MAKALAH
NAMA : MIRNAWATI
KELAS : B/017
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sediaan obat mata adalah sediaan steril berupa salep, larutan atau
suspensi, digunakan untuk mata dengan jalan meneteskan, mengoleskan pada
selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata.
Sediaan obat mata (optalmika) adalah tetes mata (Oculoguttae), salep
mata (oculenta), pencuci mata (Colyria), dan beberapa bentuk pemakaian
yang khusus (lamella dan penyemprot mata) serta insert sebagai bentuk depo
yang ditentukan untuk digunakan pada mata utuh atau terluka.
Mata merupakan indra penglihatan yang sangat penting . Kita dapat
melihat dunia yang indah ini dengan menggunakan mata. Tidak semua
manusia memiliki mata sehat, seperti yang memilki kelainan cacat mata, buta
warna katarak dan lainya. Mata tersebut tidak berfungsi secara baik.
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan
sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan
pada mata. (Depkes RI, 2014). Bentuk sediaan tetes mata harus memenuhi
persyaratan uji sterilitas. Beberapa penggunaan sediaan tetes mata harus
mengandung zat yang sesuai atau campuran zat untuk mencegah
pertumbuhan atau memusnahkan mikroorganisme. Sediaan mata harus bebas
dari partikel besar dan harus memenuhi persyaratan untuk kebocoran dan
partikel logam. Semua sediaan tetes mata harus steril dan bila memungkinkan
pengawet yang cocok harus ditambahkan untuk memastikan sterilitas selama
digunakan. Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus
dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan dapar,
kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu pemilihan pengawet) sterilisasi dan
kemasan yang tepat Penggunaan tetes mata pada etiketnya tidak boleh
digunakan lebih dari satu bulan setelah tutup dibuka, karena penggunaan
dengan tutup terbuka kemungkinan terjadi kontaminasi dengan bebas.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
berbatasan dengan kulit pada tepi palpebral dan dengan epitel kornea di
limbus.
2. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang lentur dan memberikan bentuk pada
mata. Jaringan ini merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
3. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan. Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan
melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis.
Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 µm di pusatnya
(terdapat variasi menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm
dan vertikalnya 10,6 mm.
Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan, yaitu:
a) Epitel
Tebal dari epitel ini adalah 50 µm. Epitel kornea mempunyai lima
lapis sel epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel
poligonal, dan sel gepeng.
b) Membran Bowman
Membran Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea
yang merupakan kolagen yang tersususn tidak teratur seperti
stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
c) Stroma
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma
terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang di bagian perifer serta kolagen ini bercabang.
d) Membran Descemet
Membran Descemet merupakan membran aselular dan merupakan
batas belakang stroma kornea.
e) Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk
heksagonal, dan tebalnya 20-40 µm. Lapisan ini berperan dalam
mempertahankan deturgesensi stroma kornea.
4. Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh
kornea dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a) Iris
Iris merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai
permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di
tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk
mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata
secaranotomatis dengan mengecilkan (miosis) atau melebarkan
(midriasis) pupil.
b) Badan siliar
Badan siliar merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi
mengubah tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat fokus untuk
objek dekat maupun jauh dalam lapang pandang. Badan siliar
terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2
mm) yang merupakan pembentuk aqueous humor, dan zona
posterior yang datar, pars plana (4 mm).
c) Koroid
Koroid merupakan segmen posterior uvea terletak di antara retina
dan sklerayang berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah
besar, berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar
yang terletak di bawahnya
5. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9
mm. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya
terdapat vitreous humor.
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat
selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya.
Nukleus dan korteks terbentuk dari lamela konsentris yang panjang.
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang
dikenal sebagai zonula Zinii, yang tersusun dari banyak fibril yang berasal
dari permukaan badan siliar dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
6. Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan,
kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan.
7. Vitreous Humor
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous
humor normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsul lensa
posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput
nervi optici. Basis vitreous mempertahankan penempelan yang kuat
seumur hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang oral
serata.
Vitreous humor mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua
komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan
konsistensi mirip gel karena kemampuannya mengikat banyak air.
8. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Lapisan-lapisan retina mulai
dari sisi luar yang berbatas dengan koroid adalah sebagai berikut:
a. Epitel pigmen retina (Membran Bruch)
b. Fotoreseptor Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang dan sel
kerucut.
c. Membran limitan eksterna
d. Lapisan nukleus luar merupakan susunan nukleus sel kerucut dan sel
batang. Keempat lapisan di atas avaskuler dan mendapat nutrisi dari
kapiler koroid.
e. Lapisan pleksiform luar. Lapisan ini merupakan lapisan aselular
tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
f. Lapisan nukleus dalam. Lapisan ini terdiri dari tubuh sel bipolar, sel
horizontal, dan sel Muller serta didarahi oleh arteri retina sentral.
g. Lapisan pleksiform dalam. Lapisan ini merupakan lapisan aselular
tempat sinaps sel bipolar dan sel amakrin dengan sel ganglion.
h. Lapisan sel ganglion. Lapisan ini merupakan lapisan badan sel dari
neuron kedua.
i. Serabut saraf. Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion yang
menuju kearah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak
sebagian besar pembuluh darah retina.
j. Membran limitan interna. Membran limitan interna berupa membrane
hialin antara retina dan vitreous humor
Gambar 3. Lapisan Retina
1. Tonisitas
Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-
garam dalam larutan berair. Air mata dan cairan tubuh lainnya
menunjukkan tekanan osmotik setara dengan larutan garam normal 0,9%
NaCl. Karena kandungan elektrolit dan koloid di dalamnya, cairan air
mata memiliki tekanan osmotik, yang nilainya sama dengan darah dan
cairan jaringan. Mata dapat mentoleransi larutan dengan rentang nilai
tonisitas ekivalen dengan 0,5% sampai 1,6% larutan natrium klorida tanpa
menibulkan rasa tidak nyaman. Oleh karena itu, Sediaan tetes mata
sebaiknya dibuat mendekati isotonis agar dapat diterima tanpa rasa nyeri
dan tidak dapat menyebabkan keluarnya air mata, yang dapat mencuci
keluar bahan obatnya.
NaCl tidak ada pengaruh terhadap permeabilitas kornea dan
konjungtiva. Konsentrasi NaCl yang hipertonis ini malah hanya akan
mempertinggi koefisien partisi partisi bahan aktif bahan aktif dalam
larutan larutan tersebut. tersebut. Sedangkan larutan Sedangkan larutan
yang hipotonis yang hipotonis akan berpengaruh berpengaruh terhadap
terhadap permeabilitas permeabilitas kornea dan konjungtiva konjungtiva
tetapi pengaruh pengaruh terhadap penetrasi bahan aktif akan lebih kecil
dibandingkan dengan larutan hipertonis.
Oleh karena itu, Konsentrasi senyawa dalam obat mata tidak
boleh menyebabkan hipertonisitas yang melebihi batas yang dapat
diterima, namun jika tekanan osmotic dari obat diperlukan berada pada
konsentrasi yang melebihi kesetaraan osmotik dengan cairan mata, maka
tidak ada yang dapat dilakukan karena larutan bersifat hipertonis. Sebagai
contoh larutan 10% dan 30% sulfasemid natrium bersifat hipertonis
karena jika konsentrasi kurang dari 10% tidak akan menimbulkan efek
klinis yang diharapkan. Untuk larutan hipotonik, dapat dibuat isotonik
dengan menghitung zat tambahan yang diperlukan. Pengaruh tonisitas
pada permeabilitas epitel kornea telah diteliti oleh Maurice dengan hasil
bahwa tidak ada peningkatan permeabilitas pada konsentrasi antara 0,9-
10% NaCl, sedangkan pada larutan yang hipotonik, akan terjadi
peningkatan permeabilitas kornea.
2. pH (Pendapar)
Obat memiliki aktivitas terapeutik tertinggi pada pH yang
mengandung molekul yang tak yang tak terion. Untuk Basa terion. Untuk
Basa lemah terionisasi pada pH lemah terionisasi pada pH > pKa
sedangkan asam sedangkan asam lemah terionisasi pada pH < pKa pH-
pKa = log konsentrasi asam konsentrasi garam. Ditinjau dari sudut
fisiologis PH ideal suatu obat tetes mata adalah 7,4 - 7,65. Secara ideal
obat tetes mata harus mempunyai pH yang sama dengan larutan mata,
tetapi hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat
yang tidak cukup larut ataupun tidak stabil pada pH 7,4. Oleh karena itu
system dapar harus dipilih sedekat mungkin dengan pH fisiologis yaitu
7,4 dan tidak menyebabkan pengendapan atau mempercepat kerusakan
obat. Jika obat. Jika harga pH yang harga pH yang di tetapkan atas dasar
stabilitas berada diluar daerah yang dapat di terima secara isiologis, maka
kita fisiologis, maka kita wajib menambahkan larutan dapar wajib
menambahkan larutan dapar dan melakukan penga ar dan melakukan
pengaturan pH melalui penambahan asam atau basa.
