Anda di halaman 1dari 13

ENZIM, SALIVA, EMPEDU

SALIVA
Tiga kelenjar saliva yaitu kelenjar sublingual, kelenjar submaksilar, dan kelenjar
parotid. Kelenjar sublingual adalah kelenjar saliva yang paling kecil, terletak di bawah
lidah bagian depan. Kelenjar submaksilar terletak di belakang kelenjar sublingual dan
lebih dalam. Kelenjar parotid ialah kelenjar saliva paling besar dan terletak di bagian
mulut di depan telinga. Setiap hari sekitar 1-1.5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar
saliva. Saliva terdiri atas 99.24% air dan 0.58% terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+,
PO43-, Cl-, HCO3-, SO42-, dan zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase (ptialin).
Musin suatu glikoprotein dikeluarkan oleh kelenjar sublingual dan kelenjar submaksilar,
sedangkan ptialin dikeluarkan oleh kelenjar parotid. Amilase akan segera terinaktivasi
pada pH 4,0 atau kurang, sehingga kerja pencernaan makanan dalam mulut akan
terhenti begitu lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan.
(Murray,2009)

Musin dalam saliva adalah suatu zat yang kental dan licin yang berfungsi
membasahi makanan dan sebagai pelumas yang memudahkan atau memperlancar
proses menelan makanan. Cairan air liur mengandung α-amilase yang menghidrolisa
ikatan α(1→4) pada cabang sebelah luar glikogen dan amilopektin menjadi glukosa,
sejumlah kecil maltosa, dan suatu inti tahan hidrolisa yang disebut dekstrin. Hanya
sebagian kecil amilum yang dapat dicema di dalam mulut, oleh karena itu sebaiknya
makanan dikunyah lebih lama untuk memberi kesempatan lebih banyak pemecahan
amilum di rongga mulut.

ENZIM
Enzim adalah protein yang bertindak sebagai katalis yang dapat mempercepat
laju reaksi. Enzim memanfaatkan kelompok fungsional disitus aktif, yang disediakan
oleh koenzim, logam, atau residu asam amino, untuk melakukan katalisis. Enzim
dipengaruhi pH dan suhu. Enzim memiliki rentang pH fungsional ditentukan oleh pKa,
enzim bekerja optimal pada pH netral. Suhu tinggi meningkatkan laju reaksi, namun
energi panas juga dapat meningkatkan energi kinetik enzim hingga ke suatu titik yang
melebihi hambatan energi untuk merusak interaksi nonkovalen yang mempertahankan
struktur tiga dimensi enzim. Rantai polipeptida enzim kemudian mulai terurai, atau
mengalami denaturasi, disertai hilangnya kemampuan katalitik enzim.
(Lieberman,2009)
Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer
dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan sisanya amilopektin. Amilosa terdiri
atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4-glikosidik, jadi molekulnya
merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang
sebagian besar mempunyai ikatan 1,4-glikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6-glikosidik.
Adanya ikatan 1,6-glikosidik ini menyebabkan terjadinya cabang, sehingga molekul
amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang. Molekul amilopektin lebih besar
daripada molekul amilosa karena terdiri atas lebih dari 1.000 unit glukosa. Butir-butir
pati tidak larut dalam air dingin tetapi apabila suspensi dalam air dipanaskan, akan
terbentuk suatu larutan koloid yang kental. Larutan koloid ini apabila diberi larutan
iodium akan berwarna biru. Warna biru tersebut disebabkan oleh molekul amilosa yang
membentuk senyawa. Amilopektin dengan iodium akan memberikan warna ungu atau
merah lembayung. (Murray,2009)
Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam sehingga
menghasilkan glukosa. Hidrolisis juga dapat dilakukan dengan bantuan enzim amylase.
Dalam ludah dan dalam cairan yang dikeluarkan oleh pankreas terdapat amylase yang
bekerja terhadap amilum yang terdapat dalam makanan kita. Oleh enzim amylase,
amilum diubah menjadi maltosa dalam bentuk maltosa. (Murray,2009)

