ULKUS KORNEA
Dokter Pembimbing:
Disusun Oleh:
2017730112
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul “Ulkus Kornea”.
Terima kasih kepada dr. Raden Sophia Marviana, Sp.M yang telah membimbing
penulis dalam pembuatan referat ini sehingga referat ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Demikianlah referat ini dibuat sebagai pemenuhan tugas dari kegiatan klinis
Stase Mata di RSUD R. SYAMSUDIN, SH Sukabumi, serta untuk menambah
pengetahuan bagi penulis dan khususnya bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................2
BAB 1............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................6
2.7 Diagnosis.........................................................................................................27
1.2 Epidemiologi
Insiden ulkus kornea sekitar 25.000 orang per tahun yang pada umumnya
diawali dengan keratitis. Angka kejadian ulkus kornea pada penderita yang
menggunakan lensa kontak sekitar 4 kejadian per 10.000 pengguna lensa kontak.
Ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, infeksi
dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya. Berbagai mikroorganisme
dapat menimbulkan penyakit ini, diantaranya adalah bakteri, jamur, virus.
Penelitian di United Kingdom melaporkan beberapa faktor yang berkaitan
dengan meningkatnya resiko terjadinya invasi pada kornea, penggunaan lensa
kontak yang lama, laki-laki, merokok dan akhir musim sejuk (Maret-Juli).
Insiden terjadinya ulkus kornea meningkat sampai delapan kali lipat pada mereka
yang tidur sambil memakai lensa kontak dibanding dengan mereka yang
memakai lensa kontak hanya ketika waktu bekerja. Ulkus kornea dapat mengenai
semua umur. Kelompok pertama yang berusia di bawah 30 tahun adalah mereka
yang memakai lensa kontak dan atau dengan trauma okuler, dan kelompok kedua
yang berusia di atas 50 tahun adalah mereka yang mungkin menjalani
operasi[ CITATION Hon16 \l 1033 ].
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Epitel
Epitel memiliki ketebalan 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, 2-3 lapis sel
poligonal atau sel sayap dan 2 lapis sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat
mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan
semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan
sel poligonal didepannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini
menghambat aliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier bagi
retina. Waktu yang diperlukan pada proses sel basal hingga menjadi sel
gepeng adalah 7 hari. Pada lapisan sel basal ditemukan sel melanoblast
inaktif, makrofag dan limfosit. Jika terjadi gangguan pada membran basal
dapat menyebabkan erosi rekuren dan kerusakan epitel. Selain itu, permukaan
anterior lapisan sel epitel banyak dijumpai mikrovili dan mikroplika yang
permukaannya dilapisi oleh musin dan bergua untuk menstabilkan lapisan air
mata.
2. Membran Bowman
Membran bowman terletak dibawah membran basal epitel kornea dan
merupakan jaringan aseluler dengan tebal 8-14 µm. Lapisan ini terdiri dari
serabut-serabut kolagen yang tersusun tidak teratur dan berasal dari bagian
depan stroma. Lapisan Bowman relatif resisten terhadap infeksi, namun
lapisan ini tidak bisa pulih kembali setelah trauma, melainkan akan digantikan
oleh jaringan parut.
3. Stroma
Stroma memiliki ketebalan 0,50 mm yang menyusun 90% dari ketebalan
kornea. Stroma kornea terutama tersusun atas jalinan lamella serat-serat
kolagen. Lamella berjalan sejajar dengan permukaan kornea, dan karena
ukuran dan kerapatannya membuat kornea menjadi lapisan jernih dan dapat
dilalui cahaya. Komponen penyusun stroma lainnya adalah keratosit,
proteoglikan, garam, dan glikoprotein. Air, kolagen, proteoglikan, dan
keratosit bekerja sama untuk mempertahankan transparansi kornea, sekaligus
mempertahankan integritas struktur kornea. Pembentukan kembali kolagen
memakan waktu 12 bulan atau lebih. Keratosit merupakan sel fibroblast dan
terletak di antara serabut-serabut kolagen. Selama fase embriogenesis dan
pasca-trauma keratosit diduga sebagai pembentuk bahan dasar serabut
kolagen.
