Anda di halaman 1dari 29

PAPER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

PAPER

Extracapsular Cataract Extraction

Disusun oleh :
RICA FITRIANTI LUBIS
150100133

Supervisor :
Dr. dr, Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Extracapsular Cataract Extraction”. Penulisan makalah ini adalah salah
satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan
Profesi Dokter di Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr,
Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K) selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, November 2020

i
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i


DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa ........................................................3
2.1.1 Metabolisme Lensa Norma ..................................................3
2.2 Katarak .........................................................................................8
2.3 Ekstraksi Katarak..........................................................................8
2.3.1 Sejarah Ekstarksi Katarak ..................................................10
2.3.2 Tehnik Ekstraksi Katarak ...................................................10
2.3.2.1 Ekstraksi intracapsular (ICCE)................................12
2.3.2.2 Ekstraksi ekstrakapsular ( ECCE)...........................16
2.3.2.3 Ekstraksi katarak insisi kecil manual (SICS)..........
2.3.2.4 Fakoemulsifikasi (Fako)..........................................
2.4 Hasil Ekstraksi Katarak ..............................................................
2.5 Perawatan Pasca-Ekstraksi Katarak ...........................................
BAB 3 KESIMPULAN.....................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................27

ii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
Gambar 2.1 Penampang Lensa..........................................................................
Gambar 2.2 Akomodasi pada mata normal.......................................................
Gambar 2.3 Keseimbangan elektrolit dan air dalam lensa................................
Gambar 2.4 Lensa mata keruh...........................................................................
Gambar 2.5 Prosedur ekstraksi ekstrakapsular (ECCE)....................................
Gambar 2.6 Prosedur Fakoemulsifikasi.............................................................

iii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan
lensa di dalam kapsul lensa. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa
menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini
terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia.
Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau setelah
berhenti perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi.1
Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), katarak merupakan
penyebab kebutaan nomor satu di dunia. Indonesia memiliki angka penderita katarak
tertinggi di Asia Tenggara. Dari sekitar 234 juta penduduk, 1.5% atau lebih dari tiga juta
orang menderita katarak. Sebagian besar penderita katarak adalah lansia berusia 60 tahun
ke atas.
Cara terbaik untuk mengobati katarak adalah dengan tindakan bedah, disebut juga
dengan ekstraksi katarak, yaitu dengan mengeluarkan lensa mata yang keruh, kemudian
menggantinya dengan lensa buatan. Ekstraksi katarak mempunyai tingkat keberhasilan
yang cukup tinggi. Menurut laporan, 9 dari 10 orang yang menjalani ekstraksi katarak,
pulih penglihatannya seperti sedia kala. Walaupun di antaranya masih memerlukan
kacamata. Ekstraksi katarak dilakukan di rumah sakit atau pada fasilitas kesehatan mata
lainnya. Operasi berlangsung singkat, dan biasanya tidak perlu menjalani rawat inap.2,3
Dua jenis ekstraksi katarak yang paling sering digunakan dunia saat ini adalah
fakoemulsifikasi (phacoemulsification—phaco) dan ekstraksi katarak ekstrakapsular
(extracapsular cataract extraction—ECCE). Modifikasi ECCE yang sekarang juga sudah
sering dilakukan adalah ekstraksi yang disebut dengan ekstraksi insisi kecil manual
(manual small incision cataract surgery—MSICS). Sedangkan teknik ekstraksi katarak
intrakapsular (intracapsular cataract extraction—ICCE) sudah jarang dilakukan, hanya
dilakukan dalam keadaan tertentu.
Penulisan ini ditujukan untuk mengetahui tentang sejarah ekstraksi katarak,
memahami kelebihan, kekurangan, indikasi dan kontraindikasi dari tiap teknik ekstraksi
katarak, serta prosedur pelaksanaan ekstraksi katarak. Selain itu penyusunan referat ini
juga dapat meningkatkan kemampuan dalam menulis ilmiah di bidang ilmu kedokteran.
4
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa


Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan transparan.
Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 9-10 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh
zonula (Zonula Zinnii) yang menghubungkannya dengan korpus siliar. Di sebelah
anterior lensa terdapat humor aquaeus dan disebelah posterior terdapat vitreous.4
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang dapat dilewati air dan
elektrolit. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar sub-epitel
terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastik. 4
Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf di
lensa.

Gambar 1. Penampang Lensa

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk


memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan
serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang
terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke

6
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa
menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. 1
Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan
pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang. 1,4

Gambar 2. Akomodasi pada mata normal

Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang mana sebagai bagian optik bola mata
untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning, lensa menyumbang 18-20 Dioptri. Oleh
karena itu, lensa harus dijaga tetap jernih dan transparan. Beberapa faktor yang menjaga
transparansi lensa adalah:5
 Avaskular
 Struktur sel dalam lensa
 Pengaturan protein lensa
 Karakter kapsul lensa yang semipermeabel
 Mekanisme pompa yang mengatur keseimbangan elektrolit dan
air dalam lensa

7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

Gambar 3. Keseimbangan elektrolit dan air dalam lensa

Metabolisme Lensa Normal5

Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan
kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian
anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior
lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar
Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K
dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap
dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase
Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur
HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk
aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang
merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim
sorbitol dehidrogenase.

