PAPER
UVEITIS POSTERIOR
Disusun oleh :
Dirga Machran
210131072
Supervisor :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
kasih, berkat, dan penyertaan Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Uveitis Posterior”. Penulisan makalah ini adalah salah satu
syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan
Profesi Dokter di Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
dr. Marlina Yusnita Albar, M.Ked(OPH), Sp.M selaku pembimbing yang
telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................1
BAB I.......................................................................................................................2
1.1. Latar Belakang..........................................................................................2
1.2. Tujuan Penulisan........................................................................................2
1.3. Manfaat Penulisan......................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................4
2.1. Traktus Uvealis..........................................................................................4
2.2. Definisi Uveitis..........................................................................................7
2.3. Uveitis Posterior........................................................................................7
2.4. Epidemiologi.............................................................................................8
2.5. Etiologi......................................................................................................9
2.6. Diagnosis dan Ciri Klinik..........................................................................9
2.7. Tatalaksana..............................................................................................15
2.8. Prognosis.................................................................................................16
BAB III..................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
1
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
BAB I
PENDAHULUAN
2
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
dan neoplasma.(6)
Uveitis posterior timbul perlahan namun dapat terjadi secara akut.
Pasien mengeluh penglihatan kabur yang tidak disertai nyeri, mata merah,
dan fotofobia. Komplikasi dapat berupa katarak, glaukoma, kekeruhan
vitreus, edema makula, kelainan pembuluh darah retina, parut retina, ablasio
retinae, dan atrofi nervus optik.(7) Prognosis uveitis posterior lebih buruk
dibandingkan uveitis anterior karena menurunkan tajam penglihatan dan
kebutaan apabila tidak ditatalaksana dengan baik.(8)
3
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
5
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
2.1.3 Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sclera.
Koroid tersusun atas tiga lapis pembuluh darah koroid ; vesikuler besar,
sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam koroid,
semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal
sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh koroid dialirkan melalui empat
vena vorticosa, satu di tiap kuadran posterior. Koroid di sebelah dalam
dibatasi oleh membran bruch dan disebelah luar oleh sclera. Ruang
suprakoroid terletak diantara koroid dan sclera. Koroid melekat erat ke
posterior pada tepi-tepi nervus opticus. Di sebelah anterior koroid
bergabung dengan corpus cilliares. Kumpulan pembuluh darah koroid
mendarahi bagian luar retina yang menyokongnya.(9)
6
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
7
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
2.4 EPIDEMIOLOGI
Menurut National Organization for Rare Disorders pada tahun 2005,
uveitis posterior sama kejadiannya pada pria dan wanita.6 Uveitis posterior
juga dapat menyerang hampir semua usia, cenderung lebih sering pada usia di
8
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
2.5 ETIOLOGI
9
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
10
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
11
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
Usia Pasien(13)
Lateralitas(13)
12
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
Gejala(13)
a. Penurunan penglihatan- Penurunan ketajaman penglihatan dapat
terjadi pada semua jenis uveitis posterior, tetapi erutama dijumpai
pada kondisi-kondisi dengan lesi macula atau ablasio retina.
Pemeriksaan pupil aferen harus dikerjakan pada setiap pasien, bila
ada, menandakan disfungsi nervus optikus atau kerusakan retina
luas.
b. Injeksi ocular- Kemerahan mata jarang terjadi pada uveitis yang
tebatas di segmen posterior, tetapi dapat terlihat pada uveitis difus
c. Nyeri- Rasa nyeri kurang khas pada uveitis posterior, tetapi dapat
terjadi pada endoftalmitis, skleritis posterior, atau neuritis optic,
terutama bila disebabkan oleh sclerosis multiple
Tanda(13)
Tanda-tanda yang penting untuk mendiagnosis uveitis posterior
antara lain: pembentukan hipopion, pembentukan granuloma, vitritis,
morfologi lesi, vaskulitis, perdarahan retina, dan pembentukan parut.