Pemilihan biasanya mendahulukan masalah stabilitas dalam
batasan PH terbaik yang dapat diterima oleh mata. Jadi sangat diperlukan
mencari kondisi PH yang dapat memenuhi syarat stabilitas, toleransi dan
efektivitas. Oleh karena itu, Larutan dapar isotonik pada PH 7,4 – 9,6
tidak memberikan efek iritasi terhadap mata. Perasaan sakit yang timbul
mungkin disebabkan karena sifat aktifnya sendiri.
Cairan lakrimal mempunyai sistem dapar 7,4 yang dengan cepat
dapat mengubah derajat keasaman sediaan dengan PH 3,5 – 10,5 dengan
kapasitas dapar rendah ke PH yang dapat diterima, yaitu sekitar 7,4.
Semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah nilai koefisien partisi dan
begitu juga sebaliknya. Semakin besar nilai koefisien partisinya maka
jumlah atau kecepatan penetrasi bahan aktif tersebut akan semakin besar
dan begitu pula sebaliknya.
4. Kekentalan
Tujuan penambahan zat pengental pada sediaan sediaan mata :
5. Surfaktan
Surfaktan adalah zat aktif permukaan yang mempunyai ujung
berbeda yaitu hidrofilik dan hidrofobik atau disebut juga dengan molekuk
amfifilik atau menyukai air dan minyak. Dengan 2 bagian yang berbeda
maka surfaktan juga dapat mendispersikan serta menstabilkan dua atau
lebih cairan yang tidak bercampur satu sama lain. Fungsi utama surfaktan
bercampur satu sama lain. Fungsi utama surfaktan sering digunakan
dalam sediaan mata terutama obat tetes mata karena surfaktan sebagai
pembasah atau zat penetrasi. Adanya surfaktan dalam sediaan mata ini
berfungsi untuk menurunkan tengangan antar permukaan , meningkatkan
tercampurnya obat dengan air mata, memperluas permukaan epitel
kornea, meningkatkan kontak obat dengan kornea dan konjungtiva ,
meningkatkan penembuasan dan penyerapan obat. Adapun syarat syarat
pemakaian surfaktan pada obat tetes mata harus memenuhi berbagai aspek
yaitu Sebagai antimikroba (surfaktan gol. Kationik, spt: Benzalkonium
Klorida, Setil Piridinium Klorida) , menurunkan tegangan permukaan
antar permukaan antara obat mata dengan kornea yang dapat
meningkatkan efek terapi obat , meningkatkan ketercampuran antara obat
mata dengan kornea sehingga meningkatkan kontak zat aktif dengan
kornea dan konjungtiva sehingga menigkatkan penembusan dan penetrasi
obat tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan,
dan merusak kornea contohnya pada surfaktan non ionik lebih dapat
diterima dibanding surfaktan golongan lain.
Faktor Fisiologi
1. Keadaan dan fungsi dari kornea dan konjungtiva
Kornea dan konjungtiva merupakan bagian yang penting terhadap
penetrasi obat ke dalam mata. Melewati kornea lebih besar dibanding
dengan konjungtiva. Penetrasi pada konjungtiva akan lebih besar bila
terjadi iritasi oleh bahan asing, bahan kimia atau mekanik, yang dapat
menyebabkan naiknya permeabilitas kornea dan konjungtiva (menaikkan
jumlah obat yang berpenetrasi dalam kornea atau konjungtiva) sehingga
menimbulkan efek sistemik yang tidak diharapkan. Penetrasi melalui
kornea akan lebih besar bila terjadi penyempitan atau kecepatan aliran
darah menurun dalam konjungtiva dengan adanya bahan adstringens.
2. Ikatan protein dalam air mata dengan obat
Adanya protein dalam air mata kadang-kadang dapat mengikat
suatu bahan aktif sehingga kecepatan penetrasi bahan aktif tersebut
menjadi kecil. Hal ini terjadi karena air mata terdiri dari protein, kolagen
dan elektrolit sehingga bisa terjadi Ikatan molekul obat dengan protein
pada air mata dan memungkinkan adanya penguraian metabolisme obat
(oleh enzym dalam air mata).