2.2 Katarak

Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga menyebabkan
penurunan/gangguan penglihatan. Katarak menyebabkan penglihatan menjadi
berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti
tertutup air terjun atau kabut dan penurunan progresif kejernihan lensa sehingga
menyebabkan ketajaman penglihatan berkurang.6 Definisi lain katarak adalah suatu
8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

keadaan patologik lensa dimana lensa rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau
denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal
lensa yang dapat timbul pada berbagai usia.1

Gambar 4. Lensa mata keruh

Biasanya katarak mengenai kedua mata dan berjalan progresif atau pun dapat
tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak umumnya merupakan

penyakit pada usia lajut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit
penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam penyakit dapat mengakibatkan katarak
seperti glaukoma, ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan
dengan proses penyakit intraokuler lainnya.1
Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan
proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema
lensa bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak.4

Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita1:


1. Katarak Kongenital
Katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang
dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup
berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Sering ditemukan pada bayi
yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia,
homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis, penyakit lain
yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti
9
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik,


displasia retina, dan megalo kornea.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat
prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat
selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang
positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital
ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental. Pada
pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu
leukokoria.
Penanganan tergantung pada unilateral dan bilateral, ada tidaknya kelainan pada
mata, dan saat terjadinya katarak. Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan
karena bergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata terebut telah
terjadi ambliopia. Bila terjadi nistagmus maka keadaan ini menunjukkan hal yang buruk
pada katarak kongenital. Dikenal bentuk-bentuk katarak kongenital:
 Katarak polar (piramidalis) anterior

 Katarak polar (piramidalis) posterior


 Katarak lamellar atau zonular
 Katarak sentral

2. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya
pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya. Tindakan bedah yang dilakukan adalah
ekstraksi linear atau ekstraksi lensa ekstrakapsular (ECCE) dengan menanam lensa
intraokular.
3. Katarak Senil
Katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senil biasanya
berkembang lambat selama beberapa tahun. Kekeruhan lensa dengan nukleus yang
mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
Tidak ada terapi medis untuk katarak. Ekstraksi lensa diindikasikan apabila
penurunan penglihatan menganggu aktivitas normal pasien. Apabila timbul glaukoma
10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

akibat pembengkakan lensa (intumensensi lensa), diindikasikan ekstraksi lensa secara


bedah.4
Katarak senilis biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, dan pasien
mungkin meninggal sebelum timbul indikasi pembedahan. Apabila diindikasikan
pembedahan, maka ekstraksi lensa secara definitif memperbaiki ketajamana penglihatan
pada lebih dari 90% kasus. Sisanya (10% kasus) mungkin mengalami penyulit pasca
bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, perdarahan korpus vitreous, infeksi atau
pertumbuhan epitel ke bawah ke kamera anterior yang menghambat pemulihan visual.
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan
hipermatur.
Tabel 1. Perbedaan karakteristik katarak senil1
Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif


Besar Lensa Normal Lebih besar Normal Kecil
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test (-) (+) (-) +/-
Visus (+) < << <<<
Penyulit (-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukoma
Visus (+) < << <<<

4. Katarak Traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau
trauma tumpul terhadap bola mata. Pasien mengeluh penglihatan kabur secara mendadak.
Mata menjadi merah, lensa opak, dan mungkin terjadi perdarahan intraokular. Apabila
humor aquos atau korpus vitreous keluar dari mata, mata menjadi sangat lunak. Penyulit
adalah infeksi, uveitis, ablatio retina dan glaukoma.4
Katarak dapat dikeluarkan pada saat pengeluaran benda asing atau setelah
peradangan mereda. Apabila terjadi glaukoma selama periode menunggu, bedah katarak
jangan ditunda walaupun masih terdapat peradangan. Beberapa waktu setelah tindakan
ekstraksi kaatarak, mungkin masih terdapat suatu membran opak tipis; yang mungkin
memerlukan disisi dengan laser neodymium atau pisau untuk memperbaiki penglihatan. 4

11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

5. Katarak Komplikata

Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain, proses


degenerasi, akibat suatu trauma, atau pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga
disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin dan keracunan obat. Katarak komplikata
memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di darah bawah kapsul atau
pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata atau pun linear. Dapat berbentuk
rosete, reticulum, dan biasnaya terlihat vakuol.1

2.3. Ekstraksi Katarak

Ekstraksi katarak adalah penghapusan atau pengangkatan lensa keruh dari mata.
Perubahan metabolik dari serat lensa kristal dari waktu ke waktu menyebabkan
perkembangan katarak, sehingga hilangnya transparansi. Hal ini menyebabkan penurunan
atau bahkan hilangnya penglihatan selama operasi katarak, lensa kristal pasien
dihapus/diangkat dan diganti dengan lensa sintetis untuk mengembalikan transparansi
lensa. Lebih dari 90% ekstraksi katarak sukses mengembalikan fungsi visus, dengan
tingkat komplikasi yang rendah.3
2.3.1 Sejarah Ekstraksi Katarak
Pada tahun 800 Sebelum Masehi para dokter di India menggunakan cara
Couching, suatu cara operasi katarak dengan sebuah jarum tumpul melalui daerah sekitar
4 mm di belakang limbus (sekarang dikenal dengan pars plana), berusaha untuk
mendorong lensa ke belakang atau ke bawah, dibantu seorang asisten untuk fiksasi kepala
penderita. Pada saat itu, operasi dianggap berhasil bila penderita dapat menerka bentuk
atau seseorang di depannya, yang tidak lagi dapat dilihat sebelum dilakukan operasi.7,8

