiasis dextra setinggi
bifurcatio aorta

V. Diagnosis Kerja
Colic renal et causa ureterolithiasis

VI. Tatalaksana
Terapi awal :
 Ketorolac 2x1 amp IV
 Ceftriaxone 2x1 FL IV
Terapi operatif:
 URS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi
Renal kolik merupakan salah satu nyeri yang sangat membuat
menderita serta membutuhkan diagnosis dan penanganan yang cepat.
Nyeri yang dirasakan disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran
kemih. Obstruksi dapat terjadi di sepanjang saluran kemih mulai dari
pielum hingga uretra. Disebut obstruksi saluran kemih bagian atas jika
obstruksi terjadi diatas ureterovesical junction dan umumnya kelainannya
unilateral. Disebut sebaga obstruksi saluran kemih bagian bawah apabila
terjadi dibawah ureterovesical junction.
Penderita dengan penyakit batu ureter memiliki keluhan yang
beragam mulai dari tanpa keluhan, nyeri pinggang hingga kolik, dysuria,
hematuria, retensi urin, dan anuria. Pada sebuah guideline oleh European
Association of Urology dilaporkan bahwa resiko pembentukan batu di
sepanjang hidup dilaporkan berkisar 5-10%. Pria memiliki kecenderungan
lebih tinggi terkena batu ureter dibandingkan dengan wanita sekitar 3 : 1
dengan puncak insidensi antara dekade keempat atau kelima.

b. Anatomi
Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di
belakang peritoneum, dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis sekitar
vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-
12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, berbentuk seperti biji kacang dengan
lekukan mengahadap ke dalam, dan berukuran kira-kira sebesar kepalan
tangan manusia dewasa. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak
yaitu lemak pararenal dan lemak perirenal yang dipisahkan oleh sebuah
fascia yang disebut fascia gerota. Dalam potongan frontal ginjal,
ditemukan dua lapisan ginjal di distal sinus renalis, yaitu korteks renalis
(bagian luar) yang berwarna coklat gelap dan medulla renalis (bagian
dalam) yang berwarna coklat terang. Di bagian sinus renalis terdapat
bangunan berbentuk corong yang merupakan kelanjutan dari ureter dan
disebut pelvis renalis. Masing-masing pelvis renalis membentuk dua atau
tiga kaliks rmayor dan masing-masing kaliks mayor tersebut akan
bercabang lagi menjadi dua atau tiga kaliks minor.

Ureter merupakan struktur tubular bilateral yang berfungsi untuk


menyalurkan urin dari pelvis ginjal menuju ke kandung kemih. Pada
umumnya ureter memiliki panjang 22-30 cm. Dinding ureter terdiri dari
beberapa lapisan, lapisan yang paling dalam adalah lapisan epitel transisi.
Lapisan berikutnya adalah lamina propria yang merupakan lapisan
jaringan ikat. Lamina propria dilapisi oleh otot polos yang berbatasan
dengan otot yang menutupi kaliks ginjal dan pelvis. Lapisan-lapisan otot
ini bekerja sinergis memberikan gelombang peristaltic yang aktif
mengangkut urin dari sistem pengumpulan ginjal melalui ureter ke
kandung kemih. Lapisan terluar ureter adalah lapisan adventitia. Lapisan
ini meliputi pembuluh darah dan limfatik di sepanjang ureter.
Ureter dimulai dari persimpangan ureteropelvic yang terletak di
posterior arteri dan vena ginjal. Kemudian berlangsung inferior di
sepanjang tepi anterior dari otot psoas. Sebelah anterior ureter dekstra
berbatasan dengan usus asendens, sekum, kolon mesenterium, dan
apendiks. Ureter sinistra berkaitan dengan kolon desendens dan sigmoid.
Ureter tidak memiliki diameter yang selalu sama, terdapat tiga
penyempitan fisiologis pada ureter. Penyempitan-penyempitan tersebut
berada pada persimpangan ureteropelvic, persilangan dengan vasa iliaka,
dan persimpangan ureterovesical. Pada penyempitan pertama yaitu
persimpangan ureteropelvic, pelvis ginjal mengecil kedalam ureter
proksimal. Penyempitan kedua terjadi saat ureter melintasi pembuluh
darah iliaka. Hal ini disebabkan oleh kombinasi dari kompresi ekstrinsik
dari ureter oleh pembuluh darah iliaka dan angulasi anterior diperlukan
ureter saat melintasi pembuluh iliaka untuk masuk kedalam pelvis.
Penyempitan ketiga terjadi pada persimpangan ureterovesical. Lokasi
tersebut merupakan perbatasan ureter karena bergabung dengan dinding
kandung kemih. Ketiga lokasi tersebut menjadi lokasi umum untuk batu
saluran kemih tersangkut.