F. Evaluasi biofarmasetik dalam sediaan obat melalui rute pemberian mata
1. Uji Organoleptis
Uji organoleptik atau uji indera atau uji sensori merupakan cara
pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk
pengukuran daya penerimaan terhadap suatu produk. Pengujian
organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu suatu
sediaan. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan,
kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk.
Uji organoleptik biasanya dilakukan untuk menilai mutu bahan
mentah yang digunakan untuk pengolahan dan formula yang digunakan
untuk menghasilkan produk. Selain itu, dengan adanya uji organoleptik,
produsen dapat mengendalikan proses produksi dengan menjaga
konsistensi mutu dan menetapkan standar tingkat atau kelas-kelas mutu.
Produsen juga dapat meningkatkan keuntungannya dengan cara
mengembangkan produk baru, meluaskan pasaran, atau dengan mengarah
ke segmen pasar tertentu. Dengan uji organoleptik, produsen juga dapat
membandingkan mutu produknya dengan produk pesaingnya sehingga
dapat memperbaiki kekurangan produknya dengan cara menyeleksi
bahan mentah atau formulasi dari berbagai pilihan atau tawaran.
Pengujiannya dilakukan dengan mengamati bau, rasa, warna
serta kelarutan bahan dalam sediaan larutan tetes mata. Setelah itu hasil
pengamatan dicatat dan dilaporkan dalam bentuk tabel.
2. Kejernihan
Kejernihan adalah suatu batasan yang relatif, artinya sangat
dipengaruhi oleh penilaian subjektif dari pengamat. Uji kejernihan
larutan sangat penting untuk memastikan tidak ada partikel padat yang
belum terdispersi kecuali sediaan yang dibuat dalam bentuk suspensi,
serta untuk mengidentifikasi partikel-partikel yang tidak diinginkan
dalam sediaan larutan tetes mata tersebut. Tidak dapat diragukan, suatu
larutan bersih yang sangat mengkilap, membawa pengaruh bagi
pengamat untuk menyimpulkan bahwa produk tersebut istimewa baik
dalam mutu maupun kemurniannya.
Prosedur Pengujian (FI IV, 881) :
Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15
mm hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca
netral.
a. Masukkan ke dalam 2 tabung reaksi, masing-masing larutan zat uji
dan suspense padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar
sehingga volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40
mm.
b. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembuatan Suspensi
padanan, dengan latar belakang hitam.
c. Pengamatan dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke
arah bawah tabung. Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga
Suspensi padanan I dapat langsung dibedakan dari air dan dari
suspensi padanan II.
3. Uji pH
Buffer dan pH dalam sediaan tetes mata sangat penting untuk
memperbaiki daya tahan sediaan, mengoptimasi kerja zat aktif, dan juga
untuk mencapai kelarutann yang memuaskan. Mirip seperti darah, cairan
mata menunjukan kapasitas dapar tertentu.Yang sedikit lebih rendah oleh
karena system yang terdapat pada darah seperti asam karbonat, plasma,
protein amfoter dan fosfat primer – sekunder, juga dimilikinya kecuali
system – hemoglobin – oksi hemoglobin. Harga pHnya juga seperti darah
7,4 akan tetapi hilangnya karbondioksida dapat meningkatkannya smapai
harga pH 8 – 9. pada pemakain tetes biasa yang nyari tanpa rasa nyeri
adalah larutan dengan harga pH 7,3 – 9,7. daerah pH dari 5,5 – 11,4
masih dapat diterima.
Prosedur Pengujian : (FI IV)
a. Kertas indikator pH. Kertas dicelupkan ke dalam larutan dan hasil
warna yang terbentuk dibandingkan terhadap warna standar. pH meter
(FI IV, <1071>)
b. Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik
(pH meter) yang sesuai, yang telah dibakukan terhadap Baku larutan
dapar, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH. Pelarut
untuk Larutan dapar harus sama dengan pelarut sediaan
4. Tonisitas
Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-
garam dalam larutan berai. Larutan mata adalah isotonik dengan larutan
lain ketika magnitude sifat koligatif larutan adalah sama. Larutan tetes
mata dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan 0,9 %
larutan NaCl. Sebenarnya mata lebih toleran terhadap variasi tonisitas
dari suatu waktu yang diusulkan. Sediaan tetes mata sebaiknya dibuat
mendekati isotonis agar dapat diterima tanpa rasa nyeri dan tidak dapat
menyebabkan keluarnya air mata, yang dapat mencuci keluar bahan
obatnya. Untuk membuat larutan mendekati isotonis, dapat digunakan
medium isotonis atau sedikit hipotonis, umumnya digunakan natrium-
klorida (0,7-0,9%) atau asam borat (1,5-1,9%) steril. Mata biasanya dapat
mentoleransi larutan sama untuk range 0,5 % – 1,8 %NaCl intraokuler.
