Anda di halaman 1dari 22

PAPER NAMA :RONI SYAPUTRA HSB

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM:140100064


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

PAPER

NON-ARTERITIC ANTERIOR
ISCHEMIC OPTIC NEUROPATHY

Disusun oleh:

RONI SYAPUTRA HSB


140100064

Supervisor:
dr.Delfi, M.Ked(Oph), SpM (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
PAPER NAMA : RONI SYAPUTRA HSB
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM 140100064
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan paper berjudul ”Non-arteritic anterior ischemic optic neuropathy”.
Paper ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penyusunan paper ini, penulis menyampaikan penghargaan
dan terima kasih kepada dr.Delfi,M.Ked(Oph),SpM (K) selaku dosen pembimbing
yang telah membimbing dan membantu penulis selama proses penyusunan paper
ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan penulisan paper di kemudian hari. Akhir kata, semoga paper ini dapat
memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penulisan ilmiah di
masa mendatang.

Medan, 30 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 2
2.1 Anatomi Mata.......................................................................................... 2
2.2 Fisiologi Penglihatan............................................................................... 4
2.3 Neuropati Optik Iskemik......................................................................... 6
2.4 Non-arteritic Anterior Ischemic Optic Neuropathy (NAION) ............... 6
2.4.1 Definisi......................................................................................... 6
2.4.2 Epidemiologi................................................................................ 7
2.4.3 Etiologi......................................................................................... 7
2.4.4 Patofisiologi ................................................................................. 7
2.4.5 Manifestasi Klinis ........................................................................ 10
2.4.6 Diagnosis...................................................................................... 10
2.4.7 Diagnosis Banding ....................................................................... 12
2.4.8 Tatalaksana .................................................................................. 13
2.4.9 Komplikasi ................................................................................... 13
2.4.10 Prognosis...................................................................................... 13
BAB III KESIMPULAN.............................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 16
DAFTAR GAMBAR

2.1 Anatomi Mata............................................................................................3


2.2 Angiografi Fluoresen pada 2 Pasien NAION............................................6
2.3 Angiografi Fluoresen. Fase Arteriovena Awal.........................................8
DAFTAR TABEL

2.1 Gejala Atipikal NAION............................................................................3


2.2 Gejala Klinis Tipikal: NAION vs Neuritis Optik.....................................6
PAPER NAMA : RONI SYAPUTRA HSB
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM 140100064
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak kelainan pada proses penglihatan bagian anterior disertai dengan
abnormalitas pada ujung saraf optik, diantaranya pembengkakan yang disebabkan
oleh peningkatan tekanan intrakranial, infiltrasi, inflamasi, dan iskemia pada
ujung saraf optik anterior, atau atrofi saraf optik, terutama pada kerusakan saraf
optik yang kronis.1
Neuropati optik iskemik merupakan suatu kelainan pada saraf optik yang
disebabkan oleh adanya proses iskemia atau infark pada saraf optik. Proses infark
yang terjadi dapat disebabkan oleh adanya suatu penyumbatan pada daerah
retrolaminar atau retrobulbar pada saraf optik, dimana pada bagian ini terdapat
suatu oklusi yang dapat disebabkan oleh, beberapa faktor, misalnya giant cell
arteritis, trombosis, atau yang paling sering dijumpai akibat penurunan perfusi
(non-arteritik) yang pada umumnya terjadi pada arteri siliaris posterior pendek.
Neuropati optik iskemik dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan segmen
saraf optik yang terlibat, yaitu Anterior Ischemic Optic Neuropathy (AION) dan
Posterior Ischemic Optic Neuropathy (PION).2
Salah satu dari jenis neuropati optik iskemik adalah AION yang terbagi
menjadi dua jenis, yaitu Arteritic Anterior Ischemic Optic Neuropathy (AAION),
dan Non-arteritic Anterior Ischemic Optic Neuropathy (NAION). NAION
merupakan jenis AION yang paling sering dijumpai pada semua kelompok usia,
namun sering dijumpai terutama pada populasi berusia di atas 50 tahun. Faktor
risiko kejadian NAION diantaranya adalah hipertensi, diabetes melitus,
hiperlimidemia, merokok, obesitas, dan sleep apnea). Manifestasi klinis NAION
berupa suatu kehilangan penglihatan (vision loss) yang bersifat sementara.
Makalah ini membahas mengenai teori yang berhubungan dengan NAION, mulai
dari definisi, penyebab, diagnosis, dan penatalaksanaannya.1,3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata


Mata manusia, memiliki ukuran diameter sekitar 24 mm, merupakan
instrumen neurosensoris/optik dengan fungsi yang sangat canggih, yaitu dapat
mendeteksi kuantitas cahaya dan dilengkapi dengan kemampuan dalam
memberikan persepsi penglihatan beresolusi tinggi. Secara anatomis, mata
tersusun dari tiga lapisan jaringan, yaitu, lapisan terluar berupa lapisan fibrosa
yang terdiri dari sklera dan kornea, lapisan bagian dalam yang terdiri dari retina,
serta lapisan yang berada diantara lapisan vaskuler yang berada diantara lapisan
luar dan dalam yang terdiri dari koroid, badan siliaris dan iris (uvea).4
Sesuai yang diuraikan sebelumnya bola mata tersusun dari tiga lapisan
jaringan, dari luar ke dalam yaitu sebagai berikut.
1. Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan
sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk
ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibandingkan sklera.
2. Jaringan uvea, merupakan jaringan vaskuler yang terdiri atas iris, badan siliaris
dan koroid. Pada iris dijumpai pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur
jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh saraf
simpatis, sedangkan sfingter iris dan otot siliar dipersarafi oleh saraf
parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa
untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliaris yang terletak di belakang iris
menghasilkan cairan bilik mata (aqueous humor), yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera. Jaringan
sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila
terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
3. Lapisan bola mata ketiga adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapisan sebanyak 10 lapisan yang merupakan lapisan
membran neurosensoris yang akan merubah cahaya menjadi rangsangan pada
saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina
dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut dengan
ablasi retina.
4. Organ lainnya berupa badan kaca dan lensa. Badan kaca mengisi rongga di
dalam bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel papil saraf optik,
makula, dan pars plana. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai
dengan tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina. Lensa
terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya pada badan
siliar melalui zonula zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi
atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea.5

Gambar 2.1 Anatomi Mata.4

Instrumen lainnya yang melengkapi mata adalah kelenjar lakrimal yang


terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita. Selain itu, bola mata
dilengkapi 6 otot penggerak bola mata, yaitu sebagai berikut.

1. M. Oblik inferior (berfungsi untuk gerakan ekstorsi dalam abduksi, elevasi


dalam aduksi, dan abduksi dalam elevasi pada).
2. M. Oblik superior (berfungsi untuk gerakan intorsi pada abduksi, depresi
dalam aduksi, dan abduksi dalam depresi)
3. M. Rektus inferior (berfungsi untuk gerakan depresi pada abduksi, ekstorsi
pada abduksi, dan aduksi pada depresi)
4. M. Rektus lateral (berfungsi untuk gerakan abduksi)
5. M. Rektus medius (berfungsi untuk gerakan aduksi)
6. M. Rektus superior (berfungsi untuk gerakan elevasi dalam abduksi, intorsi
dalam aduksi, dan aduksi dalam elevasi)5

Koroid merupakan suatu lapisan dengan ketebalan 0,3 mm, yang terdiri
dari empat lapisan. Lapisan terluar, yaitu lapisan epikoroid (ruang suprakoroid),
terletak diantara bagian utama koroid dan sklera. Ruangan ini memberikan akses
vaskularisasi dan inervasi mata dimana pada bagian ini akan dilewati arteri siliaris
posterior panjang dan pendek, dan saraf siliaris panjang dan pendek. Lapisan
vaskuler, atau disebut dengan stroma, berada setelah lapisan epikoroid dan
tersusun atas arteri siliaris anterior dan posterior panjang dan pendek, vortex, dan
vena siliaris anterior. Lapisan selanjutnya yaitu lapisan koriokapillaris, terdiri dari
kumpulan pembuluh kapiler. Dibawahnya terdapat lapisan yang disebut dengan
membran Bruch, terdiri dari membran basal dari koroid dan retina.4

