PAPER
COGAN’S SYNDROME
Disusun oleh :
Pembimbing :
dr. Marina Y. Albar, M.Ked (Oph), Sp.M
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini
dengan topik “Sindrom Cogan”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada dokter pembimbing, dr.Marina Y. Albar, M.Ked(Oph), Sp.M dan
Mentor dr. Faiza Sofia Sari yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
bimbingan serta masukan dalam penyusunan paper ini.
Dengan demikian diharapkan paper ini dapat memberikan kontribusi positif
dalam proses pembelajaran serta diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik isi maupun susunan bahasa dan materi, untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kritik dari pembaca sebagai masukan untuk perbaikan paper ini.
Penulis
i
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
DAFTAR ISI
ii
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
DAFTAR GAMBAR
iii
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Kornea merupakan bagian terdepan dari sklera yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar
dibanding kelengkungan sklera. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea,
dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh
kornea. Lapisan-lapisan kornea tersebut dari bagian anterior ke posterior yaitu
lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel.6
Struktur kornea terdiri dari 5 lapisan. Lapisan pertama adalah epitel yang
merupakan sel epitel skuamosa berlapis nonkeratinisasi. Tebalnya 550 µm. Lapisan
tersebut terdiri dari 5 sampai 6 lapis sel epitel yang berbeda, yaitu sel-sel superfisial,
wing cells, dan satu lapis sel-sel basal kolumnar. Tebal lapisan tersebut merupakan
10% dari ketebalan seluruh kornea. Lapisan yang kedua adalah membran Bowman
yang terdiri dari jaringan kolagen tipe IV dan proteoglikan. Lapisan ini merupakan
bagian anterior dari stroma kornea. Stroma kornea adalah bagian yang mengisi lebih
dari 90% ketebalan kornea. Lapisan tersebut terdiri dari matriks ekstraselular,
keratosit, dan jaringan saraf. Lapisan selanjutnya adalah membran Descemet.
Ketebalan membran Descemet bertambah seiring bertambahnya usia. Pada dewasa
memiliki ketebalan 10-12 μm. Lapisan yang terakhir adalah satu lapis sel endotel
berbentuk poligonal yang melapisi bagian posterior epitel. Trauma atau penyakit
pada endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga
dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya
regenerasi. 4,6,8
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman
trabekula (yang terletak di atas kanal Schlemm), dan taji sklera (scleral spur).8
Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman trabekula
berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang mengarah ke corpus
ciliare. Anyarnan ini tersusun atas lembarlembar berlubang jaringan kolagen dan
elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin mengecil ketika
mendekati kanal Schlemm. Bagian-dalam anyaman ini, yang menghadap ke bilik
mata depan, dikenal sebagai anyaman uvea; bagian luar, yang berada di dekat kanal
Schlemm, disebut anyaman korneoskleral. Serat – serat longitudinal otot siliaris
menyisip ke dalam anyaman trabekula tersebut. Taji sklera merupakan penonjolan
3
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
sklera ke arah dalam di antara korpus siliaris dan kanal Schlemm, tempat iris dan
korpus siliaris menempel. Saluran-saluran eferen dari kanal Schlemm (sekitar 300
saluran pengumpul dan 12 vena aqueous) berhubungan dengan sistem vena
episklera.8
Aqueous humor diproduksi oleh korpus siliaris. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan , kemudian
ke perifer menuju sudut bilik mata depan.8
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular yang terdiri atas iris, badan siliar,
dan koroid. Pada iris terdapat 3 susunan otot yang dapat mengatur jumlah sinar
masuk kedalam bola mata yang disebut pupil. Otot dilatator dipersarafi oleh simpatis
dan parasimpatis, sedangkan sfingter iris dan otot siliar dipersarafi oleh parasimpatis
yang berasal dari nukleus saraf kranialis N. III. Otot siliar yang terletak di siliar
mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak di