Celcus (25 SM – 50 Masehi) pertama kali menulis tentang operasi lensa dan
mencoba menggambar lensa mata. Lensa mata diperkirakan berada di tengah bola mata.
Andreas Vesalius (1543 M), seorang anatomist Belgia masih menggambar lensa berada
di tengah bola mata. Barulah seorang anatomist dari Italia, Fabricius ab Aquapendente
(1600 M) dapat menggambarkan posisi lensa mata dengan lebih tepat.7,8
Istilah katarak diadopsi dari bahasa Arab kedalam bahasa Latin, yang arti
aslinya adalah air terjun atau arus yang terbendung (Constantius Africanus, 1018 M).
Seorang bangsa Irak, Ammar (990 – 1020 M) mulai menggunakan cara aspirasi untuk
katarak yang lunak. Sedangkan cara aspirasi yang sebenarnya baru diperkenalkan oleh
12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

seorang bangsa Syria pada abad ke 12 – 13. Sebagian besar cara operasi katarak tersebut
sudah tidak pernah dilakukan lagi pada saat ini.7,8
Jacques Daviel (1696-1762) dari Perancis menulis tentang operasi katarak ekstra-
kapsuler (ECCE) pertama kali, cara ini dianggap lebih baik dari Couching dengan
menurunnya angka kejadian endoftalmitis, tetapi masih terjadi komplikasi uveitis
khronis, katarak sekunder maupun glaucoma dengan blok pupil. Kemudian seorang
dokter mata dari Jerman, Albrecht von Graefe (1828 – 1870) menggunakan pisau,
sehingga angka kejadian infeksi dan prolaps uvea menjadi sangat menurun. 7,8
Samuel Sharp di London, 1753 M, memperkenalkan cara intra-kapsuler (=ICCE)
dalam usahanya untuk mengurangi komplikasi pada ECCE. Tetapi kesulitan yang timbul
adalah cara untuk melepaskan lensa dari tempatnya. Hal ini dapat diatasi oleh Henry
Smith, seorang kolonel yang berdomisili di India, memakai muscle-hook untuk
melepaskan lensa di bagian inferior dan mendorong lensa ke atas melalui insisi di
superior. Cara ini dikenal dengan operasi Smith- Indian dan dilakukan pada 50.000
penderita selama 25 tahun pada akhir abad 19.. Frederick Verhoeff dan Jean Baptiste
Kalt, menggunakan forsep untuk memegang kapsul lensa dan menarik lensa dengan
gerakan kiri-kanan. Stoewer dan Ignacio Barraquer (1884-1965) memperkenalkan
mangkuk penghisap yang dinamakan erysiphake untuk tujuan yang sama. 7,8

ICCE yang dikenal sampai sekarang, pertama kali ditulis oleh Tadeusz Krwawicz,
seorang Polandia, pada tahun 1961, dengan penggunaan Krio. Sedangkan alpha-
chemotripsin yang dipakai untuk memutus serat2 Zonula diperkenalkan oleh Joaquin
Barraquer pada tahun 1957. Hingga tahun 1944, 85 % operasi ICCE mempunyai tajam
penglihatan 20/30 atau lebih baik. Meskipun demikian masih ada sekitar 5% yang
mengalami komplikasi buta oleh karena: infeksi, perdarahan, ablasio retina maupun
CME.7,8
Ekstraksi katarak ekstra-kapsuler (ECCE modern) menawarkan angka kejadian
komplikasi yang lebih kecil dan memungkinkan insersi lensa intra okuler (=IOL). Hal ini
dimungkinkan oleh penemuan mikroskop operasi dan tehnik aspirasi korteks yang lebih
baik.7,8
Pada akhirnya, Charles D. Kelman, pada tahun 1967 menemukan cara Fako-
emulsifikasi untuk menghancurkan inti lensa sehingga hanya diperlukan luka insisi yang
sangat kecil pada operasi katarak.7,8
Sejak saat itu, sampai sekarang, telah terjadi kemajuan sangat pesat dalam operasi
13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

katarak, antara lain penemuan Manual phaco-fragmentation (Kansas 1988), Phaco-


sandwich (Fry, 1990), Mini Nuc (Blumental 1992), Claw vectis (Akura, 2000),Cara Mc
Intyre, Irrigating vectis, Manual Multi-fragmentation dan Quarters extraction (Akura,
2000), yang semuanya menggunakan Manual Small Incision Cataract Surgery
(=Manual SICS).7