2.2 Fisiologi Penglihatan


Bagian yang berperan dalam proses penglihatan adalah retina. Retina
merupakan bagian mata yang peka terhadap cahay, mengandung sel-sel kerucut
yang berfungsi untuk penglihatan warna, dan sel-sel batang yang terutama
berfungsi untuk penglihatan dalam gelap. Jika sel batang atau sel kerucut
mendapat rangsangan, maka sinyal akan dijalarkan melalui rangkaian sel saraf
dalam retina itu sendiri, dan kemudian diteruskan ke dalam serabut saraf optik dan
korteks serebri tepatnya pada korteks penglihatan.6
Setelah meninggalkan retina, impuls saraf penglihatan berjalan ke
belakang melalui N. optikus. Kemudian, di kiasma optikum, semua serabut dari
bagian nasal retina menyeberangi garis tengah, tempat mereka bergabung dengan
serabut-serabut yang berasal dari bagian temporal retina mata yang lain sehingga
terbentuklah traktus optikus. Serabut-serabut dari traktus optikus bersinaps di
nukleus genikulatum lateral dorsalis, dan dari sini serabut-serabut
genikulokalkarina berjalan melalui radiasi optika (traktus genikulokalkarina),
menuju korteks penglihatan primer yang terletak di area kalkarina lobus
oksipitalis.6
Korteks penglihatan primer, tepatnya pada area fisura kalkarina yang
meluas ke sudut oksipital pada bagian medial setiap korteks oksipital, merupakan
ujung dari sinyal-sinyal penglihatan langsung yang berasal dari mata. Sinyal-
sinyal yang berasal dari makula retina berakhir di dekat ujung oksipital,
sedangkan sinyal-sinyal yang berasal dari daerah perifer retina berakhir di
lingkaran konsentrik di anterior sudut dan di sepanjang fisura kalkarina. Di daerah
ujung oksipital tempat berakhirnya sinyal yang berasal dari makula, fovea retina
menjalarkan sinyalnya, untuk bertanggung jawab dalam ketajaman penglihatan
dengan derajat paling tinggi.6
Selain korteks penglihatan primer, terdapat juga korteks penglihatan
sekunder, dimana sinyal-sinyal sekunder dijalarkan ke area ini untuk digunakan
dalam menganalisis arti penglihatan. Area ini disebut juga sebagai area 18
Broadmann, atau area asosiasi penglihatan, terletak di sebelah lateral, superior,
inferior, dan anterior terhadap korteks penglihatan primer. Nantinya korteks
penglihatan primer akan memancarkan sinyal melewati area ini. Makna dari
semua area ini adalah bahwa terdapat berbagai macam aspek bayangan
penglihatan yang secara progresif dihentikan dan dianalisis.6
Selain itu, serabut penglihatan akan memancarkan sinyal melalui tempat-
tempat lain di otak; (1) dari traktus optikus menuju nukleus suprakiasmatik di
hipotalamus, untuk pengaturan irama sirkadian; (2) Ke nuklei pretektalis, untuk
mendatangkan gerakan refleks mata agar mata dapat difokuskan ke arah objek
yang penting dan untuk mengaktifkan refleks pupil terhadap cahaya; (3) Ke
kolikulus superior, untuk pengaturan arah gerakan cepat kedua mata; dan (4)
menuju nukleus genikulatum lateral ventralis pada talamus dan kemudian ke
daerah basal otak dan sekitarnya, diduga untuk mengatur mengendalikan beberapa
fungsi sikap tubuh.6
2.3 Neuropati Optik Iskemik
Neuropati optik iskemik merupakan salah satu penyebab kehilangan
penglihatan akut pada orang dewasa, yang disebabkan oleh infark pada pembuluh
darah kecil pada saraf optik dan dimanifestasikan dengan gejala berupa
kehilangan penglihatan unilateral secara tiba-tiba. Neuropati optik iskemik
dikelompokkan menjadi dua jenis, berdasarkan segmen yang terlibat, yaitu
Anterior Ischemic Optic Neuropathy (sering disingkat sebagai AION) dan
Posterior Ischemic Optic Neuropathy (sering disingkat sebagai PION).2
PION merupakan kasus yang jauh lebih jarang dijumpai jika dibandingkan
dengan AION, dimana pada PION, infark melibatkan daerah retrobulbar pada
saraf optik. PION disebabkan oleh berkurangnya transportasi oksigen pada daerah
retrobulbar atau segmen posterior dari saraf optik. Kejadian PION disebut
berkaitan dengan beberapa prosedur pembedahan, seperti tindakan pembedahan
tulang belakang (spinal), jantung, diseksi leher secara radikal, artroplasti panggul,
dan prostatektomi robotik.7
AION merupakan neuropati optik iskemik yang paling sering dijumpai,
dimana AION diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu Arteritic Anterior Ischemic
Optic Neuropathy (disingkat sebagai AAION), dan Non-arteritic Anterior
Ischemic Optic Neuropathy (disingkat sebagai NAION). Saat ini NAION
merupakan kelompok AION yang paling sering dijumpai.1,3