belakang iris menghasilkan cairan aqueous humor, yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.4,8
Lapisan ketiga yaitu retina, terletak paling dalam dan mempunyai tebal 1 mm
yang terdiri atas susunan sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran
neurosensoris yang akan mengubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan
diteruskan ke otak. Di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan
terdapat makula lutea (bintik kuning) yang berdiameter 5-6 mm yang mempunyai
fungsi penting untuk tajam penglihatan. Di bagian tengah makula lutea pula terdapat
bercak mengkilat yang merupakan refleks fovea. Secara spesifiknya terdapat 120 juta
sel batang yang berfungsi sebagai alat pengenal kehadiran sinar dan 6 juta sel kerucut
yang mengenal frekuensi sinar.4,8
Fotoreseptor batang dan kerucut terletak di lapisan terluar retina sensorik
yang avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali
proses penglihatan. Setiap sel kerucut mengandung rodopsin, yaitu pigmen
penglihatan yang fotosensitif. Saat rodopsin menyerap cahaya, akan terjadi
perubahan bentuk 11-cis-retinal (komponen kromofor pada rodopsin) menjadi all-
trans-retinol. Perubahan bentuk ini akan memicu terjadinya kaskade penghantar
kedua, dimana rangsangan cahaya akan diubah menjadi impuls saraf. Impuls ini
4
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
5
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Media refraksi mata terdiri dari kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous
humor. Agar bayangan dapat jatuh tepat di retina, cahaya yang masuk harus
mengalamai refraksi melalui media-media tersebut. Jika terdapat kelainan pada
media refraksi, cahaya mungkin tidak jatuh tepat pada retina.9
Rangsangan cahaya tadi diterima oleh sel batang dan kerucut di retina, yang
diteruskan melalui saraf optik (N. II), ke korteks serebri pusat penglihatan. Agar
bayangan tidak kabur, kelebihan cahaya diserap oleh lapisan epitel pigmen di retina.
Bila intensitas cahaya terlalu tinggi maka pupil akan mengecil untuk menguranginya.
Daya refraksi kornea hampir sama dengan aqueous humor, sedang daya refraksi
lensa hampir sama pula dengan badan kaca. Keseluruhan sistem refraksi mata ini
membentuk lensa yang cembung dengan fokus 23 mm. Dengan demikian, pada mata
yang emetrop dan dalam keadaan mata istirahat, sinar sejajar yang datang di mata
akan dibiaskan tepat di fovea sentralis dari retina. Fovea sentralis merupakan
posterior principal focus dari sistem refraksi mata ini, dimana cahaya yang datang
sejajar, setelah melalui sistem refraksi ini bertemu. Letaknya 23 mm di belakang
kornea, tepat dibagian dalam makula lutea.9,10
Lensa memiliki kemampuan untuk meningkatkan daya biasnya untuk
memfokuskan bayangan dari objek yang dekat. Kemampuan ini disebut dengan daya
akomodasi. Akomodasi dipengaruhi oleh persarafan simpatis, di mana persarafan ini
akan menyebabkan otot polos pada badan siliar yang merupakan perlekatan ligamen
penggantung lensa (zonula Zinn) berkontraksi. Kontraksi dari badan siliar yang
berbentuk melingkar seperti sfingter menyebabkan jarak antara pangkal kedua
ligamen tersebut mendekat. Hal ini akan menyebabkan ketegangan dari ligamen
tersebut berkurang sehingga regangan ligamen terhadap lensa pun juga berkurang.
Bentuk lensa kemudian akan menjadi lebih cembung/konveks.9,10
6
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
2.3.2. Etiologi
Sejak tahun 1945, lebih dari 250 kasus sindrom Cogan dilaporkan dan
memiliki keterkaitan dengan proses autoimun, namun belum dapat dijelaskan
bagaimana proses autoantibodi yang terjadi pada kasus ini. Penyebab utama pada 20
% kasus belum diketahui. Beberapa hipotesis menjelaskan penyebab dari penyakit
ini. Hipotesis pertama menjelaskan bahwa ada peranan infeksi Chlamydia, yaitu
Chlamydia psittaci yang berhasil diisolasi pada penderita sindrom Cogan.
Selanjutnya infeksi Chlamydia trachomatis yang berhasil diidentifikasi pada 4 pasien
dari 13 pasien dengan sindrom Cogan. Walaupun demikian, kebanyakan infeksi
Chlamydia tidak memicu reaksi imun terhadap mata, telinga, dan pembuluh darah.