Ureter dapat dibagi menjadi ureter proksimal dan ureter distal.


Ureter proksimal berawal dari persimpangan ureteropelvic hingga ke vasa
iliaka. Ureter distal berawal dari vasa iliaka hingga ke kandung kemih.
Persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis,
pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.
c. Etiologi
Munculnya batu pada saluran kemih dipengaruhi oleh beberapa
faktor resiko yang berperan, antara lain:
 Volume urin yang kurang. Pasien dengan volume urin yang rendah
(kurang dari 1 L per hari) akan meningkatkan konsentrasi zat
terlarut dan dapat menyebabkan pembentukan batu.
 Hipercalciuria. Kebanyakan kasus ini adalah idiopatik, dapat
terjadi karena usus mengabsorbsi kalsium terlalu banyak,
menambah kalsium di sirkulasi, atau hipervitaminosis D.
Hiperkalsiuria akan meningkatkan saturasi garam kalsium seperti
oksalat dan fosfat, kemudian menyebabkan pembentukan kristal.
Sekitar 80% batu ginjal terbentuk dengan kandungan kalsium.
 Peningkatan kadar asam urat, oxalate, sodium urat, atau cystine
dalam urin. Seringkali disebabkan oleh diet tinggi protein, tinggi
oksalat.
 Batu infeksi. Ini disebabkan oleh organisme pemecah urea (Proteus
atau Klebsiella spp tetapi bukan E. coli), yang memecah urea
dalam urin, meningkatkan konsentrasi amonia dan pH yang
mendorong pembentukan dan pertumbuhan batu. Juga disebut
struvite atau triple phosphate.
 Tingkat sitrat urin yang tidak adekuat. Sitrat adalah setara dengan
urin serum bikarbonat. Ini meningkatkan pH urin, tetapi juga
bertindak sebagai penghambat spesifik agregasi kristal dan
pembentukan batu. Kadar optimal sekitar 250 mg / L hingga 300
mg / L urin.

