Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Kolesteatoma merupakan lesi yang terbentuk oleh epitel skuamosa berlapis berkeratin
yang terjadi pada tulang temporal. Kolesteatoma biasanya ditemukan pada telinga tengah.
Kolesteatoma meatus akustikus eksternus (MAE) adalah invasi jaringan epitel skuamosa ke
dalam tulang MAE yang bersifat lokal dan mengerosi tulang. Bagian dari telinga yang paling
sering terkena kolesteatoma adalah tulang dinding inferior dan posterior MAE. Membran
timpani tampak normal pada kolesteatoma MAE stadium dini.
Kolesteatoma MAE merupakan penyakit yang jarang ditemukan dengan perkiraan
insidensi 0,15-0,3 per 100.000 penduduk pertahun, atau sekitar 0,1%-0,5% dari seluruh
penyakit telinga. Sebagai pembanding, insidensi kolesteatoma telinga tengah adalah 9,2 per
100.000 penduduk pertahun. Penyakit ini paling banyak ditemukan pada penderita usia lanjut.
Etiologi kolesteatoma MAE belum ditemukan secara pasti. Berbagai dugaan
dikemukakan, antara lain karena mikrotrauma MAE, retensi serumen yang keras, osteitis, dan
penurunan migrasi epitel akibat usia lanjut. Kolesteatoma MAE mempunyai gambaran klinis
yang mirip dengan keratosis obturan. Kedua penyakit tersebut perlu dibedakan karena
penanganannya berbeda. Kolesteatoma MAE pada umumnya memerlukan tindakan bedah,
sedangkan keratosis obturan tidak memerlukan tindakan bedah.
Etiopatogenesis
Banyak para ahli yang mengemukakan teori-teori mengenai patofisiologi dari
kolesteatoma. Teori-teori tersebut antara lain teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasia,
dan teori implantasi. Secara garis besar, kolesteatoma merupakan epitel kulit yang tidak berada
pada tempatnya atau terperangkap. Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit
manusia berada pada area yang terbuka atau terpapar pada dunia luar. Tetapi epitel kulit di
telinga merupakan suatu daerah Cul-de-sac sehingga jika ada serumen padat di liang telinga
dalam waktu yang lama, maka epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan
terperangkap dan membentuk kolesteatoma.
Kolesteatoma dibagi menjadi kongenital dan akuisita. Kolesteatoma kongenital
terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga dengan membrane timpani yang
utuh tanpa disertai tanda-tanda infeksi. Jenis ini biasanya berlokasi di kavum timpani, daerah
petrosus mastoid, atau di cerebellopontine angle. Kolesteatoma akuisita dapat terjadi secara
primer maupun sekunder. Pada kolesteatoma primer terbentuk tanpa didahului oleh perforasi
membran timpani. Kolesteatoma tersebut timbul akibat proses invaginasi dari membran
timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat adanya gangguan
pada tuba. Sedangkan kolesteoma sekunder terbentuk setelah adanya perforasi dari membran
timpani. Kolesteatoma tersebut terbentuk akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau
dari tepi perforasi membran timpani ke telinga tengah, teori ini disebut sebagai teori migrasi.
Kolesteatoma juga dapat terbentuk akibat metaplasia dari mukosa kavum timpani karena iritasi
infeksi yang telah berlangsung lama, teori ini disebut sebagai teori metaplasia. Sedangkan pada
teori implantasi kolesteatoma terjadi akibat adanya implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke
dalam telinga tengah yang biasanya terjadi sewaktu operasi, setelah blust injury, pemasangan
pipa ventilasi atau setelah miringotomi.
Kolesteatoma menjadi media yang baik bagi pertumbuhan kuman yang menyebabkan
infeksi. Bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi adalah Proteus dan Pseudomonas
aeruginosa. Terjadinya infeksi dapat memicu respon imun local yang akan memproduksi
berbgai mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada
kolesteatoma adalah interleukin-1 (IL-1), interleukin-6, Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α),
dan Transforming Growth Factor (TGF). Zat-zat tersebut akan menstimulasi sel-sel keratinosit
matriks kolesteatoma hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.
Massa kolesteatoma akan mendesak organ di sekitarnya dan menimbulkan nekrosis
pada tulang. Terjadinya proses nekrosis pada tulang diperburuk dengan adanya pembentukan
reaksi asam akibat pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang tersebut akan mempermudah
munculnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis, hingga abses otak.
Patologi kolesteatoma menyebabkan terjadinya erosi tulang yang progresif dari osikel
dan tulang sekitarnya. Tiga faktor yang diperkirakan berperan dalam proses ini yaitu:
1. Proses mekanis berkaitan dengan tekanan oleh tumor.
2. Faktor biokimiawi yang berkaitan dengan elemen bakteri, produk jaringan granulasi
seperti kolagenase, asam hidrolase, sitokin (IL-1ά, IL-6, IL-8, TNF ά, INF-β) dan
growth factors.
3. Faktor seluler yang diinduksi oleh aktivitas osteoklas. Osteoklas dalam matriks
kolesteatoma mengeluarkan asam fosfatase, kolagenase, dan enzim proteolitik lain
seperti matrix metalloproteinases (MMPs), calpain types I-II, cysteine proteinase
cathepsin B, dan cysteine proteinase cathepsin K yang meresorbsi produk tulang.
Selanjutnya osteoklas dapat diaktivasi oleh infeksi, tekanan, dan sel Langerhans
melalui mekanisme imun.
Kolesteatoma MAE pasca infeksi dihubungkan dengan osteitis dan invasi epitel akibat
infeksi yang terjadi sebelumnya. Radioterapi yang mengenai MAE menyebabkan perubahan
pada jaringan lunak dan hiperplasia epitel. Radiasi juga menyebabkan atropi jaringan, osteitis
dan nekrosis sehingga menyebabkan terbentuknya kolesteatoma. Secara garis besar, dugaan
etiologi kolesteatoma MAE antara lain adalah karena mikrotrauma MAE, retensi serumen yang
keras, osteitis fokal, hipoksia yang menyebabkan angiogenesis, dan penurunan migrasi epitel
akibat usia lanjut atau akibat menurunnya aliran darah lokal.
BAB III
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. W
Tanggal Lahir : 23/ 05 / 1996
Usia : 22 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Srimulyo, Piyungan, Bantul
Agama : Islam
Tanggal Kunjungan RS : 16 April 2019
No RM : 18-56-XX