2.3.2 Teknik Ekstraksi Katarak

2.3.2.1 Ekstraksi Intrakapsular (ICCE)


Ekstraksi intrakapsular (intracapsular cataract extraction—ICCE) adalah pengangkatan
lensa secara in toto, yakni pembedahan dengan mengelarkan seluruh lensa bersama
kapsul, melalui insisi limbus superior 160o-180o, panjang insisi sekitar 12 mm. Cara ini
sudah sangat jarang dilakukan. Dilakukan pada zonula zinii yang telah rapuh atau
berdegenerasi dan mudah diputus. Ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan tindakan pembedahan yang sangat lama popular.4
Pembedahan ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus
sehingga penyulit tidak banyak. Jenis ekstraksi ini tidak boleh dilakukan pada pasien
berusia kurang dari 40 tahun, yang mempunyai ligament hialoidea kapsular. Penyulit
yang biasa terjadi pada pembedahan ini adalah astigmatisme, glaukoma, uveitis,
endoftalmitis, dan
pembedahan.1
Indikasi:
Dilakukan pada daerah yang mempunyai peralatan bedah yang terbatas. ICCE
sangat berguna pada kasus dimana kondisi pasien tidak stabil, intumescent, hipermatur,
dan luxated katarak. Jika zonula tidak cukup untuk menampung daya tahan pada
pembedahan nukleus dan korteks lensa melalui teknik ECCE, maka ICCE dapat
dilakukan.8
Kontraindikasi:
Kontraindikasi absolut ICCE adalah pada anak-anak, pasien usia kurang dari 40
tahun, dan pada kasus traumatik ruptur kapsular. Di samping itu, kontraindikasi relatifnya
adalah pasien miopia berat, sindrom marfan,
katarak morgagnian, dan vitreous pada segmen anterior.7
Kelebihan:
a. Mengeluarkan seluruh lensa tanpa meninggalkan kapsul sehingga

14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

tidak memerlukan operasi tambahan.


b. Tidak memerlukan peralatan yang canggih sehingga pembedahan
ekstraksi intrakapsular dapat dilakukan hampir semua kondisi.
c. Rehabilitasi penglihatan dapat dilakukan setelah pembedahan dengan
lensa kacamata sementara +10.00D.
Kekurangan:
Kekurangan pada ICCE yang signifikan jika dibandingkan dengan ECCE
menyebabkan teknik pembedahan ini sudah jarang digunakan. Insisi yang besar pada
ICCE, yaitu sekitar 160o-180o. Hal ini bisa menyebabkan
terjadinya risiko sebagai berikut:
a. Proses pemulihan yang lambat.
b. Proses rehabilitasi penglihatan yang lambat.
c. Berisiko terjadinya astigmatisme.
d. Bisa terjadi luka pasca operasi dengan filtrasi secara tidak sengaja.
e. Tidak dapat dilakukan insersi IOL kamera posterior di bilik mata

belakang.
f. Tidak dapat dilakukan untuk penderita berumur kurang dari 35
tahun, karena ligamen kapsulo-hyaloid masih intak dan
alfa-
khemotripsin tidak dapat mencapai jaringan ini.
g. Risiko ablasio retina lebih tinggi dibandingkan dengan ECCE.
Prosedur:
Dilakukan insisi pada daerah periferal kornea atau limbus. Biasanya sekitar 160 o-
180o (panjang 12-14 mm). Teknik operasi:

a. Jahitan kendali muskulus rektus superior, bertujuan untuk menstabilisir bola mata
dan mempertahankan bola mata tetap mengarah ke bawah, sehingga limbus
tampak selebar mungkin.
b. Insisi dibuat sejauh mungkin dengan zonula yang ruptur (pada kasus subluksasi
lensa) untuk menghindari prolaps vitreous. Jenis insisi: stab dengan super blade,
kemudian dilanjutkan dengan gunting korneo- sklera kiri dan kanan.
c. Iridektomi perifer, untuk mencegah blok vitreous. Dilakukan dengan forsep Mc
Pherson, gunting de Wecker dan jahitan nilon 10-0 untuk menarik kornea.
d. Zonulisis dilakukan bila tidak terjadi subluksasi dan usia penderita < 60 tahun.
15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengeluaran lensa dan mencegah ruptur
kapsul. Caranya dengan irigasi Alfa-khemotripsin menggunakan kanula kedalam
bilik mata belakang melalui lubang iridektomi, kadang kadang dilakukan irigasi
juga pada jam 6. Tetapi enzim ini harus diirigasi dengan BSS selama 2 menit.
Secara teoritis hal ini juga akan membersihkan zonula yang telah lisis dan
mencegah kenaikan tekanan intra-okuler.
e. Pengeluaran lensa dengan krio, spons segitiga, kanula dan asetil- kholin khlorida.
Caranya: rucingkan ujung spons, kendurkan jahitan kendali dan speculum untuk
menghilangkan tekanan positip, Krio ditest untuk pembekuan dan perlekatan.
Asisten menarik kornea, bila insisi kurang lebar, dilakukan pelebaran dengan
gunting korneo- sklera. Keringkan permukaan lensa dengan spons. Bila kurang
kering akan mempercepat pelebaran bunga es. Iris disingkirkan dengan spons
baru, ujung krio ditempelkan pada daerah pre-ekuator jam 12. Pembekuan
dilakukan dengan pedal, tunggu 2 detik, kemudian terjadi perlekatan, lensa ditarik
keatas sedikit, lalu ke kiri dan kanan. Bila bunga es telah sampai diluar bola mata,
asisten mengendurkan jahitan kornea untuk mencegah prolaps vitreous.
f. Irigasi asetil-kholin khlorida dengan kanula.
g. Luka di jahit.