1. Hipopion- Kelainan segmen posterior yang mungkin disertai
dengan hipopion dan peradangan anterior yang nyata, yaitu
sifilis, tuberkulosis, sarkoidosis, endoftalmitis endogen,
penyakit Behcet, dan leptospirosis. Bila dijumpai kondisi ini,
uveitisnya disebut uveitis difus atau panuveitis
2. Jenis uveitis- Uveitis granulomatosa anterior bisa disertai
dengan kondisi-kondisi yang mempengaruhi retina posterior
dan koroid, seperti sifilis, tuberkulosis, sarkoidosis,
toksoplasmosis, sindrom Vogt-Kayanagi-Harada, dan oftalmia
simpatika. Di sisi lain, uveitis anterior non-granulomatosa
13
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
14
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
2.7 TATALAKSANA
15
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
pada sindrom Behcet karena dapat mengancam jiwa.(14) Agen imosupresan terdiri
dari golongan antimetabolit (azatioprin, metotreksat, dan mikofenolat mofenil),
supresor sel T (siklosporin dan tacrolimus) serta sitotoksik (siklofosfamid dan
klorambusil).(14,17)
Nyeri dapat diatasi dengan pemberian golongan obat anti-inflamasi non-
steroid (OAINS) dan siklopegik untuk mencegah komplikasi sinekia posterior. (14)
Siklopegik yang dapat diberikan yaitu siklopentolat 0,5-2% dan homatropin. (14)
Tatalaksana utama lain ditujukan untuk mengobati penyebab dasar. Untuk
toksoplasmosis dapat diberi terapi antitoksoplasma, meliputi kotrimoksazol,
klindamisin, pirimetamin, dan sulfadiazin.(14,17) Tuberkulosis dapat diberi terapi
antituberkulosis, seperti isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Pada
infeksi sifilis, terapi utama adalah antibiotik golongan penisilin. Untuk infeksi
virus dapat diberi obat antivirus, seperti asiklovir, valgansiklovir, gansiklovir,
foskarnet, dan sidofovir.(14)
Non-Medikamentosa
Pembedahan dapat dipertimbangkan pada kasus uveitis yang sudah teratasi,
untuk memperbaiki masalah fungsi penglihatan permanen yang disebabkan oleh
komplikasi, seperti katarak, glaukoma sekunder, dan ablasio retina. (14,22)
Vitrektomi dapat memperbaiki tajam penglihatan apabila kekeruhan vitreus pada
uveitis posterior tetap terjadi meskipun dengan pengobatan medikamentosa.(14)
2.8 PROGNOSIS
Prognosis uveitis posterior lebih buruk dibandingkan dengan uveitis jenis lain
karena dapat menurunkan tajam penglihatan dan menimbulkan kebutaan. (14) Risiko
komplikasi seperti glaukoma, katarak, gangguan penglihatan, kebutaan, dan
ablasio retina lebih sering ditemukan pada uveitis posterior.(22)
BAB III
KESIMPULAN
16
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
17
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
DAFTAR PUSTAKA
18
PAPER NAMA : Dirga Machran
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 210131072
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS USU
13. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya medika, 2000
14. Sitompul R. Diagnosis dan penatalaksanaan uveitis dalam upaya
mencegah kebutaan. E-Jurnal Kedokteran Indonesia. 2016;4(1):60–70.
15. Barisani-Asenbauer T, Maca SM, Mejdoubi L, Emminger W, Machold K,
Auer H. Uveitis - a rare disease often associated with systemic diseases
and infections - a systematic review of 2619 patients. Orphanet J Rare Dis.
2012;7(57):1–7.
16. National Organization for Rare Disorders. Posterior uveitis. In: Rare
disease database [Internet]. 2005 [cited 2019 December 2]. Available
from: https://rarediseases. org/rare-diseases/posterior-uveitis/
17. Sudharshan S, Ganesh SK, Biswas J. Current approach in the diagnosis
and management of posterior uveitis. Indian J Ophthalmol. 2010;58(1):29–
43.
18. Harman LE, Margo CE, Roetzheim RG. Uveitis: The collaborative
diagnostic evaluation. Am Fam Physician. 2014;90(10):711–6
19. Duplechain A, Conrady CD, Patel BC, Baker S. Uveitis. [Updated 2019
Jun 3]. In: StatPearls [Internet]. 2019 [cited 2019 December 2]. Available
from: https://www. ncbi.nlm.nih.gov/books/ NBK540993/
20. Jabs DA, Nussenblatt RB, Rosenbaum JT. Standardization of uveitis
nomenclature for reporting clinical data. Results of the First International
Workshop. Am J Ophthalmol. 2005;140(3):509–16
21. Li J, Li Y, Li H, Zhang L. Imageology features of different types of
multifocal choroiditis. BMC Ophthalmol. 2019;19(39):1–7.
22. Dick AD, Tundia N, Sorg R, Zhao C, Chao J, Joshi A, et al. Risk of ocular
complications in patients with noninfectious intermediate uveitis, posterior
uveitis, or panuveitis. Ophthalmology 2016;123(3):655–62.
19