II. ANAMNESIS
2.1. Keluhan Utama
Telinga kiri nyeri
2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri pada telinga kiri, telinga terasa penuh,
pendengaran sedikit menurun, terkadang telinga berdenging. Pasien juga
mengeluhkan adanya pusing dan nyeri kepala. Keluhan tidak disertai batuk
maupun pilek, hidung tidak tersumbat, tidak ada cairan yang keluar dari
telinga, tidak ada demam.
2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Keluhan serupa : 6 tahun yang lalu pasien mengeluhkan
keluhan yang serupa, hanya dilakukan pembersihan telinga. Lalu 1
bulan yang lalu pasien kembali mengeluhkan keluhan yang sama dengan
intensitas nyeri yang lebih berat.
 Alergi : Tidak ada
 Maag : Tidak ada
 Asma : Tidak ada
 Riwayat trauma kepala : Tidak ada
 Hipertensi : Tidak ada
2.4. Riwayat Penyakit Keluarga
 Keluhan serupa : Tidak ada
 DM, hipertensi : Ayah (hipertensi)
 Alergi, asma : Tidak ada
2.5. Riwayat Pengobatan
 Riwayat Operasi : Tidak ada
 Riwayat Mondok : Tidak ada
2.6. Lifestyle
 Pasien mengatakan tidak merokok dan makan 3x sehari cukup gizi

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Ringan
Skala nyeri : 6-7
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi :-
BB :-
TB :-
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110 / 70 mmHg
Nadi : 64x / menit
Respirasi : 18x / menit
Suhu : Tidak dilakukan
STATUS GENERALIS
A. Kepala
 Ukuran Kepala: Normochepali
 Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Hidung : sesuai status lokalis
 Mulut : sesuai status lokalis
 Telinga : sesuai status lokalis
 Leher : Limfonodi servikal teraba (-), nyeri tekan (-),
pembesaran tyroid (-)
B. Thorax
 Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
C. Abdomen:
 Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
D. Ekstremitas
 Atas : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Bawah : Tidak dilakukan pemeriksaan
STATUS LOKALIS
 Telinga
Pemeriksaan Dextra Sinistra

Auricula dbn, deformitas (-) dbn, deformitas (-)

Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada

Tumor Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada

Planum mastoidium Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

Glandula limfatik Pembesaran (-) Pembesaran (-)

Can. Aud. Externa Serumen (+), edem (-), Serumen (+), edem (-),
Hiperemis (-) Hiperemis (-), Kolesteatoma
(+)

Membrana timpani Perforasi (-), Hiperemis (-), Perforasi (-), Hiperemis (-),
Cone of light di jam 5, Cone of light di jam 9,
Retraksi (-) Retraksi (+)
 Hidung dan Sinus Paranasal

Pemeriksaan Dextra Sinistra

HIDUNG

Dorsum Nasi Deformitas (-), krepitasi (-), jejas (-), nyeri tekan (-)

Cavum Nasi Discharge (+) Discharge (+)

Rhinoskopi Anterior

Vestibulum Nasi Discharge (+), edema (-), hiperemis (-)

Septum Nasi Deviasi septum (-), perforasi (-)

Meatus Nasi Inferior Edema (-), hiperemis (+), Edema (-), hiperemis (+),

discharge (+) discharge (+)

Konka Inferior Edema (+), hiperemis (+) Edema (+), hiperemis (+)

Meatus Nasi Media Hiperemis (+), polip (-), Hiperemis (+), discharge

discharge (+), edema (-) (+), polip (-), edema (-)

Konka Media Edema (+), hiperemis (+) Edema (+),hiperemis (+)

Rhinoskopi Posterior: Tidak dilakukan

Fossa Rossenmuller

Torus Tubarius

Muara Tuba Eustachius

Adenoid

Konka Superior

Choana

SINUS PARANASAL

Inspeksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Perkusi Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Transluminasi Tidak dilakukan

 Oropharynx

CAVUM ORIS-TONSIL-FARING
Bibir Bibir sianosis (-), kering (-), stomatitis (-)
Mukosa Oral Stomatitis (-), warna merah muda
Gusi dan Gigi Warna merah muda, karies dentis (-), ulkus (-)
Lingua Simetris, atrofi papil (-), lidah kotor (-), ulserasi (-)
Atap mulut Ulkus (-), Edema palatum mole (-)
Dasar Mulut Ulkus (-)
Uvula Uvula tampak , hiperemis (-)
Tonsila Palatina hiperemis (-), detritus (-), hiperemis (-), detritus (-),
permukaan tidak rata, kripta permukaan tidak rata, kripta
melebar, sekret (-) melebar, sekret (-)
Peritonsil Abses (-) Abses (-)

Faring Hiperemis (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Endoskopi
Telinga
Dekstra : Dalam batas normal
Sinistra : Massa kistik kolesteatoma
V. DIAGNOSIS BANDING
Kolesteatoma
Keratosis Obturan

VI. DIAGNOSIS UTAMA


Kolesteatoma Eksterna AS

VII. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
1. NSAID
Diclofenac 50 mg 3x1
2. Vitamin dan suplemen
Imunos Plus 1x1
b. Nonfarmakologis
1. Evakuasi kolesteatoma

VIII. EDUKASI
1. Dokter perlu menjelaskan mengenai penyakit yang diderita dan prognosisnya
2. Dokter perlu menjelaskan mengenai faktor resiko yang mendasari dan
mencetuskan
3. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit (obat diminum sesuai anjuran dokter)

IX. PLANNING
1. Pemberian terapi secara oral dalam kurun waktu 1 minggu untuk melihat apakah
keluhan dapat teratasi oleh terapi farmakologis.
2. Kontrol rutin untuk mengetahui adanya rekurensi

X. PROGNOSIS
 Ad Vitam : ad bonam
 Ad Fungsionam : ad bonam
 Ad Sanationam : ad bonam

Anda mungkin juga menyukai