2.4 Non-arteritic Anterior Ischemic Optic Neuropathy (NAION)


2.4.1 Definisi
Non-arteritic Anterior Ischemic Optic Neuropathy atau sering disingkat
sebagai NAION merupakan suatu penyakit yang melibatkan saraf optik yang
disebabkan oleh oklusi pada arteri siliaris posterior pendek sehingga perfusi
menjadi tidak adekuat yang mengakibatkan infark parsial atau total pada ujung
saraf optik dan menyebabkan manifestasi berupa kehilangan penglihatan yang
bersifat akut/sementara.8,9,10
2.4.2 Epidemiologi
Sekitar 95% kasus AION merupakan kasus non-arteritik atau NAION.
NAION merupakan neuropati optik akut yang paling sering dijumpai pada
kelompok usia 50 tahun ke atas, dengan perkiraan insidensi di Amerika Serikat
sekitar 2,3 hingga 10,2 insidensi per 100.000 populasi. Frekuensi yang lebih
tinggi cenderung dijumpai pada populasi kaukasia dibandingkan populasi kulit
hitam atau hispanik. Tidak dijumpai predisposisi jenis kelamin. Usia rata-rata
dimulainya onset pada beberapa studi berada pada kisaran usia 57-65 tahun.11

2.4.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Perfusi yang tidak adekuat oleh arteri siliaris posterior pendek yang
disebabkan oleh adanya oklusi menyebabkan infark pada ujung saraf optik. Faktor
risiko yang berhubungan adalah faktor risiko aterosklerotik diantaranya hipertensi,
diabetes melitus, hiperlipidemia, merokok, obesitas, dan sleep apnea. Beberapa
faktor lain juga disebutkan dapat berperan dalam proses terjadinya NAION
diantaranya penggunaan inhibitor fosfodiestrase (mis. Viagra, Levitra, dan Cialis)
dan juga prosedur ekstraksi katarak, serta faktor anatomi berupa hipoplasia saraf
optik (Optic Nerve Hypoplasia/ONH) yang juga berperan dalam menyebabkan
pembentukan oklusi pada saraf optik yang meningkatkan risiko infark saraf optik
atau diistilahkan dengan “disc of risk”.1,3,10,12,13