Infeksi Chlamydia sering berhubungan dengan kejadian kardiovaskular seperti
miokarditis, endokarditis, dan penyakit katup jantung.2,12
Namun studi terbaru menyebutkan bahwa sindrom Cogan memiliki kaitan
dengan suatu proses autoimun. Pada tahun 1999, Garcia Berrocal dkk, menyatakan
bahwa sindrom Cogan merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh
reaksi hipersensitivitas terhadap satu atau lebih agen infeksius yang menyebabkan
vaskulitis. Mereka berpendapat bahwa infeksi virus dapat merangsang respon
antibodi yang selanjutnya menyebabkan reaksi imunitas silang terhadap protein pada
sistem audiovestibular, mata, dan organ lainnya.2
Bonaguri C dkk, pada tahun 2007 mempublikasikan bahwa antibodi anti-Hsp
70 (anti – Heat shock protein) sebagai penanda asal suatu proses autoimun. Antibodi
ini dijumpai pada 50 % pasien dengan sindrom Cogan tipikal. Selanjutnya ANCA
(anti neutrophil cytoplasmic antibody) juga diidentifikasi pada 5 pasien sindrom
7
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Cogan. Faktor reumatoid dan ANA (anti-nuclear antibody) juga ditemukan pada
sebagian kecil penderita sindrom Cogan yang membuktikan bahwa terjadi suatu
proses imunitas pada kasus ini.2
2.3.3. Klasifikasi
Sindrom Cogan diklasifikasikan menjadi tipikal dan atipikal berdasarkan
gejala okulinya. Munculnya keratitis interstisial merupakan gambaran dari sindrom
Cogan yang tipikal. Keratitis interstisial yang terjadi pada sindrom Cogan adalah tipe
yang non sifilis. Sedangkan tipe yang atipikal memiliki banyak jenis kelainan okuli
seperti konjungtivitis kronik dan rekuren, skleritis, uveitis, edema diskus optikus,
eksoftalmia, xeroftalmia, ptosis, tendonitis, dan vaskulitis retina. Pada tahun 1980,
Haynes dkk, menyusun kriteria diagnostik sindrom Cogan tipikal dan atipikal
berdasarkan gejala okulinya.13
Kriteria diagnostik sindrom Cogan tipikal:13
1. Gejala okuli, berupa keratitis interstisial non sifilis
2. Gejala audiovestibular yang menyerupai sindrom Meniere (tinitus dan vertigo
dengan onset tiba – tiba, disertai penurunan fungsi pendengaran secara
bertahap)
3. Interval antara onset gejala okuli dengan manifestasi audiovestibular kurang
dari 2 tahun
Kriteria diagnostik sindrom Cogan atipikal:13
1. Manifestasi inflamasi okuli dengan atau tanpa keratitis interstisial
2. Manifestasi okuli tipikal berkaitan dengan gejala audiovestibular dan berbeda
dengan episode penyakit Meniere
3. Adanya keterlambatan lebih dari 2 tahun antara onset okuli tipikal dengan
manifestasi audiovestibular.
8
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
waktu antara kedua onset gejala bervariasi antara 1 bulan hingga 11 tahun. Sangat
jarang manifestasi pada kedua organ dijumpai secara bersamaan. Pada orang dewasa,
manifestasi awal yang muncul pada mata berkisar 25 – 50 %, pada sistem
audiovestibular sekitar 32 – 36 %, dan 5 % lagi keterlibatan organ.2,3,14
Sindrom Cogan memiliki manifestasi pada beberapa organ, antara lain:
1. Manifestasi pada Mata
Salah satu gejala yang muncul dan menjadi tanda dari sindrom Cogan tipikal
adalah keratitis interstisial yang hampir muncul pada 80 % kasus dan bersifat
bilateral. Namun pada beberapa kasus, gejala ini muncul belakangan
sehingga sering menyebabkan salah diagnosis pada awal pemeriksaan. Gejala
lain yang muncul dan menjadi tanda sindrom Cogan atipikal adalah glaukoma
sudut tertutup, vaskulitis retina, papillitis, oklusi vena sentral, neuropati
vaskulitik optik, dan papiledema. Gambaran yang pertama sekali dijumpai
pada kornea berupa infiltrat subepitel yang berwarna putih redup yang dapat
dijumpai pada kedua kornea dan sering menyerupai gambaran
keratokonjungtivitis viral. Perkembangan selanjutnya dapat dijumpai
gambaran infiltrat nodular multifokal pada posterior kornea.14,15
2. Manifestasi audiovestibular
Gejala yang paling sering muncul adalah tuli, vertigo, tinnitus, ataksia, dan
osilopsia. Gangguan pendengaran biasanya muncul tiba – tiba, bersifat
bilateral, dan progresif dan dapat berkembang menjadi tuli dalam 1 – 3 bulan.