2.3.2.2 Ekstraksi Ekstrakapsular (ECCE)


Ekstraksi ekstrakapsular (extracapsular cataract extraction—ECCE) juga
dilakukan insisi limbus posterior 160o, panjang insisi sekitar 8 mm.; bagian kapsul
anterior dipotong dan diangkat; nukleus diekstraksi; dan korteks lensa dibuang dari mata
dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi, sehingga menyisakan kapsul posterior. 9
Ekstraksi linear, aspirasi, dan irigasi termasuk ke dalam golongan ini. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, keratoplasti,
implantasi lensa intraokular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intraokuler,
ablasio retina, pasca bedah ablasi, mata sebelahnya telah mengalami prolaps vitreous,
atau mata dengan sitoid makula edema. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini
yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.5

16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

Gambar 5. Prosedur ekstraksi ekstrakapsular (ECCE): A. Insisi midlimbus; B.


Lensa ditarik

keluar; D. IOL dimasukkan melalui insisi yang sama dengan insisi sebelumnya 9
Indikasi:
Hard nuclei-cataract dan katarak pada bayi Pemilihan teknik ini bergantung pada
instrumen yang ada, kemahiran ahli bedah, dan densitas
nukleus lensa.7
Kontraindikasi:
Ekstraksi ekstrakapsular memerlukan keutuhan zonula sewaktu pelepasan nukleus
dan bahan kortikal. Jadi jika zonula tidak cukup tahan untuk menampung daya tahan pada
pembedahan nukleus dan korteks lensa melalui teknik ECCE, harus mempertimbangkan
teknik ekstraksi katarak yang lain.7

Kelebihan:
d. Trauma lebih sedikit pada endotelium kornea.
e. Menghindari terjadinya astigmatisme.
f. Risiko kehilangan cairan vitreous saat operasi lebih sedikit.
g. Posisi anatomi yang baik untuk insersi IOL kamera posterior.
h. Insiden CME, pelepasan retina, dan edema kornea dapat dihindari.
i. Membentuk lapisan yang mengahalangi terjadinya pertukaran
molekul antara aqueous dan vitreous.
j. Mengurangi akses bakteri ke vitreous pada endoftalmitis.
k. Mengeliminasi komplikasi jangka pendek dan jangka panjang.
l. Dapat dilakukan pada penderita usia <35 tahun.
Kekurangan:
a. Perlu learning curve lebih lama (dibandingkan dengan ICCE)
b. Memiliki 10-50% terjadi katarak sekunder setelah 3-5 tahun.
c. Tidak dapat dilakukan pada penderita dengan uveitia kronis yang aktif
Prosedur:
Pada pembedahan ECCE, lensa dan korteks dilepaskan melalui pembukaan pada
kapsul anterior, meninggalkan kapsul (capsular bag). Teknik ini mempunyai banyak
keuntungan jika dibandingkan dengan ICCE,
17
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

karena teknik ini melakukan insisi yang lebih kecil dibandingkan ICCE.
Dilatasi pupil perlu dilakukan pada ECCE, mydiatic/cyclopegic tetes mata
digunakan sebelum operasi, bertujuan untuk mendilatasi pupil. Antiinflamasi nonsteroid
topikal digunakan untuk mempertahankan supaya pupil tetap berdilatasi sepanjang
operasi.7
Insisi
Sebelum melakukan pengeluaran nukleus perlu dilakukan insisi sekitar 8 mm pada
midlimbus (lebih kecil dari ICCE). Pada permulaan insisi biasanya memerlukan alur pada
limbus. Insisi dilakukan dengan menggunakan rond-tipped steel blade, microknife atau
diamond knife. Insisi ini biasanya pada superior. Satu tusukan insisi dilakukan ke dalam
bilik mata depan untuk persiapan kapsulotomi, sistotom dimasukkan untuk memulai
operasi. 7
Kapsulotomi anterior
Tujuan utama kapsulotomi anterior adalah untuk melepaskan katarak, tetapi
meninggalkan kapsulnya. Tujuannya adalah untuk mengfiksasikan IOL yang akan
ditanam. Terdapat berbagai teknik untuk membuka kapsul anterior. Jarum sistotom
diperlukan untuk membuat lubang koneksi pada

kapsulotomi. Selain itu, lubang yang dibentuk dapat digunakan untuk membut
capsulorrhexis. Pada tepi robekan ini kemudian dibersihkan dengan cytotome tip atau
forceps, ditarik dengan pelan untuk melepaskan circular portion pada kapsul anterior.
Teknik ini menghasilkan struktur yang sangat baik untuk mempertahankan stabilitas dari
lensa implan.
Pelepasan nukleus
Terdapat berbagai teknik untuk mengeluarkan nukleus. Pelepasan manual dengan
melakukan penekanan pada limbus inferior sampai ke bagian limbus posterior, nukleus
kemudian diangkat dan dikeluarkan. Sedangkan penekanan tambahan mengeluarkan
nukleus dibantu dengan instrumen untuk memegang sklera posterior. Nukleus
dikeluarkan dengan dilonggarkan dan diangkat dengan menggunakan hook dan dibantu
dengan dengan menggunakan lens loop, spoon, atau vectis yang akan mendorong nukleus
keluar. Nukleus juga dapat dikeluarkan dengan menggunkan forceps atau nucleus
splitter.7
Korteks lensa dibersihkan dan diaspirasi. Kapsul posterior digosok dengan
menggunakan abrasive-tipped irrigation cannacula, lalu dibersihkan dengan silicone-