EMPEDU
Hati merupakan organ penyekresi cairan empedu. Empedu sendiri bukan sejenis
enzim yang dapat mengkatalis reaksi dalam tubuh. Komposisi empedu terdiri dari air,
garam empedu, pigmen empedu, kolestrol, lisitin, garam anorganik. Dari semua
komposisi tersebut, yang paling penting dalam pencernaan lemak adalah efek
hidrotropiknya. Tegangan permukaan rendah dari lemak dan sebagian bertanggung
jawab untuk emulsifikasi lemak sebelum dicerna dan diabsorpsi di dalam usus halus.
Selain untuk absorpsi lemak empedu juga penting untuk proses absorpsi vitamin-
vitamin yang larut dalam dalam lemak (Vitamin A,D,E, dan K). Garam empedu
berfungsi sebagai penetral asam lambung yang masuk ke dalam duodenum. Asam
empedu merangsang produksi garam-garam empedu.(Murray,2009)
Pengujian Gmelin yang merupakan nama dari ilmuan Inggris. Prinsip pengujian
ini meliputi reaksi antara bilirubin dengan HNO3 yang akan menghasilkan larutan
berwarna sesuai dengan konsentrasi HNO3 yang dipakai. Jika kita mengunakan HNO3
pekat (95%) maka akan terbentuk larutan merah muda. Pengujian pettenkoffer akan
membuktikan adanya garam dan asam empedu yang terkandung di dalamnya. Prinsip
pengujian ini adalah garam pada empedu akan diasamkan oleh H2SO4 dan adanya hasil
kondensasi heksosa dari sukrosa akan bereaksi dengan asam empedu membentuk
kompleks warna merah di antara 2 lapisan yang terbentuk. Pengujian empedu lainnya
yaitu mengetahui sifat pengemulsi lemak dari cairan empedu. Sifat ini wajib di miliki
cairan empedu. Hal ini berkaitan dengan fungsinya dalam pencernaan makanan di
dalam tubuh yaitu sebagai pencerna lemak. Lemak akan mudah di hidrolisis dengan
cara mengubah bentuknya menjadi emulsi. Zat yang berperan disini adalah enzim
lipase. (Murray,2009)

BAB II
PERSIAPAN PRAKTIKUM

1
1. Enzim (Percobaan Amilase)
Alat dan Bahan :
 Amilum 2%  Iodium
 Tepung Kedelai  Fenol Merah
 Saliva yang disaring  Larutan HCl
 Tabung Reaksi  Asam Cuka
 Waterbath  Larutan Ureum
 Kertas saring  Aquades
 Bongkahan Es  Pengaduk Kaca

Cara Kerja :
Menyiapkan 3 seri tabung reaksi (label A,B,C) masing-masing seri terdiri dari 4 tabung
(nomor 1,2,3,4)

Memasukkan ke dalam tabung seri A,B,C nomor 1,2 (3ml amilum 1% matang) dan tabung
nomor 3,4 (3ml amilum 1% segar)

Memasukkan ke dalam tabung seri A,B,C nomor 1,3 (3ml saliva saring) dan tabung nomor
2,4 (3ml aquades) kocok dengan vortex

Memasukkan ke dalam tabung seri A,B,C nomor 1,3 (HCl 1 N 1ml) dan tabung nomor 2,4
(tanpa HCl)

Meneteskan ke dalam plate 1 tetes larutan tabung seri A,B,C nomor 1,2,3,4 kemudian
menambahkan 1 tetes iodium pada masing-masing plate

Memberikan perlakuan suhu yang berbeda pada tiap seri tabung. Seri A pada suhu kamar,
seri B pada ice box, dan seri C pada waterbath suhu 370C

Meneteskan ke dalam plate 1 tetes larutan tabung seri A,B,C nomor 1,2,3,4 yang telah
diberikan perlakuan suhu yang berbeda, kemudian menambahkan 1 tetes iodium. Di tes
setiap 10 menit. Mengamati dan mencatat perubahan warna pada tiap seri tabung
.

2
2. Percobaan Urease:

Menyiapkan 2 tabung reaksi,Tabung 1 diisi 2cc


larutan ureum, tabung 2 diisi 2cc aquades

Menetesi tiap tabung dengan satu tetes fenol merah


lalu menambahkan 2% Asam Cuka sampai warna
tepat kuning

Memanaskan pada waterbath pada suhu 60°C,


Mendinginkan kedua tabung reaksi lalu
menambahkan sedikit tepung kedelai

3. Percobaan Saliva

Tujuan Percobaan:

 Mengetahui sifat fisik Air Liur


 Mengetahui komponen Biomolekul dalam Air Liur

Alat dan Bahan:

 Saliva 20 ml  Kertas Saring


 Larutan Biuret  H2SO4 Pekat
 Larutan Molisch  Tabung Reaksi
 Asam Asetat Encer  pH Meter
 Pipet Tetes  Pipet ukur