Namun pada beberapa pasien, gangguan pendengaran awalnya dapat bersifat
unilateral, kemudian berkembang menjadi bilateral. Tuli dapat menjadi
permanen pada 20 % kasus.15
3. Manifestasi sistemik
Gejala sistemik muncul hampir pada 30 – 50 % kasus. Gejala awal yang
muncul berupa nyeri kepala sekitar 40 %, atralgia 35 %, demam 27 %, atritis
23 %, dan mialgia 22 %. Gejala yang selanjutnya berkembang adalah
vaskulitis sistemik, dengan gejala yang sering muncul berupa flebitis
ekstremitas atas yang berulang, vaskulitis, poliarteritis nodosa, vaskulitis
pada arteri testikular dan arteri iliaka eksternal.15
4. Manifestasi kardiovaskular
9
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
10
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Pada keratitis oleh karena sifilis kongenital dapat dijumpai tanda – tanda
berupa hidung pelana (sadlenose) dan trias Hutchinson, disertai pemeriksaan
serologik positif terhadap sifilis.16
Pengobatan keratitis profunda bergantung pada penyebabnya. Dapat
diberikan tetes mata sulfas atropin untuk mencegah terjadinya sinekia dan tetes mata
kortikosteroid.16
11
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Dapat terlihat mata merah pada satu sektor akibat pelebaran vaskular di
bawah konjungtiva. Pembuluh darah ini dapat mengecil bila diberi fenil efrin 2,5 %
topikal. Episkleritis dapat sembuh sendiri, namun dapat juga residif pada area yang
sama atau berbeda dan umumnya berlangsung hingga 4 – 5 minggu.16
Skleritis umumnya terjadi secara bilateral, lebih banyak dijumpai pada wanita
dan timbul pada usia 50 – 60 tahun. Keluhan yang dapat dijumpai adalah munculnya
rasa sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis, dan dagu yang kadang –
kadang dapat membangunkan sewaktu tidur. Selain itu dapat juga dijumpai mata
berair, fotofobia, dan penurunan visus.16
Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian antiinflamasi steroid maupun
nonsteroid atau obat imunosupresif lainnya.16
2.3.5.3. Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir
yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis.
Penyebab konjungtivitis antara lain bakteri, klamidia, alergi, viral ,berkaitan dengan
penyakit sistemik.16
Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi
konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih
nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi
papil, folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata terasa seperti
adanya benda asing, dan adenopati preaurikular. Biasanya sebagai reaksi
12
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel pada konjungtiva. Bilik mata
dan pupil dalam bentuk yang normal.16
2.3.6. Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada gejala – gejala klinis yang telah disebutkan
sebelumnya, terutama gejala pada mata dan telinga, sehingga pemeriksaan pada mata
dan telinga diutamakan. Pada pemeriksaan mata dapat dijumpai injeksi siliar dengan
iritis ringan dan gambaran opak yang cukup dalam pada stroma kornea, ireguler, dan
biasanya pada bagian posterior kornea dekat dengan limbus. Skar subepitel dan erosi
spitel dapat muncul setelah proses penyembuhan dari inflamasi kornea. Pemeriksaan
audiometri, tes kalori, elektronistagmografi dapat dilakukan untuk menilai fungsi
audiovestibular.2
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk menegakkan suatu sindrom Cogan. Tes
serologi diperlukan untuk menyingkirkan diagnosa banding oleh karena sifilis dan
penyakit Lyme. Pemeriksaan laboratorium berupa hitung darah lengkap, urinalisis,
elektrolit serum, kreatinin, fungsi hati, dan sedimentasi eritrosit dibutuhkan untuk
melihat ada tidaknya keterlibatan sistemik. Pemeriksaan ESR (Erythrocyte
Sedimentation Rate) dan CRP (C-Reactive Protein) dapat bermanfaat untuk
memantau kondisi dari penyakit ini.2,3
Pemeriksaan marker inflamasi lain seperti APA (antiphospolipid antibody),
PR3 (proteinase 3), ANCA (anti neutrophil cytoplasmic antibody), RF (rheumatoid
factor) tidak terlalu spesifik, dan umumnya dapat dijumpai meningkat pada kasus ini.
13
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Begitu juga dengan pemeriksaan anti-Hsp 70 (anti heat-shock protein) tidak begitu
dianjurkan untuk pemeriksaan rutin.3
Pemeriksaan penunjang lainnya berupa ekokardiografi dapat membantu
untuk menemukan adanya aortitis dengan disfungsi katup aorta. Angiografi koroner
juga dibutuhkan jika dijumpainya tanda dan gejala dari penyakit jantung iskemik.