2.4.4 Patofisiologi
Patofisiologi NAION sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti.
NAION disebutkan merupakan manifestasi akibat insufisiensi sirkulasi dari arteri
siliaris posterior pendek (short posterior ciliary arteries atau SPCA), yang
menyebabkan terjadinya infark pada daerah retrolaminar saraf optik. Fluoresen
dan indosianin pada beberapa studi disebutkan berperan dalam memperlambat
sirkulasi saraf optik pada lapisan prelaminar saraf optik. Dalam studi tersebut,
sirkulasi koroid yang normal menunjukkan bahwa vaskulopati berlokasi pada
cabang paraoptik dari SPCA, dimana sirkulasi yang lebih adekuat berada pada
cabang koroid dibandingkan cabang SPCA yang seharusnya dilewati.11,14
Angiografi tomografi koherensi optik menunjukkan adanya perubahan
mikrovaskuler pada pasien dengan edema diskus optik akut. Penyebab daripada
edema ini masih belum jelas diketahui namun para ahli sepakat bahwa pathway
terakhir yang menyebabkan sindroma kompartemen dari edema aksonal akan
menyebabkan penumpukan pada diskus optik, yang menyebabkan induksi
apoptosis pada sel ganglion retina. Berbagai mekanisme juga disebutkan terlibat
dalam proses edema diskus optik dan masih dieksplorasi lebih lanjut oleh para
ahli.14
2.4.4.1 Anatomi Diskus Optik
Sekitar 97% pasien NAION memiliki diskus optik yang berukuran kecil
dengan cangkir optik (optic cup) yang kecil atau bahkan tidak ada sama sekali.
Dalam beberapa kondisi sangat sulit untuk menentukan rasio cup/diskus
disebabkan oleh edema saraf optik dan klinisi harus menentukan rasio cup/diskus
pada mata yang sama. Pada umumnya dijumpai rasio dibawah 0,3 dan kondisi ini
disebut sebagai “disk at risk”. Peranan rasio cup/diskus yang kecil masih belum
diketahui secara pasti namun terdapat kemungkinan akan mekanisme yang
berhubungan dengan patogenesis NAION berupa adanya penyumbatan pada
diskus optik.14
Diskus yang tersumbat dapat menyebabkan obstruksi mekanik hingga
transpor aksoplasmik lambat yang menyebabkan kompresi sekunder dan iskemia.
Inhibisi terhadap transport aksoplasmik yang lambat dapat menginhibisi
neurotropin yang dapat menyebabkan kematian sel ganglion.14
2.4.4.2 Mekanisme Autoregulasi
Saraf optik memiliki mekanisme autoregulasi aliran darah yang baik. Alira
darah dipertahankan secara konstan meskipun terdapat variasi tekanan perfusi dan
tekanan intraokuler. Berbagai kondisi metabolik dan penyakit lainnya dapat
menyebabkan gangguan terhadap kemampuan saraf optik dalam mekanisme
autoregulasi aliran darah. Hipertensi sistemik, arteriosklerosis, vasospasme, dan
beberapa agen terapeutik dapat mengurangi kapasitas autoregulasi pada saraf
optik.14
Beberapa zat vasoaktif akan dilepaskan sebagai respon terhadap iskemia
yang dapat mempengaruhi kontrol otonom pembuluh darah. Injeksi endothelin-1
intravitreal dan intravena telah dibuktikan dapat menurunkan aliran darah pada
ujung saraf optik dan menghasilkan iskemia kronis diskus optik pada percobaan
dengan kelinci. Hayreh mengemukakan bahwa pelepasan serotonin endogen
berperan dalam pembentukan iskemia saraf optik dengan mekanisme
vasokonstriksi arteriol dan mengganggu mekanisme autoregulasi.14
2.4.4.3 Hipotensi Nokturnal
Terdapat fluktuasi nocturnal yang normal pada tekanan darah dan Hayreh
menyebutkan bahwa hipotensi sistemik nocturnal berperan dalam patogenesis
NAION. Pasien dapat mengalami perubahan autoregulasi kronis disebabkan oleh
berbagai penyakit sistemik, diantaranya hipertensi, aterosklerosis, yang secara
berlebihan dapat mengurangi tekanan darah secara nocturnal. Efek ini dapat
bersifat lebih buruk pada pasien yang sedang menjalani terapi antihipertensi
secara agresif, terutama pada waktu sebelum tidur.14,15
2.4.4.4 Insufisiensi Vena
Levin et al meyakini bahwa patofisiologi NAION tidak berhubungan
dengan oklusi arteri atau penyakit arteri lainnya, namun disebabkan adanya
insufisiensi vena. Insufisiensi vena dapat terjadi disebabkan penutupan venul
tambahan yang menerima darah dari pembuluh kapiler saraf optik yang mengalir
menuju vena retina sentral pada bagian posterior ujung saraf optik. Perdarahan
pada diskus jarang dijumpai pada AAION, terutama pada daerah oklusi arteri
retinal, tetapi sering dijumpai pada NAION dan oklusi vena retina sentral. NAION
dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang tidak lebih parah dibandingkan
dengan AAION dan mereka meyakini bahwa keadaan ini mirip dengan penyakit
vena otak yang menyebabkan kerusakan saraf yang juga tidak terlalu parah.14
2.4.4.5 Faktor Risiko Vaskulopati
NAION sebelumnya disebabkan oleh insufisiensi vaskuler namun masih
belum diketahui hubungan antara iskemia pada pembuluh darah kecil dengan
NAION. Lipohialinosis disangka berperan dalam patogenesis NAION, namun
tidak ada konfirmasi histopatologi yang mendemonstrasikannya. 60% pasien
NAION memiliki setidaknya satu faktor risiko vaskulopati dengan hipertensi
(47%) dan DM (24%) merupakan yang paling banyak. Merokok disebutkan tidak
menjadi faktor risiko yang independen.14

2.4.5 Manifestasi Klinis


Gejala klinis NAION yang paling khas dijumpai adalah kehilangan
penglihatan (vision loss), terutama dialami setelah pasien bangun tidur,
menandakan adanya peranan hipotensi nokturnal. Kehilangan penglihatan terjadi
dengan onset akut (tiba-tiba) yang bersifat sementara (umumnya selama 2 minggu
atau lebih). Ciri khas lainnya adalah defek pada lapangan pandang, dimana
dijumpai defek pada penglihatan lapangan pandang altitudinal inferior atau sering
disebut sebagai defek altitudinal. Ketajaman penglihatan dan penglihatan warna
dapat normal atau mengalami pengurangan. Nyeri tidak dijumpai.2,3,9,14,16,17