4. Membran Descemet
Membran Descemet merupakan suatu membran aseluler yang menutupi
permukaan posterior stroma dan mempunyai ketebalan 10-12 µm. Membran
ini dihasilkan oleh sel endotel yang bersifat sangat elastis. Membran
Descemet sangat resisten terhadap trauma dan enzim proteolitik, serta dapat
beregenerasi. Tebal membran Descemet saat lahir sekitar 3 µm, diproduksi
terus menerus dan menebal selama hidup hingga mencapai ketebalan 10-12
µm.
5. Endotel
Endotel terdiri dari satu lapis sel tetapi jumlah selnya mencapai hampir
500.000, selnya berbentuk heksagonal yang mengandung organel-organel
yang berperan dalan transpor aktif (pompa aktif) untuk menjaga hidrasi
kornea. Pada orang dewasa kemampuan mitosis sel ini sangat terbatas pada
orang dewasa sehingga jumlahnya semakin berkurang seiring bertambahnya
usia. Lapisan endotel tidak memiliki daya regenerasi. Jika ada sel yang mati,
maka lesi yang ditinggalkannya akan diisi oleh sel yang berdekatan dengan
cara memperbesar ukurannya. Keadaan ini disebut polimegetisme.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan
tanpa ada akhir saraf. Untuk terjadinya pembentukan bayangan di retina, kornea
harus dalam keadaaan transparan. Kondisi transparan pada kornea disebabkan
oleh struktur epitel, stroma, dan endotel yang tersusun teratur, avaskularitas dan
deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif dari jaringan kornea
yang di lakukan oleh pompa bikarbonat aktif endotel dan integritas anatomis
endotel dan epitel. Dalam mekanisme dehidrasi ini kerusakan endotel memiliki
dampak yang lebih buruk daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel
endotel dapat mengakibatkan pembengkakan kornea yang terlihat jelas dan
keadaan kornea tidak lagi transparan. Sebaliknya kerusakan epitel hanya
menimbulkan pembengkakan stroma setempat yang ringan dan akan kembali
transparan jika sel-sel epitel mengalami regenerasi.
2.2 Definisi dan Etiologi
Ulkus kornea merupakan suatu kondisi patologis berupa lesi yang
disebabkan oleh hilangnya diskontinuitas jaringan disertai adanya infiltrat, yang
dapat terjadi pada kornea mata, mulai dari epitel hingga stroma. Terbentuknya
ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang
dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal 2 bentuk ulkus pada kornea
yaitu sentral dan marginal atau perifer. Ulkus kornea perifer dapat disebabkan
oleh reaksi toksik, alergi, autoimun dan infeksi. Infeksi pada kornea perifer
biasanya oleh kuman stafilokokus aureus, H.influenza dan M.lacunata. Beratnya
penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien, besar dan virulensi inoculum.
Selain radang dan infeksi, penyebab ulkus kornea ialah defisiensi vitamin A,
lagoftalmus akibat parese saraf ke VIII, lesi saraf ke III atau neurotropik dan
ulkus Mooren[ CITATION Sid \l 1033 ].
Ulkus kornea dapat dibedakan menjadi lesi infeksius dan lesi non infeksius.
Ulkus kornea terbentuk oleh karena adanya infiltrat yaitu proses respon imun
yang menyebabkan akumulasi sel-sel atau cairan di bagian kornea. Faktor yang
dapat menyebabkan ulkus kornea secara umum antara lain :
b. Non-Infeksi
Faktor eksternal
Luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma, penggunaan lensa
kontak, luka bakar pada daerah wajah, bahan kimia bersifat asam atau basa
tergantung pH. Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan
anorganik, organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata
maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain
amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida
dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
Kelainan sistemik, Sindrom Sjorgen dan autoimun.
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (aquos, musin atau lipid), kelainan permukan
palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik
kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada
kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
gangguan pemanfaatan oleh tubuh
Edema kornea kronik, exposure-keratitis (pada lagophtalmus, bius umum,
koma) dan keratitis akibat defisiensi vitamin A.
Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun seperti kortikosteroid,
IUD (Iodo 2 dioxyuridine), anesteti lokal dan golongan imunosupresif.
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Grnulomatosa wagener
Rheumatoid arthritis
Pada ulkus kornea yang disebabkan jamur dan bakteri akan terdapat defek epitel
yang dikelilingi leukosit polimorfonuklear. Bila infeksi disebabkan virus, terlihat
reaksi hipersensitivitas disekitarnya. Bentuk ulkus marginal dapat fokal,
multifocal atau difus yang disertai dengan masuknya pembuluh darah
kedalamnya[ CITATION Sid \l 1033 ].
C. Stadium regresi
Suatu keadaan dimana ulkus mulai membaik dan epitel mulai tumbuh yang
dipengaruhi oleh produksi antibodi humoral dan pertahanan imun serta hasil
atau respon setelah diberikan tatalaksana pengobatan. Garis demarkasi
terbentuk disekeliling ulkus, yang terdiri dari leukosit yang menetralisir dan
phagosit yang menghambat organisme dan debris sel nekrotik. Proses ini
didukung oleh vaskularisasi superfisial yang meningkatkan respon imun
humoral dan seluler. Ulkus pada stadium ini mulai membaik dan epithelium
mulai tumbuh pada sekeliling ulkus.
Hasil akhir dari ulkus kornea tergantung pada virulensi agen infektif,
mekanisme daya tahan tubuh, dan terapi yang diberikan. Apabila bergantung
pada tiga faktor tersebut, maka kondisi ulkus kornea dapat terbagi dalam 3
gambaran yaitu, ulkus yang terlokalisir dan sembuh, penetrasi lebih dalam
sampai dapat terjadi perforasi, atau menyebar secara cepat pada seluruh kornea
dalam bentuk ulkus kornea.
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat
menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena
eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
- Ulkus Stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan
disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila
tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang
disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun
terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya
minimal.
- Ulkus Pseudomonas
- Ulkus Pneumokokkus
Gambar 8 Keratomikosis
b. Ulkus Mooren
1. Pasien tua terutama laki-laki, 75% unilateral dengan rasa sakit yang
tidak berat, prognosis sedang dan jarang perforasi
2. Pasien muda laki-laki, 75% binocular, dengan rasa sakit dan
berjalan progresif. Prognosis buruk, 1/3 kasus terjadi perforasi
kornea.
c. Ulkus Ulcer
Gejala Subjektif
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif
‐ Injeksi siliar.
‐ Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat.
‐ Hipopion.
2.7 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan
laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat
diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat
penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus
herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat
pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan
predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes
simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti
diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
- Ketajaman pengelihatan
- Tes refraksi
- Pemeriksaan slit-lamp
- Keratometri (pengukuran kornea)
- Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH) Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes
mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengan steroid. Pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak
terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
b. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan Konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan
umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus
diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang baik,
lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung
vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus
yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan
pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu
steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan
penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi
39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya
antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan Lokal
Analgetik
Antibiotik
Anti jamur
Anti virus
1. Kauterisasi
‐ Iris reposisi
‐ Kornea dijahit dan ditutu dengan flap konjungtiva
3. Keratoplasti
a. Komplikasi
c.
DAFTAR PUSTAKA
Paul, R.-E., & Whitcher, J. P. (2010). Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum (17
ed.). (R.-E. Paul, & J. P. Whitcher, Penyunt.) Jakarta: EGC.
Sidarta, l., & Sri, R. (t.thn.). Ilmu Penyakit Mata (4 ed.). (l. Sidarta, & R. Sri,
Penyunt.) Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
S Sitorous, Rita. Sitompul, Ratna. Widyawati, Syska. P Bani, Anna. Buku Ajar
Oftalmologi. Edisi Pertama. Jakarta: UI Publishing, 2020.
FK UI. 2020. Buku Ajar Oftalmologi. 1st Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas
Indonesia.