3
Cara Kerja:
Menambahkan 5 tetes menambahkan 2ml
Mengukur pH Air Liur Larutan Molisch pada H2SO4 pekat secara
dan mencatatnya tabung B dan perlahan melalui
sebagai pH awal mencampurkannya
perlahan dinding tabung dan
mengamati perubahan
yang terjadi
Menyiapkan 2 buah
tabung reaksi dan Mengamati perubahan Sisa saliva yang telah
memberinya yang terjadi disaring dimasukkan
label(A,B) kedalam tabung baru
sebanyak 2ml dan
ditetesi H2SO4 encer
menambahkan 5 tetes
larutan biuret pada
Memasukkan 2ml
tabung A dan
Saliva pada tiap tabung Mengamati perubahan
mencampurkannya
secara perlahan yang terjadi

4. Uji Gmelin

Alat dan Bahan :

1. Larutan empedu encer


2. Larutan asam nitrat (HNO3)
3. Tabung reaksi
4. Pipet volumetrik

Cara Kerja :

Menambahkan larutan
empedu 3ml dengan cara Memperhatikan warna
Menyiapkan Tabung
yang terbentuk pada
Reaksi dan menuangkan memiringkan tabung reaksi perbatasan kedua
HNO3 sebanyak 3ml dan mengalirkan di dinding larutan
tabung

4
5. Uji Pettenkofer

Alat dan Bahan :

 Larutan Sukrosa 5%
 Asam Sulfat (H2SO4)
 Tabung reaksi
 Pipet volumetric
 Pipet tetes

Cara Kerja :

Menyiapkan tabung
Menambahkan 5 tetes larutan Memperhatikan
reaksi dan
Sukrosa,Memiringkan tabung cincin yang
menambahkan 5ml
reaksi dan mengalirkan H2SO4 terbuntuk diantara
empedu encer pada
pekat melalui dinding tabung 2 larutan
tabung reaksi

6. Fungsi empedu sebagai emulgator

Alat dan Bahan:

 Larutan empedu encer


 Minyak goreng
 Air suling
 Tabung reaksi

Cara Kerja :

Tambahkan 1 tetes
Tabung A diberikan 3ml
Menyiapkan 2 buah minyak pada setiap
Aquadest dan pada
tabung reaksi kemudian tabung,mengocok tabung
tabung B diberikan 3ml
diberi label(A,B) A dan B lalu mengamati
larutan empedu encer
perubahannya

5
BAB III
HASIL PRAKTIKUM

PERCOBAAN AMILASE

No TAB- 0 MENIT 10 MENIT 20 MENIT 30 MENIT


UNG
1. A Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning
2. Biru kehitaman Biru kehitaman Biru kehitaman
3. Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
4. Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

1. Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning


2. B Biru kehitaman Biru kehitaman Biru kehitaman Biru kehitaman
3. Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning
4. Kuning kecoklatan Kuning kehitaman Coklat hijau Kuning kehijauan

1. Kuning kecoklatan Kuning


2. C Biru kehitaman Biru kehitaman
3. Kuning kecoklatan Kuning
4. Kuning kecoklatan Kuning

PERCOBAAN UREASE

No TABUNG HASIL PERCOBAAN


1. A Larutan ureum ditambah 1 tetes fenol merah
Larutan Ureum menjadi berwarna merah. Setelah ditambakan
1 tetes larutan asam asetat menjadi warna
kuning. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 60
derajat celcius, didinginkan dan ditambah
tepung kedelai menjadi warna merah.
2. B Aquades diteteskan 1 tetes fenol merah
Aquades berubah menjadi warna kuning. Setelah
diteteskan 1 tetes asam asetat tidak terjadi
perubahan warna. Selanjutnya larutan
dipanaskan pada suhu 60 derajat celcius,
didinginkan pada air mengalir dan
ditambahkan tepung kedelai hasilnya larutan
tetap berwarna kuning.

6
PERCOBAAN SALIVA

No pH TABUNG HASIL PERCOBAAN


AWAL
SALIVA
1. A Larutan berwarna ungu
setelah ditambahkan larutan
biuret, menunjukkan adanya
protein.
7 B Setelah ditambahkan larutan
molisch, saliva berubah
menjadi keruh. Terbentuknya
cincin ungu setelah ditambah
larutan asam asetat.
C Setelah ditambahkan larutan
Sisa saliva asam asetat, saliva menjadi
keruh dan terdapat sedikit
endapan yamg berwarna
putih.

EMPEDU

No PERCOBAAN TABUNG HASIL PERCOBAAN


1. Gmelin 1 Adanya cairan yang berwarna
lavender diantara larutan empedu
encer dengan larutan asam nitrat
(HNO3) pekat
2. Pettenkofer 1 Terbentuknya cincin yang
berwarna kuning kecoklatan
diantara larutan empedu encer
dengan larutan sukrosa dan
larutan asam sulfat.
3. Fungsi empedu sebagai A Minyak tidak bercampur menjadi
emulgator (Air ) satu dengan air, akan tetapi
minyak berada di permukaan atas
dan berwarna kuning.
B Sebagian besar tidak tercampur,
(empedu encer) tidak ada perubahan warna,
terdapat emulsi diatas permukaan
yang berwarna kuning.