Pasien dengan adanya gangguan fungsi pendengaran, dapat dilakukan pemeriksaan
CT atau MRI untuk menyingkirkan adanya suatu neuroma atau lesi serebelopontin
sebagai penyebab gangguan pendengaran yang asimetris.18
14
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
2.3.8. Tatalaksana
Penanganan pada kasus sindrom Cogan berdasarkan derajat keparahan dan
keterlibatan organ. Pada kasus inflamasi mata yang ringan, pemilihan terapi yang
sesuai adalah glukokortikoid topikal dan agen siklopegik, seperti tetes mata atropin.
Pada suatu studi kasus, pemberian siklosporin A topikal berhasil pada kasus
inflamasi segmen anterior yang berat. Pasien dengan vaskulitis retina dan uveitis
posterior biasanya membutuhkan terapi sistemik. Pada kasus inflamasi mata yang
berat dengan keterlibatan telinga, dan adanya perkembangan vaskulitis sistemik,
maka dibutuhkan terapi imunosupresi sistemik.2
Penanganan kasus ini dapat meliputi terapi farmakologi dan terapi biologi.
Pada terapi farmakologi. Keratitis interstisial cukup berespon baik dengan tetes mata
kortikosteroid dan atropin lokal. Adanya keterlibatan sistem audiovestibular dapat
dimulai dengan terapi awal kortikosteroid sistemik (1 – 2 mg/kg/ hari prednison atau
perdnisolon). Terapi ini sebaiknya dihentikan jika tidak dijumpai perbaikan dalam 2
minggu. Tetapi jika memberikan perbaikan yang cukup berarti maka terapi ini dapat
dilanjutkan hingga 2 – 6 bulan. Tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang,
memberikan efek samping yang banyak antara lain osteoporosis, nekrosis sendi
aseptik, insufisiensi adrenal, gastrointestinal, hepatik, efek oftalmologis,
hiperlipidemia, dan pertumbuhan terganggu. Sejak penggunaan kortikosteroid dosis
tinggi dan pengobatan jangka panjang dibutuhkan, agen imunosupresif lain
siklofosfamid (Cyc), azathioprine (AZA), methotrexate (MTX), dan penghambat
TNF-α sering dikombinasikan dengan steroid. Infliximab tampak lebih efektif
sebagai terapi pada awal gejala audiovestibular dan pada pasien yang resisten dengan
terapi lain. Rituximab dapat bermanfaat untuk mencegah ketulian dan implan cochlea
pada kasus berat namun tidak direkomendasikan sebagai terapi lini pertama.2,19,20
15
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Pada kondisi tuli sensorineural yang berat, pemasangan implan cochlea dapat
menjadi andalan untuk mempertahankan fungsi pendengaran. Umumnya hasil yang
didapatkan setelah operasi pemasangan implan cukup baik. Pada kondisi keratopati
lipid dapat dilakukan transplantasi kornea. Sedangkan pada glaukoma sekunder
akibat sindrom Cogan dapat dilakukan trabekulektomi dan pengobatan jangka
panjang. Kelainan jantung berupa aneurima, penyakit jantung iskemik, dan kelainan
katup, dapat dilakukan pemasangan aortic stent grafting dan operasi perbaikan
katup.3
2.3.9. Prognosis
Mortalitas pada kasus sindrom Cogan mencapai 10%. Pasien dengan
vaskulitis yang serius dapat mengurangi angka ketahanan hidup pasien. Kematian
pada kasus ini disebabkan oleh vaskulitis sistemik, komplikasi jantung (ruptur
aneurysma aorta, miokard infark, dan gagal jantung kongestif).21
Penyebab morbiditas paling sering dijumpai pada sindrom Cogan adalah
kehilangan pendengaran. Pada studi Grasland, 54 % pasien sindrom Cogan tipikal
dan 37 % sindrom Cogan atipikal mengalami kehilangan pendengaran bilateral.
Sementara itu kehilangan penglihatan jarang dijumpai oleh karena berespon baik
dengan penggunaan topikal steroid.3
16
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
BAB 3
KESIMPULAN
17
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
DAFTAR PUSTAKA
18
PAPER NAMA : FARID AULIA NST
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 130100089
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
19