d. Patofisiologi
Nyeri yang berasal dari ginjal dapat dibagi menjadi nyeri kolik dan
nyeri non-kolik. Nyeri kolik biasanya disebabkan karena adanya
peregangan pada ureter. Sedangkan nyeri non-kolik disebabkan oleh
peregangan dari kapsul ginjal. Nyeri kolik dapat menunjukkan adanya
obstruksi pada organ berongga atau lumen. Terjadinya kolik disebabkan
oleh adanya spasme otot polos organ berongga dan biasanya disebabkan
oleh adanya hambatan pasase dari organ tersebut misalnya obstruksi usus,
batu ureter, batu empedu, atau peningkatan tekanan intraluminar. Rasa
nyeri tersebut timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding
lumen. Nyeri kolik tersebut terjadi mendadak dan bersifat tajam, terasa
melilit, hilang timbul, tidak berkurang dengan perubahan posisi, penderita
dapat gelisah hingga berguling-guling di tempat tidur, serta kadang disertai
mual dan muntah.
Urolithiasis merupakan terbentuknya batu di sepanjang saluran
urin, akan tetapi pada umumnya batu tersebut terbentuk di ginjal. Batu
ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk pada sistem kaliks ginjal
yang kemudian turun ke ureter. Batu akan mudah tersangkut dan
menyebabkan obstruksi pada tiga lokasi penyempitan fisiologis pada
ureter, yaitu ureteropelvic junction (11%), persimpangan dengan vasa
iliaka (23%), dan ureterovesical junction (61%).
Supersaturasi urin merupakan penyebab utama dalam proses
terjadinya batu saluran kemih. Supersaturasi adalah terdapatnya bahan
tertentu di dalam urin yang melebihi batas kemampuan cairan urin untuk
melarutkannya. Supersaturasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti pH urin, kebiasaan minum, mobilitas, dan iklim. Perubahan pH
urin kearah lebih asam atau lebih basa akan mendorong terbentuknya
kristal garam dan menyebabkan batu saluran kemih. Urin dengan pH asam
akan memudahkan terbentuknya batu asam urat, sedangkan urin dengan
pH basa akan memudahkan terbentuknya batu kalsium dan batu struvite.
Ketika sebuah batu bergerak dari sistem pengumpul di ginjal maka
itu dapat secara signifikan mempengaruhi saluran genitourinary. Batu yang
tersangkut dan menyumbat di ureter akan menyebabkan menurunnya
peristaltik ureter dan menyebabkan urin kembali ke ginjal hingga terjadi
hidronefrosis. Ada 4 grade hidronefrosis, antara lain:
a. Hidronefrosis derajat 1
Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks berbentuk
blunting, alias tumpul
b. Hidronefrosis derajat 2
Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks berbentuk
flattening, alias mendatar.
c. Hidronefrosis derajat 3
Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Tanpa
adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias
menonjol.
d. Hidronefrosis derajat 4
Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Serta adanya
penipisan korteks calices berbentuk ballooning alias
menggembung
Hal ini dapat menyebabkan perubahan tekanan tubulus ginjal,
aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus ginjal. Kondisi
tersebut akan mengganggu fungsi ekskresi dan homeostasis ginjal. Selain
itu akan meningkatkan sistem ekskresi dari ginjal yang sehat. Obstruksi
total pada ureter dapat menyebabkan gagal fungsi ginjal. Kerusakan fungsi
ginjal dapat bersifat menetap jika obstruksi tidak ditindaki segera. Akan
tetapi kehilangan fungsi ginjal jarang terjadi pada obstruksi total kurang
dari dua minggu. Biasanya kehilangan fungsi total ginjal akan terjadi jika
obstruksi terjadi lebih dari enam minggu. Kebanyakan kasus obstruksi
yang terjadi adalah obstruksi parsial. Selain itu ada resiko terjadinya ruptur
kaliks ginjal. Hal yang lebih memprihatinkan adalah kemungkinan bahwa
unit ginjal yang tersumbat dapat terinfeksi yang menyebabkan pielonefritis
obstruktif atau pyonephrosis. Kondisi seperti ini dapat mengancam jiwa
dan memerlukan tindakan bedah segera karena penggunaan antibiotic
sudah tidak efektif.
Pada tahap awal batu saluran kemih tidak memberikan keluhan
yang khas, bahkan pada beberapa penderita tidak menimbulkan keluhan
sama sekali. Batu jenis ini berbahaya karena seringkali baru teridentifikasi
setelah terjadi kerusakan ginjal yang hebat, contohnya adalah batu yang
berbentuk tanduk rusa (staghorn). Batu jenis ini mengisi seluruh rongga
dalam ginjal dan hampir tidak bergerak sehingga tidak terasa nyeri. Nyeri
baru muncul setelah terjadi obstruksi, infeksi atau keduanya.

e. Manifestasi klinis
Batu mungkin terbentuk tanpa menimbulkan gejala atau kerusakan
ginjal yang bermakna terutama pada batu yang tersangkut di pelvis ginjal.
Batu yang kecil dapat masuk ke ureter dan menimbulkan nyeri hebat yang
disebut kolik renal atau ureter. Nyeri tersebut ditandai dengan serangan
nyeri pinggang atau costovertebral angle dapat menyebar kearah lipat
paha hingga ke perut bawah sesuai lokasi batu dalam ureter. Pada pria
nyeri dapat menjalar hingga testis dan pada wanita dapat menjalar hingga
vulva. Keadaan seperti ini sering menimbulkan hematuria. Apabila batu
menetap pada ureter saja maka hanya ditemukan rasa pegal pada
costovertebral angle saja karena bendungan. Batu tersebut dapat hanya
menyebabkan obstruksi saja akan tetapi dapat juga menimbulkan trauma
yang menyebabkan ulserasi dan perdarahan. Pada kedua kondisi tersebut
terjadi peningkatan predisposisi infeksi bakteri.

f. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan fisik
 Status umum
 Inspeksi
Bisa didapatkan penonjolan pada daerah pinggang
 Palpasi
Palpasi ginjal dextra dan sinistra umumnya tidak teraba.
Jika terjadi pembesaran ginjal, maka ginjal dapat teraba
 Perkusi
Pada regio costovertebrae angle (CVA) bisa didapati nyeri
tekan, nyeri ketok.
2. Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium
Darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi hepar, urin lengkap,
kultur urin, kadar kalsium-fosfat-asam urat darah, ekskresi
kalsium-fosfat-asam urat dalam urin tamping 24 jam.
 Radiologi
Non-contrast Computed Tomography (NCCT) (gold
standard), foto Kidney Ureter Bladder (KUB) atau BNO,
Intravenous Urography (IVU), ultrasonografi (USG) bila
dicurigai batu non-opak.
 Persiapan operasi
Gula darah, sistem pembekuan darah, elektrokardiografi
(EKG), foto thorax jika diperlukan.
g. Diagnosis banding
Urolithiasis
Nefrolithiasis
Pielonefritis

h. Komplikasi
Terjadinya kerusakan fungsi ginjal yang menetap jika obstruksi
tidak ditindaki segera. Selain itu ada resiko terjadinya ruptur kaliks ginjal.
Hal yang lebih memprihatinkan adalah kemungkinan bahwa unit ginjal
yang tersumbat dapat terinfeksi yang menyebabkan pielonefritis obstruktif.
Kondisi seperti ini dapat mengancam jiwa dan memerlukan tindakan
bedah segera karena penggunaan antibiotik sudah tidak efektif.
Terbentuknya batu pada traktus urinarius atau pada ginjal akan beresiko
terjadi infeksi pada ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya sepsis.
Obstruksi total pada ureter dapat menyebabkan kegagalan fungsi
ginjal. Salah satu peranan ginjal adalah menghasilkan eritropoietin yang
membantu merangsang sumsum tulang untuk memproduksi eritrosit,
akibat kegagalan fungsi ginjal maka produksi eritropoietin akan menurun
sehingga sel darah merah yang diproduksi di sumsum tulang belakang juga
akan menurun dan akan menyebabkan anemia.

i. Tatalaksana
 Anti nyeri
Ketorolak 2x1 amp
 Anti emetik (bila perlu)
Metoclopramide 10 mg IV
 Antibiotik
Ceftriaxone 2x1 amp
 Tindakan operatif
 ESWL
 URS

j. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

Aslim, Octoveryal. 2015. Penatalaksanaan Batu Ginjal dengan Stone Burden


Lebih Dari Dua Centimeter di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Soebroto Tahun 2011-2014. FKUI: Jakarta

Elizabeth M. Schoenfeld, Penelope S. Pekow, Meng-Shiou Shieh, et al. 2017. The


Diagnosis and Management of Patients with Renal Colic across a Sample of
US Hospitals: High CT Utilization Despite Low Rates of Admission and
Inpatient Urologic Intervention. doi: 10.1371/journal.pone.0169160

Hadiansyah H & Arry Rodjani. 2013. Nyeri Kolik dan Hubungannya dengan
Lokasi Batu Ureter Pada Penderita Batu Ureter Unilateral. FKUI: Jakarta
Kenny C, M Eragat, S Salahia, W Mulhem, MY Hammadeh. 2017. DIAGNOSIS
& MANAGEMENT OF URETERIC COLIC

Türk C, T. Knoll (vice-chairman), A. Petrik, K. Sarica, C. Seitz, M. Straub. 2011.


Guidelines on Urolithiasis (Update March 2011).

https://www.sepsis.org/sepsis-and/kidney-stones/ accessed on March 12th 2019

Anda mungkin juga menyukai