18
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

lined “squeegee” atau vakum dengan menggunakan aspirasi rendah untuk mengeluarkan
jaringan epitel dan korteks dari permukaan kapsul.7
Insersi IOL
Lensa intraokuler (IOL) yang dimasukkan di bilik anterior biasanya terisi dengan
viscoelastic. Viscoelastic berfungsi sebagai proteksi endotel kornea. Sedangkan IOL yang
diletakkan di kamera posterior dilekatkan di sulkus atau kapsular. Fiksasi sulkus biasanya
memerlukan lensa intraokular yang besar (sekurang-kurangnya 12.5 mm) dan diameter
optik yang besar (sekurang-kurangnya 6.0 mm).
Penutupan
Bekas robekan pada pasien yang melakukan teknik bedah ECCE biasanya ditutup
dengan 10 jahitan atau dengan satu jahitan yang panjang. Jahitan yang baik dapat dapat
membantu mengurangi terjadinya astigmatisme pasca-operasi, jahitan yang longgar dapat
menyebabkan astigmatisme perpendicular ke arah axis jahitan.

2.3.2.3 Ekstraksi Katarak Insisi Kecil (SICS)


Ekstraksi katarak insisi kecil manual (Manual Small Incision Cataract Surgery—
MSICS) merupakan pengembangan dari teknik ECCE, ekstraksi inti lensa utuh atau
difragmentasi lebih dulu. MSICS atau yang juga biasa disingkat SICS memiliki kelebihan
luka insisi yang lebih kecil daripada teknik ECCE, meskipun masih jauh lebih besar
daripada luka teknik fako. Pada teknik ini luka tidak perlu dijahit, karena mengalami self-
healing.12 Dari segi hasil tidak ada beda antara MSICS dan fako, hanya saja MSICS
lebih unggul dalam waktu operasi yang lebih singkat dan lebih murah.10,13
Indikasi:
Katarak slightly hard- moderately hard.

Kelebihan:

2.3.2.3.1 Lebih murah dibandingkan dengan fakoemulsifikasi.


2.3.2.3.2 Risiko astigmatisme lebih kecil dibandingkan dengan ECCE.
2.3.2.3.3 Rehabilitasi tajam penglihatan hampir sama dibandingkan
dengan fakoemulsifikasi.
2.3.2.3.4 Komplikasi seperti nukleus tenggelam ke vitreous dan
keratopati bulosa lebih sedikit.
2.3.2.3.5 Jika dilakukan oleh ahli, operasi hanya membutuhkan
19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

waktu 6-8 menit dan hampir tidak tergantung dari kekerasan


nukleus.
Kekurangan:
a. Insisi lebih besar daripada fakoemulsifikasi.
b. Komplikasi kornea lebih sering daripada fakoemulsifikasi.
Prosedur:

a. Anestesi, jahitan kendali dan insisi khusus, sehingga insisi 6 mm tanpa jahitan
bias kedap air, antara lain bentuk Chevron, bentuk Frown atau bentuk
Lurus, semua dengan struktur 3 bidang, termasuk membuat “sleral tunnel”
dengan pisau khusus.
b. Visko-elastik
c. Kapsuloreksis
d. Hidro-diseksi (tidak memerlukan hidro-delineasi)
e. Visko-elastik
f. Nukleus diprolaps (prolapsing, flipping) ke bilik mata depan dengan kanula
hidro-diseksi atau dengan Sinskey hook.
g. Visko-elastik sebagai “bantal” di depan dan belakang nucleus.
h. Irrigating-vectis, nucleus diekstraksi
i. Pada tiap tahap di atas, bila tidak tercapai tujuan yang dimaksudkan, dapat
dilakukan konversi ke ECCE dengan beberapa jahitan luka operasi. Hal ini
perlu diingat oleh operator, karena jika operator terlalu menuruti ego-nya
akan berakibat terjadi trauma pada endotel yang berat, terjadi komplikasi
vitreous prolaps, maupun komplikasi lain yang amat berbahaya bagi penderita
kelak.
j. Irigasi dan aspirasi sisa masa lensa
k. Visko-elastik
l. Lensa intra-okuler.
m. dan seterusnya.