7
BAB IV
PEMBAHASAN

1. ENZIM

 UJI AMILASE
Enzim merupakan suatu protein yang bekerja sebagai katalis, agen
kimiawi, yang mempercepat reaksi tanpa ikut terkontaminasi.
Enzim dipengaruhi oleh suhu, pH, dan substrat. Suhu dan pH merupakan
faktor lingkungan yang penting dalam aktivitas enzim. Enzim bekerja
secara optimal pada pH netral atau kisaran pH 6-8 dan pada suhu optimal
yaitu 37oC. Jika suhu terlalu tinggi maka akan mengurai rantai
polipeptida sehingga menyebabkan enzim mengalami denaturasi. Saat
enzim mengalami denaturasi maka kemampuan katalik enzim akan
hilang.
Kespesifikan enzim terhadap substrat. Reaktan yang digarap oleh enzim
disebut sebagai substrat, hanya satu wilayah terbatas dari molekul enzim
yang sungguh- sungguh berikatan dengan substrat, wilayah ini disebut
dengan situs aktif (active site).
Pada percobaan di atas, tabung reaksi berisi amilum, dibedakan menjadi
amilum segar dan amilum matang. Perbedaannya adalah amilum segar
memiliki rantai karbon yang masih utuh sedangkan amilum matang
rantai karbonnya ada yang putus, sehingga lebih mempercepat reaksi
kimia.
Pada tabung yang diberi perlakuan dalam waterbath atau incubator pada
suhu 37oC lebih cepat reaksi kimianya, karena pada suhu optimal enzim
bekerja secara maksimal. Kemudian tabung yang dicampur larutan HCl
menyebabkan amilase menjadi inaktif, sehingga mengakibatkan amilase
tidak dapat bekerja dan tidak terjadi perubahan substrat.
Pada tabel praktikum diatas menunjukkan bahwa tabung reaksi dengan
seri C1 mengalami perubahan dengan cepat hal ini disebabkan karena
pada tabung reaksi C1 pada perlakuan suhu diletakkan kedalam
waterbath/incubator dengan suhu 37oC, lalu ditambahkan amilum
matang beserta dengan saliva yang telah disaring. Sedangkan yang
mengalami perubahan paling lambat adalah tabung yang diletakkan ke
dalam ice box, karena suhu yang rendah akan menghambat reaksi.
Tabung dengan nomor 2,3,4 akan lebih lambat mengalami perubahan
warna karena lingkungan suhu, pH, konsentrasi enzim, dan konsentrasi
substrat yang tidak sesuai dengan lingkungan optimal enzim.

Jika pada tabel praktikum diatas didapati perubahan warna pada dua
tabung sekaligus, sedangkan pada setiap tabung diberikan perlakuan

8
yang berbeda-beda, maka dalam proses praktikum ada beberapa
kesalahan yang dapat terjadi, seperti faktor pemanasan yang tidak
berjalan stabil pada suhu 37oC karena terputusnya aliran listrik. Faktor
pengocokan yang kurang sempurna juga dapat mempengaruhi hasil ini.
Atau pun saat meneteskan larutan dengan menggunakan pipet tetes
namun masih ada larutan didalam pipet atau pipet tetes tidak dalam
keadaan kosong. Hal ini juga dapat mempengaruhi hasil reaksi, sehingga
hasil percobaan dapat berbeda dengan teori yang ada.

 UJI UREASE
Dari hasil percobaan diatas menunjukkan perubahan warna yang terjadi
pada tabung reaksi yang diberi asam asetat akan berubah warna. Hal itu
dapat terjadi karena pada saat diberi asam asetat, pH larutan akan
berubah. Namun, hal tersebut tidak terlalu berdampak secara signifikan
karena asam asetat bersifat basa lemah. Kemudian dipanaskan dan
setelah dingin ditambahkan sedikit tepung kedelai menyebabkan warna
menjadi merah, warna merah ini menunjukkan karena adanya hidrolisis
urea.

Pada percobaan yang kedua hanya menggunakan aquades dan setelah


dipanaskan, warna larutan akan kembali seperti semula. Hal itu terjadi
karena air tidak mengandung urea sehingga setelah ditambah tepung
kedelai maka enzim urease dalam tepung kedelai tidak dapat bekerja
karena tidak ada substrat maka suasana asam pada larutan terakhir tidak
berubah jadi basa (warna tetap kuning).

2. SALIVA
o Uji biuret berlaku untuk senyawa yang mempunyai ikatan peptida lebih
dari satu. Dari percobaan tabung A didapatkan warna biru keunguan
yang menunjukkan adanya protein. Hasil percobaan ini sesuai dengan
tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa protein memiliki ikatan
peptida yang ditunjukkan dengan adanya cincin ungu atau berwarna biru
lembayung (keunguan).
o Uji Molisch adalah uji yang paling umum untuk menyatakan ada atau
tidaknya karbohidrat karena memberikan uji positif (cincin ungu) kepada
semua karbohidrat. Pada hasil percobaan, tabung B terbentuk lapisan
warna yang berturut-turut dari atas ke bawah: hijau-ungu-bening. Hal ini
disebabkan karena glukosa merupakan monosakarida yang harus
mengalami dehidrasi menjadi furfural. Berdasarkan dasar teori bahwa
satu cincin ungu menunjukkan adanya karbohidrat. Pada tabung B
dengan uji Molish menghasilkan cincin ungu yang berarti positif
menunjukkan adanya karbohidrat. Hal ini dapat disebabkan karena saliva
yang dihasilkan probandus masih mengandung sisa-sisa makanan.

9
o Uji dengan saliva yang disaring dan ditambahkan asam asetat
mendapatkan hasil adanya endapan dan warna semakin keruh. Hal ini
dapat membuktikan adanya mucin pada saliva dengan adanya
pembentukan presipitat/endapan amorf.

3. EMPEDU
o Pada hasil percobaan uji Gmelin terbentuk lapisan warna yang berturut-
turut dari atas ke bawah: biru muda kehijauan – kuning – bening. Adanya
warna kuning merupakan warna dari bilirubin yang sedikit kekuningan,
sedangkan warna biru muda kemerahan membuktikan bahwa adanya
reaksi bilirubin dengan HNO3 pekat.
o Pada hasil percobaan uji Pettenkofer terbentuk lapisan warna yang
berturut-turut dari atas ke bawah: hijau – kuning ungu – bening. Dengan
adanya cincin berwarna ungu membuktikan adanya kondensasi heksosa
dari sukrosa akan bereaksi dengan asam empedu.
o Percobaan empedu sebagai emulgator mendapatkan hasil tabung A
(minyak + aquadest) tidak didapatkan emulsi, dimana setelah minyak
dan aquadest dikocok tidak dapat bercampur. Sedangkan pada tabung B
(minyak + empedu encer) setelah minyak dan empedu dikocok kedua
cairan tersebut dapat bercampur yang menunjukkan bahwa terjadi
emulsi, sehingga membuktikan fungsi empedu sebagai emulgator atau
bahan yang dapat menstabilkan emulsi.

10
BAB V
KESIMPULAN

1) Enzim memiliki fungsi sebagai katalis dalam reaksi metabolisme sel


2) Suhu optimum aktivitas enzim amilase adalah 37oC.
3) pH optimum aktivitas enzim adalah 6-8
4) Uji Molish digunakan untuk membuktikan adanya karbohidrat yang dapat
mengalami dehidrasi menjadi furfural.
5) Terdapat reaksi-reaksi spesifik untuk protein yang dapat digunakan untuk
identifikasi kandungan protein antara lain uji biuret yang bertujuan untuk
menunjukkan adanya ikatan peptide.
6) Adanya mucin pada saliva ditandai dengan adanya pembentukan presipitat/endapan
amorf.
7) Cairan empedu yang diuji mengandung billirubin dangan ditunjukan uji positive
Gmelin.
8) Cairan empedu yang diuji mengandung garam-garam empedu dengan ditunjukan
uji positif pettenkoffer menunjukkan cincin berwarna ungu.
9) Empedu berfungsi sebagai emulgator atau bahan yang dapat menstabilkan emulsi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Murray, R.K., D.K. Granner and V.W Rodwell. 2009. Biokimia Harper, ed 27.
Jakarta:EGC

Michael, L., A.D. Marks. 2009. Marks Basic Medical Biochemistry A Clinical
Approach, 3rd ed. China:Lippincott Williams & Wilkins.
Guyton, A.C. & Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed 12. Jakarta:EGC
Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, ed 6. Jakarta: EGC.
Campbell, N.A. & J.B Reece. 2010. Biology, ed 8, jilid 1. Jakarta: Erlangga

Murray, R.K., D.K. Granner, P.A. Mayes and V.W Rodwell. 2012. Harper’s Illustrated
Biochemistry, 29th edition. Sidney:McGraw Hill.

12

Anda mungkin juga menyukai