2.4.6 Diagnosis
NAION merupakan neuropati optik iskemik yang paling sering dijumpai,
tipikal pada kelompok usia di atas 40 tahun dan memiliki faktor risiko
aterosklerotik atau yang berhubungan dengan vaskulopati. Gejala yang biasanya
dikeluhkan adalah kehilangan penglihatan secara tiba-tiba saat bangun di pagi hari
tanpa rasa nyeri. Selain menelusuri keluhan utama, telusuri juga faktor risiko yang
berhubungan, diantaranya riwayat hipertensi, diabetes melitus, hiperlipidemia,
obesitas, merokok, dan sleep apnea. Hipertensi merupakan faktor risiko
vaskulopati yang paling sering dijumpai (47%) disusul diabetes melitus
3,14,17
(24%).
Pada pemeriksaan fisik, sebaiknya lakukan pemeriksaan visus untuk
menilai tajam penglihatan serta penilaian lapangan pandang. kehilangan
ketajaman penglihatan umumnya tidak terlalu berat pada NAION (tajam
penglihatan > 20/200 pada >60% kasus). Pada umumnya juga dijumpai defek
pupil aferen relatif, perdarahan retina, dan juga defek altitudinal.3,14
Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan untuk memastikan
adanya riwayat faktor risiko yang sudah ditelusuri sebelumnya melalui anamnesis.
Penilaian tekanan darah, serta pemeriksaan glukosa darah dan profil lipid
sebaiknya dilakukan. Pastikan juga untuk menilai ada atau tidaknya giant cell
untuk menyingkirkan diagnosis AAION. Pencitraan dapat dilakukan, terutama
apabila dijumpai pada kondisi atau gejala atipikal, dimana dapat dilakukan dengan
angiografi fluoresen.18

Gambar 2.2 Angiografi Fluoresen pada 2 Pasien NAION. Angiografi fluoresen pada AION
mendemonstrasikan “abnormalitas batas air”, atau zona yang mengalami hipoperfusi pada
koriokapillaris (anak panah). Pada fase akut, ujung saraf optik mengalami kerusakan yang
terlambat.18

Gambar 2.3 Angiografi Fluoresen. Fase Arteriovena Awal. Daerah temporal saraf optik
menunjukkan perfusi yang normal (anak panah kecil). sedangkan daerah sisanya
menunjukkan keterlambatan perfusi (anak panah besar). 15
Tabel 2.1 Gejala Atipikal NAION17
Onset dibawah usia 40 tahun
Nyeri dijumpai
Onset pada kedua mata sekaligus
Kehilangan tajam penglihatan secara cepat
Edema diskus optik yang tidak terlalu berat
Edema diskus optik yang berlangsung hingga > 4 minggu
Hemianopia homonym
Tidak dijumpai RAPD (defek pupil afere relatif)
Faktor risiko vaskulopati yang sedikit
Rasio cup/diskus yang besar pada mata
Serangan rekuren

2.4.7 Diagnosis Banding


Karena memiliki klinis yang hampir seluruhnya menyerupai, NAION
harus dibedakan dengan neuritis optik, terutama pada pasien yang lebih muda.
Pada kasus yang kurang spesifik, interpretasi MRI berupa adanya enhancement
pada orbit dapat membantu menyingkirkan diagnosis. Diagnosis banding NAION
diantaranya adalah sebagai berikut.3,9
 AAION
 Neuritis optik
 Neuropati optik inflamasi
 Neuropati optik infiltratif
 Neuropati optik kompresi
Tabel 2.2 Gejala Klinis Tipikal: NAION vs Neuritis Optik3
NAION Neuritis Optik
Usia > 50 tahun < 40 tahun
Nyeri Umumnya tidak dijumpai (+) saat mata bergerak
Pupil +RAPD +RAPD
Defek Lapangan pandang Altitudinal Sentral
Temuan ONH Edema 100% Edema 33%
Perdarahan Retina Dijumpai Umumnya tidak dijumpai
Temuan Angiografi Fluoresen Perfusi ONH Lambat (+) Perfusi ONH Lambat (-)
Temuan MRI Optic Nerve Enhancement (-) Optic Nerve Enhancement (+)
2.4.8 Tatalaksana
Sampai saat ini, masih belum ditemukan terapi definitif untuk NAION.
Sebelumnya, para klinisi mempraktikkan prosedur fenestrasi pelapis saraf optik
atau ONSF. Namun, ONSF disebutkan tidak memiliki manfaat sama sekali dalam
terapi NAION. Maka dari itu, ONSF tidak lagi digunakan untuk penanganan
NAION.3
Untuk profilaksis pada mata yang belum terlibat juga masih belum
diketahui. Meskipun aspirin diketahui dapat mengurangi risiko stroke, peranannya
dalam mengurangi insidensi pada mata yang belum terlibat setelah episode
pertama penyakit juga masih belum terbukti. Dikarenakan sekitar 60% pasien
NAION memiliki faktor risiko yang berhubungan dengan vaskuler dan sistemik,
maka para klinisi sebaiknya melakukan penatalaksanaan terhadap faktor-faktor
risiko yang masih dijumpai. Meskipun beberapa studi merekomendasikan skrining
untuk melihat faktor sleep apnea, masih belum diketahui apakah pengobatan
terhadap sleep apnea mencegah keterlibatan mata yang satunya.3

2.4.9 Komplikasi
Pasien dengan NAION memiliki risiko tinggi untuk menderita stroke
iskemik, meskipun terdapat studi ada yang menyebutkan tidak ada hubungan
antara NAION dengan kejadian stroke iskemik. Namun, mayoritas studi telah
menjelaskan mengenai peningkatan risiko kejadian stroke iskemik pada penderita
NAION. Maka dari itu, pasien NAION harus segera dilakukan penanganan dan
modifikasi dari faktor risiko vaskuler yang masih mereka miliki.3,19,20

2.4.10 Prognosis
Meskipun terdapat laporan mengenai kasus NAION yang progresif,
episode NAION secara tipikal akan stabil dalam waktu 2-3 bulan. Prognosis
visual diyakini akan baik dan terjaga. Akan tetapi, ketajaman penglihatan
dilaporkan meningkat pada 43% pasien. Defek pada lapangan pandang disebutkan
tidak akan kembali muncul. Ada kemungkinan kecil (<5%) untuk rekurensi pada
mata yang sama. Edema diskus pada umumnya juga akan menghilang.17
BAB III

KESIMPULAN

Non-arteritic Anterior Ischemic Optic Neuropathy atau sering disingkat


sebagai NAION, merupakan suatu penyakit yang melibatkan saraf optik yang
disebabkan oleh oklusi pada arteri siliaris posterior pendek atau SPCA. sehingga
perfusi menjadi tidak adekuat yang mengakibatkan infark parsial atau total pada
ujung saraf optik dan menyebabkan manifestasi berupa kehilangan penglihatan
yang bersifat akut atau sementara. NAION merupakan bentuk dari neuropati optik
iskemik yang paling sering dijumpai, terutama dijumpai pada kelompok usia 50
tahun ke atas. Beberapa studi menyebutkan usia rata-rata dimulainya onset pada
beberapa studi berada pada kisaran usia 57-65 tahun.
NAION disebabkan oleh perfusi yang tidak adekuat akibat adanya oklusi
pada arteri siliaris posterior pendek atau SPCA yang mengakibatkan infark parsial
atau total pada ujung saraf optik. Berbagai faktor risiko yang memicu terjadinya
kondisi ini diantaranya adalah faktor anatomis, dimana kebanyakan pasien
NAION memiliki ukuran diskus yang kecil sehingga rasio cup/disk juga kecil.
Faktor risiko lainnya yang berhubungan diantaranya adalah faktor vaskulopati,
yaitu hipertensi, diabetes melitus, hiperlipidemia, obesitas, merokok, dan sleep
apnea. Perjalanan penyakit (patogenesis) dari NAION berhubungan dengan
anatomi diskus yang kecil, mekanisme autoregulasi, hipotensi nokturnal,
insufisiensi vena, dan faktor risiko vaskulopati itu sendiri.
Gejala klinis NAION yang paling khas dijumpai adalah kehilangan
penglihatan (vision loss), terutama dialami setelah pasien bangun tidur,
menandakan adanya peranan hipotensi nokturnal. Kehilangan penglihatan terjadi
dengan onset akut (tiba-tiba) yang bersifat sementara (umumnya selama 2 minggu
atau lebih). Ciri khas lainnya adalah defek pada lapangan pandang, dimana
dijumpai defek pada penglihatan lapangan pandang altitudinal inferior atau sering
disebut sebagai defek altitudinal. Pada pemeriksaan fisik diperoleh ukuran tajam
penglihatan yang tidak terlalu parah (tajam penglihatan > 20/200 pada >60%
kasus). Pada umumnya juga dijumpai defek pupil aferen relatif, perdarahan retina,
dan juga defek altitudinal.
Penatalaksanaan NAION sendiri hingga saat ini masih belum ditemukan
dan diketahui secara pasti. Tatalaksana terhadap faktor risiko vaskulopati yang
masih dijumpai sangat diperlukan serta pemberian aspirin untuk mengurangi
risiko stroke. Komplikasi yang dikhawatirkan pada pasien NAION adalah stroke
iskemik. Prognosis pada kasus-kasus NAION dilaporkan membaik dalam waktu
2-3 bulan dengan prognosis visual yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. 2019. Basic Ophthalmology Essential
for Students 10th Edition. pp: 257-8.
2. Riordan-Eva, P. and Augsburger, J.J. 2018. Vaughan & Asbury’s General
Ophthalmology 19th Edition. United States: McGraw-Hill Education. pp: 626-
717.
3. American Academy of Ophthalmology. 2019. Neuroophthalmology. 2019-
2020 Basic and Clinical Science Course. pp: 126-90.
4. Artal, P. 2017. Handbook of Visual Optics Fundamental and Eye Optics
Volume I. United States: Taylor and Francis Group. pp: 130-5.
5. Ilyas, S dan Yulianti, S.R. 2016. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI. hal: 263-281.
6. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
Keduabelas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal: 779-846.
7. Pasternak, J.J. and Lanier, W.L. Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing
Disease. 2018. Disease Affecting the Brain. In: Stoelting’s Anesthesia and
Co-Existing Disease 7th Edition. United States: Elsevier, Inc. pp: 265-303.
8. Salmon, F.J. 2019. Kanski’s Clinical Ophthalmology A Systematic
Approach, Ninth Edition. United States: Elsevier, Inc. pp: 746-825.
9. Ohanesian, R.V. dan Shahsuvaryan, M.L. 2007. Essentials of Ophthalmology.
Yerevan: The Armenian Eyecare Project. pp: 95-8.
10. Friedman, N.J. and Kaiser, P.K. 2007. Essential of Ophthalmology 1 st
Edition. United States: Elsevier, Inc. pp: 47-86.
11. Miller, N.R., Subramanian, P.S., and Patel, V.R. 2016. Walsh and Hoyt’s
Clinical Neuro-Ophthalmology 3rd Edition. China: Wolters Kluwer. pp: 260-
78.
12. Yang, H.K., et al. 2019. Risk of Non-arteritic Anterior Ischemic Optic
Neuropathy after Cataract Surgery. American Journal of Ophthalmology,
207; pp: 343-350.
13. Mentek, M., et al. 2018. Diseases of The Retina and The Optic Nerve
Associated with Obstructive Sleep Apnea. Sleep Medicine Reviews, 38;
pp:113-130.
14. American Academy of Ophthalmology. 2019. Non-Arteritic Anterior
Ischemic Optic Neuropathy (NAION). Available at:
https://eyewiki.aao.org/Non-Arteritic_Anterior_Ischemic_Optic_Neuropathy
(NAION). [accessed on: June, 6rd 2020]
15. Arnold, A.C. and Wang, M.Y. 2019. Ischemic Optic Neuropathy. In:
Ophthalmology 5th Edition. United States: Elsevier, Inc. pp: 892-7.
16. Remington, L.A. 2005. Clinical Anatomy of The Visual System 2nd Edition.
United States: Elsevier, Inc. pp: 198-215.
17. Berry, S., et al. 2017. Nonarteritic Anterior Ischemic Optic Neuropathy:
Cause, Effect, and Management. Eye and Brain, 9; pp: 23-28.
18. Freund, B.F., et al. 2017. Congenital and Developmental Anomalies of The
Optic Nerve. In: The Retinal Atlas 2 nd Edition. United States: Elsevier, Inc.
pp: 1111-62.
19. Lee, Y., et al. 2016. Increased Risk of Stroke in Patients with Nonarteritic
Anterior Ischemic Optic Neuropathy: A Nationwide Retrospective Cohort
Study. American Journal of Ophthalmology, 170; pp: 183-189.
20. Park, S.J., et al. 2019. Risk of Stroke after Nonarteritic Anterior Ischemic
Optic Neuropathy. American Journal of Ophthalmology, 200: 123-129.

Anda mungkin juga menyukai