2.3.2.4 Fakoemulsifikasi (Fako)


Metode ekstraksi katarak yang paling mutakhir dan masih terus diteliti hingga saat
ini adalah penggunaan getaran ultrasound untuk menghancurkan nukleus lensa,
dikombinasi dengan aspirasi atau irigasi massa lensa. Cara ini dikenal dengan nama
“fakoemulsi dan aspirasi” atau “fakofregmentasi dan irigasi”. Insisi 5-6 mm bila
menggunakan IOL non-foldable atau 3,2- 3,5 mm dengan foldable-IOL.Teknik ini adalah
teknik ekstraksi katarak yang paling sering digunakan di negara maju. Pelopor teknik
20
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

ekstraksi ini antara lain Kelman di Amerika Serikat dan Dardenne di Eropa.
Teknik ini melibatkan penggunaan mesin dengan ultrasonik yang dilengkapi
dengan titanium dan baja. Menghasilkan getaran ultrasonik (frekuensi ultrasonik 40.000
Hz) yang dapat menghancurkan nukleus lensa yang padat. Sebelum itu dengan pisau yang
tajam, kapsul anterior lensa dirobek. Lalu jarum ultrasonik ditusukkan ke dalam lensa,
sekaligus mengfragmentasi dan mengaspirasi massa lensa. Setelah fakoemulsi inti lensa
dan bahan kortikal selesai, dual irigasi-aspirasi (IA) probe atau system IA bimanual
digunakan untuk aspirasi, mengeluarkan sisa bahan kortikal. Cara ini dapat dilakukan
sedemikian halus dan teliti sehingga kapsul posterior lensa dapat dibiarkan tanpa cacat.
Dengan teknik ini maka luka sayatan dapat dibuat sekecil mungkin sehingga penyulit
maupun iritasi pasca bedah kemungkinannya sangat kecil.8

Gambar 6. Prosedur Fakoemulsifikasi: A. Insisi pada kornea; B. Instrumen fako


menggunakan gelombang ultrasonik untuk memecah katarak; C. Fragmen katarak
diaspirasi; D. Implantasi IOL melalui celah insisi yang sama.11

Berbagai teknik telah dikembangkan oleh para ahli sesuai dengan kemajuan
teknologi, dimana semakin lama operasi katarak semakin baik hasilnya. Kelak pada suatu
ketika mungkin operasi katarak hanyalah merupakan operasi ringan dimana penderita
setelah dioperasi dapat langsung pulang dan dapat bekerja lagi tanpa perawatan di rumah
sakit.8
Indikasi:
Insisi kecil pada katarak slightly hard – moderately hard.
Kelebihan:
2.3.2.4.1 Insisi kecil.

21
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

2.3.2.4.2 Risiko rendah astigmatisme.


2.3.2.4.3 Penutupan luka mudah.
2.3.2.4.4 Rehabilitasi tajam peglihatan cepat.
Kekurangan:
a. Instrumen mahal.
b. Tidak semua senter mata mempunyai alat fakoemulsifikasi.
c. Biaya pemeliharaan alat lebih tinggi.
d. Learning curve lebih lama.

Tabel 2. Pemilihan teknik ekstraksi14


Teknik
ECCE Fako-emulsifikasi Lensektomi ICCE
Bayi +++ - +++ -
Anak2 +++ +++ +++ -

Dewasa Muda +++ +++ - -

Dewasa +++ +++ - -

Tua +++ +++ - -

Grade 5 +++ - - -

Uveitis khronis +++ - - -

PHPV - - +++ +

Luksasi lensa - - +++ -


“Insisi kecil” - - +++ +++
Teknik operasi di masa mendatang, memungkinkan insisi lebih kecil, waktu
operasi lebih cepat, menggunakan teknologi mekanik yang lebih sederhana daripada
ultrasound, namun tidak merusak jaringan sekitar operasi, sebagai berikut:
Tabel 3. Perkembangan teknik ekstraksi15

ECCE Fako-emulsifikasi
Catarex
Lebar insisi 6 – 10 mm 3 – 5 mm
1 – 2 mm

10 menit Minimal

Ringan/tidak ada

Sembuh cepat dan

22
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

indikasi semua grade

Astigmatisme (-),

kerusakan jaringan

(-) Kapsul anterior

tetap ada dan

berfungsi, IOL stabil

Injectable IOL,

memungkinkan

akomodasi
Lama operasi 30 – 45 20 – 30 menit
menit
Learning curve Sedang Lama

Trauma operasi Besar Sedang

Keuntungan/ Penyembuha Indikasi: katarak


n Grade 2,3 dan 4
Kerugian
tidak tepat /
tidak
sempurna

Jaringan Kerusakan
parut
luas, jaringan sekitar

astigmatisme operasi

tinggi Kapsul anterior

Kapsul (-)
anterior
(-) memungkinkan

memungkink IOL migrasi


an
IOL migrasi

23
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

Akomodasi (-)

Akomodasi
(-)
2.4 Hasil Ekstraksi Katarak
Keberhasilan ekstraksi katarak sangat baik. Ekstraksi katarak dapat
mengembalikan fungsi penglihatan. Lebih dari 90% pasien membaik dengan koreksi
mata, meningkat 20/40 ke atas setelah operasi. Studi prospektif menunjukkan bahwa
pasien yang melakukan ekstraksi katarak mempunyai peningkatan kualitas hidup.
2.5 Perawatan Pasca-Ekstraksi Katarak
Jika yang digunakan adalah teknik insisi kecil, maka masa penyembuhan pasca-
operasi biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas dari rawat inap pada hari operasi itu
juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari perengangan
atau mengangkat benda berat selama sekitar 1 bulan.