Namun demikian ini tidak dibutuhkan ketika stabilitas produk
dipertimbangkan.
5. Uji Viskositas
Tetes mata dalam air mempunyai kerugian, oleh karena mereka
dapat ditekan keluar dari saluran konjunktival oleh gerakan pelupuk
mata. Oleh karena itu waktu kontaknya pada mata menurun.Melalui
peningkatan viskositas larutan tetes mata dapat dicapai distribusi bahan
aktif yang lebih baik didalam cairan dan waktu kontak yang lebih
panjang dengan mata. Lagi pula sediaan tersebut memiliki sifat lunak dan
licin sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Oleh Karena itu sediaan ini
sering dipakai pada pengobatan kerato konjunktifitis. USP mengizinkan
penggunaan peningkat viskositas untuk memperpanjang waktu kontak
dalam mata dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya.Bahan-bahan
seperti metil selulose, polivinil alkohol dan hidroksil metil selulose
ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan viskositas.Para peneliti
telah mempelajari efek peningkatan viskositas dalam waktu kontak
dalam mata. Umumnya viskositas meningkat 25-50 cps range yang
signifikan meningkat lama kontak dalam mata.
Prosedur Uji :
a. Masukan larutan tetes mata dalam viskosimeter ostwald melalui pipa
yang berdiameter lebih besar/yang mempunyai labu.
b. Larutan tetes mata dihentikan dimasukan apabila ½ ruang yang
berbentuk tabung terisi.
c. Tutup labu yang berdiameter kecil dengan bola hisap
d. Hisap larutan tetes mata dengan bola hisap hingga naik diatasnya garis
yang paling atas
e. Lepaskan bola hisap,bila larutan tetes mata turun tampak pada garis
pertama,hidupkan stopwatch.
f. Matikan stopwatch ketika larutan tetes mata tepat pada garis ke 2
g. Hitung kekentalanya,lakukan percoban diatas 3 kali
h. Hitung waktu alir larutan tetes mata.hitung kekentalannya.
6. Uji Sterilitas
Semua produk tetes mata yang diberi label steril harus melewati
uji sterilitas setelah mengalami suatu proses sterilisasi efektif. Uji
sterilisasi sangat penting untuk membersihkan larutan tetes mata dari
pencemaran (kontaminasi) mikroorganisme yang merugikan (patogen)
dan juga untuk mengetahui tingkat sterilitas dari larutan tetes mata
tersebut.Sediaan tetes mata dinyatakan steril apabila bebas dari
mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang tidak, baik dalam
bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif.
Prosedur Uji:
a. Inokulasi langsung ke dalam media perbenihan lalu diinkubasi pada
suhu 2 sampai 25°C. Volume tertentu spesimen ditambahkan volume
tertentu media uji, diinkubasi selama tidak kurang dari 14 hari,
kemudian amati pertumbuhan secara visual sesering mungkin
sekurang-kurangnya pada hari ke-3atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7
atau hari ke-8 dan pada hari terakhir dari masa uji.
b. Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, semua
isi wadah akan diamat untuk menunjukkan ada atau tidaknya
pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan atau pertumbuhan pada
permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka sediaan tetes mata
yang telah diuji memenuhi syarat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
yang khusus (lamella dan penyemprot mata) serta insert sebagai bentuk depo
melihat dunia yang indah ini dengan menggunakan mata. Tidak semua
manusia memiliki mata sehat, seperti yang memilki kelainan cacat mata, buta
warna katarak dan lainya. Mata tersebut tidak berfungsi secara baik.
Rute penghantaran obat melalui mata Ada tiga rute utama yang biasa
Rute sistemik.
DAFTAR PUSTAKA
Patel A, Cholkar K, Agrahari V, Mitra AK, 2015. Ocular drug delivery systems:
An overview. World J Pharmacol.