Dianjurkan mata dibalut selama beberapa hari pasca-operasi. Kacamata sementara


dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan
cukup baik melalui lensa intraokuler. 7 Pemeriksaan: visus dengan koreksi, apposisition
luka, kejernihan kornea, kedalaman bilik mata depan, pupil, letak IOL, kapsul posterior
dan sisa korteks, TIO; Topical antibiotic-steroid tetes mata tiap 4-6 jam selama 4-6
minggu.

24
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

BAB 3
KESIMPULAN

Penatalaksanaan bagi penyakit katarak adalah dengan tindakan bedah, yaitu


dengan mengeluarkan lensa mata yang keruh, kemudian menggantinya dengan lensa
buatan. Operasi katarak mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi. Studi prospektif
menunjukkan bahwa pasien yang melakukan ekstraksi katarak mempunyai peningkatan
kualitas hidup. Teknik insisi pada katarak memengaruhi masa penyembuhan pasca-
operasi. Semakin kecil insisi semakin cepat penyembuhan. Seiring perkembangan teknik
ekstraksi katarak, terdapat 4 teknik ekstraksi katarak, antara lain:
2.5.1.1 Ekstraksi intrakapsular (intracapsular cataract extraction—ICCE)
2.5.1.2 Ekstraksi ekstrakapsular (extracapsular cataract extraction—ECCE)
2.5.1.3 Ekstraksi insisi kecil manual (manual small incision cataract
surgery—
MSICS)
2.5.1.4 Fakoemulsifikasi (phacoemulsification—phaco)

Teknik operasi di masa mendatang, memungkinkan insisi lebih kecil, waktu


operasi lebih cepat, menggunakan teknologi mekanik yang lebih sederhana daripada
ultrasound, namun tidak merusak jaringan sekitar operasi.

25
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M. Penuntun Ilmu Penyakit Mata ed. 3. Jakarta Fakultas
Kedokteran Indonesia. 2008.
2. Warta Medika. Operasi Katarak. 2010.
http://www.wartamedika.com/2008/09/operasi-katarak.html
3. University of Illinois Eye Center. "Cataracts". Accessed on April 2015.
http://www.uic.edu/com/eye/LearningAboutVision/Cataracts.shtml
4. Daniel G. Vaughan, MD; Taylor Asbury, MD: Oftalmologi Umum. San
Fransisco, Widya Medika
5. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: a systemic approach
[ebook]. 7th ed. USA: Saunders Elsevier. 2011.
6. Elizabeth J. corwin. buku saku patofisiologi, EGC. Jakarta. 2000.
7. The Eye M.D Assosiation. American Academy of Opthalmology. Lifelong
Education for Opthalmology (LEO). San Fransisco. 2007-2008.
8. dr. S.M. Akmam, dr. Zainal Azhar: Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan. PT. Kalbe Farm.
9. Encyclopedia of Surgery “Extracapsular Cataract Extraction - Definition, Purpose,
Demographics, Description, Diagnosis/preparation, Aftercare, Risks, Normal results,
Morbidity and mortality rates, Alternatives” Accessed on April 2015.
http://www.surgeryencyclopedia.com/Ce-Fi/Extracapsular- Cataract-Extraction.html
10. Ruit, S et al. A prospective randomized clinical trial of phacoemulsification vs
manual sutureless small-incision extracapsular cataract surgery in Nepal. Am J
Ophth 2007.
11. Encyclopedia of Surgery: “Phacoemulsification” Accessed on April 2015.
http://www.surgeryencyclopedia.com/Pa-St/Phacoemulsification-for- Cataracts.html

12. AAO: Manual Small Incision Cataract Surgery. Accessed on April 2015.
http://eyewiki.aao.org/Manual_Small_Incision_Cataract_Surgery

13. Riaz Y, de Silva SR, Evans JR. Manual small incision cataract surgery (MSICS) with
posterior chamber intraocular lens versus phacoemulsification with posterior
chamber intraocular lens for age- related cataract. Cochrane Database Syst Rev,
2103;10.
14. Packard RBS, Kinnear FC: Manual of Cataract and Intra-ocular Lens Surgery,
Churchill Livingstone, Longman Group (FE) Ltd, 1st ed, 1991, pp. 5
26
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

15. Sorensen JT, Mirhashemi S, Mittelstein M: Easier, Less invasive Cataract Surgery,
Optex Ophthalmologics Inc, http://www.atlan.com/catarex/, January/25/02

16. American Academy of Ophthalmology: Lens and Cataract. 2011.


17. Browling B. Kanski's Clinical Ophthalmology. Edisi ke-8. Australia: Elsevier;2016.
hlm. 270-280.
18. Buratto L, Brint SF, Sacchi L. Cataract Surgery Introduction and Preparation. United
State: Slack;2014. hlm. 35-45.
19. Khurana A, Khurana A, Bhawna. Comprhehensive Ophthalmology. Philadelphia:
Jaypee The Health Science Publisher;2015. hlm. 181-183.
20. Nartey A. The Pathophysiology of Cataracts and Major Interventions to Retarding
Prgression: A Mini Review. 2017;6(3):1-4.
21. Jogi R. Basic Ophthalmology. Edisi ke-4.Jaypee Brothers, Medical;2008. hlm. 207-
231.

27
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : RICA FITRIANTI LUBIS
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100133
SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai